-->

Minggu, 29 Januari 2023



Para sahabat Rasulullah saw sangat bersungguh-sungguh untuk menerapkan kewajiban mencintai Allah dan RAsul-Nya. Mereka senantiasa berlomba untuk mendapatkan kemuliaan ini karena ingin termasuk golongan orang-orang yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Ada banyak sekali riwayat yang membuktikan kecintaan sahabat kepad Rasulullah saw, diantaranya:

Diriwayatkan dari Anas ra., ia berkata: Ketika perang Uhud kaum Muslim berlarian meninggalkan Nabi saw. Abu Thalhah sedang berada di depan Nabi saw., melindungi beliau dengan perisainya. Abu Thalhah adalah seorang pemanah yang sangat cepat lemparannya. Pada saat itu ia mampu menangkis dua atau tiga busur panah. Kemudian ada seorang lelaki yang lewat. Ia membawa setumpuk tombak kemudian berkata, “Aku akan menebarkannya untuk Abi Thalhah”. Kemudian Nabi saw. beralih ke pinggir melihat orang-orang. Maka Abu Thalhah berkata, “Ya Nabiyullah, demi bapak dan ibuku, engkau jangan minggir, nanti panah orang-orang akan mengenaimu. Biarkan aku yang berkorban jangan engkau….” (Mutafaq 'alaih)

Qais berkata: Aku melihat tangan Abu Thalhah menjadi lumpuh, karena dengan tangannya itulah ia telah menjaga Nabi saw. pada saat perang Uhud. (HR. Bukhari)

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Ka’ab bin Malik ketika menceritakan tiga orang sahabat yang tidak ikut perang Tabuk. Ka’ab berkata:

Sehingga ketika masa pemboikotan berupa pengasinganku dari orang-orang itu berlangsung lama maka aku berjalan hingga aku menaiki dinding pagar Abi Qatadah. Dia adalah anak pamanku dan orang yang paling aku cintai. Kemudian aku mengucapkan salam kepadanya. Demi Allah, ia tidak menjawab salamku. Maka aku berkata, “Wahai Abi Qatadah! Aku bersumpah kepadamu dengan nama Allah, apakah engkau mengetahui bahwa aku sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Ia diam. Maka aku kembali kepadanya dan aku bersumpah lagi kepadanya tapi ia tetap diam. Kemudian aku kembali lagi dan bersumpah lagi kepadanya, maka akhirnya ia berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Maka bercucuranlah air mata dari kedua mataku, kemudian aku pergi hingga aku memanjat dindingnya. (Mutafaq 'alaih)

Dari Sahal bin Saad ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda pada Khaibar:

Berkata kepadaku Qutaibah bin Said, berkata kepadaku Ya’kub bin Abdurrahman dari Abu Hazim, ia berkata; Sahal bin Sa’ad ra. telah memberitahukan kepadaku bahwa Rasulullah saw. bersabda pada perang Khaibar, “Aku akan memberikan panji ini kepada seorang lelaki yang di atas tangannya Allah akan memberikan kemenangan. Ia telah mencintai Allah dan Rasul-Nya, Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya.” Berkata Sahal Bin Sa’ad, “Maka orang-orang pun pergi untuk tidur dan mereka bertanya-tanya di dalam hati mereka, siapakah di antara mereka yang akan diberikan panji oleh Rasulullah saw.” Ketika tiba waktu subuh, maka orang-orang ramai menghadap Rasulullah saw. Semuanya berharap agar diberi panji oleh Rasululah saw. Maka Rasul bersabda, “Di manakah Ali bin Abi Thalib?” Dikatakan kepada Rasul, “Ia sedang sakit mata, Ya Rasulullah!” Kemudian orang-orang pun mengutus seorang sahabat untuk membawa Ali bin Abi Thalib ke hadapan Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw. meludahi kedua matanya dan berdoa untuknya, maka sembuhlah ia hingga seolah-olah ia belum pernah sakit sebelumnya. Kemudian Rasul memberikan panji itu kepada Ali bin Abi Thalib. Lalu Ali berkata, “Ya Rasulallah!, aku akan memerangi mereka sampai mereka bisa seperti kita (memeluk Islam).” Kemudian Rasullah saw. bersabda, “Berangkatlah perlahan-lahan hingga engkau berdiri di halaman mereka, kemudian ajaklah mereka kepada Islam dan kabarkan kepada mereka hak Allah yang merupakan kewajiban mereka. Maka demi Allah, sungguh jika Allah memberikan petunjuk kepada seorang manusia karena engkau, hal itu lebih baik bagi engkau daripada unta merah.” (Mutafaq 'alaih)

Ibnu Hibban meriwayatkan dalam kitab Shahihnya: (…Kemudian Urwah bin Mas’ud kembali kepada para sahabatnya, dan berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku pernah menjadi utusan (delegasi) kepada para raja. Aku pernah menjadi delegasi kepada Kisra, Qaishar, dan An-Najasyi. Demi Allah, aku belum pernah melihat seorang pemimpin pun yang sangat diagungkan oleh para sahabatnya seperti halnya para sahabat Muhammad mengagungkan Muhammad. Demi Allah, jika beliau mengeluarkan dahak maka jika jatuh ke tangan seseorang dari mereka, pasti ia akan mengusapkannya pada wajah dan kulitnya. Jika beliau memerintahkan sesuatu kepada mereka, maka mereka akan bergegas melaksanakannya. Jika beliau wudhu, maka mereka akan berlomba —seperti orang yang berperang— memburu air bekas wudhu beliau. Jika beliau berbicara, maka mereka akan merendahkan suara di sisinya. Mereka tidak berani memandangnya semata-mata karena mengagungkannya…)

Muhammad bin Sirin berkata: Telah berbincang-bincang segolongan laki-laki di masa Umar ra., hingga seakan-akan mereka melebihkan Umar ra. atas Abu Bakar ra., kemudian hal itu sampai kepada Umar bin Khathab r.a., lalu beliau berkata, “Demi Allah, satu malam dari Abu Bakar lebih utama daripada keluarga Umar. Sungguh Rasulullah telah pergi menuju gua Tsur disertai Abu Bakar. Abu Bakar terkadang berjalan di depan beliau dan terkadang berjalan di belakang beliau. Hingga hal itu membuat Rasulullah penasaran, beliau pun berkata: Wahai Abu Bakar! Kenapa engkau terkadang berjalan di depanku dan terkadang di belakangku? Abu Bakar berkata: Jika aku ingat orang-orang yang mengejarmu, maka aku berjalan di belakangmu, dan jika aku ingat orang-orang yang mengintaimu, maka aku berjalan di depanmu. Rasulullah saw. bersabda: Wahai Abu Bakar, jika terjadi sesuatu, apakah engkau suka hal itu menimpamu dan tidak menimpaku? Abu Bakar menjawab: Benar, demi Allah yang telah mengutusmu dengan hak, jika ada suatu perkara yang menyakitkan, maka aku lebih suka hal itu menimpaku dan tidak menimpamu. Ketika keduanya telah sampai di gua Tsur, Abu Bakar berkata: Tunggu sebentar di tempatmu wahai Rasulullah!, hingga aku membersihkan gua untukmu. Kemudian Abu Bakar pun masuk gua dan ia membersihkan (dari segala hal yang akan menggangu). Ketika ia ada di atas gua, ia ingat belum membersihkan sebuah lubang, kemudian ia berkata: Wahai Rasulullah, tetap ditempatmu!, aku akan membersihkan sebuah lubang. Maka ia pun masuk gua dan membersihkan lubang itu. Kemudian berkata; silakan turun wahai Rasulullah saw., Maka Rasul pun turun.” Umar berkata, “Demi Allah, sungguh malam itu lebih utama dari pada keluarga Umar.” (HR. Hakim dalam Al-Mustadrak. Ia berkata hadits ini shahih, isnadnya memenuhi syarat Bukhari Muslim seandainya tidak mursal yakni sanad yang tidak langsung sampai kepada rasul). Tapi hadits ini adalah hadits mursal yang bisa diterima.

Anas bin Malik berkata: Sesunguhnya Rasulullah saw. pada saat perang Uhud telah terpojok sendirian bersama tujuh orang Anshar dan dua orang Quraisy (Muhajirin). Ketika musuh (kaum Musyrik) telah merangsek mendekati beliau, beliau bersabda, “Siapa yang bisa menolak mereka dari kita, maka ia akan masuk surga atau menjadi temanku di surga.” Maka majulah seorang laki-laki dari kaum Anshar lalu memerangi musuh hingga terbunuh. Kemudian musuh kembali merangsek mendekat. Beliau bersabda, “Siapa yang bisa menolak mereka dari kita, maka ia akan masuk surga atau menjadi temanku di surga.” Maka majulah seorang laki-laki dari kaum Anshar, lalu memerangi musuh hingga ia terbunuh. Hal seperti itu terjadi berulang-ulang hingga terbunuhlah tujuh orang Anshar. Rasulullah bersabda kepada dua sahabatnya (dari Muhajirin), “Kita tidak sebanding dengan para sahabat kita itu.” (HR. Muslim)

Abdullah bin Hisyam berkata: Kami bersama Nabi saw., sementara beliau memegang tangan Umar bin Khathab. Umar berkata, “Wahai Rasulullah!, Sungguh engkau lebih aku cintai daripada segala sesuatu kecuali dari diriku sendiri.” Nabi saw. berkata, “Tidak bisa! Demi Allah hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.” Maka Umar berkata, “Sesungguhnya mulai saat ini, demi Allah, engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri.” Nabi saw. bersabda, “Sekarang engkau telah benar wahai Umar.” (HR. Bukhari).

Imam Nawawi telah meriwayatkan dalam Syarah Muslim tentang arti cinta kepada Rasulullah saw. dari Abu Sulaiman Al-Khathaby. Dalam syarah itu dikatakan, “…Engkau tidak dikatakan benar-benar mencintaiku hingga dirimu binasa dalam taat kepadaku, dan engkau lebih mementingkan ridhaku daripada hawa nafsumu, meski engkau harus binasa karenanya.”

Diriwayatkan dari Ibnu Sirin, ia berkata: Aku pernah berkata kepada Ubaidah bin Al-Jarrah, “Aku memiliki sebagian dari rambut Nabi saw. Kami menerimanya dari Anas bin Malik atau dari keluarga Anas.” Maka Ubaidah berkata, “Sungguh, satu lembar rambut Nabi saw. yang ada padaku lebih aku cintai daripada dunia dan seisinya.” (HR. Bukhari).

Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a: Maka Abu Bakar berkata, “Demi Allah, sungguh aku lebih cinta bersilaturrahmi kepada kerabat Rasulullah saw. daripada kepada kerabatku.” (HR. Bukhari).

Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra., ia berkata: Suatu hari telah datang Hindun binti Utbah, ia berkata, “Wahai Rasulullah! Seluruh penghuni rumah yang ada di muka bumi, lebih aku sukai mereka terhina dari pada penghuni rumahmu. Dan tidak ada penghuni suatu rumah di muka bumi di pagi hari yang lebih aku cintai agar mereka menjadi mulia dari pada penghuni rumahmu… (Mutafaq 'alaih)

Diriwaytkan dari Thariq bin Shihab, ia berkata: Aku pernah mendengar Ibnu Mas’ud berkata, “Aku bersama Miqdad bin Al-Aswad pernah menyaksikan perang Badar. Jika aku menjadi peraihnya (syahid), maka itu lebih aku sukai dari pada keadilannya.” Orang itu datang kepada Nabi saw., sementara Nabi saw. sedang berdoa untuk kehancuran kaum Musyrik. Ia berkata; Kami tidak akan mengatakan sebagaimana perkataannya kaum Musa, “Pergilah engkau dan Tuhammu untuk berperang”. Tapi kami akan berperang di sebelah kananmu, di sebelah kirimu, di depan dan di belakangmu. Maka aku melihat wajah Nabi saw. dan perkataannya bersinar-sinar. (HR. Bukhari).

Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a bahwa Saad pernah berkata: Ya Allah, sungguh engkau mengetahui bahwa tidak ada seorang pun yang lebih aku sukai untuk diperangi karenamu daripada suatu kaum yang mendustakan Rasul-Mu dan mengusirnya. (Mutafaq 'Alaih).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa Tsumamah bin Tsaal berkata: Ya Muhammad, demi Allah, dulu tidak ada di muka bumi ini satu wajah pun yang paling aku benci daripada wajahmu. Tapi, akhirnya wajahmu menjadi wajah yang paling aku cintai. Demi Allah, dulu tidak ada suatu agama pun yang paling aku benci daripada agamamu, tapi sekarang agamamu menjadi agama yang paling aku cintai. Demi Allah, dulu tidak ada suatu negeri pun yang paling aku benci daripada negerimu, tapi sekarang negerimu menjadi negeri yang paling aku cintai. (Mutafaq 'alaih).
 



Baca Artikel Terkait: