-->

Senin, 16 Januari 2023

Stop Segala Bentuk Penistaan Terhadap al-Qur’an!

Padahal dalam hal ini permintaan umat cukup sederhana yaitu penegakan hukum bagi kesalahan yang dilakukan Ahok.

Oleh: Eva Arlini
Aktivis MHTI Sumut
[email protected]

RASULULLAH saw. bersabda: “Sungguh, Nabi saw. Tidak pernah marah terhadap sesuatu. Namun jika larangan-larangan Allah dilanggar, tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi amarah beliau.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

“Tidaklah beliau membalas karena dirinya kecuali kehormatan Allah swt dilanggar hingga beliau pun marah.” (HR. Bukhari)

Hadist-hadist inilah kiranya yang menjadi sandaran bagi kaum muslim untuk menunjukkan sikap marah terhadap penghinaan al Qur’an yang dilakukan oleh Ahok. Kemarahan umat ditunjukkan dengan berbagai aksi menuntut diadilinya Ahok atas kejahatan tersebut. Insya allah tanggal 4 November menjadi hari aksi umat Islam secara besar-besaran bertajuk, “Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI”. “Aksi Bela Islam II” dengan tajuk “Ayo Penjarakan Ahok” yang telah menista agama, menodai al Qur’an, melecehkan ulama dan menghina umat Islam. Sebagai muslim kita patut mendukung aksi umat Islam untuk mengawal fatwa MUI ini.

Anehnya sikap Presiden Jokowi sungguh menunjukkan ketidakberpihakan pada Islam dan umatnya. Bukannya segera merealisasikan tuntutan umat, namun justru Jokowi memilih mendinginkan suasana hati umat Islam. Pada selasa malam tanggal 1 November Jokowi adakan pertemuan dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pengurus Besar Nahdatul Ulama (MUI) dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Istana Merdeka, Jakarta. Seolah tuntutan umat sebuah kesalahan, ketika Jokowi berkata bahwa umat Islam memaksakan kehendak. Padahal dalam hal ini permintaan umat cukup sederhana yaitu penegakan hukum bagi kesalahan yang dilakukan Ahok. Bukankah sudah semestinya orang yang bersalah dihukum?

Dari masa ke masa, sebenarnya penistaan al Qur’an oleh orang kafir semacam Ahok bukan hal baru. Penistaan itu sudah dilakukan oleh kaum kafir sejak al Qur’an turun kepada Rasulullah saw. Sikap inilah yang pernah diadukan Rasulullah saw. kepada Allah swt: Berkatalah Rasul, ‘Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al Qur’an ini sebagai sesuatu yang dicampakkan.” (QS. Al Furqan: 30).

Rasulullah saw. Mengadukan prilaku kaumnya yang menjadikan al-Qur’an sebagai mahjur[an]. Mahjur[an] berasal dari kata al-hujr, yakni kata-kata keji dan kotor. Maksudnya mereka mengucapkan kata-kata batil dan keji terhadap al-Qur’an seperti tuduhan al-Qur’an adalah sihir, syair, atau dongengan orang-orang dulu (QS. Al-Anfal:31) (At-Thabari, Tafsir at-Thabari, 9/385-386).

Kata mahjur[an] bisa juga berasal dari kata al-hijr, yakni at-tark (meninggalkan atau mencampakkan). Jadi mahjur[an] berarti matruk[an] (yang ditinggalkan atau dicampakkan) (Abu Thayyib al-Qinuji, Fath al-Bayan fi Maqashid al-Qur’an, IX/305). Banyak sikap yang dikategorikan oleh para mufassir sebagai mencampakkan al-Qur’an. Di antaranya, menurut Ibnu Katsir, adalah: menolak untuk mengimani dan membenarkan al Qur’an; tidak men-tadabburi dan memahani al Qur’an, tidak mengamalkan serta mematuhi perintah dan larangan al Qur’an; berpaling dari al-Qur’an dan memilih jalan hidup selain al-Qur’an (Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, III/335).

Al Qur’an berisi sekumpulan aturan hidup mengenai ibadah mahdhah, pakaian, makanan, minuman, akhlak, muamalah dan uqubat. Hari ini, hukum-hukum Islam terkait muamalah dan uqubat seperti hukum tentang pemerintahan, pendidikan, ekonomi dan sanksi Islam telah diabaikan. Padahal mengabaikan sebagian ayat al-Qur’an dapat terkategori sebagai tindakan mencampakkan bahkan “melecehkan” al-Qur’an yang jelas-jelas diharamkan.

Gharah Juang Harus Tetap Menyala

Kesadaran umat hari ini dalam membela Islam harus terus dipupuk dan ditingkatkan. Dengan ghirah yang tetap menyala, sejatinya aksi besar-besaran umat Islam tak boleh berhenti pada upaya menuntut pemerintah agar Ahok diadili, namun terus dilanjutkan dengan tuntutan untuk segera menerapkan seluruh isi al Qur’an (syariah Islam) secara kaffah dalam institusi Khilafah ‘ala minhajjin nubuwwah. Hanya dengan itulah segala bentuk penistaan al-Qur’an bisa diakhiri. []

Sourche: islampos.com




Baca Artikel Terkait: