-->

Jumat, 01 Mei 2015

             BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan proses pendewasaan diri manusia dalam hal ilmu maupun moral. Oleh sebab itu pendidikan tidak terlepas dari komponen-komponen yang ada di dalamnya. Banyaknya permasalahan yang muncul dalam kehidupan masyarakat dan permasalahan dalam pendidikan karena, apa yang dilakukan dan apa yang dihasilkan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan karena seorang pendidik tidak menentukan tujuan pembelajaran yang sesuai dengan apa yang menjadi kemampuan, sehingga apa yang menjadi tujuan tidak tercapai, desain, proses, dan hasil harus dilaksanakan supaya mendapat hasil yang memuaskan. Banyaknya masyarakat yang tidak puas dengan hasil pendidikan pada saat sekarang ini walaupun ada juga sebagaian masyarakat merasakannya, dan juga  menyatakan kepuasannya pendidikan pada saat ini tetapi lebih besar ketidak puasan dengan pendidikan pada saat ini.
Contohnya banyak terjadinya tindakan kriminal yang terjadi bukan hanya  dilakukan oleh orang yang bodoh tetapi ironisnya tindakan prilaku tersebut  adalah yang melakukan orang yang pandai tetapi tidak benar nilai moralnya, dan banyak lagi tidakan amoral yang dilakukan oleh masyarakat, perbuatan ini bukan semata-mata tidak mengetahui tetapi tidak memhami dan menghayati serta mengamalkan isi pesan tersebut. Seorang yang memiliki ahlak yang baik dan berprestasi dalam pendidikannya adalah orang yang paham dan meaplikasikan nilai dalam kehidupanya.
            Nilai adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi, tidak berada di dalam dunia yang empiris. Nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan buruk, indah dan tidak indah, layak dan tidak layak, adil dan tidak adil, dan lain sebagaiya. Pandangan seseorang tentang semua itu, tidak bisa diraba, kita hanya mungkin dapat mengetahuinya dari perilaku yang bersangkutan. Oleh karena itulah nilai pada dasarnya standar perilaku, ukuran yang menentukan atau criteria seseorang tentang baik dan tidak baik, indah dan tidak indah, dan lain sebagainya. Sehigga standar itu yang akan mewarnai perilaku seseorang. Dengan demikian, pendidikan nilai pada dasarnya proses penanaman nilai kepada peserta didik yang diharapkan oleh karenanya siswa dapat berperilaku sesuai dengan pandangan yang dianggapnya baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
Oleh sebab inilah penulis mencoba mengangkat judul makalah tentang bagaimana menerapapkan nilai dan tujuan agar tersosialisasi secara baik di dalam masyarakat kita. Sehingga masyarakat Indonesia ini tidak dicap dengan masyarakat yang haus akan nilai dan tidak bertindak secara bebas dalam kehidupan sehari-hari.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa hakikat dari pendidikan nilai?
2.      Apa tujuan dari pendidikan nilai?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui hakikat dari pendidikan nilai?
2.      Untuk mengetahui tujuan dari pendidikan nilai?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hakikat  Pendidikan Nilai
1.      Hakikat dan Makna Nilai
Nilai merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran, norma-norma, nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan dan pandangan moral secara kritis.  [1]Menurut Kattsoff dalam Sumargono mengungkapkan bahwa hakikat nilai dapat dijawab dengan tiga macam cara: 
a.       Nilai sepenuhnya berhakikat subjektif, bergantung kepada pengalaman manusia pemberi nilai itu sendiri
b.      Nilai merupakan kenyataan-kenyataan ditinjau dari segi ontology, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal.
c.       Nilai-nilai merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan. Sedangkan menurut Sadulloh mengemukakan tetang hakikat nilai berdasarkan teori-teori sebagai berikut: menurut teori voluntarisme, nilai adalah suatu pemuasan terhadap keinginan atau kemauan. Menurut kaum hedonisme, hakikat nilai adalah “pleasure” atau kesenangan, sedangkan menurut formalisme, nilai adalah sesuatu yang dihubungkan pada akal rasional dan menurut pragmatisme, nilai itu baik apabila memenuhi kebutuhan dan nilai instrumental yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan.[2]
Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hakikat dan makna nilai adalah sesuatu hal sesuatu hal yang dihubungkan dengan akal rasional, logis dan bergantung pada pengalaman manusia pemberi nilai itu sendiri.
             Nilai merupakan suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang bersifat tersembunyi, nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan buruk indah dan tidak indah dan lain sebagainya. Dengan demikian pendidikan nilai pada hakikatnya proses penanaman nilai kepada peserta didik yang diharapkan, oleh karena itu siswa dapat berprilaku sesuai dengan pandangan yang dianggapnya baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat tersebut. Kalau berbicara tentang pendidikan tentu tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan tentunya banyak sekali keterkaitan antara satu dengan yang lain dengan berbagai unsure komplek yang membangun pendidikan tersebut.  Unsure penentu dalam mencapai tujuan itu diantaranya kebijakan pemerintah kurikulum, guru(ini merupakan ujung tombak penentu tercapai tujuan pendidikan) peserta didik dan tingkat kedewasaan, yang sesuai dengan usiadan tingkat pendidikan serta infra struktur belajar berupa ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai.
              Dari sekian banyak unsur pendukung tersebut pada hakikatnya bermuara pada tujuan pendidikan nasional yang dimuat dalam undang-undang RI tentang system pendidikan Nasional atau UUSPN 28 Agustus 2003 memuat tujuan menjadi manusia beriman, bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berahlak mulia, sehat jasmani dan rohani, kerja keras, mandiri, estetis berilmu, kreatif, produktif, mampu bersaing, cakap, demokratis memiliki wawasan keunggulan, harmonis dengan lingkungan alam, memiliki tanggung jawab sosial, dan memiliki semangat kebangsaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Ada empat faktor yang merupakan dasar kepatuhan seseorang terhadap nilai tertentu, yaitu:
a.       Normativist. Biasanya kepatuhan pada norma-norma hukum. Selanjutnya dikatakan bahwa kepatuhan ini terdapat dalam tiga bentuk, yaitu;
1)      Kepatuhan pada nilai atau norma itu sendiri
2)      Kepatuhan pada proses tanpa mempedulikan normanya sendiri
3)      Kepatuhan pada hasilnya atau tujuan yang diharapkannya dari peraturan itu sendiri.
b.      Integralist. Yaitu kapatuhan yang didasarkan kepada kesadaran dengan pertimbangan-pertimbangan yang rasional.
c.       Fenomenalist. Yaitu kepatuhan berdasarkan suara hati atau sekedar basa basi.
d.      Hedonist. Yaitu kepatuhan berdasarkan kepentingan diri sendiri.
           Dari keempat faktor yang menjadi dasar kepatuhan setiap individu tentu saja yang kita harapkan adalah kepatuhan yang bersifat normativist. Sebab kepatuhan semacam itu adalah kepatuhan yang didasari kesadaran akan nilai, tanpa mempedulikan apakah perilaku itu menguntungkan untuk dirinya atau tidak.
            Pendidikan Nilai mengandung tiga unsur utama yaitu ontologis Pendidikan Nilai, epistemologis Pendidikan Nilai dan aksiologis Pendidikan Nilai.
a.       Dasar Ontologis Pendidikan Nilai
            Pertama-tama pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari Pendidikan Nilai. Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan Pendidikan Nilai melalui pengalaman panca indera adalah dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek materil Pendidikan Nilai adalah manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya. Objek formal Pendidikan Nilai dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau situasi pendidikan. Di dalam situasi sosial, manusia sering kali berperilaku tidak utuh, hanya menjadi mahluk berperilaku individual dan/atau mahluk sosial yang berperilaku kolektif.
             Sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan antar pribadi yang menjadi syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi terlaksananya mendidik dan mengajar. Hal itu terjadi mengingat pihak pendidik yang berkepribadian sendiri secara utuh memperlakukan peserta didik secara terhormat sebagai pribadi pula. Jika pendidik tidak bersikaf afektif utuh maka akan menjadi mata rantai yang hilang (the missing link) atas faktor hubungan peserta didik-pendidik atau antara siswa-guru. Dengan begitu pendidikan hanya akan terjadi secara kuantitatif sekalipun bersifat optimal, sedangkan kualitas manusianya belum tentu utuh.
b.      Dasar Epistemologis Pendidikan Nilai
            Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidikan nilai atau pakar pendidikan nilai demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Pendidikan Nilai memerlukan pendekatan fenomenologis yang akan menjalin studi empirik dengan studi kualitatif fenomenologis. Karena penelitian tidak hanya tertuju pada pemahaman dan pengertian, melainkan untuk mencapai kearifan fenomena pendidikan.
            Inti dasar epistemologis ini adalah agar dapat ditentukan bahwa dalam menjelaskan objek formalnya, telaah Pendidikan Nilai tidak hanya mengembangkan ilmu terapan melainkan menuju kepada telaah teori dan pendidikan nilai sebagai ilmu otonom yang mempunyai objek formal sendiri atau problamatikanya sendiri sekalipun tidak hanya menggunakan pendekatan kuantitatif atau pun eksperimental Dengan demikian uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara korespodensi, secara koheren dan sekaligus secara praktis dan atau pragmatis
c.       Dasar Aksilogis Pendidikan Nilai
             Kemanfaatan teori Pendidikan Nilai tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai pendidikan nilai tidak hanya bersifat intrinsik sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik. Dan ilmu digunakan untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek melalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. [3]
             Dengan demikian pendidikan nilai tidak bebas nilai, mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan pendidikan nilai dan tugas pendidik sebagai pedagok. Dalam hal ini, sangat relevan sekali untuk memperhatikan pendidikan nilai sebagai bidang yang sarat nilai. Itulah sebabnya pendidikan nilai memerlukan teknologi pula, tetapi pendidikan bukanlah bagian dari iptek. Namun harus diakui bahwa pendidikan nilai belum jauh pertumbuhannya dibandingkan dengan kebanyakan ilmu sosial dan ilmu perilaku
2.      Klasifikasi Nilai
            Dalam teori nilai terdapat enam orientasi nilai yang sering dijadkan rujukan oleh manusia dalam kehidupannya. Dalam pemunculannya, enam nilai tersebut cenderungmenampilkan sosok yang khas terhadap pribadi seseorang. Keenam nilai tesebut adalah  sebagai berikut :
a.       Nilai teori
b.      Nilai Ekonomis.
c.       Nilai Estetika.
d.      Nilai Sosial.
e.       Nilai Politik
f.       Nilai Agama
            Spranger melihat bahwa pada sisi nilai inilah kesatuan filsafat hidup dapat dicapai. Diantara kelompok manusia yang memiliki orientasi kuat terhadap nilai ini adalah para nabi, imam, atau orang-orang saleh. Dari beberapa klasifikasi  nilai diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pemaknaan terhadap nilai itu sendiri tergantung pada perspektif masing-masing orang yang membuatnya dan menjalaninya. Tetapi diantara keenam klasifikasi nilai diatas, nilai yang paling tertinggi adalah nilai agama.
Menurut Max Scheller dalam kaelan menyebutkan hirarki nilai tersebut terdiri atas:
a.       Nilai kenikmatan, yaitu nilai yang mengenakan atau tidak mengenakan, berkitan dengan indra manusia yang menyebabkan manusia senang atau menderita.
b.      Nilai kehidupan, yaitu nilai yang penting bagi kehidupan
c.       Nilai kejiwaan, yaitu nilai yang tidak bergantung pada keadaan jasmani maupun lingkungan.
d.      Nilai kerohanian, yaitu maralitas nilai dari yang suci dan tidak suci.
Di Indonesia hirarki pendidikan nilai terdiri dari: [4]
a.       Nilai dasar (dalam bahasa ilmiahnya disebut sebagai daasr ontologisme) yaitu merupakan hakikat, esensi, itisari, atau makna yang terdalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai daar ini bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu, misalnya hakikat Tuhan, manusia, atau yang lainnya.
b.      Nilai instrumental, merupakan suatu pedoman yang dapat diukur atau diarahkan. Nilai instrumental merupakan suatu  eksplisitasi dari nilai dasar.
c.       Nilai praksis, pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam suatu kehidupan nyata.
Selain istilah di atas ada juga yang dinamakan dengan klarifikasi nilai, yaitu upaya mengembangkan nilai siswa dengan menekankan proses penilaian itu sendiri daripada membicarakan apahaikat nilai itu ketika menelaah sebuah nilai. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran siswa tentang nilai-nilai mereka sendiri.[5]Nilai ini Sangat tergantung dari sudut pandang mana si penilai menilai. Misalnya orang materialis, akan meletakkan nilai-nilai materi pada tingkat yang paling tinggi, dan begitu juga sebaliknya pada orang religius akan menempatkan nilai-nilai religius pada tingkatan yang paling tinggi, dan seterusnya.
3.      Hakikat Pendidikan Nilai
            Hubungan antara nilai dengan pendidikan sangat erat. Nilai dilibatkan dalam setiap tindakan pendidikan, baik dalam memilih maupun dalam memutuskaan setiap hal untuk kebutuhan belajar. Melalui persepsi nilai, guru dapat mengevaluasi siswa. Demikian pula sebaliknya, siswa dapat mengukur kadar nilai yang disajikan guru dalam proses pembelajaran. Masyarakat juga dapat merujuk sejumlah nilai (benar salah, baik-buruk, indah-tidak indah) ketika seseorang mempertimbangkan kelayakan pendidikan yang dialami oleh anaknya. Singkat kata, dalam segala bentuk persepsi, sikap, keyakinan, dan tindakan manusia dalam pendidikan, nilai selalu disertakan. Bahkan melalui nilai itulah manusia dapat bersikap kritis terhadap dampak-dampak yang ditimbulkan pendidikan. Ketika seorang ibu rumah tangga mengkritik biaya pendidikan yang terlampau mahal padahal dalam penyelengaraannya kurang optimal, atau ketika seseorang pimpinan perusahaan menilai lulusan Perguruan Tinggi tertentu kurang mampu menyesuaikan diri dengan kondisi pekerjaannya, maka hal itu terkait dengan nilai. Untuk itu, selain diposisikan sebagai muatan pendidikan, nilai dapat juga dijadikan sebagai media kritik bagi setiap orang yang berkepentingan dengan pendidikan (Stake Holders) dalam mengevaluasi proses dan hasil pendidikan.”[6]
            Nilai itu tersebar di setiap sudut wilayah pendidikan. Nilai itu mencakup setiap aspek praktik sekolah. Nilai itu merupakan dasar bagi sebuah persoalan pilihan dan pembuatan keputusan. Menggunakan nilai, guru mengevaluasi perjalanan studi program sekolah dan bahkan kompetisi guru. Sebaliknya, masyarakat itu sendiri dievaluasi oleh guru. Ketika kita membuat suatu keputusan tentang praktik pendidikan, ketika kita meramalkan segi-segi kebijakan pendidikan. Oleh karena itu nilai selalu dihubungkan pada penunjukkan kualitas sesuatu benda ataupun  perilaku dalam berbagai realitas. Dan hal ini perwujudan dari watak hakiki manusia yang memang akan senantiasa memuarakan semua aktivitasnya pada hal yang terbaik dan bernilai.[7]Tentu penilaian terbaik tersebut berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang berbeda-beda yang diperoleh seseorang.
          Artinya nilai berada pada wilayah pikiran manusia dengan pemahaman yang beragam, dan eksistensinya dibutuhkan manusia untuk menjadi standar bagi sebuah perilaku yang diinginkan. Dan perilaku yang diinginkan tersebut akan benar-benar diinginkan apabila ada proses pendidikan dan pendidikan erat kaitannya dengan berubahnya perilaku manusia menuju kesempurnaan.
           Dengan demikian dapat dismpulkan bahwa tujuan nilai dalam pendidikan adalah guru dapat mengevaluasi siswa dan siswa dapat mengukur kadar nilai yang disajikan guru dalam proses pembelajaran. Sehingga apa yang diinginkan dapat terwujud dan yang diinginkan itulah yang disebut sebagai nilai baik dalam pandangan ilmu Etika
B.     Tujuan Pendidikan Nilai
1.      Pengertian Tujuan Pendidikan Nilai
a.       Tujuan
Tujuan adalah sasaran yang ingin  dicapai setelah mengajar suatu pokok atau subpokok bahasan yang sudah direncanakan.[8] Dalam buku lain dijelaskan tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai oleh suatu lembaga pendidikan seperti SD,SM,dan universitas yang harus sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional.[9] Jadi tujuan yang penulis maksud sesuatu yang hendak dicapai setelah mengajar suatu pokok bahasan atau sub bahasan yang telah direncanakan oleh seorang pendidik ataupun guru formal atau non formal sehingga sehingga terjadinya perubahan pada anak didik atau  siswa dalam hal intelegensi maupun moral, sopan santun, ataupun akhlak.
b.      Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara adekwat dalam kehidupan masyarakat.[10]
c.       Nilai
Nilai adalah gambaran tentang sesuatu  yang indah dan menarik, yang mempesona, yang menakjubkan, yang membuat bahagia, senang dan merupakan sesuatu yang mernjadikan seseorang atau kelompok.[11]
           Dari  penjelasan diatas memberikan pemahaman kepada kita bahwa tujuan dari pendidikan nilai adalah suatu sasaran, tujuan, ataupun sesuatu yang akan di capai dalam proses pentransperan ilmu yang memungkinkan perubahan tingkah laku, atau perbuatan yang mengarah kebaikan dalam pandangan hukum manusia dan Allah Swt prilaku atau moral sebagai sasaran utama dari tujuan pendidikan Nasional maupun matapelajaran yang selalu diusahakan oleh seorang guru. Dalam mengelola materi pelajaran, metode, alat, bahan ajar sehingga peserta didik merasa nyaman, senang dalam mengikuti pelajaran sehinnga apa yang dicita-citakan oleh semua pihak tercapai yaitu menjadinya manusia yang berahlak mulia seperti tugas nabi Muhammad saw diutus kemuka bumi hanya lah untuk menyempurnakan ahlak.
2.      Komponen Tujuan Pandidikan Nilai
Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara kekuatan dalam kehidupan masyarakat. Setelah membahas pengertian pendidikan, timbullah pemikiran tentang hal-hal apa yang terdapat didalam proses pendidikan. Perhatian pada proses terjadinya pendidikan mengarah pada pemikiran tentang komponen-komponen pendidikan. Komponen merupakan bagian dari suatu system yang memiliki peran dalam berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan pendidikan. Ada komponen tersebut adalah; kurikulum pendidikan, paket instruksi, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, metode pendidikan, peserta, evaluasi pendidikan, anggaran pendidikan, fasilitas pendidikan.[12] Oleh sebab itu untuk mencapai tujuan pendidikan perlu adanya kerjasama dengan berbagai komponen pendidikan dari sekian banyak  komponen pendidikan dibahas yang berasal dari siswa, sebagai penentu  untuk mencapai tujuan pendidikan, faktor belajar siswa mempunyai peranan yang tinggi factor tesebut diantaranya adalah factor intern dan interen
a.       Fakor intern
Dalam membicarakan factor intern akan dibahas tiga factor yaitu factor jasmaniah, factor psikologis, dan factor kelelahan. [13]
1)      Faktor jasmaniah
Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan serta bagian-bagiannya bebas dari penyakit. Proses belajar akan terganggu apabila kesehatan seseorang terganggu, agar anak didik dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan baukan hanya jasmaniahnya lebih-lebih rohaniyahnya. Agar kesehatan tetap terjamin seseorang harus melakukan ketentuan-ketentuan seperti, bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, rekreasi, dan ibadah.
2)      Faktor psikologis
Paling tidak ada tujuh factor yang tergolong ke dalam factor psikologis yang mempengaruhi belajar. Factor-faktor itu adalah intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kelelahan. Semua faktor ini sangat mempengaruhi belajar.
3)      Faktor kelelahan
Kelelahan pada seorang walaupun sulit dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmaniah dan kelelahan rohaniah(bersifat psikis)
b.      Faktor ekstern
Faktor  ekstern yang berpengaruh terhadap belajar, dapat dikelompokan sebagai berikut.:



1)      Faktor keluarga
Siswa yang mengikuti belajar akan mendapat pengaruh dari keluarga dari cara orang tua mendidik, kerja sama antar keluarga, suasana keluarga, keadaan ekonomi keluarga
2)      Faktor sekolah
Faktor  sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplis sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar,dan tugas rumah.
3)      Faktor masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Factor tersebut karena keberadaan siswa dalam masyarakat.
3.      Tujuan Pendidikan Nilai
            Ada dua tujuan pendidikan nilai apabila dilihat dari pendekatan anlisa nilai tujuan tersebut adalah pertama adalah membantu siswa untuk menggunakan kemampuan berpikir logis dan penemuan ilmmiah dan penemuan ilmiah dalam menganalisa sosial. Kedua, membantu siswa untuk menggunakan proses berpikir rasional dan analitik dalam menghubung-hubungkan dan merumuskan konsep tentang nilai nilai-nilai mereka.
Tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan klarifikasi nilai ini ada tiga;
1.      Membantu siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain
2.      Membantu siswa supaya bisa berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang  lain.
3.      Membantu siswa supaya mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional
          Kohlberg (1977) menjelaskan bahwa tujuan pendidikan nilai adalah  mendorong perkembangan tingkat pertimbangan moral peserta didik.[14] Secara sederhana, Suparno melihat bahwa tujuan Pendidikan Nilai adalah menjadikan manusia berbudi pekerti. Ditambahkan lagi bahwa pendidikan nilai bertujuan untuk membantu peserta didik mengalami dan menempatkan nilai-nilai secara integral dalam kehidupan mereka. Sehingga peserta didik dapat mengembangkan kemampuan untuk mengontrol tindakanya, dan memahami keputusan moral yang diambilnya. [15]
             Dalam proses pendidikan nilai, tindakan-tindakan pendidikan yang lebih spesifik dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang lebih khusus sebagaimana diungkapkan Komite APEID (Asia and the Pasific Programme of Education Innovation for Development) bahwa Pendidikan Nilai secara khusus ditujukan untuk:
a.       menerapkan pembentukan nilai kepada peserta didik
b.      menghasilkan sikap yang mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan,
c.       membimbing perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai tersebut.
          Dengan demikian, Pendidikan Nilai meliputi tindakan mendidik yang berlangsung mulai dari usaha penyadaran nilai sampai pada perwujudan perilaku-perilaku yang bernilai. Namun tujuan yang paling penting adalah memberikan pengajaran kepada siswa, supaya mereka berkemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum sebagai warga dalam suatu masyarakat yang demokratis.
        Menurut Warner dan pefleur dapat dijelaskan bahwa sikap jika sudah diterjemahkan kedalam tindakan, dapat melahirkan nilai. Dan sebagai tujuan pendidikan nilai itu sendiri adalah penanaman nilai tertentu dalam diri siswa. Pengajarannya bertitik tolak dari nilai-nilai sosial tertentu, yakni nilai-nilai pancasila dan nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia lainnya, yang tumbuh berkembang dalam masyarakat Indonesia.[16]Ada tiga hal yang menjadi sasaran pendidikan nilai;
a.       Membantu peserta didik untuk menyadari makna nilai dalam hidup manusia
b.      Membantu pengalman dan pengembangan pemahaman serta pengalaman nilai
c.       Membantu peserta didik untuk mengambil sikap terhadapa aneka nilai dalam perjumpaan dengan seksama agar dapat mengarahkan hidupnya bersama orang lain secara bertanggung jawab. [17]

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Hakikat pendidikan nilai bermuara pada tujuan pendidikan nasional yang dimuat dalam undang-undang RI tentang system pendidikan Nasional atau UUSPN 28 Agustus 2003 memuat tujuan menjadi manusia beriman, bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berahlak mulia, sehat jasmani dan rohani, kerja keras, mandiri, estetis berilmu, kreatif, produktif, mampu bersaing, cakap, demokratis memiliki wawasan keunggulan, harmonis dengan lingkungan alam, memiliki tanggung jawab sosial, dan memiliki semangat kebangsaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
             Tujuan dari pendidikan nilai adalah suatu sasaran, tujuan, ataupun sesuatu yang akan di capai dalam proses pentransperan ilmu yang memungkinkan perubahan tingkah laku, atau perbuatan yang mengarah kebaikan dalam pandangan hukum manusia dan Allah.swt prilaku atau moral sebagai sasaran utama dari tujuan pendidikan Nasional maupun matapelajaran yang selalu diusahakan oleh seorang guru. Dalam mengelola materi pelajaran, metode, alat, bahan ajar sehingga peserta didik merasa nyaman, senang dalam mengikuti pelajaran sehinnga apa yang dicita-citakan oleh semua pihak tercapai yaitu menjadinya manusia yang berahlak mulia seperti tugas nabi Muhammad saw diutus kemuka bumi hanya lah untuk menyempurnakan ahlak.
      Tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan klarifikasi nilai ini ada tiga;
1.      Membantu siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain
2.      Membantu siswa supaya bisa berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang  lain.
3.      Membantu siswa supaya mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional
B.     Saran
             Makalah yang penulis buat ini jauh dari kesempurnaan baik dari segi buku reperensi, penulisan apalagi kata-kata yang tidak terurai dengan baik. Penulis mengharap kritikan dan masukan dari pembaca untuk perbaikan makalah ini kedepanya.
DAFTAR PUSTAKA
Amril M, Etika dan Pendidikan, Pekanbaru:LSFK2P, 2005
________,Integrasi Sains dan Values dalam Pendidikan, Pekanbaru:LPPM UIN SUSKA RIAU, 2013
________, Pendidikan Nilai;Telaah Epistimologis dan Metodologis Pembelajaran Ahlak di Sekolah, Pekanbaru: LPPM UIN SUSKA RIAU, 2011
Darmiyanti Zuchdi, Humanisasi Pendidikan ;Menemukan Kembali Pendidikan yang Manusiawi, Jakarta: Bumi Aksara, 2009
Lukman Ali, Kamus Besar bahasa Indonesia, Jakarta: PT.Balai Pustaka, 1997
S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta: PT.Bumi Aksara, 1999
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara, 2007
Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Rafika Aditama, 2011
Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta, 2011
Sofyan Sauri dan Herlan Firmansyah, Meretas Pendidikan Nilai,  Bandung: CV Armico, 2010
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi, Jakarta:PT.Rineka Cipta, 2009
Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter, Jakarta;PT Raja Grafindo Perssada, 2013
Zaim Mubarok, Membumikan Pendidikan Nilai Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yangb Tercerai, Bandung: PT. Alfabeta, 2008
www.komponen-komponen pendidikan html






[1] Amril M, Etika dan Pendidikan, (Pekanbaru:LSFK2P, 2005), hlm. 5
[2] Sofyan Sauri dan Herlan Firmansyah, Meretas Pendidikan Nilai, ( Bandung: CV Armico, 2010), hlm. 6
[4] Sofyan Sauri dan Herlan Firmansyah, Op Cit., hlm. 9
[5] Amril M,Integrasi Sains dan Values dalam Pendidikan, (Pekanbaru:LPPM UIN SUSKA RIAU, 2013), hlm. 48
[6] Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2011) hlm. 97
[7] Mahmudayeli, Op Cit., hlm. 101
[8]  Lukman Ali, Kamus Besar bahasa Indonesia, (Jakarta: PT.Balai Pustaka, 1997),  hlm.1076
[9] S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 1999), hlm. 60
[10] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran. (Jakarta: Bumi Aksara, 2007) , hlm. 3
[11] Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan Islam, ( Jakarta: PT. Rafika Aditama, 2011), hlm., 101
[12] www.komponen-komponen pendidikan html
[13] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi, (Jakarta:PT.Rineka Cipta, 2009), hlm.54
[14]  Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter, (Jakarta;PT Raja Grafindo Perssada, 2013), hlm. 128
[15] Darmiyanti Zuchdi, Humanisasi Pendidikan ;Menemukan Kembali Pendidikan yang Manusiawi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 6
[16] Zaim Mubarok, Membumikan Pendidikan Nilai Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yangb Tercerai, (Bandung: PT. Alfabeta, 2008), hlm. 75
[17] Amril M, Pendidikan Nilai;Telaah Epistimologis dan Metodologis Pembelajaran Ahlak di Sekolah, (Pekanbaru: LPPM UIN SUSKA RIAU, 2011), hlm.34



Baca Artikel Terkait: