-->

Selasa, 29 September 2015




Ilustrasi : Jokowi (kiri) menyalami sejumlah guru pada acara silaturahmi dengan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) se-kota Palembang di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (25/6/2014).

Jakarta ,- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berencana menghapus tunjangan profesi guru (TPG). Alasan penghapusan, ada guru yang sudah menerima TPG tapi belum bermutu baik. Alasan lainnya, di Undang-undang Aparatur Sipil Negara (ASN) PNS hanya akan menerima tunjangan kinerja.

Kontan saja rencana penghapusan tunjangan profesi guru (TPG) ini ditentang oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Sebab, ketika kampanye presiden sudah berjanji tidak akan menghapus tunjangan itu.

Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Sulistiyo mengatakan, saat menjelang Pilpres 2014 lalu, Joko Widodo (Jokowi) berkunjung ke Kantor PB PGRI. Pada saat itu Jokowi berjanji bahwa TPG tidak akan dihapus, bahkan akan ditambah. 

Jokowi juga meminta agar PGRI meluruskan SMS yang beredar menjelang pilpres tersebut yang menyatakan jika dirinya terpilih menjadi presiden TPG akan dihapus. Pada saat Rakorpimnas PGRI akhir Juni 2014, Jokowi kembali menyatakan di depan peserta Rakorpimnas bahwa kelak jika dia terpilih sebagai presiden tidak akan menghapus tunjangan profesi.

"Jadi jika Kemendikbud akan menghapus TPG, berarti Anies Baswedan, telah memberikan andil besar sehingga Presiden Jokowi membohongi guru," tegas Sulistiyo dalam siaran persnya, Sabtu (26/09) seperti dikutip Sindonews. 

Adapun dasar hukum pemerintah ingin menghapus TPG karena adanya UU ASN, Sulistiyo mengatakan, ada pemahaman yang salah dari pejabat Kemendikbud. Sebab TPG dan TPD (Tunjangan Profesi Dosen) harus tetap diberikan karena hal itu merupakan amanat UU Nor 14/2015 tentang Guru dan Dosen (UUGD). 

Dalam UUGD tertulis sangat jelas bahwa guru (termasuk dosen) yang telah memperoleh sertifikat pendidikan (mengikuti sertifikasi) akan memperoleh satu kali gaji pokok. Diketahui, sampai saat ini sekitar 1,6 juta guru telah memperoleh TPG. Masih sekitar 1,5 juta guru belum memperolehnya. 

"Sangat jelas bahwa untuk mengatur dan mengelola guru ya dasarnya UUGD bukan ASN. Kecuali guru sebagai PNS, jika ada hal yang belum diatur dalam UGD. Perlu diingat, tidak semua guru adalah ASN. Guru di sekolah swasta, guru tetap termasuk guru honorer itu tidak termasuk ASN. Mereka punya hak memperoleh TPG tetapi belum diatur penghasilan lainnya menurut ASN," ujarnya.

Sulistiyo memberi contoh, jika ada orang mencuri kayu milik Perhutani, orang tersebut tidak dikenai pasal korupsi walau kayu itu milik pemerintah, tetapi UU Perhutani. Sama halnya juga jika orang membeli bahan bakar subsidi, pada hal dia tidak berhak memakainya, orang yang bersangkutan tidak dikenaikan pasal korupsi tetapi UU Migas. 

"PGRI tentu percaya dan akan memegang janji teguh Jokowi. Jika guru dibohongi, tentu PGRI tidak tinggal diam, terlebih kalau penghasilan pegawai dan pejabat lain naik, malah guru turun, karena TPG dihapus. Jangan salahkan guru jika mereka berbondong-bondong mendatangi Istana menangih janji presiden," kata Sulistiyo mengancam.

red: abu faza

sumber: sindonews/okezone.com




Baca Artikel Terkait: