-->

Kamis, 23 Mei 2013

PENDAHULUAN
Sejak manusia menghendaki kemajuan dalam kehidupan, sejak itu pula muncul berbagai gagasan pengalihan, pelestarian,dan pengembangan kebudayaan melalui pendidikan. Pendidikan senantiasa menjadi pusat perhatian utama dari masa ke masa dalam rangka memajukan kehidupan generasi sejalan dengan tuntutan zaman dan kebutuhan masyarakat. Sumber-sumberpokok ajaran islam yang berupa al-Qur’an dan Hadits, banyak mendorong pemeluknya untuk menciptakan pola hidup maju, sehingga derajat dan martabatnya sebagai khalifah di muka bumi dapat diraih berkat usaha pendidikan itu sendiri yang bercorakkan islam.

Pendidikan islam berusaha merealisasikan misi agama islam dalam tiap pribadi manusia, yaitu “menjadika manusia sejahtera dan bahgia dalam cita islam”. Nilai-nilai islam itulah yang seharusnya ditumbuhkembangkan dalam diri manusia melalui transformasi kependidikan.suatu proses yang bisa mengarahkan manusia untuk selalu berorientasi pada kekuasaan Allah dan iradat Allah dalam menentukan hidupnya.

Keutamaan manusia disbanding makhluk lainnya terletak pada akal kecerdasannya. Oleh karena itu manusia dengan akal kecerdasannya mampu menghantaran ia mengetatahuai segala sesuatu yang terhampar di alam semesta dan dengan begitu barulah manusia dapat beriman melalui kesadarannya. Metode pendidikan islam juga mendorong seseorang untuk mengaktualisasikan segenap kemampuan kejiwaannya dan menjadikan manusia paripurna.[1]

Namun pada kenyataannya pendidikan yang diusung sekarang ini tidak mampu menghasilkan manusia-manusia yang tergambar seperti di atas sehingga tujuan yang ada sudah tidak menjadi orientasi, melainkan hanya menjadi harapan indah belaka. Hal ini yang dapat menjadi mimpi-mimpi buruk di masa yang akan datang. Karena pendidikan itu sendiri tidak mampu menjalankan tugasnya untuk mendidik manusia, sehingga sangat tepat rasulullah berkata dalam haditsnya mengenai masa depan dari pendidikan itu sendiri. Dan ilmu itu akan tetap ada namun eksistensinya diragukan karena disebabkan hilangnya eksistensi dari orang yang berilmu. 

PEMBAHASAN

TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM JANGKA PANJANG
A. Sanat dan Matan Hadits



حَدَّثَنَا إسْمَاعِيلُ بْنُ أبى أوَيْسِ قَالَ حَدَّثَنِى مَالِكٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أبيهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْن عَمْرو بْن العَاص قَالَ سَمِعْتُ رَسُول الله – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ << إنَّ اللهَ لاَ يَقْبضُ العِلمَ انْتِزَاعًا ، يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ ، وَلكِنْ يَقْبِضُ العِلمَ بِقَببْضِ عُلَّمَاءِ ، حَتَّى إذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا ، اتَّخَذَ النَّاسُ رءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا ، فَأفْتَوا بِغَيْرِ عِلمٍ ، فَضَلُّوا وأضَلُّوا >> (رواه البخاري, مسلم, الترمذى وإبن ماجة)


B. Terjemahan

Isma’il bin Abi Uwais telah menyampaikan berita kepada kami di mana ia menuturkan bahwa Malik telah menyampaikan berita kepadaku yang bersumber dari Hisyam dari Urwah dari bapaknya (Zubair) dari Abdullah bin Amru bin Ash dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT tidak akan menghilangkan ilmu pengetahuan dengan cara mencabutnya dari dada umat manusia, tetapi Allah menghilangkan ilmu pengetahuan dengan cara mewafatkan para Ulama, sehingga tak ada seorang Ulamapun yang tertinggal, kemudian orang-orang mengangkat pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang bodoh, ketika mereka ditanya, lalu mereka berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka tersesat dan menyesatkan.”(HR. al-Bukhari, Muslim, al-Tirmidzi dan Ibnu Majah)[2] 


C. Asbab al-Wurud Hadits

Imam Ahmad bin Ai Thabrany meriwayatkan dari Abu Umamah, katanya “Selesai melakukan haji wada’, Nabi saw bersabda, “Ambillah ilmu sebelum ia ditarik atau diangkat!” Seorang Arab Baduwy bertanya: “Ketahuilah sesungguhnya hilangnya ilmu adalah hilangnya dalam tiga periode.” Dalam riwayat lain diceritakan, orang itu bertanya,” Bagaimana mungkin ilmu terangkat, padahal di tengah-tengah kami ada mushaf (Al-Qur’an), kami mempelajarinya dan kami mengetahuinya, kemudian kami mengajarkan kepada anak-anak dan isteri-isteri kami, demikian pula kepada para pelayan kami.” Rasulullah saw mengangkat kepalanya dan beliau hampirkan kepada orang itu karena marahnya. Beliau pun bersabda; “inilah Yahudi dan Nasrani di kalangan mereka ada mushaf tetapi mereka tak mempelajarinya. Sesungguhnya Allah akan mengangkat ilmu ……. Dan seterusnya.”[3

D. Kandungan Hadits

Berbicara mengenai pendidikan sangat erat kaitannya dengan ilmu dan ilmu tidak akan terlepas dari orang yang berilmu itu sendiri yakni para Ulama. Sesuai hadits Rasulullah saw. di atas telah menjelaskan bahwa ulama memegang peranan penting dalam keberlangsungan ilmu itu sendiri. Hadits di atas menunjukkan betapa mulianya kedudukan para ulama dalam pandangan islam. Kematian ulama berarti suatu kerugian bagi umat.


Maka kemuliaan ilmu dan kepentingannya harus dirasakan oleh seseorang yang mempelajarinya dan orang yang mengamalkannya. Maka menghidupkan ilmu dalam pandangan islam pada hakekatnya adalah dengan cara memelihara dan mempelajari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah serta berusaha mengamalkannya, agar ia tetap menjadi teladan dan panutan ummat.[4] Oleh karena itu keberadaan, kemurnian dan kebenaran ilmu itu tergantung dari orang yang berilmu itu sendiri yakni para Ulama. Mengenai ketinggian derajat para ulama telah ditegaskan dalam Al-Qur’an:

Artinya:


“ Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.al-Mujadillah: 11)


Selain ketinggian derajat para ulama, dalam Al-Qur,an juga menggambarkan sisi kepribadaian dari para ulama, yaitu:


“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama[5]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”

Di dalam kitab Ihya’u Ulumuddin karya imam al-Ghazali disebutkan bahwa manusia yang paling dekat derajatnya dengan derajat para nabi adalah ahlul ‘ilmi (ulama) dan Ahlil jihad (mujahidin). Karena ulama adalah orang yang menunjukkan manusia kepada ajaran-ajaran yang dibawa para rasul, sedangkan mujahid adalah orang yang berjuang dengan pedangnya untuk membela apa yang diajarkan oleh para rasul.[6] 


E. Kandungan Kependidika

Ilmu akan terpelihara oleh orang-orang yang berilmu dan ia mampu menjaga ilmu yang ia miliki, dalam hal ini tentu para ulama. Sebagaimana dalam hadits rasulullah saw. di jelaskan bahwa allah tidak akan menghilangkan ilmu pengetahuan dengan cara mencabutnya dari dada manusia melainkan allah akan menghilangkannya dengan cara mewafatkan para ulama sehingga orang-orang akan sulit untuk memahami ilmu itu sendiri dan mereka tidak ada tempat untuk bertanya. Maka dari itu ilmu perlu dijaga dengan cara mempelajarinya yaitu mampu menumbuhkan bibit-bibit ulama dalam diri setiap manusia. Hal ini merupakan tujuan pendidikan islam jangka panjang.






Tujuan pendidikan merupakan masalah inti dalam pendidikan dan sari pati dari seluruh renungan pedagodis, karena pendidikan adalah usaha sadar yang bertujuan banyak dalam urutan satu garis linear.[7] Dilihat dari ilmu pendidikan teoritis, tujuan pendidikan di tempuh secara bertingkat, misalnya tujuan intermediair, yang dijadikan batas sasaran kemampuan yang harus dicapai dalam proses pendidikan pada tingkat tertentu, untuk mencapai tujuan akhir. Berbagai tujuan pendidikan yang dirumuskan secara teoritis itu bertujuan untuk memudahkan proses kependidikan melalui tahapan yang makin meningkat (progresif) kearah tujuan akhir.[8] Karena untuk menempuh tujuan akhir tidak bisa tercapai secara langsung dan cepat, melainkan diperlukan tahapan-tahapan atau proses melalui pencapaian tujuan-tujuan jangka pendek dan menengah. Prinsip dalam tujuan pendidikan Islam yaitu:






1. Prinsip Universal (syumuliyah). Prinsip ini memendang keseluruhan aspek agama, manusia, masyarakat dan tatanan kehidupannya, serta adanya wujud jagat raya hidup.






2. Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan (tawazun qa istiqhadiyah). Prinsip ini adalah keseimbangan antara berbagai aspek kehidupan pada pribadi, berbagai kebutuhan individu dan komunitas, serta tuntunan pemeliharaan kebudayaan silam dengan kebutuhan kebudayaan masa kini.










3. Prinsip kejelasan (tabayun). Prinsip yang di dalamnya terdapat ajaran dan hukum yang member kejelasan terhadap kejiwaan manusia (qalb, akal, dan hawa nafsu) dan hukum masalah yang dihadapi, sehingga terwujud tujuan pendidikan.






4. Prinsip tak bertentangan. Prinsip yang di dalamnya tidak terdapat pertentangan antara berbagai unsure dan cara pelaksanaanya, sehingga antara satu komponen dengan komponen yang lain saling mendukung.










5. Prinsip realism dan dapat dilaksanakan. Prinsip ini menyatakantidak adanya kekhayalan dalam kandungan program pendidikan, tidak berlebih-lebihan serta adanya kaidah praktis dan realistis yang sesuai dengan fitrah, kondisi sosioekonomi, sosiopolitik dan sosiokultural yang ada.






6. Prinsip perubahan yang diingini. Prinsip perubahan struktur diri manusia yang meliputi jasmaniah, ruhaniyah, dan nafsaniyah; serta perubahan kondisi psikologis,sosiologis, pengetahuan, konsep, pikiran, kemahiran, nilai-nilai, sikap peserta didik untuk mencapai dinamisasi kesempurnana pendidikan.










7. Prinsip menjaga perbedaan-perbedaan individu. Prinsip ini berpijak pada asumsi bahwa semua individu tidak sama dengan yang lain.






8. Prinsip dinamis dalam menerima perubahan dan perkembangan yang terjadi pelaku pendidikan serta lingkungan dimana pendidikan itu dilaksanakan.[9]










Beberapa tujuan pendidikan jangka panjang yang dirumuskan oleh para ahli, diantaranya:






1. Menurut al-Ghazali, yang dikutip oleh Fathiyah Hasan Sulaiman, tujuan akhir pendidikan islam tercermin dalam dua segi, yaitu:


a. Insane purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT.


b. Insane purna yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.










2. Menurut Ibnu Khaldun, yang dikutip oleh Muhammad Athiyah al-Abrasyi, merumuskan tujuan akhir pendidikan islam dengan berpijak pada firman Allah:


Æ÷tGö/$#ur !$yJ‹Ïù š9t?#uä ª!$# u‘#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u‹÷R‘‰9$# …( ÇÐÐÈ    


Artinya:


“ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi ….” (QS. Al-Qashash: 77)






Bahwa tujuan pendidikan islam terbagi atas dua macam, yaitu:


a. Tujuan yang berorientasi ukhrawi, yaitu membentuk seorang hamba agar melakukan kewajiban kepada Allah.


b. Tujuan yang berorientasi duniawi, yaitu membentuk manusia yang mampu menghadapi segala bentuk kebutuhan dan tantangan kehidupan agar hidupnya lebih layak dan bermanfaat bagi orang lain.






3. Menurut Abd al-Rasyid ibnu abd al-Aziz dal;am bukunya, al-Tarbiyah al-Islamiyah wa thuruq Tadrisiha, menukil pendapat beberapa para ahli dan akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa tujuan akhir pendidikan islam adalah:


a. Adanya kedekatan (taqarrub) kepada Allah SWT., melalui pendidikan akhlak.


b. Menciptakan individu untuk memiliki pola piker yang ilmiah dan pribadi yang paripurna, yaitu pribadi yang dapat mengintegrasikan antara agama dengan ilmu serta amal saleh, guna memperoleh ketinggian derajat dalam berbagai dimensi kehidupan.






4. Menurut Ali Ashraf menawarkan tujuan akhir pendidikan islam dengan:


“ terwjudnya penyerahan mutlak kepada Allah SWT., pada tingkat individu, masyarakat, dan kemanusiaan pada umumnya.”






5. Menurut Muhammad Fadhil al-Jamili merumuskan tujuan pendidikan islam dengan empat macam, yaitu: 


a. Mengenalkan manusia akan peranannya di antara sesame titah makhluk dan tanggung jawabnya di dalam hidup ini.


b. Mengenalkan manusia akan interaksi social dan tanggung jawabnya dalam tata hidup bermasyarakat.


c. Mengenalkan manusia akan alam dan mengajak meraka untuk mengetahui hikmah diciptakannya serta member kemungkinan kepada mereka untuk mengambil manfaat darinya.


d. Mengenalkan manusia akan penciptaan alam (Allah) dan menyuruhnya beribagdah kepada-Nya.[10]






Jadi dari beberapa pendapat para ahli walaupun redaksinya berbeda namun memiliki esensi yang sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir dari pendidika islam adalah menumbuh kembangkan pola kepribadian manusia yang utuh (insane paripurna), bertaqwa dengan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah dan berwawasan khaffah agar mampu menjalankan tugasnya sebagai hamba, khalifah dan pewaris Nabi, sebagai mana yang di sampaikan rasulullah dalam haditsnya.






Maksud dari tujuan diatas dapat dijabarkan sebagai berikut:






1. Membentuk insane paripurna (insane kamil). Menurut Muhammad Iqbal, yang dikutip oleh Dawam Raharjo, memberikan kriteria insan kamil dengan kriteria insan yang beriman yang di dalam dirinya terdapat kekuatan, wawasan, perbuatan dan kebijaksanaan dan mempunyai sifat-sifat yang tercermin dalam pribadi Rasul SAW.[11] Pencapain diri menuju insan kamil tidak terlepas dari pemenuhan diri sebagai khalifah Allah di muka bumi ini. Syarat menjadi khalifah Allah di muka bumi adalah harus dapat bekerja sesuai dengan kehormatan yang diberikan tuhan kepadanya, tidak boleh turun derajatnya dari derajat kemanusiaan ke derajat makhluk lain.






2. Membentuk manusia taqwa. Manusia taqwa adalah manusia yang selalu beribadah kepada Allah, manusia yang selalu menjalankan ajaran Allah, dan selalu memasrahkan dirinya hanya kepada Allah Sebagai mana dalam firman-Nya menyatakan:


ö@è% ¨bÎ) ’ÎAŸx|¹ ’Å5Ý¡èSur y“$u‹øtxCur †ÎA$yJtBur ¬! Éb>u‘ tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÏËÈ 


Artinya: 


“ Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”






3. Manusia yang berwawasan khaffah, yaitu manusia yang memiliki dimensi-dimensi keilmuan yang luas. Menurut Thalhah Hasan, dimensi itu ada tiga yaitu[12]:


a. Dimensi religius, yaitu manusia merupakan makhluk yang mengandung berbagai misteri dan tidak dapat direduksikan kepada faktor materi semata-mata.


b. Dimensi budaya, manusia merupakan makhluk etis yang mempunyai kewajiban dan tanggung jawab terhadap kelestarian dunia dan seisinya.


c. Dimensi ilmiah, dimensi yang mendorong manusia untuk selalu bersikap objektif dan raelistis dalam menghadapi tantangan zaman serta berbagai kehidupan manusia terbina untuk bertingkah laku secara kritis dan rasional, serta berusaha mengembangkan keterampilan dan kreativitas berfikir.










Konferensi dunia pertama tentang pendidikan islam pada tahun 1977 berkesimpulan bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah “manusia yang menyerahkan diri secara mutlak kepada Allah.[13] Kemudian tujuan pendidikan Islam menurut Kongres Pendidikan Islam sedunia di Islamabad tahun 1980, adalah pendidikan harus merealisasikan ciya-cita (idealitas) islami yang mencakup pengembangan kepribadian muslim yang bersifat menyeluruh secara harmonis berdasarkan potensi psikologis dan fisiologis (jasmaniah) manusia mengacu pada keimanan dan ilmu pengetahuan secara berkeseimbangan sehingga terbentuklah manusia muslim yang paripurna yang berjiwa tawakal (menyerahkan diri) secara total kepada Allah SWT.[14] 






Berpegang pada tujuan akhir dari pendidikan islam, maka dengan ini pendidikan Islam dapat menumbuhkan misi-misi dalam pemeliharaannya terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri demi terciptanya manusia-manusia yang paripurna dan berilmu (ulama) demi eksistensi dari sebuah ilmu pengetahuan. karena di dalam hadits Rasulullah juga mengatakan bahwa para ulama adalah orang-orang yang dijadikan peninggalan dan warisan oleh para nabi. untuk itu perwujudan ulama harus diciptakan dalam diri setiap manusia untuk menjaga eksistensi ilmu itu sendiri. Hal ini akan terwujud melalui tahapan-tahapan tujuan pendidikan Islam sampai akhirnya pencapaian tujuan akhir. 














PENUTUP






Simpulan






Hadits ini berbicara mengenai pendidikan yang erat kaitannya dengan ilmu dan ilmu tidak akan terlepas dari orang yang berilmu itu sendiri yakni para Ulama. Sesuai hadits Rasulullah saw. di atas telah menjelaskan bahwa ulama memegang peranan penting dalam keberlangsungan ilmu itu sendiri. Hadits di atas menunjukkan betapa mulianya kedudukan para ulama dalam pandangan islam. Kematian ulama berarti suatu kerugian bagi umat.






Tujuan pendidikan merupakan masalah inti dalam pendidikan dan sari pati dari seluruh renungan pedagodis, karena pendidikan adalah usaha sadar yang bertujuan banyak dalam urutan satu garis linear. tujuan pendidikan di tempuh secara bertingkat, Karena untuk menempuh tujuan akhir tidak bisa tercapai secara langsung dan cepat, melainkan diperlukan tahapan-tahapan atau proses melalui pencapaian tujuan-tujuan jangka pendek dan menengah.






Prinsip dalam tujuan pendidikan Islam yaitu: Prinsip Universal (syumuliyah). Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan (tawazun qa istiqhadiyah). Prinsip kejelasan (tabayun). Prinsip tak bertentangan. Prinsip realisme dan dapat dilaksanakan. Prinsip perubahan yang diingini. Prinsip menjaga perbedaan-perbedaan individu. Prinsip dinamis dalam menerima perubahan dan perkembangan yang terjadi pelaku pendidikan serta lingkungan dimana pendidikan itu dilaksanakan.






Jadi dari beberapa pendapat para ahli seperti al-Ghazali, ibnu Khaldun, Abd al-Rasyid, Ali Ashraf dan M. Fadhil Djamili dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir dari pendidikan islam adalah menumbuh kembangkan pola kepribadian manusia yang utuh (insane paripurna), bertaqwa dengan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah dan berwawasan khaffah agar mampu menjalankan tugasnya sebagai hamba, khalifah dan pewaris Nabi, sebagai mana yang di sampaikan rasulullah dalam haditsnya.






Dengan memahami hakikat dari tujuan akhir sebuah pendidikan islam, berdasarkan tujuan diciptakan manusia diharapkan pendidikan Islam mampu menjalankan proses pendidikan itu sebagai mana mestinya dengan mengacu pada tujuan akhir dari sebuah pendidikan sehingga Allah tidak akan mencabut ilmu pengetahuan dari muka bumi ini dan sampai akhirnya kita masih dapat menikmati ilmu pengetahuan karena kita merupakan calon-calon ulama yang akan meneruskan tongkat estafet dari para nabi.






Wallahu A’lam……






DAFTAR KEPUSTAKAAN










Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan Islam. 2006. Jakarta: Pranada Media Group






Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. 2008. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.






Alfiah. Hadits Tarbawi. 2011. Pekanbaru: Al-Mujtahadah Press.






Alfiah, Zalyana AU. Modul Hadits Tarbawi. 2011. Pekanbaru: Zanafa Publishing.






H.M. Arifin. Ilmu Pendidilan Islam. 2009. Jakarta: Bumi Aksara.






Ramayulis, Samsul Nizar. filsafat Pendidikan Islam. 2009. Jakarta: Kalam Mulia.










[1] H.M. Arifin, Ilmu Pendidilan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 2-3


[2] Alfiah, Hadits Tarbawi, (Pekanbaru: Al-Mujtahadah Press, 2011), h. 290-291


[3] Alfiah dan Zalyana AU, Modul Hadits Tarbawi, (Pekanbaru: Zanafa Publishing, 2011), h. 32-33


[4] Ibid., h. 33


[5] Ulama adalah orang-orang yang punya ilmu dalam bidang ilmu-ilmu syari’ah.


[6] Ibid., h.34


[7] Ramayulis dan Samsul Nizar, filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h.133


[8] H.M. Arifin, Ilmu Pendidilan Islam, Op. cit., h.27 


[9] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Pranada Media Group, 2006), h. 73-74


[10] Ibid., h. 80-83


[11] Ibid., h. 85


[12] Ibid., h. 85-86


[13] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h. 48


[14] H.M. Arifin, Ilmu Pendidilan Islam, Op.cit., h.54



Baca Artikel Terkait: