-->

Minggu, 29 Januari 2023



a
Buku Putih Mazhab Syiah (foto: viva.co.id)

(Resensi buku "Hitam di Balik Putih, Bantahan terhadap Buku Putih Madzhab Syiah")

Apad Ruslan
Penulis, Pembina Majelis Taklim (MT) Khumaira, tinggal di Bandung


Sikap kritis dalam bentuk karya tertulis merupakan suatu tradisi dalam sejarah peradaban Islām, sebut saja misalnya Imam al-Ghazālī (W. 1111), menulis Tahāfut al-Falāsifah (Ketidakkoherenan Para Filosof) karena menolak pemikiran al-Fārābī dan Ibnu Sīnā. Selain Ghazali, Fakhruddīn ar-Rāzī juga menulis banyak komentar kepada Ibnu Sīnā. Sebenarnya, Fakhruddīn ar-Rāzī bukan sekadar mengomentari, tetapi lebih dalam lagi, beliau juga mengkritik pemikiran Ibnu Sīnā. Maka dari dua penulisan tersebut, tradisi kritis melalui buku memang telah berkembang mapan dalam sejarah peradaban Islām. Ketika sebuah pemikiran yang lebih komprehensif dan mendalam berusaha meluruskan kekeliruan dalam pemikiran lain yang disusun dalam misi tertentu.

Kita sepakat, pastinya perdebatan, pertentangan, apalagi perbedaan bukan hanya dalam ranah Filsafat. Perdebatan, pertentangan apalagi perbedaan pemikiran juga terjadi dalam akidah dan syariah. Berbagai aliran mazhab telah menulis banyak sekali karya yang menunjukkan keunggulan mazhabnya dan menunjukkan kekeliruan mazhab lainnya. 

Syiah dan Sunni telah menjalani pertentangan dalam waktu yang sangat panjang. Banyak sekali buku, baik dari kalangan Sunni dan Syiah yang saling menghujat dan menunjukkan kekeliruan masing-masing mazhab. Akan tetapi selain buku yang saling mengkritik, upaya-upaya perdamaian juga dilakukan untuk mendekatkan Syiah dan Sunni, baik pada tingkat nasional ataupun internasional. Upaya mendamaikan keduanya dilakukan seperti oleh Majma’ Taqrīb bayn al-Madzāhib, sebuah institusi yang berusaha mewujudkan pendekatan dan persaudaraan serta menghilangkan perselisihan dan perpecahan antara Ahlus Sunnah dan Syiah. Namun, terkadang upaya tersebut juga bukan terjadi tanpa kekeliruan. Sebabnya adalah hal-hal yang jelas bertentangan disederhanakan menjadi persoalan yang tidak mendasar. Selain itu, kesepakatan-kesepakatan mungkin terjadi di atas kertas dan di dalam forum, namun di lapangan, kesepakatan-kesepakatan itu sama sekali tidak dilaksanakan.

Belum lama ini, Dewan Pengurus Pusat Ahlul Bait Indonesia telah menerbitkan Buku Putih Mazhab Syiah: Menurut Para Ulamanya yang Muktabar, Sebuah Uraian untuk Kesepahaman demi Kerukunan Umat Islām (2012). Buku yang diterbitkan dari kalangan Syiah ini bertujuan untuk menjelaskan anggapan-anggapan yang keliru tentang Syiah. Seakan-akan Buku Putih Mazhab Syiah ingin menunjukkan inilah Syiah yang sebenarnya. Kekeliruan-kekeliruan pandangan tentang Syiah yang telah dilakukan, baik dari kalangan Syiah sendiri apalagi dari kalangan Sunni mereka jelaskan duduk perkaranya di sini. Dalam niatannya Buku Putih Mazhab Syiah seakan-akan memberikan penjelasan atas berbagai kekeliruan pandangan terhadap Syiah.

Buku Putih Mazhab Syiah ini menggambarkan posisi Syiah dalam berbagai aspek pemikiran. Di antara isi Buku Putih Mazhab Syiah adalah menegaskan jika Syiah menerima al-Qur’ān dan al-Sunnah al-Mu’tabarah, menegaskan prinsip al-Imāmah (kepemimpinan), menerima sebagian para Sahabat, dan membenarkan nikah Mut’ah. 

Buku Putih Mazhab Syiah menggambarkan jika ada di antara penganut Syiah yang menolak al-Qur’ān, maka penganut Syiah tersebut termasuk orang-orang yang menyimpang dari ajaran Islām. Mengenai para Sahabat, Buku Putih Mazhab Syiah menunjukkan jika Syiah juga menerima para Sahabat Nabi. Buku Putih Mazhab Syiah memuat 197 nama para Sahabat Nabi yang diterima kalangan Syiah. Namun, di antara nama-nama tersebut, Abū Bakr Ṣiddīq, ‘Umar bin Khattāb, ‘Usmān bin ‘Affān, ‘Abdur Rahmān bin ‘Auf, Ṭalḥah bin ‘Ubaydillāh, Zubayr bin Awwām, Sa’d bin Abī Waqqās, Sa’īd bin Zayd, Abū ‘Ubaidah bin Jarrāh, sama sekali tidak disebutkan. Memang, kalangan Syiah menolak Abū Bakr ra, ‘Umar ra, ‘Usmān ra, dan para Sahabat Nabi lainnya. Padahal, mereka telah mengorbankan jiwa dan harta mereka untuk Islām. Konsep Sahabat kalangan Syiah memang bertentangan dengan apa yang diyakini mayoritas umat Islām di dunia. 

Buku-buku Syiah banyak sekali yang melaknat, menghujat, mencaci maki, mengumpat dan menghina Abū Bakr, ‘Umar , ‘Utsmān dan para Sahabat Nabi lainnya. Abbas Rais Kirmani, dalam bukunya, kecuali ‘Alī, menyebut Abū Bakr dan ‘Umar sebagai Iblis (Al-Huda, 2009, hal. 155-156). Emilia Renita AZ, istri Jalaluddin Rakhmat, dalam bukunya 40 Masalah Syi'ah, menyebutkan “Syiah melaknat orang yang dilaknat Fatimah.” (Bandung: IJABI, editor Jalaluddin Rakhmat, Cet ke 2. 2009, hal. 90). Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Meraih Cinta Ilahi, menyebutkan dan yang dilaknat Fatimah adalah Abū Bakr dan ‘Umar . (Depok: Pustaka IIman, 2008. Dalam catatan kaki, hal. 404-405, dengan mengutip riwayat kitab al-Imāmah wa al-Siyāsah). 

Mengenai Imāmah, Buku Putih Mazhab Syiah menegaskan jika Allāh telah menetapkan garis Imāmah sesudah Nabi Muḥammad Ṣaw ada pada orang-orang suci dari dhurriyah-nya atau keturunannya, yang berjumlah 12 orang. Buku Putih Mazhab Syiah juga menegaskan jika Syiah meyakini bahwa ucapan seorang imam maksum, perbuatan, dan persetujuannya, adalah ḥujjah shar’iyyah, kebenaran agama, yang mesti dipatuhi. Konsep Imāmah kalangan Syiah memang rancu dan keliru. Kalangan Sunni menolak kemaksuman 12 imam yang disucikan oleh kalangan Syiah. Buku Putih Mazhab Syiah keliru tatkala membahas isu-isu Ikhtilāf Ahl al-Sunnah dan Syiah, mereka tidak memasukkan pembahasan mengenai Imāmah. Padahal, isu Imāmah ini merupakan persoalan utama antara Sunni dan Syiah. Mungkin luput atau sengaja digeserkan fokusnya?

Bila ingin menguntainya satu per satu, sangat banyak kekeliruan yang terdapat dalam Buku Putih Mazhab Syiah. Ustadz Amin Muchtar, dalam buku Hitam dibalik Putih ini, menunjukkan secara spesifik dan bertanggung jawab tentang berbagai kekeliruan Buku Putih Mazhab Syiah. Buku bantahan terhadap Buku Putih ini, secara garis besar memuat tentang kerancuan konsepsi metodologis hadis kaum Syi’ah, karakteristik kitab al-Kafi, dan sikap penulis “Buku Putih”terhadap al-Kafi, Taqiyyah Atau Ilmiah? 

Tentang kerancuan konsepsi metodologis hadis kaum Syi’ah, penulis buku mengawalinya dengan uraian tentang konstruk epistemologi hadis yang dibangun oleh Syi’ah, yaitu (1) persoalan asal pengetahuan atau sumber, dalam hal ini siapa sumber utama yang bisa mengeluarkan hadis; (2) apa hakekatnya, artinya bagaimana kedudukan hadis menurut Syi’ah; dan (3) persoalan verifikasi, yaitu bagaimana mengukur validitas atau otentisitas hadis, sehingga bisa dijadikan dasar hukum yang kuat. 

Sebagai dua hal yang bertentangan, justru “Buku Hitam”lah yang mengungkapkan kebenaran, sementara Buku Putih hanya membuat pembenaran atas kekeliruan. Dalam uraian “Buku Hitam” ini, Ustadz Amin Muchtar ingin mengajak pembaca agar mengetahui sumber hadis dalam keyakinan Syi’ah, yang membedakannya dengan pandangan Ahlus Sunah. Selanjutnya, akan diketahui pengaruh Imamiyah pada pembatasan imam yang ma’shum dengan persyaratan periwayat harus dari kalangan Syi’ah Imamiyah. Jadi, hadis tidak sampai pada tingkatan shahih jika para periwayatnya bukan dari Ja’fariyah Isna ‘Asyariyah dalam semua tingkatan. Selain itu agar diketahui pula perbedaan kriteria yang ditetapkan oleh ulama Syi’ah baik antara periode mutaqaddimin dengan mutaakhirin, maupun antara ulama Syi’ah mutaakhirin dengan mu’ashirin (modern). Perbedaan ini berimplikasi terhadap kualitas hadis di kalangan Syi’ah. Pembahasan ini diakhiri dengan pemaparan kriteria keshahihan hadis versi al-Kulaini, penyusun kitab al-Kafi.



"Hitam di Balik Putih", karya Amin Muchtar buku yang menelanjangi kekeliruan "Buku Putih Mazhab Syiah" keluaran Ijabi.


Penulis memandang penting menyampaikan berbagai aspek ini sebagai suatu fakta bahwa di kalangan ulama Syi’ah terdapat problem metodologis. Selain itu, agar diketahui tolak ukur kelayakan metodologi yang problematik ini digunakan sebagai standar validitas kitab al-Kafi yang telah mapan.

Selanjutnya tentang karakteristik kitab al-Kafi, penulis “Buku Hitam” ini menjelaskan siapa Imam Al-Kulaini, sebagai penulis kitab al-Kafi, dan apa saja yang terkandung di dalam kitab al-Kafi itu. Lagi-lagi penulis Buku Hitam memandang penting menyampaikan hal ini sebagai suatu fakta bahwa di kalangan ulama Syi’ah terdapat perbedaan dalam menetapkan beberapa aspek dalam kitab itu, baik aspek kitab (topik), bab, maupun hadis. Selain itu, juga diuraikan tentang unsur epistemologi kitab al-Kafi, sesuai kajian teoritis pada pembahasan sebelumnya, berkaitan dengan sumber hadis atau asal pengetahuan, hakekat hadis, dan persoalan verifikasi hadis yang terkandung di dalam kitab al-Kafi. 

Dalam uraian ini, penulis “Buku Hitam” hendak mengajak pembaca agar mengetahui bahwa unsur-unsur epistemologi itu pada dasarnya telah terpenuhi di dalam kitab al-Kafi. Dari situ pembaca akan faham, mengapa ulama Syi’ah sepakat menetapkan bahwa semua hadis dalam kandungan al-Kafi derajatnya shahih. Selain itu, dapat diketahui pula kelemahan argumentasi pihak Sy’iah “yang menolak” kehujahan hadis-hadis dalam al-Kafi.

Terakhir, tentang sikap penulis Buku Putih terhadap al-Kafi. Pada bagian ini, penulis Buku Hitam di balik Putih menampilkan beberapa pernyataan dari penulis Buku Putih Mazhab Syi’ah yang menunjukkan sikap penolakan terhadap status hadis-hadis dalam kitab al-Kafi. Sikap ini dikonfrontasikan oleh Ustadz Amin Muchtar dengan beberapa fakta dalam kitab-kitab Syi’ah sendiri, yaitu pandangan para tokoh yang sama sekali tidak disinggung dalam Buku Putih itu. 

Pandangan para tokoh Syiah ini dipandang penting oleh Ustadz Amin Muchtar untuk disampaikan dalam buku Hitam di balik Putih—dengan tanpa bermaksud ikut campur urusan “rumah tangga” Syi’ah—mengingat pentingnya transparansi arus data dan informasi untuk penyadaran umat, khususnya umat Syi’ah di Indonesia, karena pandangan “Kubu” ini sangat jarang diungkap oleh para tokoh Syi’ah di Indonesia. Untuk keperluan itu, penulis buku Hitam di Balik Putih menggunakan metode verifikasi (tahqiq) dan pengunjukan teks (takhrij an-nash) yang dikemukakan penulis Buku Putih dalam rangka penguatan argumentasi ilmiah, atau….taqiyyah-nya?

Selain itu, penulis “Buku Hitam” ini berupaya menguji berbagai pernyataan dalam Buku Putih dengan mengunakan standar ilmiah versi ulama Syi’ah mutaakhirin, untuk diketahui validitas argumentasi dan konsistensi mereka. 

Dalam pengungkapan fakta dan data, penulis “Buku Hitam” berusaha semaksimal mungkin untuk menampilkan teks asli setiap pendapat ulama Syi’ah yang dirujuk dan tidak lupa menyebutkan sumber-sumber primer dan sekundernya, baik yang ditulis oleh “Kubu Akhbari” maupun “Kubu Ushuli”, seperti diklaim oleh penulis Buku Putih. 

Dengan demikian, upaya Ustadz Amin Muchtar menunjukkan kekeliruan-kekeliruan yang terdapat dalam Buku Putih Mazhab Syiah perlu dihargai. Karena ia melihat banyak inkoherensi, penyederhanaan masalah, kekeliruan logika, kesalahan-kesalahan lainnya yang terdapat dalam buku tersebut.

Namun, buku Hitam di balik Putih karya ustadz Amin Muchtar ini belum mengungkap sepenuhnya kekeliruan yang terdapat dalam Buku Putih Mazhab Syiah. Sangat bisa dimaklumi, karena ini adalah kritik bagian pertama. Oleh sebab itu, kritik lanjutan dari Ustadz Amin Muchtar sangat diperlukan, agar dapat memberikan gambaran bahwa Buku Putih Mazhab Syiah memang mengandung kekeliruan-kekeliruan dan memperdalam kekeliruan tersebut dengan penjelasan mereka.

sumber : >



Baca Artikel Terkait: