-->

Sabtu, 06 April 2013


BAB I

PENDAHULUAN 


A. LATAR BELAKANG


Metafisika nama populernya dengan nama ontologi, membahas segala sesuatu yang ada secara menyeluruh dan sekaligus. Pembahasan ini dilakukan dengan membedakan dan memisahkan eksistensi itu, Pertanyaan-pertanyaan ontologis yang utama yang paling sering diajukan adalah sebagai berikut: Realita atau ada yang bergitu beraneka ragam dan berbenda-benda pada hakikatnya satu atau tidak, ada tiga teori ontologis yang terkenal seperti, Idelisme, materialisme, dan Dualisme.


Alam Fisika dan Metafisika kedua bidang itu membicarakan etimologi kata ini sejenak, Fisika ialah ilmu alam, Beberapa sifat yang dipelajari dalam fisika merupakan sifat yang ada dalam semua sistem materi yang ada, seperti hukum kekekalan energi. Sifat semacam ini sering disebut sebagai hukum fisika. 


Fisika sering disebut sebagai "ilmu paling mendasar", karena setiap ilmu alam lainnya (biologi, kimia, geologi, dan lain-lain) mempelajari jenis sistem materi tertentu yang mematuhi hukum fisika. Misalnya, kimia adalah ilmu tentang molekul dan zat kimia yang dibentuknya. Sifat suatu zat kimia ditentukan oleh sifat molekul yang membentuknya, yang dapat dijelaskan oleh ilmu fisika seperti mekanika kuantum, termodinamika, dan elektromagnetika, Kalau fisika membicarakan segala sesuatu yang dapat disentuh oleh pancaindra, adalah metafisika memperkatakan sesuatu yang tak terjangkau olehnya. 


Rhodius, filosof Roma, mengumpukan karya-karya Aristoteles dan menyusunnya, Karangan-karangan filsafat Aristoteles disusunya setelah (dibelakang) karangan-karangan fisikanya. Meta (bahasa Italia) berarti setelah atau dibelakang. Jadi dalam susunan filosof Roma itu, karangan filsafat pertama (prote philosophina) disebut karangan filsafat itu metafisika.


Metafisika bagi Aristoteles ialah dasar mendalam dari yang ada, bagi Plato ialah teori tentang ide, bagi Hegel pengetahuan tentang yang mutlak, bagi Heidegger, filosof eksistensialisme, metafisika ialah filsafat tentang hakikat kehidupan. Dan Comete seperti telah kita singgung menolak metafisika. 


B. FOKUS SAJIAN


Makalah ini membahasa tentang "Alam Fisika dan Metafisika”, dan Hubungan antara Ilmu Pengetahuan dan Image Manifest Dunia". Dalam fisika adalah menjadi metafisika koheren alam perlu interpretasi. Sebuah interpretasi dari teori fisik membutuhkan dua bahan utama, formulasi yang tepat dari klaim ontologis, penjelasan tentang bagaimana klaim tersebut terkait dengan dunia pengalaman kita.


Untuk mengklasifikasikan berbagai sikap yang metafisika menghibur dan telah dihibur di masa lalu terhadap fisika, maka akan mengkritik upaya lazim pada menggabungkan fisika dan metafisika dan akhirnya akan mengartikulasikan pandangan saya sendiri tentang gambar ilmiah yang diberikan oleh fisika dan gambar nyata diuraikan oleh teori metafisis harus terkait.


BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ALAM FISIKA


Fisika (Bahasa Yunani: φυσικός (physikos), "alamiah", dan φύσις (physis), "Alam") adalah sains atau ilmu tentang alam dalam makna yang terluas. Fisika mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam lingkup ruang dan waktu. Para fisikawan atau ahli fisika mempelajari perilaku dan sifat materi dalam bidang yang sangat beragam, mulai dari partikel submikroskopis yang membentuk segala materi (fisika partikel) hingga perilaku materi alam semesta sebagai satu kesatuan kosmos.[1]


Beberapa sifat yang dipelajari dalam fisika merupakan sifat yang ada dalam semua sistem materi yang ada, seperti hukum kekekalan energi. Sifat semacam ini sering disebut sebagai hukum fisika. Fisika sering disebut sebagai "ilmu paling mendasar", karena setiap ilmu alam lainnya (biologi, kimia, geologi, dan lain-lain) mempelajari jenis sistem materi tertentu yang mematuhi hukum fisika. Misalnya, kimia adalah ilmu tentang molekul dan zat kimia yang dibentuknya. Sifat suatu zat kimia ditentukan oleh sifat molekul yang membentuknya, yang dapat dijelaskan oleh ilmu fisika seperti mekanika kuantum, termodinamika, dan elektromagnetika.


Fisika juga berkaitan erat dengan matematika. Teori fisika banyak dinyatakan dalam notasi matematis, dan matematika yang digunakan biasanya lebih rumit daripada matematika yang digunakan dalam bidang sains lainnya. Perbedaan antara fisika dan matematika adalah: fisika berkaitan dengan pemerian dunia material, sedangkan matematika berkaitan dengan pola-pola abstrak yang tak selalu berhubungan dengan dunia material. Namun, perbedaan ini tidak selalu tampak jelas. Ada wilayah luas penelitan yang beririsan antara fisika dan matematika, yakni fisika matematis, yang mengembangkan struktur matematis bagi teori-teori fisika.


Soal fisika diuraikan oleh al-kandi dalam berberapa risalahnya. Risalah-risalah ini pun masih menunjukkan corak Aristoteles dan Platonisme, dengan jalan memiliki dan mengabungkan fikiran-fikiran kedua filosofi tersebut.[2]


Al-Kind mengatakan bahwa alam ini ada liat-nya (sebab) yang jauh dan mejadikan sebagianya sebagai illat bagi yang lain. Karena itu alam ini asalnya tidak ada, kemudian menjadi ada, karena diciptakan oleh tuhan, dan karenanya pula, ia tidak dapat membenarkan qadimnya alam.


Ia juga mengatakan bahwa didalam alam ini terdapat bermacam-macam gerak, antar lain gerak kejadian dan empat illat yang telah diperkatakan oleh Aristoteles sebelumnya, yaitu illat materi- atau illat unsur (illat maddiyah; material cause), illat bentuk (illat shuriyah; form cause), illat pencipta (illat fa’ilah; moving cause), dan illat tujuan (illat ghayah; final cause),. Ia akhirnya sampai kepada apa yang dinamakannya “Illat penciptaan terjauh” bagi tiap-tiap kejadian dan kemusnahaan, yaitu illat-pertama atau tuhan, dan ia juga sampai kepada illat terdekat, yaitu semua benda-benda langit Yang berkerja untuk menjadikan untuk memusnakan dengan perantaraan empat unsur dibawah ini.


Al-Kindi mengatakan bahwa benda-benda langit mempunyai kehidupan serta mempunyai indera-indera yaitu indera penglihatan dan indera pendengaran saja sebagai indera-indera yang diperlukan untuk dapat berfikir dan membedakan. Oleh karena itu benda-benda langit adalah benda-benda yang hidup berfikir dan bisa membedakan.


Oleh karena itu benda-benda langit menjadi illat terdekat bagi kejadian , kemusnahan dalam alam ini, maka kehidupan dibumi menjadi tergantung padanya. Benda-benda langit itulah yang menimbulkan kehidupan dibumi bagi akbat gerakannya yang abadi (terus menerus) menurut arah tertentu. Dengan demikian, maka kita harus merasakan keagungan kekuasaan tuhan.[3]


Tentang baharuanya alam, maka dalam mengemukankan bukti-bukti ini mengikuti ajaran agama islam dan pikiran-pikiran Aristoteles. Dalil Al-kind pangkal pada arti gerak dan waktu (zaman), serta pertalian antara keduanya mudian pertalian keduanya dengan benda.


Ia mengatakana bahwa zaman adalah zamannya benda, artinya masa wujudnya, karena zaman itu tidak mempunyai wujud tersendiri. gerak juga adnya gerakannya benda, karena gerak itu mempunyai wujud yang berdiri sendiri, Benda dalam alam ini bagaimanapun juga mengalami pengantian dengan satu macamnya tertentu, baik pengantian itu adalah gerak benda sekitar pusatnya (rotasi), ataupun gerak benda dari satu tempat ketempat lain (gerak relusi), atau gerak tombak atau gerak surat (kurang), atau gerak menjadi bentuk lain, atau gerak essensi (jauhariyyah) dalam bentuk kejadian dan kemusnahan (gerak menjadi ada dan menjadi tidak ada).


Tiap-tiap gerak berarti merupakan bilangan masa depan, dan oleh karena itu maka gerak hanya terdapat pada apa yang mempunyai zaman. Berdasarkan ini, maka gerak itu ada, apa bila ada benda, karena tidak mungkin ada benda yang semula diam kemudian bergerak, sebab benda alam ini adakalanya baharu atau qadim. Kalau baru, maka wujudnya dari tiada adalah kejadian, sedang kejadian merupakan salah satu macam gerak. Jadi bahrunya benda alam adalah gerakan dan oleh karena itu baharu dan gerak selalu bergandengan. Jika benda itu qadim dan diam yang mungkin bisa bergerak, kemudian bergerak sesudah itu, maka hal ini berarti bahwa sesuatu yang azali mengalami perubahan. Akan tetapi yang qadim tidak mugkin mengalami perubahan.


Jika benda tidak terdapat tanpa gerak, sedang gerak menjadi syarat pokok bagi wujudnya zaman, dan zaman benda adalah masa wujudnya, maka kelanjutannya dari ini semua ialah bahwa benda, gerak dan zaman terdapat bersama-sama dimana salah satunya tidak mendahului yang lain. Oleh karena itu ketiga perkara ini terbatas, terutama karena zaman tidak mugkin tidak terba harus terbatas, maka artinya masa wujudnya alam ini terbatas pula. Jadi alam ini adalah baru. Bila demikian keadaanya, maka benda, gerak dan waktu harus terbatas permulaanya, dan apa bila terbatas pemulaannya maka artinya ketiga-tiga tersebut tidak azli.


Al-kindi berbeda sama sekali dari Aristotels sebab kalau Aristoteles tidak membenarkan bahwa kejadian itu (kejadian tidak sama sekali) adalah gerak, karena hal ini mengharuskan adanya sesuatu bagai tempat berlangsungannya gnya perak, maka kita dapati al-kindi mengatakan bahwa penciptaan (ibda’ kejadian dari tidak sama sekali) bagi benda bergandengan dengan gerakannya. Apalagi al-kindi mengatakan dengan jelas adanya permulaan zaman, dengan menyalahi Aristoteles.[4]

B. PENGERTIAN METAFISIKA


Perkataan metafisika berasal dari bahasa Yunani meta yang berarti selain, sesudah, atau sebalik, dan fisika yang berarti alam nyata.[5] Maksudnya ialah ilmu yang menyelidiki apakah hakikat di balik alam nyata ini. Persoalannya adalah menyelidiki hakikat segala sesuatu dari alam nyata dengan tidak terbatas pada apa yang dapat ditangkap oleh pancaindra saja.


Metafisika lebih merupakan upaya untuk menjawab problem tentang realitas atau kenyataan yang ada. Sebagian pakar sosiologi membagi metafisika menjadi dua bela-han besar, yaitu Metafisika Generalis atau yang kemudian dikenal dengan nama ilmu ontologi yaitu ilmu yang mempelajari semua yang ada.


Dan Metafisika Spesialis yang terbagi lagi menjadi tiga:


1.Antropologi yang membahas tentang hakekat manusia.


2.Kosmologi yang mempelajari tentang asal usul alam semesta.


3.Theologi yang mempelajari tentang konsep ketuhanan.[6]


Dalam perkembangannya, metafisika theologi ini yang kemudian dike-nal sebagai ilmu metafisika. Bahkan istilah ini kemudian terdistorsi lagi menjadi ilmu gaib atau supranatural.


Ilmu metafisika juga sering dinamakan ontology yang berarti ilmu hakikat. Dengan itu orang menyelidiki alam nyata ini bagaimana keadaan yang sebenarnya. Ilmu ini dianggap sangat penting karena dari pengalaman hidup manusia sehari-hari ternyata bahwa untuk melihat, mengukur, atau menghukumkan bagaimana keadaan yang sebenarnya dari suatu benda itu, maka manusia selalu dikacaukan oleh dua perkara:


1. Ketidaktetapan (relativitas) yang ada pada benda yang kita nilai.


2. Ketidaktetapan (relativitas) yang ada pada pancaindera kita sendiri.


Misalnya kita lihat suatu benda es dalam keadaan beku, tetapi kemudian menjadi cair (air). Yang jadi persoalan adalah apakah es dan air itu berkeadaan satu hakikat yang sama atau berobah hakikat yang lain (dua hakikat)? Begitu juga ketidaktetapan yang ada pada diri kita sendiri. Misalnya untuk menilai panasnya hawa dalam satu kamar yang sama adalah berbeda antara penghuni yang lama dan yang baru. Juga penglihatan, pandangan dan penciuman manusia selain tidak sama kesanggupannya antara manusia satu sama lain juga pada seorang manusia sendiri selalu berobah dipengaruhi oleh penyakit, pertumbuhan badan dan pengaruh keadaan sekitarnya.


Dalam hal di atas tentu saja menyukarkan penilaian kita, dan keran itu pula timbullah bermacam-macam pendapat yang berbeda dalam pembahasan metafisika itu. 


Dalam pembahasan metafisika seorang membaginya dalam bermacam-macam persoalan yang sering berbeda pembagiannya satu sama lain. Pembagian yang lebih ringkas adalah ontologi dan teologi. 


Sementara itu Driyarkara menyamakan metafisika dengan ontologi, ia menyatakan bahwa filsafat tentang ada dan sebab-sebab pertama adalah metafisika atau ontologi, yang di samping membahas tentang ada dan sebab-sebab pertama tersebut, juga membahas mengenai apakah kesempurnaan itu, apakah tujuan, apakah sebab-akibat, apa yang merupakan dasar yang terdalam dalam setiap barang yang ada (hylemorfism), intinya adalah, apakah hakikat dari segala sesuatu itu. 

Bahasan yang terdapat dalam metafisika secara umum antara lain meliputi,


(1) yang-ada (being), 


(2) kenyataan (reality), 


(3) eksistensi (existence), 


(4) esensi (essence), 


(5) substansi (substance), 


(6) materi (matter), 


(7) bentuk (form), 


(8) perubahan (change), 


(9) sebab-akibat (causality), dan 


(10) hubungan (relation). 


Salah satu contoh penalaran metafisika tentang Ada adalah yang pernah dilakukan oleh Plotinos sebagai seorang neo-platonis yang diperkirakan lahir di Mesir pada 204 atau 205 SM, dan hampir semua pengetahuan para filsuf tentang kehidupan dan pemikiran Plotinos didapatkan dari buku Vita Plotini yang ditulis oleh Porphyrius, salah seorang muridnya (232-305 SM). 


Dalam persoalan ontologi orang menghadapi persoalan Bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada ini? Pertama kali orang sudah dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang pertama kenyataan yang berupa materi (kebendaan) dan kedua kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan).


Menghadapi dua macam kenyataan inilah tempatnya perbedaan antar fisika dan metafisika. Dalam ilmu fisika (ilmu alam) pembahasannya hanya terbatas pada adanya alam lahir yang dapat ditangkap oleh pancaindera. Adapun alam batin (rohani) tidak dipersoalkan oleh ilmu fisika. Di balik kenyataan lahir ini dianggap seperti tidak ada saja.
Selanjutnya ontologi mempersoalkan bagaimanakah hakikat dan hubungan antara dua macam kenyataan itu.


Apakah dua macam kenyataan itu berlainan hakikatnya satu sama lain ataukah merupakan satu hakikat yang berupa dua kenyataan, Kalau dua hakikat bagaimana hubungannya satu sama lain hingga berjalan sejajar bersama-sama. Dan kalau satu hakikat kenyataan yang manakah yang menjadi inti atau pokok (asal) dari hakikat itu. Kenyataan yang lahir ini (materi) atau kenyataan yang batin (rohani).


Demikianlah dalam pembahasan-pembahasan ini timbullah empat macam aliran pendapat dalam filsafat metafisika itu yakni:[7]


a. Dualisme (serba dua)


b. Materialisme


c. Idealisme (Spiritualisme)


d. Agnosticisme


a) Dualisme


Dualisme Aliran ini berpendapat bahwa alam maujud ini terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya yaitu hakikat materi dan hakikat rohani. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Perhubungan antara keduanya itulah yang menciptkan kehidupan dalam alam ini. Contoh lain yang jelas tentang adanya kerja sama kedua hakikat ini ialah dalam diri manusia.


Descartes salah seorang tokoh dualisme menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (rohani) dan ”dunia ruang” (kebendaan). Aristoteles menamakannya sebagai materi dan forma (bentuk yang berupa rohani saja).


Umumnya manusia tidak sukar menerima prinsip dualisme ini, karena kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh pancaindera kita, sedang kenyataan batin dapat segera diakui adanya dengan akal dan perasaan hidup.


Sebagai lawan daripada aliran dualisme ini ialah aliran monisme. Aliran ini mengganggap bahwa hakikat yang asal daripada seluruh kenyataan ini hanyalah satu hakikat saja, tidak mungkin dua. Hanya dari selintas penglihatan saja seakan-akan ada dua hakikat itu. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal baik yang asal berupa materi atau pun berupa rohani. Tidak mungkin dua hakikat masing-masing bebas, berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok yang dominan menentukan prkembangan yang lainnya.


Monisme yang menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi dinamakan orang aliran materialisme, sedang sebaliknya monisme yang menganggap sumber yang asal berupa rohani dinamakan orang aliran idealisme atau spiritualisme.


b) Materialisme


Aliran ini menganggap bahwa yang ada hanyalah materi dan bahwa segala sesuatu yang lainnnya yang kita sebut jiwa atau roh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa atau roh itu menurut paham materialisme hanyalah merupakan akibat saja daripada proses gerakan kebendaan dengan salah satu cara tertentu. 


Materialisme kadang-kadang disamakan orang dengan naturalisme. Sebenarnya ada sedikit perbedaan di antara dua paham ini. Naturalisme ialah aliran filsafat yang menganggap alam saja yang ada, yang lainnya di luar alam tidak ada. Tuhan yang di luar alam tidak ada. Sedang yang dimaksud alam (natural) di sana ialah segala-galanya, alam meliputi benda dan roh. Jadi di sini benda dan roh sama nilainya dianggap sebagai alam yang satu. Sebaliknya materialisme menganggap roh adalah kejadian dari benda, jadi tidak sama nila benda dan roh seperti dalam naturalisme. 


Namun begitu materialisme dapat dianggap sebagai suatu penampakan diri dari naturalisme. Biasanya materialisme disangkut-pautkan dengan teori atomistik (atomisme) dalam bentuknya yang kuno (klasik). Menurut teori ini semua benda tersusun dari sejulah bahan yang disebut unsur. Unsur-unsur itu bersifat tetap, tak dapat dirusakkan. Dan bagian-bagian yang kecil dari unsur-unsur itulah dinamakan atom-atom.


Atom-atom dari unsur yang sama rupanya sama pula, sedang atom-atom dari unsur-unsur yang berbeda rupanya pun berbeda pula. Tetapi, perbedan dan itu hanya mengenai besarnya dan beratnya. Atom-atom dari unsur yang sama atau unsur yang berbeda bersatu jadi molekul yang terkecil dari atom-atom itu. Selanjutnya atom-atom dengan kesatuannya molekul-molekul itu bergerak terus dengan menuruti undang-undang tertentu.


Kesimpulan-kesimpuln penting dapat kita tarik dari pendapat materialisme mengenai atomistik ini ialah sebagai berikut:


i. Yang nyata ini hanyalah berupa atom-atom dan gerakan gerakannya


ii. atom-atom itu bersifat abadi dan berobah-obah wujudnnya dan tidak rusak.


iii. atom-atom dan gerakannya ttu hanyadapay dikirakan (di tentukan) menurut jumlahnya.


iv. atom-atom itu bertingkah laku dalam berkumpulnya dan berpisahnya menurut undang-undang yang tepat.


v. semua keadaan dan kejadian dapat dijelaskan selengkap lenkapnya dari tingkah laku atom-atom itu.

Dari kesimpulan-kesimpulan di atas nyatalah aliran materialisme menganggap, kenyataan ini benar-benar merupakan mekanis seperti suatu mesin yang besar.
Filsafat Yunani yang pertama kali timbul ialah juga berdasarkan materialisme. Mereka disebut kaum filsafat alam (natuur-filosofie). Mereka menyelidiki asal-usul kejadian alam ini pada unsur-unsur kebendaan yang pertama.


Thales (625-545 SM) menganggap bahwa unsur asal itu ialah air. Anaximandros (610-545 SM) menganggap bahwa unsure asal itu ialah apeiron yakni suatu unsur yang tak terbatas. Anaximenes (585-528 SM) menganggap bahwa unsur asal itu ialah udara.


Akhirnya tokoh terakhir dari kaum filsafat ala mini (alam baru) yakni Demokritos (k.l. 460-360 SM) menganggap bahwa hakikat ala mini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya tak dapat dihitung dan amat halusnya. Atom-atom itulah yang menjadi asal kejadian peristiwa alam. Pada Demokritos inilah tampak pendapat materialisme klasik yang lebih tegas.


Ajaran-ajaran atomistic (materialisme) dari Demokritos itu dapat dikemukakan dalam dalil-dalil sebagai berikutyn


a) Dari yang tidak ada tidak akan terjadi apa-apa. Apa yang ada tak dapat ditiadakan lagi. Semua perobahan hanya merupakan percampuran dan perpisahan dari bagian.


b) Tidak ada suatu peristiwapun yang terjadi dengan kebetulan. Semua terjadi dari satu dasar dan dengan kepastian.


c) Tidak ada yang lain dalam alam ini kecuali atom-atom dan ruang yang kosong.


d) Atom-atom itu tak terhitung jumlahnya dan bentuknya berbeda-beda.


e) Atom-atom yang lebih besar dengan melalui ruang kosong itu melabrak atom-atom yang lebih kecil dan dengan itu pula terjadilah gerakan-gerakan terus-menerus yang mengembangkan kejadian ini.


f) Bangun dan rupa benda yang berbeda-beda dalam alam ini adalah disebabkan dari keadaan yang beraneka-ragam dari atom-atom yang berbeda jumlahnya, besarnya, bentuknya, susunannya. 


g) Jiwa juga terdiri dari atom-atom, hanya saja bentuk atomnya halus, licin dan bulat, serupa dengan atom-atom api. Atom-atom jiwa ini mempunyai sifat gerak yang paling banyak dan dengan grakannya yang meliputi segenap badan lalu timbullah gejala-gejala hidup olehnya. 


· Perkembangan Materialisme[8]


Di abad-abad pertama Masehi paham materialisme tidak mendapat pasaran. Juga di zaman abad pertengahan paham materialisme dianggap orang aneh dan mustahil. Baru di zaman Aufklarung (pencerahan) materialisme mendapat penganut yang penting di Eropa Barat. Sebabnya slain orang tertarik kepada prioritas yang diberikannya kepada kbijaksanaan akal (rasionalisme) dan entingnya pengalaman (empirisme) juga orang-orang di Barat sudah terlalu jemu dengan khayalan-khayalan kaum pendeta (clericalisme). 


Terutama pada pertengahan abad ke-19 materialisme tumbuh subur sekali di Barat. Faktor terpenting yang menyebabkannya adalah bahwa orang dengan materialisme mempunyai harpan-harapan yang besar atas hasil-hasil ilmu pengetahuan terutama dari ilmu pengetahuan alam. Selain itu paham materialisme itu praktis tidak memerlukan dalil-dalil muluk yang abstrak, juga teori-teorinya jelas berpegang pada kenyataan-kenyataan yang mudah dimengerti.


Tambahan lagi teori-teorinya jelas berdasarkan teori-teori ilmu pengetahuan yang sudah umum. Tetapi walaupun begitu kemajuan materialisme mendapat tantangan yang hebat kaum agama di mana-mana. Sebabnya materialisme abad ke-19 terang-terangan tidak mengakui adanya Tuhan (atheisme) yang sudah diyakini mi mengatur budi masyarakat. 
Dalam pada itu kritik pun datang dari kalangan ulama-ulama Barat yang menentang materialisme lepas dari sentimen keagamaan. 

Adapun kritik-kritik itu di antaranya: 


Ø Materialisme mengatakan bahwa alam wujud ini terjadi dengan sendirinya dari khaos (kacau balau), padahal (menurut Hegel) kacau-balau yang mengatur bukan lagi kacau-balau namanya. 


Ø Materialisme menerangkan bahwa segala peristiwa diatur oleh hukum alam; padahal pada hakikatnya hukum alam ini adalah perbuatan rohani juga.


Ø Materialisme mendasarkan segala kejadian dunia dan kehidupan pada asal benda itu sendiri, padahal dalil itu tambah menunjukkan adanya sumber dari luar alam itu sendiri yaitu Tuhan. 


Ø Materialisme tidak sanggup menerangkan suatu kejadian rohani yang paling bersahaja sekali pun. Kalau orang berkata bahwa peristiwa berpikir (kesadaran) itu adalah gerakan dlam otak, sudah jelaskah soal itu bagi kita, Bagaimanakah mungkin gerakan sel-sel otak itu sama dengan pikiran, Kalau pikiran itu hanya gerak sel-sel saja lalu apakah bedanya pikiran yang baik dengan pikiran yang buruk, sedang keduanya sama-sama gerakan belaka.


Dalam hal ini seorang anti materialisme (Friedrich Paulsen) berkata: ”Kalau materialisme itu benar maka sungguh segala sesuatu di dunia ini akan dapat diterangkan termasuk bagaimana atom itu dapat membentuk teori materialisme itu sendiri yaitu dapat berpikir dan berfilsafat. Ternyata hal itu sama sekali tak dapat diterangkan oleh kaum materialisme.


3. Idealisme


Idealisme adalah lawan materialisme. Idealisme disebut juga spiritualisme. Idealisme berarti serba–cita sedang spiritualisme berarti serba-roh.


Aliran ini menganggap bahwa hakikat i yang beraneka warna ini semuanya berasal dari roh (sukma) atau yang sejenis dengan itu. Pokoknya sesuatu yang tidak berbentuk dan yang tidak menempati ruang. Menurut anggapan aliran ini materi atau zat itu hanyalah suatu jenis daripada penjelmaan rohani.


Alasan yang terpenting dari aliran ini adalah Manusia menganggap bahwa roh atau sukma itu lebih berharga, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan manusia. Roh itu dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya, sehingga materi hanyalah badannya, bayangan atau penjelmaan saja.


Teori ini mengajarkan bahwa ada yang sesungguhnya berada didunia ide, Segala sesuatu yang tampak dan mewujud nyta dalam alam indrawi hanya merupakan gambaran dan bayangan dari yang sesungguhnya, yang berada didunia ide. Dengan kata lain, realitas yang sesungguhnya bukanlah yang kelihatan, melainkan yang tidak kelihatan. Tokoh idealisme subjekif, George Berkely (1685-1753), menyatakan bahwa satu-satunya realitas sesungguhnya ialah aku subjektif yang spritual. 


Bagi Berkeley tak ada substansi material dan sebagainya, seperti kursi dan meja karena semuanya itu hanya merupakan koleksi ide yang ada dalam alam pikiran sejauh yang dapat diserap. Eksponen idelisme transendental Immanuel kant (1724-1804), Berpendapat bahwa objek pengalaman kita, yaitu yang ada dalam ruang dan waktu, tidak lain dari pada penampilan dari yang tidak memiliki eksistensi dan independen diluar pemikiran kita. Idealisme objektif yang dikembangkan oleh George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831) menekankan bahwa segala sesuatu yang ada adalah satu bentuk dari satu pikiran. [9]

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN


Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas, Cabang utama metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya. Ahli metafisika juga berupaya memperjelas pemikiran-pemikiran manusia mengenai dunia, termasuk keberadaan, kebendaan, sifat, ruang, waktu, hubungan sebab akibat, dan kemungkinan. 


Sedangkan Alam Fisika adalah sains atau ilmu tentang alam dalam makna yang terluas. Fisika mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam lingkup ruang dan waktu. Para fisikawan atau ahli fisika mempelajari perilaku dan sifat materi dalam bidang yang sangat beragam, mulai dari partikel submikroskopis yang membentuk segala materi (fisika partikel) hingga perilaku materi alam semesta sebagai satu kesatuan kosmos.


B. REKOMENDASI


Demikianlah makalah yang saya susun dengan menganalisa dari berbagai sumber perpustakaan yang sudah saya pelajari. Saya sadar masih banyak kekurangan dalam makalah ini. 


Hal ini dikarenakan minimnya buku atau referensi yang saya pelajari, serta keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang saya miliki. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat saya harapkan guna perbaikan dalam penyusunan berikutnya.


Akhirnya tiada gading yang tak retak, seperti halnya saya tiada manusia tanpa salah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya pribadi khususnya dan bagi khalayak pada umumnya.



DAFTAR PUSAKA

Hendrik San, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Rapar kanisius, 1996.


Zalba Sidig, Sistematika Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang, 1991.


Hanafi Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, Yogyakarta: Bulan Bintang, 1969.




[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Fisika


[2] Ahmad Hanafi, Penghantar Filsafat Islam, Yogyakarta: Bulan Bintang, 1969, Hal: 75. 


[3] Ahmad Hanafi, Penghantar Filsafat Islam, Yogyakarta: Bulan Bintang, 1969, Hal: 76.


[4] Ahmad Hanafi, Penghantar Filsafat Islam, Yogyakarta: Bulan Bintang, 1969, Hal: 76-78.


[5] San Hendrik, pengantar filsafat, yogyakarta: rapar Kanisius, 1996, Hal: 44.


[6] Sidiggazalba, Sistematika filsafat, Jakarta: Bulan Bintang, 1991. Hal: 6-8


[7] San Hendrik, pengantar filsafat, yogyakarta: rapar Kanisius, 1996, Hal: 44-46




[9] San Hendrik, pengantar filsafat, yogyakarta: rapar Kanisius, 1996, Hal: 45.



Baca Artikel Terkait: