-->

Minggu, 24 Maret 2013



    BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Istilah tasawwuf tidak dikenal dalam kalangan generasi umat Islam pertama (sahabat) dan kedua (tabiin), ilmu tasawwuf menurut Ibn Khaldun merupakan ilmu yang lahir kemudian dalam Islam, karena sejak masa awalnya para sahabat dan tabiin serta genearasi berikutnya telah memilih jalan hidayah (berpegang kepada ajaran Al-Quran dan Sunnah Nabi) dalam kehidupannya, gemar beribadah, berdzikir dan aktifitas rohani lainya dalam hidupnya. Akan tetapi setelah banyak orang islam berkecimpung dalam mengejar kemewahan hidup duniawi pada abad kedua dan sesudahnya, maka orang – orang mengarahkan hidupnya kepada ibadat disebut suffiyah dan mutasawwifin[1] Nah insan pilihan inilah kemudian yang mengembangkan dan mengamalkan tasawwuf sehingga diadopsi pemikirannya sampai sekarang ini.

B.     Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah ahlak tasawuf. Sekaligus penambahan pengetahuan yang mendalam kepada kita tentang hubungan ahlak dengan tasawuf secara esensial dan eksisitensial. Manfaat dari pembuatan makalah ini untuk mengingatkan kita betapa besar jasa tokoh-tokoh Islam dalam memperjuangkan Islam khusus dalam ilmu ahlak tasawuf dan sampai pada masa sekarangpun jasa mereka masih kita rasakan.
Oleh karena itu kita sebagai generasi Islam yang beriman dan bertakwa  harus mengambil I’tibar dan menjadikan loncatan motivasi untuk  mengembangkan Islam ke depannya.


BAB 11
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Ahlak dan Tasawuf
Secara bahasa akhlak berasal dari kata  اخلق – يخلق – اخلاقا  artinya perangai, kebiasaan, watak, peradaban yang baik, agama Ahlak adalah sifat-sifat manusia yang terdidik.[2] Kata akhlak sama dengan kata khuluq. Dasarnya adalah:
QS. Al- Qalam: 4: وانك لعلى خلق عظيم
QS. Asy-Syu’ara: 137: ان هذا الا خلق الاولين
Hadis :انما بعثت لاتمم مكارم الاخلاق
Menurut Istilah, akhlak adalah:
  1. Ibnu Miskawaih: sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melaksanakan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran danpertimbangan.
  2. Imam Ghazali: sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan yang mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Manfaat mempelajari Ilmu Akhla
  1. Menetapkan criteria perbuatan yang baik dan buruk.
  2. Membersihkan diri dari perbuatan dosa dan maksiat.
  3. Mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas kehidupan manusia.
  4. Memberikan pedoman atau penerangan bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik atau buruk.[3]
Secara bahasa tasawuf diartikan sebagai Sufisme (bahasa arab: تصوف ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf adalah nama lain dari “mistisisme dalam Islam”.[4] Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam. Tarekat (pelbagai aliran dalam Sufi) sering dihubungkan dengan Syiah, Sunni, cabang Islam yang lain, atau kombinasi dari beberapa tradisi. Pemikiran Sufi muncul di Timur Tengah pada abad ke-8, sekarang tradisi ini sudah tersebar ke seluruh belahan dunia.        
Paham tasawuf terbentuk dari dua unsur, yaitu (1) Perasaan kebatinan yang ada pada sementara orang Islam sejak awal perkembangan Agama Islam,(2) Adat atau kebiasaan orang Islam baru yang bersumber dari agama-agama non-Islam dan berbagai paham mistik. Oleh karenanya paham tasawuf itu bukan ajaran Islam walaupun tidak sedikit mengandung unsur-unsur Ajaran Islam, dengan kata lain dalam Agama Islam tidak ada paham Tasawuf walaupun tidak sedikit jumah orang Islam yang menganutnya.[5]

B. Dasar-Dasar Qur`ani Tasawuf
         Diantara ayat-ayat yang menjadi landasan tasawuf adalah nash-nash Qura'ny yang menganjurkan untuk beribadah pada malam hari baik dalam bentuk bertasbih ataupun quyamullail diantaranya adalah firman Allah yang Artinya:
Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.(Q.S al-Isra' [17] ayat : 79 yang Artinya: “Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang. Dan pada sebagian dari malam, Maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari”. (Q.S al-Insan [76] ayat : 25-26) yang Artinya: “Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka”
         Tiga ayat di atas menunjukkan bahwa mereka yang senantiasa menjauhi tempat tidur di malam hari dengan menyibukkan diri dalam bertasbih dan menghidupkan malam-malamnya dengan shalat dan ibadah-ibadah sunnah lainnya hanya semata-mata untuk mengharapkan rahmat, ampunan, ridha, dan cinta Tuhannya kepadanya akan mendapatkan maqam tertinggi di sisi Allah.
Selain daripada hal-hal yang telah penulis uraikan sbelumnya, diantara pokok-pokok ajaran tasawuf adalah mencintai Allah dengan penuh ketulusan dan keikhlasan hal ini berlandaskan kepada firman Allah swt dalam Q.S at-Taubah ayat : 24 yang Artinya: ”Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan-Nya". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”.

         Ayat ini menunjukkan bahwa kecintaan terhadap Allah, Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya harus menjadi prioritas utama di atas segala hal, bahkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya harus melebihi di atas kecintaan kepada ayah, ibu, anak, istri, keluarga, harta, perniagaan dan segala hal yang bersifat duniawi, atau dengan kata lain bahwa seseorang yang ingin mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan mendambakan tempat terbaik diakhirat hendaknya menjadikan Allah dan Rasul-Nya sebagai kecintaan tertinggi dalam dirinya.[6]

C.    Hubungan Antara Akhlak dan Tasawuf Secara Eksisitensial dan Esensial
Ilmu tasawwuf pada umumnya dibagi menjadi tiga, pertama tasawwuf falsafi, yakni tasawwuf yang menggunakan pendekatan rasio atau akal pikiran, tasawwuf model ini menggunakan bahan – bahan kajian atau pemikiran dari para tasawwuf, baik menyangkut filsafat tentang Tuhan manusia dan sebagainnya. Kedua, tasawwuf akhlaki, yakni tasawwuf yang menggunakan pendekatan akhlak. Tahapan – tahapannya terdiri dari takhalli (mengosongkan diri dari akhlak yang buruk), tahalli (menghiasinya dengan akhlak yang terpuji), dan tajalli (terbukanya dinding penghalang [hijab] yang membatasi manusia dengan Tuhan, sehingga Nur Illahi tampak jelas padanya).
Dan ketiga, tasawwuf amali, yakni tasawwuf yang menggunakan pendekatan amaliyah atau wirid, kemudian hal itu muncul dalam tharikat. Sebenarnya, tiga macam tasawwuf tadi punya tujuan yang sama, yaitu sama–sama mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan yang terpuji (al-akhlaq al-mahmudah), karena itu untuk menuju wilayah tasawwuf, seseorang harus mempunyai akhlak yang mulia berdasarkan kesadarannya sendiri. Bertasawwuf pada hakekatnya adalah melakukan serangkaian ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Ibadah itu sendiri sangat berkaitan erat dengan akhlak. Menurut Harun Nasution, mempelajari tasawwuf sangat erat kaitannya dengan Al-Quran dan Al-Sunnah yang mementingkan akhlak.
 Cara beribadah kaum sufi biasanya berimplikasi kepada pembinaan akhlak yang mulia, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Di kalangan kaum sufi dikenal istilah altakhalluq bi akhlaqillah, yaitu berbudi pekerti dengan budi pekerti Allah, atau juga istilah al-ittishaf bi sifatillah, yaitu mensifati diri dengan sifat – sifat yang dimiliki oleh Allah.
Jadi akhlak merupakan bagian dari tasawwuf akhlaqi, yang merupakan salah satu ajaran dari tasawwuf, dan yang terpenting dari ajaran tasawwuf akhlaki adalah mengisi kalbu (hati) dengan sifat khauf yaitu merasa khawatir terhadap siksaan Allah.
Secara eksistensial pada hakikatnya ahlak dan tasawuf merupakan dua bangunan keilmuan yang saling mendukung dalam penerapaan-penerapan dan yang paling rasional adalah bahwa kedua ini memiliki orientasi yang sama, yaitu bagaimana agar manusia sebagai wakil / khalifah Allah di muka bumi senantiasa dapat menjalankan misi ilahiyah yang transendental beraksi dan menunjukan eksistensinya di muka bumi. [7]


BAB III
 PENUTUP

A.    Kesimpulan

Jadi dapat kita simpulkan bahwa hubungan ahlak dan tasawuf secara esensial dan eksistensial sangatlah berkaitan dan saling melengkapi. Dengan adanya ahlak dan ilmu tasawuf lah manusia sebagai khalifah di bumi ini bisa melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin di bumi ini. Dengan adanya ahlak dan tasawuf  jualah manusia sadar bahwa meraka adalah mahluk yang lemah dan hanya diciptakan untuk mengabdi kepada Allah.

B.     Saran
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini tedapat kesalahan-kesalahan baik penggunaan tanda baca dan dalam hal menggunakan kata, semua itu karena minimnya pengetahuan kami  tentang menulis, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat kontruktif demi kesempurnaan makalah ini untuk kedepannya,, terima kasih.













                                                               Daftar Pustaka

Amril M.,MA Dr. 2007. Ahlak Tasawuf. Pekanbaru: Program Pascasarjana UIN Suska Riau dan LSFK2P
H. Mustofa ,Drs., 1997. Ahlak Tasawuf, , Bandung : Pustaka Setia

.Asmaran MA , Dr. Pengantar Studi Ahlak. 2002, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Daudy ,Dr. Ahmad, Kuliah Ilmu Tasawuf, Jakarta: Bulan Bintang

Http//:Ibnuel-mubhar.blogspot.com


1Dr. Ahmad Daudy, Kuliah Ilmu Tasawuf, Penerbit : Bulan Bintang, Jakarta. Hal. 18.
2Dr.Asmaran MA . Pengantar Studi Ahlak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 1
3Http//:Maulidya Sri Wahyuni.com

4Drs. H. Mustofa, Ahlak Tasawuf, Pustaka Setia, Bandung, 1997, hal. 206

5MH. Amien Jaiz, 1980
6 Ibnuel-mubhar.blogspot.com
7 Dr. Amril M.,MA. Ahlak Tasawuf. Pekanbaru: Program Pascasarjana UIN Suska Riau dan LSFK2P. 2007.hal 29-30



Baca Artikel Terkait: