-->

Minggu, 29 Januari 2023




Al’Quran bukanlah satu-satunya petunjuk bagi umat muslim. Kita juga perlu hadist Nabi Muhammad. Jadi sekarang kita akan membahas bagaimana caranya para ulama Islam menjaga keaslian hadist Nabi Muhammad.

Untuk sekadar mengingatkan, pada zaman Nabi Muhammad S.A.W. dan para sahabatnya, sebagaimana juga ditulis oleh Michael Zwettler:

"Pada zaman dahulu, tulisan jarang digunakan. Jadi orang-orang menggunakan metode penghafalan dan menyebarkannya secara lisan.” (Michael Zwettler)

Kebiasaan orang-orang pada zaman dahulu adalah menghafal dan menyebarkan perkataan nenek moyang mereka dari mulut ke mulut, dan mereka jarang menuliskannya. Dengan begitu, kemampuan menghafal umat manusia pada zaman itu lebih kuat daripada zaman sekarang.

Banyak orang pada zaman sekarang yang terheran-heran karena kita tidak terbiasa menghafal. Oleh karenanya, ingatan kita cenderung lemah. Sebagai contoh, kita lebih memilih untuk mencatat suatu hal yang perlu diingat di dalam laptop atau pada secarik kertas. Namun pada zaman itu, orang-orang lebih suka menghafal.

Hadist jika diterjemahkan berarti "kisah". Sebenarnya Al-Qur'an juga disebut sebagai Al-hadist, bahkan Al-Qur'an adalah hadist terbaik, kisah atau narasi yang paling baik. Umumnya, dalam Islam, sabda Nabi Muhammad dicatat dalam hadist. Jadi hadist adalah istilah untuk tulisan-tulisan di mana tindakan dan sabda Nabi Muhammad S.A.W. dicatat.

Dan ada banyak kitab hadist karena ada banyak hal yang disabdakan/dilakukan Nabi Muhammad S.A.W. selama periode kerasulannya

Karena ada begitu banyak hadist, maka timbul satu masalah. Setelah Nabi Muhammad S.A.W. wafat, banyak orang yang mulai mengarang-ngarang dan berbohong tentang Rasulullah. Misalnya para penjual beras, mereka berpikir agar berasnya semakin laku adalah dengan mengarang-ngarang “Nabi menganjurkan kita makan nasi, karena beras baik untuk kesehatan kalian.” Jadi jika semua orang berpikir beras itu menyehatkan dan ini juga dianjurkan Rasulullah, maka makin banyak orang yang akan membeli beras. Begitu juga para penguasa-penguasa Arab mencoba untuk menutupi kesalahan mereka dengan mengarang-ngarang sabda Rasulullah.

Perlu diketahui, bahwa otentifikasi hadist Nabi Muhammad berbeda dengan cara menjaga keaslian Al’Quran. Hal ini disebabkan karena: Pertama, Al-Qur'an dihafalkan oleh ribuan umat Islam dari masa awal Islam. Dan teks Al’Quran juga telah dikumpulkan & disusun sejak awal masa Islam. Jadi jika ada yang membuat kesalahan, jika ada kelompok tertentu yang ingin mengarang-ngarang ayat Al’Quran, mereka tidak akan bisa melakukannya karena teks Al’Quran telah dihafal dan telah disepakati semua orang.


Namun tidak demikian halnya dengan hadist atau sabda Nabi. Oleh karena itu, ada banyak kitab hadist. Memang ada sekumpulan hadist yang sangat dapat dipercaya dan otentik. Kitab ini dianggap sebagai kitab kedua yang paling otentik setelah Al-Qur'an. Kitab ini adalah Hadist Sahih Al Bukhari. Kata "Sahih" berarti "otentik." Dan Al-Bukhari adalah nama Imam yang mengumpulkan berbagai sabda Nabi Muhammad S.A.W. dan membukukannya. Kumpulan hadist paling otentik setelah hadist Sahih Al-Bukhari adalah hadist Sahih Muslim. Kitab hadist Sahih Muslim disusun oleh Imam Muslim. Dia seorang ulama yang sangat terkenal.
Allah berfirman: 

"ya ayyuhal ladzina amanu ati' ullaha wa ati' urrosul" 
(Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan para Rasul)


Dan memang banyak ibadah yang paling penting Islam tidak sepenuhnya dijelaskan di dalam Al-Qur'an.


Misalnya tentang shalat lima waktu. Allah berfirman di dalam Al-Qur'an: "Akki musallah" yang berarti “Dirikanlah Shalat”, tapi cara-caranya tidak dijelaskan dalam Al-Qur'an. Demikian pula, ada banyak hal dalam Al-Qur'an yang tidak mampu kita pahami kecuali Nabi Muhammad S.A.W. pernah bersabda dan mencontohkannya. Jika anda ingin tahu bagaimana cara melakukan shalat lima waktu, maka anda juga harus tahu hal-hal berikut:
Kapan waktunya shalat? 
Apa yang seharusnya kita ucapkan saat shalat? 
Berapa banyak raka’at dalam tiap-tiap shalat? 
Apa yang harus diucapkan dalam setiap gerakan shalat? 
Apa saja gerakannya? 
Apa urutan gerakan dalam shalat?
Semua ini tidak disebutkan dalam Al-Qur'an. Satu-satunya cara untuk mengetahui semua ini adalah melalui hadist Nabi Muhammad. Beliau juga bersabda "Shalatlah seperti engkau melihat aku shalat."


Bahkan Allah sendiri berulang kali menekankan pentingnya mengacu kepada hadist Nabi Muhammad S.A.W. Dalam salah satu ayat, Allah bersumpah demi diri-Nya sendiri. 


"Tidak, Demi Allah, mereka tidak beriman, kecuali mereka menjadikanmu Muhammad, seorang hakim dalam semua perselisihan antara mereka, & sehingga tidak ada penolakan di dalam hati mereka & mereka tunduk dengan sebenar-benar tunduk.” 


Jadi ayat di atas menjelaskan bahwa sunnah Nabi Muhammad merupakan bagian dari agama Islam. Allah S.W.T. juga berfirman dalam Al-Qur'an, bahwa apa pun yang Nabi Muhammad sabdakan, maka kita harus menerimanya, dan apa pun perintah yang Nabi larang maka kita harus meninggalkannya.


Sekarang mari kita bahas bagaimana caranya para ulama menjaga keaslian sunnah Nabi Muhammad. 


Pertama-tama, bagi umat Islam, Nabi Muhammad adalah suri tauladan yang terbaik. Bahkan Al-Qur'an berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 21 yang berbunyi:


"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (Al-Ahzab:21)


Jadi Al-Qu'ran berfirman bahwa perbuatan dan pola hidup Nabi Muhammad S.A.W. merupakan suri tauladan yang baik, yang harus diikuti bagi siapa saja yang beriman kepada Allah. 


Karena itulah, kita selalu mencoba untuk meniru perbuatan dan sikap Nabi Muhammad S.A.W. SunnahNabi diterapkan dalam segala bidang kehidupan manusia. Sunnah Nabi tidak hanya untuk dihafal, namun juga untuk dilaksanakan secara nyata. Misalnya, Nabi Muhammad S.A.W. bersabda:


"Kalau tidak menjadi sesuatu yang menyulitkan bagi umatku, aku akan menyuruh penggunaan siwak sebagai kewajiban atas umat Muslim." 


Dan Nabi sendiri sering menggunakan siwak. Ia menggunakannya di pagi dan malam hari, sebelum keluar dari rumah, sebelum shalat, dan sahabat-sahabatnya juga mengikuti perbuatan itu. Anak-anak para sahabat Nabi juga mengikutinya. Dan cucu-cucu mereka juga mengikutinya, sehingga mereka pun sering berkata: "Kami melihat Nabi Muhammad melakukan hal ini dan hal itu, dia memberitahu kepada kami agar kami melakukannya." Jadi dengan cara inilah Sunnah Nabi dapat terus terjaga.

Sebagai contoh, saya ingat bahwa ayah saya, Gavin Green, mengajarkan saya tentang frase kecil yang berbunyi: R.A.U. yang merupakan akronim dari “Return After Use" (kembalikan setelah dipakai). Ini berarti ketika saya telah menggunakan sesuatu, maka saya harus menaruh kembali benda tersebut di tempatnya. Dan dia bercerita bahwa kakek saya yang mengajarinya & kemungkinan kakek buyut saya yang mengajari kakek saya.


Jadi sebenarnya ini adalah rantai penyampaian. Saya belajar dari ayah saya, yang bernama Gavin Green, yang belajar dari kakek saya, jadi rantai ini membentang lebih dari seratus tahun. Jika anda menghitungnya, ayah saya berumur 86 pada saat ini, jadi jika anda menghitung kembali ke zaman kakek saya, maka jaraknya lebih dari seratus tahun. Itu waktu yang cukup lama. Dan jika saya juga mengajarkan anak-anak saya tentang frase ini, kemudian mereka mengajarkannya kembali pada anak-anak mereka, maka inilah yang kita sebut sebagai rantai penyampaian.


Rantai penyampaian disebut "isnad” dalam istilah Islam. Dan isnad sangat penting dalam menjaga keaslian sabda Nabi Muhammad. Dan salah satu sabda Nabi yang paling kuat, disampaikan melalui penyampaian Mutawatir.


Sekarang kita kembali kepada pembahasan kita sebelumnya dimana banyak orang mulai mengarang-ngarang dan berbohong tentang ucapan Nabi. 


Jadi beberapa sahabat memutuskan untuk memeriksa orang-orang yang berkata bahwa dirinya mendengar Nabi mengucapkan hal ini dan itu. Mereka ingin mengecek, dari sahabat Nabi yang manakah orang itu mendengarnya? Kemudian setelahnya mereka akan pergi dan mengecek sahabat itu "Apakah anda mengatakan ini? Apakah anda yakin bahwa Nabi Muhammad S.A.W. mengatakannya?” Jika mereka tahu bahwa orang itu telah berbohong, maka mereka akan dan mengumumkannya di depan orang banyak: "Orang ini berbohong tentang Nabi, jangan percaya padanya, ia telah mengarang-ngarang sabda Nabi." 


Dan Nabi Muhammad sendiri pernah bersabda “Siapa yang menciptakan kebohongan tentangku dengan sengaja, maka mereka akan masuk neraka." Jadi tidak ada seorangpun yang boleh berbohong dan mengarang-ngarang tentang sabda Nabi.


Jadi para sahabat berkata: "Kami ingin tahu siapa yang mengatakan hal itu. Darimana kau mendengar bahwa Nabi pernah mengucapkannya? Berikan kepada kami isnadnya." Maka berkembanglah sebuah ilmu tentang rantai periwayatan. Dari sanalah para ulama mulai mempelajarinya dan ada beberapa syarat yang harus dipertimbangkan untuk mengesahkan suatu hadist: "Apakah si Fulan memang benar pernah bertemu dengan si Fulan? Apakah dia yakin dengan ucapannya? Apakah dia jujur? Apakah dia memiliki ingatan yang baik? Apakah dia orang saleh?” Mereka memeriksa sifat dan kepribadian setiap orang dalam rantai periwayatan.


Tentu saja ini benar-benar sebuah ilmu yang sangat luas. Untuk belajar ilmu isnad, seseorang harus belajar dalam jangka waktu yang lama, sehingga mereka dapat dengan pasti mengotentifikasi sabda Nabi Muhammad.


Dan banyak ulama sepanjang sejarah Islam yang telah mendedikasikan hidup mereka untuk mempelajari ilmu isnad. Para ulama tersebut telah menyusun kitab-kitab hadist yang otentik, misalnya seperti Hadist Sahih Al-Bukhari, Sahih Al-Muslim, Sunnah Abu Dawud, Sunnah An-Nasa'i, dan sebagainya. Jadi seperti yang saya katakan, ini adalah ilmu yang sangat luas dan ilmu ini bertujuan untuk memastikan sunnah Nabi Muhammad S.A.W.




Baca Artikel Terkait: