-->

Rabu, 09 November 2016


INILAH ANALISA SANGAT MENARIK PETA SOCMED & AKSI 4 NOVEMBER

“Kalian Semua Suci Aku Penuh Doxa”-Kaum Sophist.
(by SEMUT IBRAHIM)*
Assalammu’alaikum, 

Ahh akhirnya bisa nulis lagi sehabis berperang melawan macetnya jalan di daerah Citos, Jakarta Selatan. Maklum, sebagai kaum kelas menengah SES BC yang tinggal di Depok, kami harus berjibaku dengan jalanan agar bisa tetap makan dan nabung buat nikah. 

Kali ini, kita akan membahas gerakan Semut Ibrahim dari sisi digitalnya, which is kami sehari-hari memang berurusan dengan tetek bengek digital ini. Btw, inisiatif kami bergerak salah satunya karena dipaparkan beberapa data yang berhubungan dengan aksi damai 411 dari seorang pakar Big Data, Co-Founder Awesometrics bernama Pak Ismail Fahmi. Kami sudah meminta izin beliau untuk menampilkan hasil olahan datanya dan penjelasan-penjelasannya di catatan ekslusif ini. Kami akan menjelaskannya setajam singlet! Mari kita bahas satu persatu. Btw, bahasannya bakal agak berat, tapi gak seberat waktu diputusin tanpa kabar sih. Hiks. 

Oke, kita mulai.

Data-data di bawah diambil sebelum aksi 4 November 2016, data diambil pada tanggal 31 Oktober 2016. Sumber dari Twitter dengan keyword: "demo 4 november" or "demo 4 nopember". Software: powered by Perl.

Data Pertama: Mengetahui Propaganda dan Pembicaraan Tentang Demo 4 November 2016 di media sosial.


(Gbr1: All the universe of the conversation. Aneh, isu demo ini ternyata gak terlalu ramai di socmed. Hanya segelintir buzzer yg meramaikan, dan diretweet oleh followernya.)

(Gbr.2: Tiga buzzers. Dua diantaranya share the same 'followers')

(Gbr.3: Persepsi yang dibangun di socmed)

(Gbr.4: Topic map di media online. Banyak memberitakan antisipasi yang dilakukan oleh aparat.)
Sudah mulai pusing mblo? bingung dengan pola visual di atas maksudnya gimana? kita lanjutkan dulu ya.

Data Kedua: Mengetahui Kubu Pro, Netral, dan Kontra Aksi 411.

Data-data pertama masih diambil dengan keyword "demo 4 november" or "demo 4 nopember" sehingga baru terlihat kubu kontra aksi, belum terlihat mana kubu pro aksi dan netral. Ditambahlah keyword: “Bela Islam”, muncullah peta data dari kubu pro aksi dan netral. Berikut penampakan SNA (Social Network Analysis)nya:


(Gbr.5: Boom! Terlihatlah kubu pro aksi, kontra aksi, dan netral.)
Oke, sedikit penjelasan, kiri gambar adalah kubu pro aksi 411, ya kamu bisa liat ada @maspiyungan, @DPP_FPI, @syihabrizieq, dan lainnya. Tengah adalah kubu netral dan wownya adalah detikcom. Kanan gambar kubu kontra aksi 411, ada yang paling gede @ulinyusron, @sahaL_AS, @kurawa, @PartaiSocmed dan lainnya. Anak twitter pasti gak asinglah sama nama-nama itu. Bisa terlihat polarisasi yang terjadi kan? Semut Ibrahim berada di mana? di hati para perindu cinta.

Oke, mungkin banyak yang bertanya tentang arti warna, garis, dan titik-titik di atas, mari kita bedah. Warna hijau dan merah menunjukkan sentimen negatif dan positif (namun di SNA ini sentimen tidak diset akurat). Lalu titik-titik dan garis-garis itu apa? nah itu yang seru, salah satu alasan besar Semut Ibrahim tergerak untuk turut berperan kecil.

Lanjut terus yes bacanya.




(Gbr.6-7: Topic map di media online setelah ditambahkan keyword Bela Islam)

(Gbr6: Opinion leader dan posisi yang mereka usung (top tweets). Tweet dengan retweet terbanyak)

(Gbr.9: Top 5 akun yang memiliki engagements tertinggi.)
Data Ketiga: Mendeteksi Robotnya Para Buzzer.

Nah yang seru di sini nih. Data berikutnya adalah tentang robot. Ya, gak

dipungkiri lagi kalau di dunia media sosial apalagi yang berhubungan dengan ‘kepentingan’ pasti ada permainan para robot atau biasa disebut bots. Kita akan mendeteksi bots yang digunakan oleh para buzzers atau top influencers. Untuk meningkatkan amplifikasi dengan cepat, menurut perkiraan Pak Ismail Fahmi hampir semua top influencers memanfaatkan jasa robot. Btw, biar gak salah kaprah, buzzer itu bukan konotasi yang negatif ya, banyak banget buzzer baik. Di tim kami juga ada buzzer, biasanya ngebuzz brand-brand gitu, lumayan katanya buat nambahin tabungan nikah: “Yang penting halal dan prinsip gue gak bakal pernah nge-buzz alkohol, rokok, pembesar, peninggi, pemanjang, dan pengencang”.
Nah, mari kita lihat, di dalam dua kelompok yang head-to-head ini, dimana robot-robot itu berada?


(Gbr.10: Beda 'real user' dan robot. Kelihatan gak bedanya?)


(Gbr.11: Dari ciri-ciri pola interaksinya sih user dalam lingkaran putus-putus itu adalah robot. Sekaligus, jika entitas itu robot maka dia akan membuat pola yang sama dan teratur. Lihat deh, titik-titik di atas teratur banget kan, karena dia memakai pola logika robot. Kalau kamu putus-putus jugakah cintanya?)
Ciri-ciri robot:
- Menjalankan perintah tuannya saja.
- Gak aktif, gak punya inisiatif.
- Gak ikut aktif dalam pembicaraan, hanya meretweet target-target tertentu saja

Ciri-ciri real user: 
- Gak punya pola retweet tertentu. Bisa meretweet, membalas siapapun.
- Aktif dalam engagement dan percakapan. 
- Gak mojok sendirian.

Nah, dari dua kelompok ini, mana yang memiliki real users yang besar, dan mana yang lebih banyak disupport oleh robot? kamu bisa jawab sendiri kan sekarang? Dari data inilah kami akhirnya tergerak untuk mencoba berperan walau kecil di dunia digital. 

Gile, banyak amat robotnya! Bisa dibawa ke opini yang kurang baik nih! Kita harus gerak coy!

Kami paham bahwa berkontribusi harus dibagi-bagi, nggak cuma di jalan. Di dimensi digital kita juga bisa berjihad (sedap banget gak bahasanya? wkwk), salah satunya dengan mencoba ‘menenangkan’ para robot yang berpotensi menebar isu anti kedamaian. Kami saat melihat data-data ini inget tentang kajian Doxa. “Kalian semua suci aku penuh dosa?”. Beda, ini bukan dosa, tapi doxa.

(Buzzer yang udah gak urusan sama baik buruk benar salah yang penting dibayar, pasti akan membabi buta, mengoceh sana-sini dengan bantuan botsnya. Mirip jomblo yang sudah menahun, ngoceh melulu kerjaannya.)

Ada yang tahu apa itu doxa? kita coba bedah sedikit ya biar bisa lihat relevansinya.

Doxa adalah opini populer yang berusaha orang ciptakan untuk mengambil keuntungan pribadi/kelompoknya sendiri. Yunani pada zaman dulu menggunakan demokrasi sebagai sistem pemerintahan sama seperti di Indonesia sekarang. Sistem pemerintahan ini menentukan policy (kebijakan) berdasarkan suara terbanyak. Untuk melanggengkan sistem demokrasi dibuatlah adagium "Vox populi vox dei" yang artinya "Suara rakyat adalah suara Tuhan."

Dalam tataran ideal, sistem demokrasi ini bagus karena bisa mengakomodasi general will (kehendak umum) rakyat. Sehingga rakyat bisa didengar aspirasinya dan distribusi kebutuhan menjadi sesuai dan tepat sasaran. Namun, pada praktiknya, suara rakyat bisa direkayasa, disetir, dan diarahkan dengan cara membentuk opini umum (doxa) tentang beberapa masalah. Hal ini membuat artikulasi dari isi hati dan kebutuhan asli rakyat tidak tersuarakan. Rakyat terkena racun propaganda. 
Pada masa Yunani dulu, terdapat sekolompok orang yang lihai dalam beretorika. Mereka bisa membuat mayoritas rakyat setuju dengan argumentasi mereka. Mereka sangat cerdik mempersuasi massa. Mereka bernama kaum sophist.

Kaum sophist ini secara motif dan fungsi sama seperti buzzer-buzzer yang bersebaran di media sosial sekarang. (Ingat ya, buzzer itu bukan konotasi negatif, ini semua tergantung buzzernya). Mereka menyuarakan pendapat, argumentasi, dan opini yang membawa massa pada keuntungan pribadi atau kelompok yang membayar si buzzer itu. Buzzer tidak peduli dengan kebenaran dan fakta. Yang mereka pedulikan adalah berhasil tidaknya mereka membuat opini umum (doxa) yang sesuai dengan pesanan si klien yang membayar mereka. Pada konteks Aksi Damai 411. Kaum sophits alias buzzer ini melakukan framing dan menyudutkan Aksi Damai 411.

Itulah salah satu alasan kami inisiatif membuat gerakan Semut Ibrahim. Karena kami sadar kaum sophist sudah ada dari dulu hingga sekarang. Hal ini harus diimbangi dengan gerakan alternatif yang tidak punya kepentingan apa-apa, yang memang dari awal hanya ingin konsisten membawa pesan cinta, damai, dan keadilan tapi belum sejahtera dan masih jomblo juga sampai sekarang. Kami mencoba mengimbangi opini yang akan mereka buat, dengan sadar bahwa kelemahan mereka ada di engagementnya. Maka kami membuat strategic plan agar pesan cinta, damai, dan adil bisa semarak di timeline para pengguna medsos di manapun berada, dengan siapa, semalam berbuat apa.
Oiya, sekali lagi terimakasih untuk Pak Ismail Fahmi yang sudah memberi izin data-data dan penjelasannya kami pakai. Semoga bapak makin awesome!.

Sampai jumpa di artikel berikutnya, tentang analisa hasil data dari Inbound Strategy Semut Ibrahim di dunia digital kemarin. Bocorannya dikit, reach/jangkauan kami sudah mencapai 1,5 juta dalam 3 hari, alhamdulillah yah, setidaknya dari jumlah tersebut menandakan ada calon jodoh kami di seberang sana yang diam-diam ngefans. Cuih. Neng, kapan abang bisa silaturahim ke rumah ortu kamu? abang gak mau pacaran, maunya langsung nikah aja. 

Depok, 7 November 2016

Tim Semut Ibrahim

#DaripadaSendiriMendingGabungSamaKoloni


Sourche:https://semutibrahim.com/ http://www.portalpiyungan.co/
___



Baca Artikel Terkait: