-->

Minggu, 24 Maret 2013

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Pentingnya pendidikan bagi anak usia dini didasarkan adanya berbagai hasil penelitian yang menyebutkan bahwa masa usia dini merupakan periode kritis dalam perkembangan anak. Berdasarkan kajian neurologi pada saat lahir otak bayi berkembang sangat pesat dengan menghasilkan bertrilyun-trilyun sambungan antar neuron yang banyak melebihi kebutuhan. Sambungan ini harus diperkuat melalui berbagai rangsangan psikososial, karena sambungan yang tidak diperkuat dan mengalami antrofi (penyusutan) dan musnah.

Fungsi pendidikan bagi anak usia dini tidak hanya sekedar memberikan berbagai pengalaman belajar seperti pendidikan pada orang dewasa, tetapi juga berfungsi mengoptimalkan perkembangankapabilitas kecerdasannya. Pendidikan di sini hendaknya diartikan secara luas, mencakup seluruh proses stimulasi psikososial yang tidak terbatas pada proses pembelajaran yang dilakukan secara klasikal. Artinya pendidikan dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, baik yang dilakukan sendiri dilingkungan keluarga maupun oleh lembaga pendidikan di luar lingkungan keluarga.
Pembelajaran harus dilakukan secara menyenangkan yaitu melalui bermain. Kesenangan yang dipereoleh melalui bermain memungkinkan anak belajar tanpa tekanan, sehingga disamping motoriknya, kecerdasan anak (kecerdasan kognitif, sosial-emosional, spritiual dan kecerdasan lainnya) akan berkembang optimal. Lebih penting lagi, dampak dari jenuh belajarrr berupa semakin menurunnya prestasi anak dikelas-kelas yang lebih tinggi dapat dihindari.Pembelajaran yang menyenangkan merupakan pembelajaran yang berpusat anak, dimana anak mendapatkan pengalaman nyata yang bermakna bagi kehidupan selanjutnya. Pada gilirannya melalui pendidikan anak usia dini yang pembelajarannya dilakukan secara menyenengkan akan membentuk manusia-manusia Indonesia yang siap menghadapi berbagai tantangan.
Waktu             : 12 Januari 2012
Komentar        :
            Saya sangat setuju dengan pendapat di atas, bahwa pendidikan anak usia dini ini lebih banyak terdapat pada saat anak-anak bermain dengan sesamanya. Dalam kondisi ini anak-anak tidak merasa tertekan, mereka bebas mengekspresikan apa yang ada dalam pikiran mereka, tetapi perlu ditekankan bahwa mereka tetap dibina dan di bimbing oleh guru mereka agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan”.
           

PENTINGNYA PAUD
Hasil penelitian Herawati (2002) di Bogor menemukan bahwa dari 265 keluarga yang diteliti, hanya terdapat 15% yang mengetahui program BKB. Faktor penentu lain dari kurang memasyarakatnya program BKB adalah rendahnya tingkat partisipasi orang tua. Kemudian pada tahun 2001, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda mengeluarkan program PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Namun keberadaan program tersebut sampai saat ini belum menjangkau tingkat pedesaan secara merata, sehingga belum dapat diakses langsung oleh masyarakat. Keberhasilan anak usia dini merupakan landasan bagi keberhasilan pendidikan pada jenjang berikutnya. Usia dini merupakan “usia emas” bagi seseorang, artinya bila seseorang pada masa itu mendapat pendidikan yang tepat, maka ia memperoleh kesiapan belajar yang baik yang merupakan salah satu kunci utama bagi keberhasilan belajarnya pada jenjang berikutnya. Kesadaran akan pentingnya PAUD cukup tinggi di negara maju, sedangkan di Indonesia baru berlangsung pada 10 tahun yang lalu, dan hingga pada saat ini belum banyak disadari masyarakat begitu juga praktisi pendidikan.
Saat ini pengembangan PAUD di Indonesia telah menimbulkan dilema, upaya untuk dapat memberikan pelayanan PAUD kepada setiap anak yang ada di Indonesia, akan tetapi banyak hal yang tidak dapat dipenuhi dengan semestinya. Dan ini bisa menyebabkan perkembangan anak yang tidak optimal sesuai dengan keinginan yang dituju, malah akan lebih membahayakan bila tidak ditangani secara cepat dan tepat karena semua ini berhubungan persiapan segenap potensi yang ada guna dapat membangun seorang insan manusia dalam mengarungi kehidupannya kelak.

Waktu             : 24 Juli 2012
Komentar        :
            Pengembangan PAUD di Indonesia harus mendapat tanggapan yang serius dari pemerintah, agar perkembangan kompetensi anak usia dini ini tidak terhambat dan tidal selalu mengalami kondisi yang memperhatinkan terhadap perkembangan mereka kedepanya. Diharapkan dengan adanya program-program yang dicanangkan oleh pemerintah kita pada saat ini, bisa memperbaiki kondisi pendidikan dan perkembangan pada arah yang baik


PENDIDIKAN ANAK LUAR BIASA

Surabaya, Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Jurusan Teknik Geomatika, meluncurkan Ensiklopedia Braille geografi Indonesia untuk penyandang Tunanetra di Yayasan Pendidikan Anak Buta (YPAB) Gebang Putih, Surabaya. Acara yang diselenggarakan hari sabtu, 6 Mei 2012 ini dilaksanakan dalam rangka peluncuran Ensiklopedia Braille Geografi Indonesia yang terkait dengan Program Kreatifitas Mahasiswa dalam  bidang pengabdian masyarakat yang diadakan oleh DIKTI.
Ensiklopedia Braille Geografi Indonesia ini merupakan suatu gebrakan dalam dunia pendidikan bagi penyandang tunanetra untuk lebih memahami Geografi Indonesia itu sendiri. Pada dasarnya, ensiklopedia ini memuat materi yang sama dengan pengetahuan geografi pada umumnya, hanya saja pada ensiklopedia ini semua materi dihadirkan dalam bentuk point-point yang lebih mudah dipahami oleh penyandang tunanetra.

          TidakhanyaEnsiklopedia Braille yang dihadirkan, tetapijuga CD yang memuatisiensiklopediatersebutuntukmemudahkanpembacaannya, sertapetatimbul Indonesia yang dikemasdalambentukpuzzle di dalambox yang memuatdelapantematerkaitdengantema di dalamEnsiklopediatersebutsehinggapenyandangtunanetradapatbermainsambilbelajarmemahamiGeografi Indonesia.
          Kelompok yang beranggotakanRizkiIndra, Hana Sugiastu, AldilaDea, Regina Vera, sertaIrsyadDiraqiniberharapkedepannya, Ensiklopedia Braille tersebutdapatbermanfaatdalammeningkatkanpemahamanakankondisiGeografi Indonesia, khususnyabagipenyandangTunanetra di seluruh Indonesia.

WaktU                        : 14 Mei 2012
Komentar        :
            Saya sangat setuju dengan adanya program-progarm ini, salah satunya adalah ensiklope braille,  instrumen ini sangat membantu teman-teman kita yang menderita tunanetra khususnya dalam mendalami ilmu mereka tentang keadaan negara tercinta mereka dan tidak ketinggalan informasi dari saudara-saudara mereka yang memiliki kesempurnaan dibanding mereka”.








Pengajaran Bahasa Bagi Anak Tuna Grahita

Public Law 101‑476, the Individuals with Disabilities Education Act (IDEA - undang-undang pendidikan penyandang cacat Amerika Serikat) tahun 1990 mendefinisikan ketunagrahitaan (mental retardation) sebagai berikut: ketunagrahitaan adalah kondisi kemampuan intelektual secara umum di bawah rata-rata, yang disertai dengan defisit dalam perilaku adaptif, dan terjadi dalam masa perkembangan, yang berpengaruh besar terhadap kinerja pendidikan anak.
Berdasarkan skor IQ-nya, American Association on Mental Defficiency (AAMD) mengklasifikasikan ketunagrahitaan ke dalam empat tingkatan, yaitu:
a. Tunagrahita ringan (mild mental retardation) (IQ 68‑52, MA 8,3‑10,9 tahun
b. Tunagrahita sedang (moderate mental retardation) (IQ 51‑36, MA 5,7‑8,2 tahun)
            c. Tunagrahita berat (severe mental retardation) (IQ 35‑20, MA 3,2‑5,6 tahun)
            d. Tunagrahita parah (profound mental retardation) (IQ 19 atau lebih rendah)
Berikut ini adalah beberapa generalisasi yang dapat dibuat tentang kinerja anak tunagrahita dibanding anak normal dengan MA yang setara (Engalls, 1978):
a. Anak tunagrahita ketinggalan oleh anak nontunagrahita dalam perkembangan bahasanya, meskipun cara perolehannya sama
b. Anak tunagrahita menunjukkan defisiensi tertentu dalam penggunaan konstruksi gramatik tertentu dalam berbahasa.
 c. Anak tunagrahita cenderung kurang menggunakan komunikasi verbal, strategi penghafalan, serta proses-proses kontrol lainnya yang memudahkan belajar dan mengingat.
d. Anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam tugas-tugas belajar dan hafalan yang melibatkan konsep-konsep abstrak dan kompleks, tetapi relatif kurang mengalami kesulitan dalam belajar asosiasi hafalan sederhana.
Waktu             :27 Agustus 2012
Komentar        : Berbicara tentang tuna grahita memang tak akan lepas dari sebuah perbandingan antara kekurangan dan kelebihan yang ada pada anak yang normal ataupun anak yang menyandang tuna grahita itu sendiri. Dengan  berpikir singkat saja sudah jelas bahwa anak yang menyandang tuna grahita memiliki lebih banyak kekurangan dibanding anak yang normal. Detail permasalahannya adalah apakah anak yang menyandang tuna grahita tersebut dapat menjadi normal dengan adanya pendidikan yang setara dengan anak yang normal? Menurut hemat saya, yang perlu dilakukan adalah mendidik sedini mungkin anak-anak tersebut dengan metode-metode psikologi khusus, misalnya dengan pembelajaran berbentuk permainan yang di dalamnya dapat menuntut nalar atau cara berpikir anak, karena sejauh yang saya ketahui bahwa anak-anak cenderung menyukai permainan atau game”




PENDIDIKAN INKLUSI

Best Practice Pendidikan Inklusi

Propinsi Anhui di Cina merupakan contoh yang baik untuk kebijakan pemerintah yang memfasilitasi inklusi. Anhui adalah satu propinsi yang miskin dengan penduduk 56 juta orang, dan untuk mencapai pendidikan untuk semua, mereka mengakui bahwa anak-anak spenyandang cacat perlu diinklusikan. Pendidikan usia dini sudah diprioritaskan dan sistem pendidikan taman kanak-kanak berkembang dengan pesat, dan banyak di antaranya mempunyai lebih dari seribu orang siswa. Program perintis yang difokuskan pada reformasi pendidikan merupakan sistem yang sangat formal; anakanak usia tiga tahun sudah diajarkan untuk duduk rapi, dan sering kali jam pelajarannya panjang.
 Pada awal tahun 1990-an, Laos mengalami reformasi sistem pendidikannya dengan memperkenalkan metode pengajaran yang aktif dan terfokus pada diri anak untuk meningkatkan kualitas tetapi biayanya tetap rendah, dalam upayanya untuk mendidik semua anak. Memberikan pendidikan kepada anak penyandang cacat merupakan bagian dari tujuan PUS tingkat nasional, dan program perintis pendidikan inklusi berhasil karena sepenuhnya dikaitkan dengan reformasi sistem.
“Reformasi metodologi mengajar dan pendidikan guru, disertai dengan kurikulum yang relevan… telah melancarkan jalan bagi integrasi.”
 “Laos tidak memiliki sekolah khusus untuk anak penyandang cacat yang merupakan keuntungan yang sangat besar bagi Kementrian Pendidikan karena dengan demikian dapat membangun sistem yang menjangkau semua anak.” “Pengalaman Program pendidikan inklusi di Laos telah menunjukkan bahwa dengan perencanaan yang seksama, implementasi, monitoring dan dukungan yang tepat, dan dengan menggunakan semua sumber yang ada, dua tujuan sekaligus, yaitu meningkatkan kualitas pendidikan untuk semua dan mengintegrasikan anak penyandang cacat, dapat berjalan selaras.
Sumber                        :http://jamisten.wordpress.com/2008/12/10/pendidikan-inklusi/
Waktu                         : 10 Desember2008
 Komentar                   :
            Perkembangan sistem pendidikan yang sudah sangat maju seperti di Cina dan negara-negara lainya, haruslah menjadi motor penggerak bagi pemerintah Indonesia untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Saya yakin Indonesia bisa maju dan bangkit memperbaiki sistem pendidikanya karena bangsa Indonesia memiliki potensi lebih untuk melakukan itu”








Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) meluncurkan tiga tulkit pendidikan inklusif. Perangkat dalam bentuk buku ini digunakan sebagai panduan untuk mengembangkan lingkungan inklusif ramah terhadap pembelajaran. Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kemdiknas, Mudjito menyampaikan, tulkit ini merupakan pelengkap dari panduan sebelumnya. Diadaptasi dari UNESCO, buku ini telah diterapkan di berbagai negara.
Mudjito menyebutkan, buku pertama berjudul Disiplin Positif dalam Kelas Inklusif Ramah Pembelajaran-Panduan bagi Pendidik berisi cara mendisiplinkan anak, mengatasi kekerasan fisik dan verbal, serta pendidikan karakter. Adapun buku kedua berjudul Saran Praktis Pembelajaran Kelas Besar -Panduan bagi Pendidik.Kemudian, buku ketiga berjudul Mengajar Anak-Anak dengan Disabilitas dalam Seting Inklusif.
Buku ketiga ini merupakan elaborasi sesuai jenis kebutuhan pada anak, sehingga guru umum mendapatkan pengetahuan bagaimana memperlakukan keragaman individu anak.
Anak berkebutuhan khusus mempunyai dua layanan mendasar. Layanan itu untuk mengatasi kecacatan mereka dan standar yang sama dalam alat pembelajaran dengan anak normal seperti baca, tulis, hitung, dan melek komputer
Berdasarkan data Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar saat ini ada 1.600 lebih sekolah dasar (SD) dan 300 lebih sekolah menengah pertama (SMP) yang menyelenggarakan program pendidikan inklusif melayani 30 ribu anak berkebutuhan khusus. Sementara jumlah sekolah luar biasa SD dan SMP negeri sebanyak 516 sekolah, sedangkan SD dan SMP swasta sebanyak 2.113 sekolah. Sejak delapan tahun terakhir pendidikan inklusif telah menjadi solusi alternatif mewujudkan pendidikan untuk semua (education for all). (cha/jpnn)                             
Sumber                          :http://www.jpnn.com/read/2011/08/10/100318/Kemdiknas-
Waktu                         :10 Agustus 2011
Komentar                    :
            Saya ikut merasa senang dengan hadirnya program yang di pelopori KEMENDIKNAS, ini merupakan suatu genjatan baru dalam mengembangkan dunia pendidikan, khususnya pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus. Semoga dengan adanya program ini saudara-saudara kita terbantu dalam pendidikan mereka. Amiin,,”











PENDIDIKAN SEKS
Mengajarkan Pendidikan Seks pada Anak
Membahas masalah seks pada anak memang tidak mudah. Namun, mengajarkan pendidikan seks pada anak harus diberikan agar anak tidak salah melangkah dalam hidupnya.Menurut Dr Rose Mini AP, M Psi seorang psikolog pendidikan, seks bagi anak wajib diberikan orangtua sedini mungkin. “Pendidikan seks wajib diberikan orangtua pada anaknya sedini mungkin. Tepatnya dimulai saat anak masuk play group (usia 3-4 tahun), karena pada usia ini anak sudah dapat mengerti mengenai organ tubuh mereka dan dapat pula dilanjutkan dengan pengenalan organ tubuh internal,” papar almamater Universitas Indonesia ketika dihubungi okezone melalui telepon genggamnya.
Menurutnya, pendidikan seks didefinisikan sebagai pendidikan mengenai anatomi organ tubuh yang dapat dilanjutkan pada reproduksi seksual. Dengan mengajarkan pendidikan seks pada anak, menghindarkan anak dari resiko negatif perilaku seksual. Karena dengan sendirinya anak akan tahu mengenai seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama, dan adat istiadat, serta kesiapan mental dan material seseorang.
“Pengenalan seks pada anak dapat dimulai dari pengenalan mengenai anatomi tubuh. Kemudian meningkat pada pendidikan mengenai cara berkembangbiak makhluk hidup, yakni pada manusia dan binatang. Nah, kalau sudah tahu, orangtua dapat memberi tahu apa saja dampak-dampak yang akan diterima bila anak begini atau begitu,” ucap wanita ramah ini.Salah satu cara menyampaikan pendidikan seksual pada anak dapat dimulai dengan mengajari mereka membersihkan alat kelaminnya sendiri.
Sumber                        : http://edupsi.wordpress.com/2010/04/03/mengajarkan-pendidikan-seks-pada-anak/
Waktu                         : 04 Maret 2010
Komentar        :
            “Pendidikan seks  memang seharusnya diberikan pada saat anak berusia mulai beranjak dewasa. Saya setuju dengan dengan pendapat Rose Mini yang menyatakan bahwa pendidikan seks itu diberikan dimulai dari sejak dini sehingga penilain mereka terhadap seks yang sesungguhnya tidak salah dan mereka tidak terjebak dalam pergaulan seks bebas”


SEKOLAH ISLAM TERPADU

 

85 Sekolah Se-Riau Ikuti Olimpiade Matematika UIN

PEKANBARU, Sekitar 85 Sekolah se Riau mengikuti Lomba Olimpiade Matematika yang diselenggarakan oleh Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Sutan Syarif Kasim Riau. tingkat SD,SMP, dan SMA.

Dalam kegiatan ini SDIT AL Fityah mengutus kontingenya sebanyak 9 orang  (3 tem) yang terdiri dari tim 3 (Nazib Robbani, Fahrul, Fikri),.untuk bersaing dari 58 tingkat SD/MI se Riau, dan pada tanggal 28 Februari 2012, babak final yang di ikuti dari 5 tim,  dan alhamdulillah SDIT Al Fityah mendapatkan juara II, sedangkan Juara I diraih oleh SD KArtika, dan Juara III diraih oleh SD Islamic center Sains Tahfidz siak, Juara Harapan I SD Ashofa dan juara harapan II SDN 41 pekanbaru

mudah-mudahan dengan kegiatan ini dapat memacu semangat anak-anak dalam mempelajari Ilmu matematika.

Waktu                 : 29 Februari 2012

Komentar            :

            Dari artikel diatas dapat disimpulkan peran SIT pada zaman sekarang  tidak kalah kualitas dan perannya dengan sekolah- sekolah negeri yang program oleh pemerintah, justru bahkan peran sekolah negeri seakan – akan tergantiakn oleh SIT ini dalam membentuk dan membina ahlak dana prestasi siswa. Walau dengan bayaran yang cukup mahalorang tua tidak segan- segamn mengeluarkan uang meraka demi masa depan anak-anak yang merak cintai. Hendakya ini menjadi motivasi bagi sekolah yang berbasis pemerintah agar memperbaikai sistem dan pelayanan mareka”

 


HOMESCHOOLING (pendidikan non formal di luar sekolah)

Sesuai namanya, proses homeschooling memang berpusat di rumah. Tetapi, proses homeschooling umumnya tidak hanya mengambil lokasi di rumah. Para orang tua homeschooling dapat menggunakan sarana apa saja dan di mana saja untuk pendidikan homeschooling anaknya.
Direktur Pendidikan Kesetaraan Depdiknas Ella Yulaelawati Rumindasari menegaskan, UU SisDikNas mengakui sekolah-rumah sebagai bagian dari akses pendidikan. Depdiknas mendefinisikan sekolah-rumah sebagai proses layanan pendidikan yang secara sadar,teratur, dan terarah dilakukan oleh orangtua/keluarga di rumah atau tempat lain dimana proses belajar dapat berlangsung kondusif. Meskipun model persekolahan di rumah ini dijalankan secara informal orang tua yang menyelenggarakan homeschooling ini diwajibkan melaporkan kepada dinas pendidikan kabupaten atau kota setempat. Anak didik yang mengikuti homeschooling ini juga dapat mengikuti ujian kesetaraan paket A (setara dengan SD), paket B(setara dengan SMP) dan paket C (setara dengan SMU).
Keberadaan homeschooling Indonesia telah diatur dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 27 ayat (10) yang berbunyi:“Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri”
Dalam praktek homeschooling tidak harus memenuhi penyetaraan pendidikan. Pendidikan kesetaraan adalah hak dan bersifat opsional. Jika praktisi homeschooling menginginkannya, mereka dapat menempuhnya. Jika tidak, mereka tetap dapat memilih dan memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Tetapi Penyetaraan ini digunakan untuk dapat dihargai dan setara dengan hasil pendidikan formal, tentu setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.Penyetaraan dalam praktek homeschooling yaitu penyetaraan ujian, penilaian, penyelenggaraan, dan tujuan pendidikan. Pendidikan kesetaraan dalam ujian nasional meliputi program Paket A setara SD, Paket B setara SMP, dan Paket C setara SMA.
Sumber                        :http://a410080063itta.wordpress.com/2012/01/12/artikel-homeschooling/January 12, 2012
Waktu             : 12 Januari 2012

Home Schooling Alternatif Akan KecemasanNilai


Metodebelajar di rumahatau home schooling semakindiminati di AmerikaSerikat. Selamaini di Negara Paman Sam, home schooling merupakanpilihanuntuk orang tuaygmemegangteguhnilai agama, khususnyapenganut Kristen.Alasannya, mereka tidak ingin anak-anak berada di sekolah umum.
Namun kini, metode home schooling semakin menarik peminat yg lebih luas. Menurut data otoritas di AS, tahun lalu, jumlah siswa yg mengikuti home schooling sebanyak lebih dari 2 juta. Ini meningkat dibanding pada satu dekade lalu, di mana jumlah peserta home schooling hanya 850 ribu rumah. Demikian seperti dikutip Reuters.“Ini (home schooling) menjadi pilihan utama kebanyakan orang Amerika,” kata Presiden Institut Penelitian Nasional Belajar di Rumah (National Home Education Research Institute) Brian Ray.Dan kini, keluarga yang mengikuti home schooling berasal dari bermacam keyakinan, tidak hanya pemeluk penganut Kristen. Selain itu, mereka juga berasal dari keluarga dgn berbagai aliran politik, strata ekonomi yg beragam dgn orang tua yang berasal dari berbagai tingkat pendidikan.
Menurut Ray, home schooling tidaklagidipandangsebagai “halpinggiran”. Menurutbeberapaorangtua, merekamemilihsekolah di rumah agar memperkuatikatan di antaraanggotakeluarga, memberikanlebihbanyakwaktuuntukkepentingananakdanmengembangkankurikulum individual.Ini juga merupakan alasan yg digunakan keluarga Kristen religius yg banyak menggunakan home schooling.
Apalagi, home schooling 
semakinunjukgigidibandingdulu.Initerlihatdarikemunculankateringuntukgruppeserta home  schooling, siswa home schooling
 ygtampildalampertunjukankonserdanteaterlokalsertasiswasekolahygsudahbisamendapatkanmatakuliahperguruantinggi.Seperti yang dialamiputra Sophia Sayigh, ygkiniberusia 21 tahun.Putranya merupakan pemain band, pengajar musik dan bekerja untuk membuat sebuah studio. Putra Sophia yg tinggal di pinggiran kota Boston, mengambil kelas di Harvard Extension School dan dialihkan ke mata kuliah perguruan tinggi, kemudian lulus dari Berklee College of Music hanya dalam dua setengah tahun.
Dua anak Sophia, baik putra atau putri (18), pernah belajar di sekolah umum yg merupakan pilihan ibu mereka. Namun sekolah umum dinilai merupakan sumber kecemasan dalam nilai, tes dan struktur yg mencekik.
Waktu             : Rabu, 23 Maret 2011

Komentar        :
                       
“Mengacu pada dasar kependidikan di Indonesia bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Terlepas dari formal atau tidak, pendidikan sangat penting bagi putra-putri bangsa. Pendidikan bukan hanya ditujukan untuk masa depan dari pribadi seorang manusia, tapi juga sangat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan suatu negara. Pendidikan tidak harus terfokus pada pendidikan formal di sekolah, namun dapat juga ditempuh melalui  jalur informal seperti yang banyak terdapat di Indonesia yang dinamakan HOMESCHOOLING(pendidikan non formal di luar sekolah).
Melalui program ini, diharapkan anak-anak mendapat lebih cepat dan lebih banyak mendapat materi pembelajaran daripada pendidikan formal di sekolah. Yang terpenting dalam hal ini adalah kesetaraan yang berdasar kepada standar nasional pendidikan di Indonesia”.






Baca Artikel Terkait: