-->

Minggu, 29 Januari 2023

Bagaimana sesungguhnya status aliran Syiah menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI)?. Mudah saja, tak perlu banyak tafsir dan tak perlu berdebat. Suara Islam Online memiliki sebuah buku yang diterbitkan oleh Sekretariat Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang memuat fatwa MUI tentang Paham Syiah. Kata pengantar buku itu ditandatangani oleh Ketua umum MUI Dr. KH. MA Sahal Mahfudh dan Sekjen H.M. Ichwan Syam. Fatwa-fatwa dalam buku ini, berdasarkan penelusuran SI Online, juga dimuat dalam buku “Himpunan Fatwa MUI sejak 1975”, yang diterbitkan Penerbit Erlangga akhir tahun 2011 lalu. 

Dalam buku yang berjudul “Mengawal Aqidah Umat, Fatwa MUI Tentang Aliran-Aliran Sesat di Indonesia”, pada halaman 44, MUI telah memasukkan Faham Syiah ke dalam “Daftar Inventaris Tentang Aliran Sesat Fatwa MUI Sejak 1971-2007”. Bahkan judul itu diberi tanda bintang (*) dengan keterangan: Komisi Pengkajian & Pengembangan MUI Pusat. Data ini terus diperbaharui berdasarkan masukan dari MUI Provinsi&Daerah Kabupaten/Kota. 

Sementara isi fatwa MUI tentang Paham Syiah dimuat dalam halaman 52- 53 sebagai berikut: 

FAHAM SYIAH

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Majelis Ulama Indonesia dalam Rapat Kerja Nasional bulan Jumadil Akhir 1404 H./Maret 1984 M merekomendasikan tentang faham Syi’ ah sebagai berikut:

Faham Syi’ah sebagai salah satu faham yang terdapat dalam dunia Islam mempunyai perbedaan-perbedaan pokok dengan mazhab Sunni (Ahlus Sunnah Wal Jamm’ah) yang dianut oleh Umat Islam Indonesia. Perbedaan itu di antaranya :

1) Syi’ah menolak hadis yang tidak diriwayatkan oleh Ahlu Bait, sedangkan ahlu Sunnah wal Jama’ah tidak membeda-bedakan asalkan hadits itu memenuhi syarat ilmu mustalah hadis.

2) Syi’ah memandang “Imam” itu ma‘sum (orang suci), sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandangnya sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kekhilafan (kesalahan).

3) Syi’ah tidak mengakui Ijma’ tanpa adanya “Imam”, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ ah mengakui Ijma’ tanpa mensyaratkan ikut sertanya “Imam”.

4) Syi’ah memandang bahwa menegakkan kepemimpinan/pemerintahan (imamah) adalah termasuk rukun agama, sedangkan Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) memandang dari segi kemaslahatan umum dengan tujuan keimamahan adalah untuk menjamin dan melindungi da’wah dan kepentingan umat.

5) Syi’ah pada umumnya tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar as-Siddiq, Umar Ibnul Khatab, dan Usman bin Affan, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengakui keempat Khulafa’ Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali bin Abi Thalib)

Mengingat perbedaan-perbedaan pokok antara Syi’ah dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah seperti tersebut di atas, terutama mengenai perbedaan tentang “Imamah” (pemerintahan)”, Majelis Ulama Indonesia menghimbau kepada umat Islam Indonesia yang berfaham ahlus Sunnah wal Jama’ah agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya faham yang didasarkan atas ajaran Syi’ah.

sumber: >



Baca Artikel Terkait: