-->

Minggu, 17 Januari 2016

YOGYAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan mengumumkan fatwa mengenai Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) pada awal Februari 2016. Saat ini MUI masih mengumpulkan bukti otentik serta mengkaji apakah organisasi itu sesat atau tidak.

"Kemungkinan awal Februari kami bisa umumkan," kata pengurus Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Ridha Salamah seusai diskusi tertutup mengenai Gafatar di Kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Ahad (17/1).

Ridha mengatakan sebelum mengeluarkan fatwa, MUI melakukan diskusi sebagai bagian dari penelitian serta penghimpunan data otentik mengenai Gafatar. Selain di Yogyakarta, acara serupa juga dilakukan di Palembang dan Aceh.

Menurut dia, fatwa mengenai sesat atau tidak sesatnya suatu organisasi secara resmi akan dikeluarkan oleh komisi fatwa MUI Pusat. Untuk mengeluarkan fatwa tersebut dibutuhkan pengkajian yang matang melalui bukti otentik serta data yang akurat.

"MUI sedang meningkatkan semua landasan fatwa agar diiringi dengan penelitian dan metodologi yang absah sehingga di kemudian hari tidak digugat oleh banyak pihak baik akademisi, praktisi maupun ahli agama," kata dia.

Meski dugaan kesesatan Gafatar diakui sudah ada, namun menurut Ridha MUI masih membutuhkan bukti-bukti lanjutan yang meyakinkan bahwa organisasi itu merupakan metamorfosis dari Al-Qiyadah al-Islamiyah di bawah pimpinan Ahmad Musadeq yang sudah dinyatakan sesat oleh MUI pada 2007.

"Kesaksian salah satu pengurus yang mengatakan benar Ahmad Musadek di belakang mereka memang ada saksinya. Tapi kami menunggu saksi-saksi lainnya yang siap mengatakan secara meyakinkan," kata Ridha.

Seperti halnya Al-Qiyadah al-Islamiyah, Gafatar dapat dikatakan sesat apabila terbukti secara ideologi ingin menyatukan ajaran Islam, Kristen, dan Yahudi, serta ingin mengubah sejumlah ketentuan ajaran Islam. "Jika mereka mengatakan mereka bukan bagian dari Islam, maka tidak ada masalah," kata dia.

Mengenai hilangnya sejumlah warga di berbagai daerah karena diduga mengikuti kegiatan Gafatar, ia mengemukakan, tidak dapat dijadikan landasan kesesatan organisasi itu. Apalagi belakangan, katanya, terbukti bahwa sejumlah warga yang eksodus ke basis-basis Gafatar melakukannya secara sadar.

"Itu tidak bisa dikatakan kesesatan, penculikan, bukan juga pidana," katanya.(republika)




Baca Artikel Terkait: