-->

Kamis, 23 Mei 2013


ASMAUL HUSNA
(AS-SALAM, AL-‘AZIZ, AL-KHALIQ, AL-GHAFFAR,
 AL-WAHAB, AL-FATTAH, AL-‘ADL, AL-QAYYUM, AL-HADI, AS-SHABUR)


Standar Kompetensi     : 1.   Meningkatkan Keimanan Kepada Allah Melalui Pemahaman Sifat-sifat-Nya dalam Asmaul Husna
Kompetensi Dasar         :   1.1    Menyebutkan 10 sifat Allah dalam Asmaul Husna
Indikator                        : 1.1.1 Mampu menjelaskan pengertian Asmaul Husna dengan   berani
1.1.2     Mampu menyebutkan arti 10 sifat Allah dalam Asmaul Husna   dengan tegas
1.1.3     Mampu menjabarkan 10 sifat Allah ke dalam sifat manusia dengan benar
1.1.4     Mampu menerapkan perilaku yang mnecerminkan penghayatan terhadap 10 sifat Allah dalam kehidupan sehari-hari dengan baik

KATA PENGANTAR

            Pertama-tama penulis mengucapkan puji dansukur atas kehadiran Allah SWT, karena hanya dengan bimbingan dan petunjukn-Nya dapat diselesaikanya penulisan Makalah dengan judul ”Asma al-Husna” guna sebagai bahan diskusi pendalaman pembelajaran  materi pendidikan agama Islam.
Meskipun diakui sudah cukup banyak variasi sumber dan literature, penulis menyadari betul bahwa apa yang disajikan dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangannya, baik menyangkut isi maupun penulisan. Kekurangan-kekurangan tersebut terutama disebabkan kelemahan dan keterbatasan pengetahuan serta kemampuan penulis sendiri, baik disadari maupun tidak. Hanya dengan kearifan dan bantuan dari berbagai pihak untuk memberikan teguran, saran, dan kritik yang konstruktif, sehingga dapat menyempurnakan makalah ini. Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat dan memperdalam pengetahuan kita. Amin.



                                                                          Pekanbaru, 27 Febuari 2013
                                                                               Penulis,


A.    Pendahuluan
Allah tidak memperkenalkan diri dengan Dzat-Nya, melainkan dengan sifat-sifat-Nya yang sempurna, yang disebut Asma’ al-Husna. Karena sifat kasih dan sayang Allah, Dia tidak memaksakan manusia untuk melakukan sesuatu yang mustahil yaitu menjangkau wujud Allah dengan imajinasi apalagi persepsi panca indera sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-An’am: 103.[1] Allah Swt menjelaskan mengenai Asma’ al-Husna sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an yang berbunyi:
ª!$# Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd ( ã&s! âä!$yJóF{$# 4Óo_ó¡çtø:$# ÇÑÈ
Artinya:
Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang baik),” (Q.S. Thaha: 8)
Berdasarkan ayat di atas dijelaskan bahwa Allah telah menetapkan nama-nama (asma’) bagi-Nya. Selain itu juga bahwasanya asma’ Allah semuanya adalah Husna. Maksdnya adalah sangat baik, karena mengandung makna dan sifat-sifat yang sempurna, tanpa kekurangan dan cacat sedikitpun.
Nama-nama yang mulia ini bukanlah sekedar nama kosong yang tidak mengandung makna dan sifat, justru ia adalah nama-nama yang menunjukkan kepada makna yang mulia dan sifat yang agung. Setiap nama menunjukkan kepada sifat. Syaikh Ibnu Taimiyah berkata: “ setiap nama dari nama-namaNya menunjukkan kepada Dzat yang disebutnya dan sifat yang dikandungnya. Selain itu Ibnu Qayyim berkata, “ nama-nama Rabb menunjukkan sifat-sifat kesempurnaan-Nya, karena ia diambil dari sifat-sfatNya. Jadi ia adalah nama sekaligus sifat dan karena itulah ia menjadi husna.”[2]
Dengan mengetahui nama-namaNya diharapkan kita semakin mengenal siapa akan Tuhan yang menjadi Rabbul’alamin dengan segala kesempurnaanNya. Bagaimana bisa kita bisa dekat dengan Allah kalau kita tidak megetahui nama dan sifatNya. Untuk bisa dekat dengan Allah tidak hanya kita mengetahui nama-namaNya ataupun sifat-sifatNya semata, melainkan juga kita mampu menjelma menjadi seorang manusia yang memiliki kepribadian sesuai dengan Asma’ al-husna sesuai dengan keterbatasan yang dimiliki manusia. Untuk itu perlu kiranya dalam penulisan ini memaparkan dan menjelaskan mengenai beberapa Asma’ al-husna beserta kandungannya dalam penerapannya pada kehidupan. Maka sebagaimana kata-kata yang terpakai  dikalangan ahli tasawuf:[3]
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ
Barang siapa mengenal akan dirinya,niscaya kenallah ia akan Tuhannya.
Maka Imam Ibnu Qayyim, menyatakan tafsuran ucapan ini kepada tiga:
1.      Mengenal kita akan segenap sifat-sifat kelemahan yang ada pada diri kita.
2.      Mengenal Tuhan dengan menilik sifat-sifatNyayang ada pula dianugerahkan-Nya kepada kita.
3.      Mengenal Tuhan merenung siapa diri kita.
Adapun pada penjelasan makalah ini akan dijelaskan mengenai 10 Asma’ al-Husna. Dan yang menjadi kajian topik permasalahan ini yakni tentang apa arti dari kesepuluh Asma’ al-Husna? Apa makna dari kesepuluh Asma’ al-Husna? Bagaimana Implementasi dari kesepuluh Asma’ al-Husna dalam kehidupan? Serta apa manfaat yang diperoleh setelah mempelajarinya?


B.     Pengertian 10 Sifat Allah dalam Asmaul Husna
1.      As-Salam
a.       Arti dan Makna As-Salam
Lafaz As-Salam diambil dari kata salima, kemudian dieubah menjadi kata sifat salam atau Salamayun, yang berarti keselamatan, kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan. Lalu dari kata Salamatun, yang berarti keselamatan, kesejahteraan, kedamaian dan kebahagiaan. Lalu dari kata Salamatun dijadikan kepada As-Salam (nama Allah), yang artinya: Yang Maha Pemberi Keselamatan, yang memiliki keselamatan atau Yang Maha Pemberi kesejahteraan.[4]
Dalam arti yang lebih luas asma Allah As-Salam itu dapat diartikan:
1)      Allah Yang Maha Pemberi Keselamatan. Seorang mukmin mesti mempunyai keyakinan yang teguh didalam hatinya bahwa hanya Allah lah yang dapat memberikan keselamatan terhadapa kehidupan kita. Apapun yang dihadapkan orang kepada kita berupa pengkhianatan dan penganiayaan, tidak ada satupun yang dapat menyelamatkan kita dari bahaya, kecuali Allah Swt.
2)      Allah yang Maha memiliki keselamatan. Kesselamatan itu bersumber dari Allah. Manusia selalu menginginkan hidupnya selamat, keselamatan itu bukan saja diharapkan di rumah tangga sendiri akan tetapi juga keselamatan dalam menjalankan tugas serta keselamatan dalam perjalanan pulang dan pergi. Manusia selalu berusaha untuk mencari keselamatan, tetapi sering kali tidak mendapatkannya bahkan yang ditemukannya justru sebaliknya yaitu malapetaka. Itu suatu bukti usaha manusia tidak mutlak akan tetapi diperlukan. Nah dengan demikian yang perlu bagi kita adalah mengikuti petunjuk-petunjuk untuk mendapatkan keselamatan itu.[5]
Dengan demikian berarti bahwa Allah itu adalah Maha Sejahtera, sehingga dapat memberikan keselamatan dan kesejahteraan kepada makhluk-Nya. Hal ini juga berarti bahwa Allah itu bebas dari kerusakan dan ketidaksempurnaan dan bebas dari sifat-sifat ternoda. Akal sehat seseorang tidak dapat menerima, apabila kesejahteraan dan keselamatan itu diperoleh dari orang yang hidupnya sendiri tidak sejahtera.
Berbeda dengan manusia, walaupun hidupnya sudah dipandang sejahtera (menurut ukuran manusia), belum tentu dia dapat mensejahterakan orang lain. Pemimpin yang dipandang hidupnya sudah mapan dan sejahtera (secara lahiriah), belum tentu memikirkan kesejahteraan rakyatnya. Bahkan sebaliknya, rakyatlah yang dijadikan alat untuk mensejahterakan dirinya. Disinilah letak kekurangan manusia, apakah dia sebagai orang biasa apakah sebagai tokoh (pemimpin dalam masyarakat) ???
Kendatipun ada orang yang berbuat sejahtera untuk kesejahteraan umat, maka hal itu mungkin saja dalam batas-batas kedudukannya selaku manusia (makhluk), sebab orang itu tetap saja manginginkan kesejahteraan diri pribadinya, walaupun peka dia terhadap orang lain.[6]
b.      Implementasinya dalam kehidupan
As-Salam bukan saja dijadikan sebagai ucapan zikir setiap selesai shalat. Akan tetapi Allah mengharapkan kepada hamba-Nya untuk membumikan Asma’Nya itu kedalam kehidupan sesama umat manusia. Dimana Allah mengharapkan kita selalu berusaha untuk menyelamatkan kehidupan kita dari segala perilaku yang merusak sesama. Karena ciri seorang mukmin yang sempurna itu adalah orang yang berusaha untuk menghindarkan dirinya dari merusak orang lain dan menjaga keamanan dan ketertiban terhadap sesamanya. Disamping itu mencegah perbuatan yang dilakukan orang lain dimana perbuatan dan tindakan itu menyebabkan kerusakan pada semua umat. Rasul menjelaskan “Orang muslim itu adalah orang yang dapat memelihara orang lain dari bahaya lidahnya dan tangannya”. Untuk itu marilah kita tanamkan benih kedamaian dan keselamatan dalam kehidupan kita semoga Allah membalasnya. Amin. Bila kita perhatikan Rasulullah SAW selalu mengucapkan do’a sebagai berikut yang artinya: “Ya Allah, Engkaulah Yang Maha Pemberi keselamatan, dan dari Engkaulah berasalnya keselamatan itu, kemudian kepadaMu lah kembalinya keselamatan itu, maka oleh sebab itu hidupkanlah kami di dunia ini dengan penuh keselamatan dan masukkanlah kami ke dalam syurgaMu dengan keselamatan.
c.       Hikmah asma Allah As-Salam
Adapun manfaat dari keyakinan kepada asma Allah As-Salam ini adalah:
1)      Menimbulkan sifat keberanian dalam diri manusia dalam melakukan apa saja karena dia yakin bahwa Allah itu yang memberikan keselamatan.
2)      Manusia akan selalu berserah diri kepada Allah atas pekerjaan yang ia lakukan.
3)      Akan menimbulkan sifat rendah hati dalam diri seseorang kepada Allah.
4)      Menjauhkan diri dari sifat sombong dan takabur.
5)      Menjauhkan hati dari sifat buruk sangka.[7]

2.         Al-‘Aziz
a.       Arti dan Makna Al-‘ Aziz
Nama Allah yang kesembilan diperkenalkan kepada hambaNya adalah Al-‘Aziz. Secara singkat kata aziz berasal dari kata Izza yang artinya adalah kemuliaan. Jadi kata aziiza dapat diartikan orang yang memiliki kemuliaan-kemuliaan. Al-‘Aziz yaitu yang Mahaperkasa yang berkemampuan menaklukkan atau mengalahkan. Dengan kata lain, al-‘Aziz adalah penakluk yang tidak terkalahkan karena kesempurnaan kekuatan dan kekuasaan-Nya.[8] Dalam arti lain Al-‘Aziz diartikan sebagai Maha mulia, kuasa dan mampu untuk berbuat sekehendakNya.[9]
Namun secara umum, al-Aziizu artinya(Allah) Maha Perkasa. Keperkasaan dalam arti hakiki hanya milik Allah. Manusia juga pernah disebut “manusia perkasa” tetapi masih bisa dikalahkan oleh kekuatan lain baik oleh kekuatan manusia lainnya maupun kekuatan Allah. “Hitler menganggap dirinya perkasa, tetapi akhirnya bertekuk lutut di hadapan kekuatan lainnya. Fir’aun menganggap dirinya sebagai tuhan pekasa tetapi akhirnya tenggelam di Lau Merah dengan keperkasaannya itu. Hal ini berarti bahwa kekuatan yang dimiliki manusia sangatlah rapuh dan tidak akan berlangsung lama.[10]

b.      Implementasinya dalam Kehidupan
Dalam kehidupan ini, asma Allah al-Aziz tidak cukup di implementasikan melalui ucapan lisan semata (dzikir). Melainkan harus teraplikasi dalam kehidupan melalui amal perbuatan yang telah allah anjurkan dalam hakikat manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi ini. Manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi ini memiliki tugas untuk memakmurkan bumi. Dari sini berarti telah diketahui bahwaa manusia dengan segala kekuatan dan daya yang dimilikinya harus berusaha untuk memuat suatu kemaslahatan bagi manusia lainnya. Kekuatan yang telah dibeikan Allah kepada manusia inilah bukti bahwa Allah maha Perkasa.
Perbuatan manusia yang berbentuk usaha ataupun ikhtiar merupakan betuk dari pengaplikasian asma Allah Al-Aziz. Karena dengan kekuatan ini akan menunjukkan seseorang itu berkuasa dan menjadi perkasa. Namun sebagimana yang telah dismpaikan di awal pengertiannya, bahwa keperkasaan manusia ada batasnya dan tidak akan pernah bisa menyaini atau bahkan menyamai dengan yang memberikan keperkasaan itu yakni Allah swt.
Jadi, dengan segala kekuatan yang dimiliki manusia untuk melakukan usaha atau ikhtiar merupakan bentuk implementasi dari asm Allah Al-Aziz. Seperti seorang guru dengan segala kekuasaan yang ia emban untuk mendidik siswa ia gunakan sebagaimana metunya guna pencapaian tujuan pendidikan. Selain itu seorang siswa yang bersaha menylesaikan tugas dari guru dengan segenap usahanya merupakan wujud dari pengaplikasian Al-Aziz.
 
c.       Hikmah Al-‘Aziiz
Dengan mengimani nama Allah Al-Aziz itu akan menimbulkan hikmah dalam kehidupan manusia, antara lain:
1)      Menimbulkan sifat rendah hati terhindar dari sifat angkuh dan sombong dimana angkuh dan sombong itu dapat merusak kehidupan manusia baik hubungan vertical dan horizontal, karena keangkuhan dan kesombongan mengakibatkan orang kurang menghormati orang lain.
2)      Menimbulkan harga diri terhindar dari sifat minder. Keyakinan bahwa yang mulia itu hanya Allah. Dengan demikian manusia itu hanya sama di sisi Allah kecuali orang yan g beriman dan bertakwa.
3)      Mendorong seseorang untuk menghargai orang lain karena Allah bukan karena prediket, harta dan kekayaannya. Sehingga kehidupan kita selalu mendapatkan loindungan Allah Swt.

3.      Al-Khaliq
a.       Arti dan makna Al-Khaliq
Kata Al-Khaliq beasal dari kata “Kholaqa”, yang artinya adalah menciptakan dari yang tiada menjadi ada. Adapun pengertian Al-Khaliq yang lain adalah Maha pencipta, mengadakan seluruh makhluk tanpa asal, juga yang menakdirkan adanya semua itu.[11] Dari kata Khalaqa itu di palingkan menjadi Khaliqu dapat pula di artikan dengan pencipta, pembuat dari pertama.
1)      Allah maha menciptakan segala makhluk di alam semesta ini. Seorang mukmin hendaklah menanamkan suatu keyakinan dalam hatinya bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini adalah ciptaan Allah karena Allah bukan di ciptakan oleh yang lain. Makhluk hanya merubah dari bahan yang telah ada kepada bentuk yang lain. Jadi, makhluk hanya merubah bentuk dari satu bentuk kepada bentuk yang lain bukan menciptakan dari semula, kerena yang di katakana pencipta itu adalah Khaliqu Minal Adami artinya menciptakan dari benda yang tidak ada.
2)      Allah maha menakdirkan (memberi ukuran) kepada seluruh makhluk yang di ciptakannya. Keyakinan ini mesti di tanam di dalam hati mukmin karena dengan keyakinan tersebut seseorang akan menerima dengan senang hati apa saja yang terjadi pada dirinya karena itu adalah kehendak Allah. Apa saja yang terjadi di alam ini semata-mata hanya kehendak Allah. Daun kayu yang kering tidak akan jatuh karena angina kencang bila tidak karena takdir Allah.

b.      Implementasinya dalam kehidupan
Dalam kehidupan moderen sperti sekarang ini, manusia dituntut untuk selalu berinovasi. Artinya disini manusia harus senantuiasa membuat suatu perubahan dan pembaharuan untuk perkembangan arus globalisasi. Dalam melakukan inovasi-iivasi ini, manusia mengembangkan dari apa yang telah ditemukan dan dibuat oleh orang-orang sebelumnya.
Dalam penemuan-penemuan ini, telah banyak yang manusia ciptakan untuk melakukan sebuah inovasi. Ciptaan manusia hanyalah sebatas membuat sesuatu yang memeng telah ada dan dari yang ada itu dengan kreatifitasnya dirubah menjadi sesuatu yang lain. Berbeda kapasitasnya dengan ciptaan Allah sebagai sang Khaliq yang memenga menciptakan ari yag tidak ada menjadi ada.Jadi dengan senantiasa kita belajar sehingga mampu membuat suatu perubahan ataupun penemuan, maka ini sudah merupakan bentuk pengimplementasian dari asma Allah Al-Khaliq.

c.       Hikmah Al-Khaliq
Adapun hikmah atau manfaat yang dapat diambil dari asma Allah Al-Khaliq adalah sebagai berikut:
1)      Dapat menghindarkan diri seseorang dari sifat sombong dan angkuh bilamana dia berhasil melakukan perbuatannya. Keberhasilan seseorang dalam suatu pekerjaan sering membuatkan seseorang angkuh dan merasa dirinya lebih baik dari orang lain. Akibat sifat yang demikian membuatkan seseorang kurang manghargai orang lain dan selalu mengecilkan orang bahkan sampai menolak kebenaran yang datanmg dari orang lain.
2)      Menimbulkan ketenangan di dalam hati seseorang mukmin bila dia tidak berhasil dalam segala rencananya sehingga ia selalu berserah diri kepada Allah. Mentakdirkan apa yang di usahakannya serta mampu pu;a untuk mengambil hikmah atas ketidak berhasilannya itu.
3)      Mendorong seseorang untuk lebih meningkatkan keImanan kepada Allah karena ia pasti meyakini apapun yang di lakukannya hanya sekedar usaha bukan mutlak untuk memberikan keberhasilan atas segala usahanya sehingga sifat demikian akan mendoropng dia selalu meningkatkan hubungannya dengan Allah.

4.      Al-Ghaffar
a.       Arti Al-Ghaffar
Kata Al-Ghaffar berasal dari kata Ghaffaro yang berarti menutup. Dari arti ini dapat di perluas bahwa Allah itu menutupi segala dosa-dosa kesalahahan hambanya dan menyembunyikannya dalam pandangan mata-mata Makhluknya. Sehingga tidak ada kita yang dapat mengetahui siapa yang berbuat dosa dan siapa yang tidak berbuat dosa. Asma Allah ini dapat kita lihat kenyataannya di tengah-tengah masyarakat kita, berapa banyak manusia saat ini yang malakukan dosa tetapi Allah tidak memperlihatkannya pada hambanya yang lain.
Kata Al-Ghaffar dalam Al-Qur’an Surat Thaha ayat 82 yang artinya “sesungguhnya Tuhanmu sangat luas Maghfirahnya” kemudian ada lagi dalam hadits Kutsi disebutkan hai hambaku meskipun dosamu sebanyak awan di langit bilamana kamu bertaubat kepadaku Ku ampuni kamu sebanyak awan di langit pula.
Berdasarkan ayat-ayat dan hadits kursi di atas, jelas bahwa bagi kita bahwa Allah itu memiliki Asma dan sifat Menutupi kesalahan dan dosa hambanya, tidak saja di dunia ini bahkan juga di akhirat. Untuk itu manusia tidak boleh berputus asa bila telah terlanjur melakukan kesalahan yang dapat menganiaya diri sendiri. Asalkan manusia itu mau menyesali segala kebaikannya, maka Allah dengan Asma’ nya Al-Ghaffar itu akan menghilangkan kesalahan manusia itu sendiri. Untuk itu hendaklah manusia itu setiap hari berusaha untuk mencari keampunan Allah itu dengan bertobat dan menyesali dosa-dosa masa lalu.
Adapun pintu-pintu Keampunan Allah itu sangat luas sekali:
1)      Dengan bertobat dan minta ampun
2)      Dengan memasyarakatkan kalimat istighfar
3)      Dengan melaksanakan Ibadah seperti sholat wajib, shalat sunnat Tahajjud, Tasbih. Puasa wajib dan sunah, haji, thawaf, sa’I, dan wukuf di arafah.
4)      Membaca Al-Qur’an
5)      Bersilaturrami
6)      Meramaikan Masjid dan lain sebagainya.

b.      Implementasinya dalam kehidupan
Allah memperkenalkan Asma’nya Al-Ghaffar kepada hambanya mempunyai beberapa harapan, yaitu agar manusia berusaha membersihkan dirinya dari berbagai kesalahan dengan mengikuti jalan-jalan Allah, sehingga manusia itu tidak ;larut dalam dosa dan perbuatan maksiatr, karena bagaimanapun perbuatan yang di larang oleh Allah itu akan mengganggu kebahagiaan dan ketenangan manusia bahkan akan merusak hubungan manusia terhadap sesamanya. Perhatikan daerah reformasi saat ini. Sangat sulit sekali orang yang mengakui kesalahannya kepada Allah. Akibat perbuatan zalimnya itu manusia itu sendirinya yang menanggung resikonya.

c.       Hikmah Al-Ghaffar
Adapun hikmah atau manfaat yang dapat diambil dari asma Allah Al-Ghaffar adalah sebagai berikut:
1). Dengan memaknai asma Allah Al-Ghaffar, kita akan senantiasa menjadi orang yang pemaaf. Karena Allah saja yang maha segala-galanya mau mengampuni dosa hambanya, apalagi kita yang kapasitasnya sebagai hamba Allah masa tidak mau memafkan kesalahan sesama kita.
2).  Sebagai manusia kita akan selalu menyadari bahwa manusia ini merupakan tempat salah dan khilaf, sehingga tidak akan merasa bahwa diri kita selalu benar dan merasa egois.

5.      Al-Wahab
a.       Arti Al-Wahab
Al-Wahab terambil dari kata “Wahaba” yang artinya “memberi”. Kalu dipalingkan kepada kata Wahab dapat pula diartikan dengan orang yang memberikan sesuatu kepada orang lain. Bila diberikan kepada Allah Maha Pemberi sesuatu kepada hambanya tanpa imbalan. Kita mesti menanamkan suatu keyakinan hati, bahwa Allah telah memberikan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan kita dalam hidup ini tanpa manusia itu memintanya.
Bila semuanya yang dinikmati oleh manusia itu diminta Allah bayarannya kemungkinan manusia tidak untuk membayarnya. Bila dihitung pemberian Allah kepada manusia, tidak mampu manusia itu menghitungnya. Untuk itulah manusia agar mensyukuri nikmat yang ada dengan cara mematuhi perintahnya dan menggunakan pemberian itu untuk berbuat baik dan mnedekatkan diri kepada Allah. Didalam Al-Qur’an Allah berfirman, ddalam Surat Ibrahim ayat 8 yang artinya” demi jika kamu pandai mensyukuri nikmat Ku, maka akan aku tambah nikamatKu itu kepadamu. Tetapi bila kamu kufur terhadap nikmatKu, maka awas azabKu sangat bersangatan”.

b.      Implementasinya dalam kehidupan
Dalam Al-Qur’an, asma ini disebut oleh Allah 3 kali semuanya itu merupakan sifat Allah. Hal itu dapat dibaca dalam Surat Shad ayat 9. Dengan mengimani Allah yang memiliki sifat Asma Wahab ini diharapkan manusia dapat merealisasikan asma Allah ini dalam kehidupan manusia. Agar terwujudnya hubungan yang harmonis antara sesama manusia diharapkan manusia itu mampu meneladani asma Allah ini.  Salah satu bentuk implementasi dalam kehidupan adalah dengan senantiasa berbagi, saling tolong-menolong dalam kebaikan serta bersedekah.

c.       Hikmah Al-Wahab
Adapun hikmah dari pengaplikasian sifat Allah As-Wahab ini adalah akan tercipta uasana masyarakat yang saling peduli, rukun, harmonis, aman, damai dan tentram. Selain itu akan menghilangkan sifat pelit dan kikir dari dalam diri manusia.

6.      Al-Fattah
a.       Arti dan Makna Al-Fattah
Al-Fattah berasal dari akar kata “Fataha”, yang artinya adalah membuka. Bila dipalingkan menjadi asma Allah, akhirnya menjadi Al-Fattah yang artinya Allah Maha Pembuka. Jadi dari arti yang demikian dipertegas sebagai berikut:
1)      Allah Maha Pembuka pintu-pintu rezeki buat hambaNya. Maka ini mesti menjadi keyakinan yang utuh dalam hati kita, agar timbul dorongan untuk berusaha mencari rezeki yang disediakan Allah untuk manusia dan selalu merasa optimis bahwa rezeki itu telah disediakan Allah untuk manusia, kewajiban manusia adalah berusaha dan berdo’a untuk mudahnya rezeki itu. Keyakinan ini dapat dilihat dari firman Allah surat Al-A’raf ayat 96 yang artinya “Sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa kepada kami, akan kami bukakan pintu keberkatan dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustakan kami, lalu kami siksa mereka disebabkan usahanya itu”.
2)      Allah Maha membuka pintu-pintu rahmatNya kepada hambaNya. Artinya Allah itu selalu membuka pintu pintu kasih sayangnya kepada hamba-hambaNya.
3)      Allah Maha Pembuka pintu hambaNya untuk selalu memerima kebenaran Allah selalu membuka pintu hati hambaNya yang beriman untuk selalu menerima hidayahNya sehingga manusia itu selalu berada pada jalan yang benar.

b.      Hikmah beriman kepada asma Al-Fattah
1)      Akan mendorong kita untuk selalu mengaharapkan rahmat Allah dan hidayahnya karenak ita sadar apapun yang kita lakukan, bagi kia hanya sekedar berusaha namun ketentuan akhirnya adalah Allah Swt.
2)      Mendorong seseorang untuk selalu bermurah hati dalam menginfakkan harta dan kekayaannya kepada orang yang membutuhkannya baik dalam bentuk zakat, infak dan sedekah dan lain sebagainya.
3)      Mendidik manusia untuk ridho dan bersifat qona’ah dalam kehidupannya sehingga terhindar dari sifat tamak dan serakah.

7.      Al- ‘Adl
a.       Arti dan Makna Al-‘Adl
Kata Al-‘Adl berasal dari kata “adala”, yang artinya adalah lurus dan sama. Seorang yang adil adalah orang yang berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama. Ada juga yang mengatakan bahwa adala itu adalah memberikan hak orang. Dan adapula yang mengartikan adil itu adalah memberikan kepada pemilik hak-haknya. Kalau dipalingkan kepada asma’ Allah, maka Al-‘Adl dapat pula berarti:
1)      Allah itu Maha Adil dalam memutusakan perkara. Artinya Allah itu menghukum seseorang itu dengan hukuman yang adil, suci dari sifat aniaya.
2)      Allah itu Maha adil artinya Allah itu akan melakukan janji-janjinya kepada hambaNya.
3)      Allah Maha adil artinya Allah itu memandang hambaNya sama disisiNya.

b.      Implementasinya dalam kehidupan
Asma’ Allah ini kita yakini bukan sekedar keimanan yang tersimpan didalam hati kita akan tetapi akan lebih berpengaruh bila dapat tercermin dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Mulai dari kehidupan di rumah tangga sampai kedalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Islam sangat menekankan sekali akan sifat adil ini untuk menghiasi sifat dan kepribadian kita karena sikap adil ini akan memberikan kebahagiaan dalam kehidupan umat manusia bahkan adil itu akan menghantarkan manusia kepintu kesejahteraan dan kemakmuran. Hal ini dapat dilihat dari firman Allah Surat An-Nisa yang arttinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menunaikan amanah kepada ahlinya, dan bila melakukan hukuman/memutuskan perkara, maka putuskanlah dengan adil. Sesungguhnya Allah memberikan pelajaran yang sebaik-baiknya terhadap kamu”.

c.       Hikmah beriman kepada Allah bersifat Adl
1)      Memberikan dorongan agar kita dapat menegakkan keadilan, baik dalam menghukum, melayani orang, bersikap dan berbuat.
2)      Berhati-hati dalam memutuskan perkara terhadap orang lain, jangan berat sebelah dalam menghukum agar diri selamat.
3)      Menimbulkan kesabaran bila diperlakukan orang dengan tidak adil karena kita yakin keadilan itu hanya ada disisi Allah.
4)      Mewujudkan kebahagiaan dalam kehidupan bila keadilan itu dapat ditegakkan.

8.      Al- Qayyum
a.       Arti dan Makna Al-Qayyum
Kata Al-Qayyum berasal dari kata Qawana’ yang artinya tegak lurus, berdiri sendiri. Dari arti ini bila diberikan kepada Allah, maka menjadi Al-Qayyum yang artinya:
1)      Allah Maha berdiri sendiri tak memerlukan makhluk.
Dalam keyakinan kita mesti tertanam bahwa Allah itu berdiri sendiri dan tidak memerlukan apa saja dari makhlukNya. Akan tetapi hamba yang memerlukan banyak hajat kepada Allah. Untuk manusia adalah makhluk yang lemah sangat memerlukan pertolongan orang lain dalam kebutuhannya. Karena itu orang harus sadar bahwa dirinya bagian dari msayarakat dan perlu dengan masyarakat.
2)      Allah menanmkan sifat pendirian yang tabah dari hambaNya.
Pendirian yang teguh dalam istilah arab disebut istiqomah merupakan rahmat dari Allah Swt. Karena itu seseorang hendaklah selalu meningkatkan iman, agar melahirkan sifat istiqomah (pendirian tabah/teguh). Melalui sifat inilah kehidupan itu akan tentram, jiwa akan tenang dan merupaka dasar untuk meraih keberhasilan.

b.      Implementasinya dalam Kehidupan dan Hikmahnya
Keyakinan akan asma’ ini akan menyadarkan bahwa hanya Allahlah yang dapat berbuat dengan sendirinya dan manusia selalu mengharapkan bantuan orang lain. Sehingga dalam penerapannya manusia harus menyadari bahwa dirinya merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Jadi bentu pengaplikasiannya dapat berupa silaturrahmi, kerja bakti, menghadiri rapat atau undangan tetangga dan lain sebaginya yang berupa bentuk kepedulian sosial.
 Oleh karena itu jangan pula kita kikir memberikan bantuan kepada orang lain. Bila diperlukan asma ini sangat berguna sekali dalam mengantisipasi dampak yang ditimbulkan, oleh kehidupan modern yaitu sifat egois dan individualis. Kedua sifat ini akan merusak hubungan antara manusia dengan sesamanya. Untuk itu rasa social perlu dipupuk dalam hidup bermasyarakat.

9.      Al-Hadi
a.       Arti dan Makna Al-Hadi
Kata Al-Hadi berasal dari kata had’ya, yang artinya petunjuk. Asma’ ini bila dipakaikan kepada Allah maka artinya:
1)      Allah Maha pemberi petunjuk kepada manusia
Seorang muslim mesti meyakini bahwa yang dapat memberi petunjuk adalah Allah Swt. Oleh karena itu agar jangan kita tersesat, mohonlah kepada Allah memberi petunjuk tidak ada yang dapat menyesatkan kita. Begitu juga sebaliknya.
2)      Allah Maha pemilik petunjuk
Bagaimanapun kita memberi nasehat, tidak akan sukses kalau Allah tidak memberi hidayah kepada manusia. Karena itu kita yakin bahwa hidayah itu dari Allah. Untuk itu hendaklah manusia berusaha untuk memperolehnya.
b.      Implementasinya dalam kehidupan dan Hikmahnya
Asma ini bila diimani akan mempengaruhi sikap hidup kita, dimana akan selalu mendororng manusia mencari hidayah Allah. Hidayah Allah hendaklah dicari oleh manusia dengan modal ilmu dan iman. Bila iman tipis dan amal ibadah tak tekun, ilmu agama taka a maka bagaimana Allah akan memberinya kepada manusia. Jadi jalan untuk datang hidayah itu mesti diusahakan dan Allah akan memberinya.
Apabila manusia yakin bahwa petunjuk dari Allah adalah hidayah yang hakiki maka akan mendorong orang untuk mengamalkan ajaran Allah dengan konsisten dan utuh(secara kaffah). Tidak ada petunjuk yang dapat mengantar manusia kejalan keselamatan kecuali hidayah dari Allah.
Hendaknya manusia mengaktualisasikan dalam hidup ini yaitu dengan cara memberi nasehat terhadap sesama tanpa pamrih. Bimbingan yang kita berikan kepada manusia akan mendatangkan rahmat Allah.

10.  As-Shabur
a.       Arti dan Makna As-Shabur
Kata As-Shabur berasal dari kata “Shabara” yang artinya menahan sabar, tidak tergesa-gesa. Dari arti demikian Asma’ As-Shabur dapat berarti:
1)      Allah Maha Penyabar
Kita meyakini bahwa Allah itu Maha sabar. Hal ini dapat dilihat hukuman dan siksaan yang diberikan Allah kepada manusia tidak secara langsung tetapi Allah beri kesempatan manusia untuk bertobat memperbaiki dirinya sampai ajal menjemputnya.
2)      Allah Maha menahan kesabaran bagi hambaNya
Allah akan menanamkan kedalam diri hambaNya kesabaran kalau memang manusia itu mempunyai iman yang kuat.
b.      Implementasinya dalam kehidupan dan Hikmahnya

Dalam mengimplementasikan sifat sabar ini dibutuhkan keteguhan hati dan niat untuk bersabar ini. Karena penerapan sifat sabar itu tidak semudah apa yang kita utarakan. Pengimplementasiannya dapat dimulai dari hal-hal yang terkecil seperti menerapkan budaya antri, menerima kritikan orang dengan lapang dada dan lain-lain. Yang terpenting dari penerapannya adalah kemampuan kita ntuk menahan diri dari segala keadaan yang menyulitkan atau tidak mengenakkan.
Dengan mengimanni asma’ Allah ini seseorang diharapkan agar hatinya diberi kesabaran yang tinggi oleh Allah Swt. Kesabaran adalah senjata yang paling ampuh dalam menghadapi  perjuangan bahakan kunci untuk suksesnya perjuangan. Perjuangan kesabaran akan selalu menimbulkan semangat yang tinggi dan mendorong seseorang untuk bekerja dengan tekun, rajin, dan berorientasi ke masa depan.

C.    Kesimpulan
Jalan lain dalam mencapai ma’rifat kepada Allah SWT itu ialah dengan memahami nama-nama Allah yang baik serta sifat-sifatNya yang luhur dan tinggi. Jadi nama-nama dan sifat-sifat itulah yang merupakan perantara yang digunakan oleh Allah agar makhluk Nya itu dapat berma’rifat padaNya. Inilah yang dapat dianggap sebagai saluran dari hati manusia dapat mengenal Allah secara spontan. Dan itu pula yang dapat menggerakkan cara penemuan yang hakiki dan membuka alam yang sangat luas terhadap kerohanian guna menyaksikan cahaya Allah.
Dengan adanya sifat Allah dalam Asmaul Husna ini, kita sebagai umat manusia hendaknya memahami, mengikuti, serta mencerminkannya didalam kehidupan sehari sebab apabila kita melakukannya dengan sungguh, insyaallah hidup kita baik didunia maupun diakhirat akan tentram selamanya.







[1] Zakiah Daradjat, dkk., 1984, Dasar-dasar Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, h. 82
[2] Kitab Tauhid 1,2,dan 3.
[3] Hamka, 1978, Pelajaran Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, h. 100
[4]Ali Abri, 2005, Aktualisasi Asmaul Husna dalam Kehidupan, Pekanbaru: Al- Ittihad Rumbai, h. 20
[5] Ibid. h. 21
[6]M. Ali Hasan, 2003, Memahami dan Meneladani ASMAUL HUSNA, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, h. 74
[7]Ali Abri, op. cit, h. 23
[8] Abdurrahman Hanabakah, 1998, Pokok-pokok Akidah Islam, Jakarta: Gema Insani, h. 117
[9]Sayid Sabiq, 1991,  Aqidah Islam, Bandung: CV. DIPONEGORO, h. 41
[10]M. Ali Hasan, Op. cit., h. 80
[11]Sayid Sabiq, op. cit, h. 41



Baca Artikel Terkait: