-->

Jumat, 05 Februari 2016


Surakarta —- Haji adalah event yang khas. Meski setiap tahun dilakukan dengan persiapan matang, potensi masalahnya tetap ada karena setiap tahun orangnya berbeda. 

“Meski aturannya sudah dijalankan, manasik sudah dilaksanakan, dan lainnya, tapi karena yang menjalani berbeda, sehingga masalah senantiasa timbul,” terang Menag saat memberikan kuliah umum tentang Keselamatan dan Kesejahteraan Jamaah Haji: Pengalaman dari berbagai Kecelakaan di Auditorium Moh. Djazman UMSSurakarta, Rabu (03/02).

Hadir dalam kesempatan ini Staf Khusus Menteri Agama Hadi Rahman, Direktur Pembinaan Haji Muhajirin Yanis, RektorUMS Bambang Setiaji, Rektor IAINSurakarta Mudofir, Ketua PP Muhammadiyah dan forum rektor, serta civitas akademika UMS.

Menurut Menag, karakteristik jamaah haji Indonesia sangat khas. “98,45% jamaah haji Indonesia adalah mereka yang belum pernah berhaji. Bahkan dari jumlah itu, lebih dari 60% dari mereka belum pernah ke luar negeri,” jelas Menag. 

Selain itu, 25,31% jamaah haji Indonesia berusia di atas 60 tahun. 34% dari meraka juga hanya lulusan lulusan SD, dan lebih dari 10% hanya menguasai bahasa daerah. “Jangankan bahasa asing, Bahasa Indonesia saja mereka tidak cukup familiar,” tuturnya. 

Potensi  masalah juga muncul dari fakta bahwa ritual tahunan ini diadakan di negara lain dengan budaya, kultur, tradisi, bahasa, dan bahkan cuaca yang berbeda. Pola pikir masyarakat Arab juga berbeda dengan umumnya masyarakat Indonesia. 

“Haji itu misteri Ilahi. Meski dipersiapkan sematang apapun, ada saja persoalan yang muncul. Contohnya adalah peristiwa Mina yang terjadi di luar dugaan siapapun,” tuturnya.

Penyelenggaraan jamaah haji 1436H/2015M diwarnai peristiwa Mina yang menelan banyak korban meninggal, termasuk 125 jamaah haji Indonesia dan 5 warga negara Indonesia (WNI) yang sedang bekerja di Arab Saudi. Peristiwa yang terjadi pada 24 September ini terjadi karena jamaah yang akan menuju ke tempat lempar jumrah (jamarat) berdesak-desakan di Jalan Arab No 204 Mina.

Prioritas Lansia

Menag Lukman Hakim menjelaskan bahwa tahun ini akan tetap memprioritaskan jamaah lansia dengan kriteria berusia 75 tahun ke atas. Kenapa 75 tahun, Menag mengatakan bahwa secara nasional jumlah lansia dengan kriteria tersebut jumlahnya masih banyak, mencapai 6 – 7 ribu. Jika kriteria usianya diturunkan menjadi 70 tahun, jumlahnya meningkat sampai belasan ribuan. Padahal, lanjut Menag,  sisa kuota pada pelunasan tahap pertama rata-rata jumlahnya hanya 10 – 11 ribu.

Sejak tahun 2014, Menag secara ketat menerapkan kebijakan bahwa siswa kuota hanya diperuntukan bagi yang berhak. Sejalan itu, pelunasan kuota diterapkan dalam 2 tahap. Tahap pertama, kuota diperuntukan bagi yang memang berangkat pada tahun ini. Jika sampai batas akhir masih ada sisa, maka itu akan diperuntukan bagi jamaah haji yang lunas tunda karena gagal sistem, penggabungan mahram jamaah, dan jamaah haji lansia.

Menag menyadari bahwa antrian haji semakin panjang sehingga usia calon jamaah haji juga semakin tua. Untuk itu, Menag mengajak masyarakat untuk saling memberikan pemahaman bahwa kewajiban haji hanya sekali. “Maka bagi yang sudah berhaji mohon beri kesempatan bagi saudara kita yang belum berhaji,” harap Menag. (kemenagRi)




Baca Artikel Terkait: