-->

Selasa, 24 Januari 2023


Angkasawan.org.

JAKARTA -- Ketika tahun 2007 astronot Malaysia, Sheikh Muszaphar Shukor, mengikuti misi perjalanan ke ruang angkasa, dia bertanya pada ulama tentang tata cara shalat.

Shukoor memang bukan Muslim pertama yang ke luar angkasa, tetapi pertanyaannya menjadi bahan perhatian dari 150 ilmuwan Muslim dan ulama di bawah naungan badan antariksa Malaysia.

Dilansir dari Muslim Village, Selasa (22/9), konsensus 150 ilmuwan dan ulama itu menjadi fatwa yang disetujui oleh Dewan Fatwa Nasional Malaysia.Muslim World Journal mencatat ringkasan fatwa tersebut.

Soal arah kiblat, para ulama mengatakan ada empat pilihan. Pertama, menghadap Kakbah di bumi (yang akan bergerak relatif terhadap ISS). Kedua, menghadap proyeksi Kakbah di langit. Ketiga, menghadap bumi. Keempat, menghadap mana saja.

Berkaitan dengan berdiri, ruku dan sujud, para ulama menyederhanakan masalah ini. Dia cukup melakukan gerakan yang dimungkinkan dalam sebuah kostum ruang angkasa, bahkan jika itu berarti shalat tanpa gerakan atau berbaring. Ini hal yang sangat membantu di tengah medan gravitasi nol!

Fokusnya, tentu saja, memungkinkan seorang Muslim beribadah tanpa memaksanya melakukan sesuatu yang mungkin sangat sulit atau berbahaya. Para ulama juga memutuskan, waktu puasa, seperti halnya shalat, ditentukan oleh waktu dari tempat peluncuran.

Lantas, bagaimana masa depan umat Islam di luar angkasa? Sangat mungkin bahwa dengan pesatnya kemajuan teknologi dan penjelajahan ke luar angkasa, umat Islam akan terus terlibat dalam perjalanan ruang angkasa. Maka, hanya masalah waktu sebelum hukum antarplanet memunculkan ijtihad baru di tingkat yang lebih besar.(bui)




Baca Artikel Terkait: