-->

Sabtu, 02 April 2016




Kisah Mualaf William Rhew: Konsep Ketuhanan dalam Islam Sungguh Sederhana

Namaku William Rhew dari kota Johnson, Tennese, Amerika Serikat. Aku dibesarkan dalam keyakinan Kristiani aliran Pantekosta. Bukannya kedamaian, agama ini malah menyisakan banyak pertanyaan yang tak berjawab dalam benak. Itulah awal aku mempelajari Islam yaitu untuk menemukan jawaban atas banyak pertanyaan yang tak bisa dijawab oleh iman Kristen.

Seolah gayung bersambut, takdir mempertemukanku dengan perempuan muslim bernama Sophia. Gadis ini pula yang memperkenalkanku dengan Taneem Aziz, salah satu pendiri Masjid setempat di kota Johnson. Semua hal tentang Islam yang aku tahu saat ini berasal darinya. Apabila ada hal yang tidak kudapat dari Taneem Aziz, maka dia pasti memberi sesuatu sebagai gantinya. Entah itu buku-buku keislaman, website bahkan Al Quran.

Satu hal yang membuatku sangat tertarik pada Islam adalah konsep ketuhanan yang begitu sederhana. Bagiku Tuhan adalah Tuhan. Tak perlu ada tambahan atau status lain bagi Tuhan, yang anak tuhan, tuhan bapa, dan sebagainya. Menurutku, ini adalah sesuatu yang luar biasa dan sangat indah.

Keindahan lain yang membuatku terpesona adalah Islam tidak hanya mendorong pemeluknya untuk memunyai hati dan pikiran yang bersih dan suci tapi juga menghadirkannya dalam bentuk sikap dan perbuatan. Di atas semua itu, Islam memunyai kitab suci yang masih terjaga kemurniannya. Itu memudahkan kita untuk membaca dan memahami isinya.

...Bagiku Tuhan adalah Tuhan. Tak perlu ada tambahan atau status lain bagi Tuhan, yang anak tuhan, tuhan bapa, dan sebagainya...

Banyak teman yang masuk Islam setelah mempelajarinya selama bertahun-tahun. Tapi aku memutuskan masuk Islam hanya sekitar 2 bulan sejak aku mulai mempelajarinya. Aku mantap dengan keputusan ini. Hanya saja aku agak khawatir dengan reaksi teman-teman dan keluargaku. Awalnya, aku masih menyembunyikan keislamanku dari mereka. Tapi lama-lama ayah dan ibuku mulai menyadari bahwa ada yang berbeda dengan diriku.

Aku ketahuan tak lagi makan daging babi. Kalau alkohol aku memang menjauhinya dan tak pernah mabuk bahkan sebelum masuk Islam. Mereka menyaksikan aku melakukan hal aneh di pagi buta yang itu adalah salat Subuh. Kemudian teman-temanku pun sudah berbeda dari sebelumnya. Meskipun lama-lama mereka tahu, tapi kami tak pernah membicarakan tentang Islam secara terbuka di rumah ini. Aku hanya tak ingin memicu konflik dengan orang tuaku.

Empat tahun telah berlalu sejak aku berikrar syahadat di tahun 2012 saat berusia 17 tahun. Saat ini aku sudah duduk di bangku kuliah dan memegang jabatan sebagai presiden dari Asosiasi Pelajar Muslim di kampus tempat aku menuntut ilmu. Aku ingin menunjukkan bahwa Islam dan Muslim itu tidak identik dengan ekstrimis sebagaimana digambarkan oleh media barat. Tidak mudah karena orang-orang sudah terlanjur menyamaratakan. Tapi aku tidak akan menyerah. Semoga ini menjadi lahan amalku untuk bisa meluruskan persepsi orang tentang Islam. Insya Allah. (voa-islam.com)



Baca Artikel Terkait: