KATA
PENGANTAR
Pertama-tama
penulis mengucapkan puji dansukur atas kehadiran Allah SWT, karena hanya dengan
bimbingan dan petunjuknNya dapatdiselesaikanya penulisan Makalah dengan judul ”Bani Abbasiyah” guna sebagai bahan
pembelajaran.
Meskipun
diakui sudah cukup banyak fariasi sumber dan literature, penulis menyadari
betul bahwa apa yang disajikan dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangannya, baik menyangkut isi maupun penulisan. Kekurangan-kekurangan
tersebut terutama disebabkan kelemahan dan keterbatasan pengetahuan serta
kemampuan penulis sendiri, baik disadari maupun tidak. Hanya dengan kearifan
dan bantuan dari berbagai pihak untuk memberikan teguran, saran, dan kritik
yang konstruktif, sehingga dapat menyempurnakan makalah ini. Semoga dengan
adanya makalah ini dapat memberikan manfaat dan ridho dari Allah. Amin.
Pekanbaru, 07 Mei 2011
Penulis,
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejarah tak ubahnya kacamata masa lalu yang menjadi pijakan dan langkah setiap
insan di masa mendatang. Hal ini berlaku pula bagi kita para mahasiswa UIN
SUSKA untuk tidak hanya sekedar paham sains tapi juga paham akan sejarah
peradaban islam di masa lalu untuk menganalisa dan mengambil ibrah dari setiap
peristiwa yang pernah terjadi. Seperti yang kita ketahui setelah tumbangnya
kepemimpinan masa khulafaurrasyidin maka berganti pula sistem pemerintahan
Islam pada masa itu menjadi masa daulah
Dinasti
Abbasiyah merupakan dinasti Islam yang paling berhasil dalam mengembangkan
peradaban Islam.Para ahli sejarah tidak meragukan hasil kerja para pakar pada
masa pemerintahan dinasti Abbasiyah dalam memajukan ilmu pengetahuan dan
peradaban Islam. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang sejarah berdirinya
Dinasti Abbasiyah dan perkembangan ilmu beserta ilmuwan yang berpengaruh pada
masa Dinasti Abbasiyah.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah?
b.
Bagaimanasistem
kekhalifahannya?
c. Bagaimana perkembangan ilmu dan ilmuwan yang
berpengaruh pada masa dinasti Abbasiyah?
d. Bagaimana runtuhnya daulah Abbasiyah?
PEMBAHASAN
A.
SEJARAH
BERDIRINYA DAULAH ABBASIYAH
Berdirinya
daulah Abbasiyah diawali dengan dua strategi, yaitu: satu dengan system mencari
pendukung dan penyebaran ide secara rahasia, hal ini sudah berlangsung sejak akhir
abad pertama hijriyah yang bermarkas di Syam dan tempatnya di Al Hamimah,
system ini berakhir dengan bergabungnya Abu Muslim al-Khurasani pada jum’iyah yang sepakat atas terbentuknya
Daulah Abbasiyah. Sedangkan strategi kedua dilanjutkan dengan terang-terangan
dan himbauan-himbauan di forum-forum resmi untuk mendirikan Daulah Abbasiyah
berlanjut dengan peperangan melawan Daulah Umayyah[1].
Dari dua strategi yang di terapkan oleh Muhammad bin Al-‘Abasy dan
kawan-kawannya sejak akhir abad pertama sampai 132 H akhirnya membuahkan hasil
dengan berdirinya Daulah Abbasiyah.
Berbagai teknis
diterapkan oleh pengikut Muhammad Al’Abbasy, seperti sambil berdagang dan
melaksanakan haji dibalik itu terproram bahwa mereka menyebarkan ide dan
mencari pendukung terbentuknya Daulah. Terbentuknya Daulah Abbasiyah berawal
dari peperangan yang terjadi antara Daulah Umayyah dan pendukung berdirinya
Daulah Abbasiyah seperti peristiwa 11 Jumadil Akhir 132 H dalam waktu itu
terbunuh 300 orang dari Daulah Umayyah yang termasuk Ibrahim Bint Al-Walid bint
Abdil Malik saudara dari Yazid. Seperti dikatakan: terbunuhnya Marwan bint
Muhammad pada malam Ahad 3 Zulhijjah 132 H dan dikirim kepalanya kepada Asyafah
di Kuffah dan berakhirlah Daulah Umayyah dengan kematian Marwan bint Muhammad
pada usia 65 tahun 9 bulan dan beberapa hari[2].
Factor-faktor pendorong
berdirinya Daulah Abbasiyah dan penyebab suksesnya, antara lain sebagai berikut[3]:
1. Banyak
terjadi perselisihan antara interen Bani Umayyah pada decade terakhir
pemerintahannya. Hal ini diantara penyebabnya : memperebutkan kursi
kekhalifahan dan harta.
2. Pendeknya
masa jabatan khalifah diakhir-akhir pemerintahan Bani Umayyah seperti khalifah
Yazib bint Al-Walid lebih kurang memerintah sekurang 6 bulan.
3. Dijadikan
putra mahkota lebih dari 1 orang seperti yang dikerjakan oleh Marwan bint
Muhammad yang menjadikan anaknya Abdullah dan Ubaydillah sebagai putra mahkota.
4. Bergabungnya
sebagian Afrad keluarga Umayyah
kepada mazhab-mazhab agama yang tidak benar menurut syariah, seperti
Al-qodariah.
5. Hilangnya
kecintaan rakyat pada akhir-akhir pemerintahan Bani Umayyah
6. Kesombongan
pembesar-pembesar Bani Umayyah pada akhir pemerintahannya.
7. Timbulnya
dukungan dari Almawali (Arab).
Dari
berbagai penyebab-penyebab di atas dan dengan ketidak senangan mawali pada
Daulah Umayyah mengakibatkan runtuhnya Daulah dan berdiri Daulah Bani Abbas.
Hal ini dapat dilihat dengaan bantuan para mawali dari Khurasan dan Parsi.
Misalnya , bergabungnya Abu Muslim Al-Khurasani, ia berhasil menjadi pemimpin
di Khurasan pada awalnya dibawah kekuasaan Umayyah[4].
Dinasti Abbasiyah berlangsung dalam
rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H-656 H. selama Dinasti ini
berkuasa, pola pemerintahan yang ditetapkan berbeda-beda sesuai dengan
perubahan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan
dan politik itu, pemerintahan Abbasiyah di bagi menjadi 5 periode :
1.
Periode I (132 H/750 M- 232 H/847 M), disebut periode
pengaruh Persia pertama, Khalifah yang memerintah adalah As-Saffah 132-126 H,
Ja’far al-Mansur 136-158 H, al-Mahdi 158-169 H, al-Hadi 169-170 H, Harun
ar-Rasyid 170-193 H, al-Amin 193-198 H, al-Ma’mun 198-218 H, al-Mu’tasim
218-227 H, al-Watsiq 227-232 H.
2.
Periode II (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa
pengaruh Turki pertama, Khalifah yang memerintah adalah al-Mutawakkil 232-247
H, al-Muntashir 247-248 H, al-Musta’in 248-252 H, al-Mu’tazz 252-255 H,
al-Muhtadi 255-256 H, al-Mu’tamid 256-279 H, al-Mu’tadhid 279 – 289 H,
al-Muktafi 289-295 H, al-Muqtadir 295-320 H, al-Qahir 220-222 H, ar-Radhi 322-329
H, al-Muttaqi 329-333 H, al-Mustakfi 333-334 H.
3.
Periode III (334 H/945 M – 447 H/1055 M), disebut kekuasaan
Dinasti Buwaih dalam pemerintahan Khalifah Abbasiyah atau masa pemerintahan
Persia kedua. Khalifah yang memerintah adalah al-Muthi’ 334-363 H, ath-Tha’I
363 – 381 H, al-Qadir 381 – 422 H.
4.
Periode IV (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), disebut masa
kekuasaan Dinasti Saljuk dalam pemerintahan Abbasiyah atau masa pengaruh Turki
kedua. Khalifah yang memerintah adalah al-Qa’in 422-467 H, al-Muqtadi 467-487
H, al-Mustazhhir 487-512 H, al-Mustasyid 512-529 H, ar-Rasyid 529-530 H,
al-Muqtafi 530-555 H, al-Munstanjid 555-566 H, al-Mustadhi’ 566-575 H.
5.
Periode V (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), disebut masa
khalifah bebas dari pengaruh Dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di
sekitar Baghdad sampai jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Tartar di bawah
pemimpin Hulaqu Khan tahun 656 H. khalifah yang memerintah adalah an-Nashir
575-622 H, azh-Zahir 622-623 H, al-Mustanshir 623-640 H, al-Musta’shim 640-656
H.[5]
B. SISTEM POLITIK
DAN KEMILITERAN
Di
antara perbedaan karakteristik yang sangat mancolok anatara pemerinatah Dinasti
Bani Umayyah dengan Dinasti Bani Abbasiyah, terletak pada orientasi kebijakan
yang dikeluarkannya. Pemerinath Dinasti Bani Umayyah orientasi kebijakan yang
dikeluarkannya selalu pada upaya perluasan wilayah kekuasaanya. Sementara
pemerinath Dinasti Bani Abbasiyah, lebih menfokuskan diri pada upaya
pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, sehingga masa pemerintahan
ini dikenal sebagai masa keemasan peradaban Islam. Meskipun begitu, usaha untuk
mempertahankan wilayah kekuasaan tetap merupakan hal penting yang harus
dilakukan. Untuk itu, pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah memperbaharui sistem
politik pemerintahan dan tatanan kemiliteran.
Agar
semua kebijakan militer terkoordinasi dan berjalan dengan baik, maka pemerintah
Dinasti Abbasiyah membentuk departemen pertahanan dan keamanan, yang disebut diwanul jundi. Departemen inilah yamg
mengatur semua yang berkaiatan dengan kemiliteran dan pertahanan
keamanan.Pembentuka lembaga ini didasari atas kenyataan polotik militer bahwa
pada masa pemertintahan Dinasti Abbasiyah, banyak terjadi pemebrontakan dan
bahkan beberapa wilayah berusaha memisahkan diri dari pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
Adapun
system politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyah antara lain :
a.
Para khalifah
tetap dari turunan Arab murni, sementara para menteri, gubernur, panglima, dan pegawai lainnya banyak diangkat
dari golongan Mawali turunan Persia.
b.
Kota Baghdad
sebagai ibukota Negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, social,
dan kebudayaan dijadikan kota pintu terbuka, sehingga segala bangsa yang
menganut berbagai keyakinan diizinkan bermukim di dalamnya.
c.
Ilmu pengetahuan
dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para khalifah dan
pembesar lainnya mambuka kemungkinan seluas-luasnya untuk kemajuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan.
d.
Kebebasan
berfikir sebagai hak asasi manusia sepenuhnya.
e.
Paramenteri
turunan Persia diberi hak yang penuh dalam menjalankan pemerintahan, sehingga
mereka memegang peranan penting dalam membina Tamadun Islam[6].
C. SISTEM
PEMERINTAHAN DAN BENTUK NEGARA
Khalifah
pertama Bani Abbasiyah, Abdul Abbas yang sekaligus dianggap sebagai pendiri
Bani Abbas, menyebut dirinya dengan julukan Al-Saffah yang berarti Sang
Penumpah Darah. Sedangkan Khalifah Abbasiyah kedua mengambil gelar Al-Mansur
dan meletakkan dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah. Di bawah Abbasiyah,
kekhalifahan berkembang sebagai system politik. Dinasti ini muncul dengan
bantuan orang-orang Persia yang merasa bosan terhadap bani Umayyah di dalam
masalah sosial ddan pilitik diskriminas. Khalifah-khalifah Abbasiyah yang
memakai gelar ”Imam”, pemimpin masyarakat muslim bertujuan untuk menekankan
arti keagamaan kekhalifahan. Abbasiyah mencontoh tradisi Umayyah di dalam
mengumumkan lebih dari satu putra mahkota raja. Al-Mansur dianggap sebagai
pendiri kedua dari Dinasti Abbasiyah. Di masa pemerintahannya Baghdad dibagun
menjadi ibu kota Dinasti Abbasiyah dan merupakan pusat perdagangan serta
kebudayaan. Hingga Baghdad dianggap sebagai kota terpenting di dunia pada saat
itu yang kaya akan ilmu pengetahuan dan kesenian. Hingga beberapa dekade
kemudian dinasti Abbasiyah mencapai masa kejayaan.
Dasar-dasar
pemerintahan Abbasiyah diletakkan oleh khalifah kedua, Abu Ja’far Al Mansur
yang dikenal sebagai pembangun khalifah tersebut, sedangkan pendiri Abbasiyah
adalah Abdul Abbas Al-Saffah. System pemerintahan kekhalifahannya diambil dari
nilai-nilai Persia. Para khalifah Abbasiyah memperoleh
kekuasaan untuk mengatur Negara langsung dari Allah bukan dari rakyat, yang
berbeda dari system kekhalifahan yang dipilih oleh rakyat.
Kekuasaan mereka tertinggi diletakkan
pada ulama sehingga pemerintahannya merupakan system teokrasi. Khalifah bukan
saja berkuasa dibidang pemerintahan duniawi juga berhak memimpin agama yang
berdasarkan pemerintahannya pada agama. Khalifah Abbasiyah juga memakai gelar
imam untuk menunjukkan aspek keagamaannya. Pemerintahan Abbasiyah berlanjut
dari ytahun 132-656 H, kurang lebih selama 524 tahun[7].
D. SISTEM SOSIAL
DAN BUDAYA
System
social pada zaman Abbasiyah adalah sambungan dari zaman sebelumnya, yaitu zaman
Umayyah. Pada zaman Daulah Abbasiyah ini terjadi perubahan yang sangat
menonjol, diantaranya:
1. Tampilnya
kelompok Mawali khususnya pada pemerintahan Irak, yang menduduki peran dan
posisi penting di pemerintahan.
2. Menurut
janji Jurzi Zaidah, masyarakat terdiri dari dua kelompok, yaitu:
a. Kelompok
khusus, yaitu: Bani Hasyim, pembesar Negara, bangsawan yang bukan Bani Hasyim./
b. Kelompok
umum, yaitu: seniman, ulama, pengusaha, pujangga, dan lain-lain.
3. Kerajaan
Islam Daulah Abbasiyah tersusun dari beberapa unsure bengsa yang berbeda-beda
(bangsa Mesir, Syam, Jazirah Arab, Irak, Persia, Turki).
4. Perkawinan
campur dan melahirkan anak dari unsure campur darah,
5. Terjadinya
pertukaran pendapat , cerita, pikiran sehingga muncul kebudayaan baru.
6. Perbudakan[8].
Sebagai sebuah dinasti,
kekhalifahan Bani Abbasiyah yang berkuasa lebih dari lima abad, telah banyak
memberikan sumbangan positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban
Islam. Dari sekitar 37 orang khalifah yang pernah berkuasa, terdapat beberapa
orang khalifah yang benar-benar memliki kepedulian untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan peradaban Islam, serta berbagai bidang lainnya, seperti bidang-bidang
sosial dan budaya.
Diantara kemjuan dalam
bidang sosila budaya adalah terjadinya proses akulturasi dan asimilasi
masyarakat. Keadaan sosial masyarakat yang majemuk itu membawa dampak positif
dalam perkembangan dan kemajuan peradaban Islam pada masa ini. Karna dengan
ilmu pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki, dapat dipergunakan untuk
memajukan bidang-bidang sosial budaya lainnya yang kemudian menjadi lambang
bagi kemajuan bidang sosial budaya dan ilmu pengetahuan lainnya.
Diantara kemajuan ilmu pengetahuan sosial
budaya yang ada pada masa Khalifah Dinasi Abbasiyah adalah seni bangunan dan
arsitektur, baik untuk bangunan istana, masjid, bangunan kota dan lain
sebagainya. Seni asitektur yang dipakai dalam pembanguanan istana dan
kota-kota, seperti pada istana Qashrul dzahabi, dan Qashrul Khuldi, sementara
banguan kota seperti pembangunan kota Baghdad, Samarra dan lain-lainnya.
E. PERKEMBANGAN
ILMU PENGETAHUAN
Dinasti Abbasiyah merupakan salah satu
dinasti Islam yang sangat peduli dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan.
Upaya ini mendapat tanggapan yang sangat baik dari para ilmuwan. Sebab
pemerintahan dinasti abbasiyah telah menyiapkan segalanya untuk kepentingan
tersebut. Diantara fasilitas yang diberikan adalah pembangunan pusat-pusat
riset dan terjemah seperti baitul hikmah, majelis munadzarah dan pusat-pusat
study lainnya.
1. PENGETAHUAN UMUM
Bidang-bidang
ilmu pengetahuan umum yang berkembang antara lain:
a.
Filsafat
Pada
masa ini pemikiran filasafat mencakup bidang keilmuan yang sangat luas seperti
logika, geometri, astronomi, dan juga teologia.Proses penerjemahan yang dilakukan umat Islam pada masa
dinasti bani abbasiyah mengalami kemajuan cukup besar. Para penerjemah tidak
hanya menerjemahkan ilmu pengetahuan dan peradaban bangsa-bangsa Yunani,
Romawi, Persia, Syiuria tetapi juga mencoba mentransfernya ke dalam bentuk
pemikiran. Diantara tokoh yang member andil dalam perkembangan ilmu dan
filsafat Islam adalah: Al-Kindi, Abu Nasr al-Faraby, Ibnu Sina, Ibnu Bajjah,
Ibnu Thufail, al-Ghazali dan Ibnu Rusyd.
b.
Ilmu Kalam
Menurut A.
Hasimy lahirnya ilmu kalam karena dua factor: pertama, untuk membela Islam
dengan bersenjatakan filsafat. Kedua, karena semua masalah termasuk masalah
agama telah berkisar dari pola rasa kepada pola akal dan ilmu. Diantara tokoh
ilmu kalam yaitu: wasil bin Atha’, Baqilani, Asy’ary, Ghazali, Sajastani dan
lain-lain.
c. Ilmu Kedokteran
Ilmu kedokteran merupakan salah satu ilmu yang mengalami
perkembangan yang sangat pesat pada masa Bani Abbasiyah pada masa itu telan
didirikan apotek pertama di dunia, dan juga telah didirikan sekolah farmasi. Tokoh-tokoh
Islam yang terkenal dalam dunia kedokteran antara lain Al-Razi dan Ibnu Sina.
d. Ilmu Kimia
Ilmu kimia juga termasuk salah satu
ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh kaum muslimin. Dalam bidang ini mereka
memperkenalkan eksperimen obyektif. Hal ini merupakan suatu perbaikan yang
tegas dari cara spekulasi yang ragu-ragu dari Yunani. Mereka melakukan
pemeriksaan dari gejala-gejala dan mengumpulkan kenyataan-kenyataan untuk
membuat hipotesa dan untuk mencari kesimpulan-kesimpulan yang benar-benar
berdasarkan ilmu pengetahuan diantara tokoh kimia yaitu: Jabir bin Hayyan.
e. Ilmu Hisab
Diantara ilmu yang dikembangkan pada
masa pemerintahan abbasiyah adalah ilmu hisab atau matematika. Ilmu ini
berkembang karena kebutuhand asar pemerintahan untuk menentukan waktu yang
tepat. Dalam setiap pembangunan semua sudut harus dihitung denga tepat, supaya
tidak terdapat kesalahan dalam pembangunan gedung-gedung dan sebagainya. Tokohnya adalah Muhammad bin Musa
al-Khawarizmi.
f. Sejarah
Pada masa ini sejarah masih terfokus
pada tokoh atau peristiwa tertentu, misalnya sejarah hidup nabi Muhammad.
Ilmuwan dalam bidang ini adalah Muhammad bin Sa’ad, Muhammad bin Ishaq.
g. Ilmu Bumi
Ahli ilmu bumi pertama adalah Hisyam al-Kalbi, yang terkenal
pada abad ke-9 M, khususnya dalam studynya mengenai bidang kawasan arab.
h. Astronomi
Tokoh astronomi Islam pertama adalah Muhammad al-fazani dan
dikenal sebagai pembuat astrolob atau alat yang pergunakan untuk mempelajari
ilmu perbintangan pertama di kalangan muslim. Selain al-Fazani banyak ahli
astronomi yang bermunculan diantaranya adalah muhammad bin Musa al-Khawarizmi
al-Farghani al-Bathiani, al-biruni, Abdurrahman al-Sufi.
i.
Perkembangan Ekonomi
Pada masa awal
pemerintahan Abbasiyah, pertumbuhan ekonomi cukup stabil, devisa Negara penuh
melimpah. Khalifah al-Mansur adalah tokoh ekonom Abbasiyah yang telah mampu
meletakkan dasar-dasar yang kuat dalam bidang ekonomi dan keuangan Negara (Baitul
Maal).
Ekonomi imperium Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan. Sudah terdapat
berbagai macam industri sepertikain linen di Mesir, sutra dari Syiria dan Irak,
kertas dari Samarkand, serta berbagai produk pertanian sepertigandum dari mesir
dan kurma dari iraq. Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke
berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyahdan Negara lain. Karena industralisasi yang
muncul di perkotaan ini, urbanisasi tak dapat dibendung lagi. Selain itu,
perdagangan barang tambang juga semarak. Emas yang ditambang dari Nubia dan
Sudan Barat melambungkan perekonomian Abbasiyah.
Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain merupakan hal yang sangat
penting. Secara bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang di
Cina juga mengalami masa puncak kejayaan sehingga hubungan erdagangan antara
keduanya menambah semaraknya kegiatan perdagangan dunia.[9]
2.
PENGETAHUAN
AGAMA
Selain ilmu
pengetahuan umum dinasti abbasiyah juga memperhatikan pengembangan ilmu
pengetahuan keagamaan antara lain[10]:
a. Ilmu Hadis
Diantara tokoh yang terkenal di
bidang ini adalah imam bukhari, hasil karyanya yaitu kitab al-Jami’ al-Shahih
al-Bukhari. Imam muslim hasil karyanya yaitukitab al-Jami’ al-shahih al-muslim,
ibnu majjah, abu daud, at-tirmidzi dan al-nasa’i.
b. Ilmu Tafsir
Terdapat dua cara yang ditempuh oleh
para mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Pertama, metode
tafsir bil ma’tsur yaitu metode penafsiran oleh sekelompok mufassir dengan cara
member penafsiran al-Qur’an dengan hadits dan penjelasan para sahabat. Kedua,
metode tafsir bi al-ra’yi yaitu penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan akal
lebih banyak dari pada hadits. Diantara
tokoh-tokoh mufassir adalah imam al-Thabary, al-sud’a muqatil bin Sulaiman.
c. Ilmu Fiqih
Dalam bidang fiqih para fuqaha’ yang
ada pada masa bani abbasiyah mampu menyusun kitab-kitab fiqih terkenal hingga saat
ini misalnya, imam Abu Hanifah menyusun kitab musnad al-Imam al-a’dzam atau
fiqih al-akbar, imam malik menyusun kitab al-muwatha’, imam syafi’I menyusun
kitab al-Umm dan fiqih al-akbar fi al tauhid, imam ibnu hambal menyusun kitab
al musnad ahmad bin hambal.
d. Ilmu Tasawuf
Kecenderungan
pemikiran yang bersifat filosofi menimbulkan gejolak pemikiran diantara umat
islam, sehingga banyak diantara para pemikir muslim mencoba mencari bentuk
gerakan lain seperti tasawuf. Tokoh sufi yang terkenal yaitu Imam al-Ghazali
diantara karyanya dalam ilmu tasawuf adalah ihya ulum al-din.
F. KEMUNDURAN DAN
KEHANCURAN DINASTI ABBASIYAH
Dalam rentangan sejarah
panjang peradaban Islam, tampilnya Daulah Abbasiyah sebagai pemegang
kekhalifahan yang menggantikan Daulah Umayyah, ternyata membawa corak baru
dalam budaya Islam, terutama dalam bidang pendidikan, dengan dipindahkannya
ibukota pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad merupakan awal dari perubahan
yang terjadi pada masa dinasti Abbasiyah. Dinasti ini mulai berkuasa sejak tahun
132H-656 atau sama dengan 750M-1258M[11].
Dalam sejarah Islam,
jatuhnya Daulah Abbasiyah pada tahun 1258M dianggap berakhirnya zaman keemasan
islam. Serangan militer Hulagu Khan, penguasa kerajaan Mongol dan Asia Tengah,
menjadi peristiwa sejarah yang dianggap sebagai berakhirnya masa kejayaan kaum
Muslim. Pada fase kehancuran Daulah Abbasiyah tidaklah semata-mata disebabkan
oleh serangan bangsa Mongol saja, akan tetapi terdapat beberapa factor yang
menjadi akar kemunduran Dinasti ini. Diantara factor-faktor tersebut adalah:
1.
FAKTOR INTERNAL
Faktor internal
kemunduran dinasti Abbasiyah adalah factor
yang berasal dai dalam pemerintahan islam itiu sendiri. Adanya
pergeseran orientasi watak peradaban yang berkembang di dunia islam pada waktu
itu, kecendrungan militerisme dan ekspansi wilayah kekuasaan muncul sebagai
ciri utama peradaban islam menyusul tampilnya supremasi politik bangsa Mongol.
Factor internal itu antaralain adalah:
a.
Konflik internal
keluarga istana
Perebutan
kekuasaan diantara anak-anak khalifah sering membawa kemunduran dan kehancuran
pemerintahan mereka sendiri, bahkan menjurus pada persaingan antar bangsa.
b.
Tampilnya
dominasi militer
Pada
masa khalifah Al-Mu’tasim banyak direkrut jajaran militer dari
budak-budakTurki. Disamping itu juga terdapat peningkatan ketergantungan
khalifah pada tentara bayaran dan ini pada gilirannya mungkin berhubungan
derngan perkembangan teknologi militer. Dan sekitar tahun 935 M khalifah
Abbasiyah kehilangan kekuasaannya atas seluruh wilayah propinsi, kecuali beberapa
daerah disekitar Baghdad.
c.
Permasalahan
keuangan
Dalam
bidang keuangan juga dinasti Abbasiyah mengalami kemunduran yang bersaman di
bidang politik. Pada periode pertama, dinasti Abbasiyah merupakan dinasti yang
kaya. Sehingga dana yang masuk ke Baitul-Mal lebuh banyak dari dana yang
keluar. Denagn begini memicu penguasa untuk bermewah-mewahan ditambah
kecendrungan kelemahan khalifah dan factor lain yang menyebabkan roda
pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin.
d.
Berdirinya
dinasti-dinasti kecil
Berbagai
hal yang terjadi dipusat pemerintahan Bani Abbasiyah memberikan pengaruh yang
besar terhadap daerah-daerah kekuasaan daulah ini. Karena pemerintahan daulah
yang lemah , maka banyak muncul pemberontakan-pemberontakan diberbagai derah
yang ingin membentuk dinasti-dinasti kecilyang melepaskan diri dari bani
Abbasiyah.
e.
Luasnya wilayah
Luasnya
wilayah yang harus di kendalikan, merupakan suatu penyebab lambatnya
penyampaian informasi dan komunikasi. Untuk penyatuan yang sangat luas haruslah
di tunjuk orang orang yang bisa membantu dalam mengurus daerah-daerah ini,
seperti gubernur. Namun orang yang dapat dipercaya untuk menjalankan amanah ini
sulit dan bahkan tidak ada.
f.
Fanatisme
keagamaan
Fanatisme
keagamaan berkaitan dengan persoalan kebangsaan. Karena tidak semua cita-cita
orang Persia tidak tercapai, maka kekecewaan mendorong sebagian orang-orangh
Persia mempropagandakan Zoroasteris-me dan Mazkadisme dengan munculnya
pergerakan Zindik. Hal ini menggoda keimanan para khalifah[12].
2.
FAKTOR EKSTERNAL
Selain
ancaman dari dalam, etrdapat ancaman dri luar atau factor eksternal yang
menyebankan Dinastu Abbasiyah hancur. Disntsrs fsktornys adalah:
a.
Perang Salib
Terjadinya
perang salib yang terjadi beberapa periode dan menelan banyak korban. Perang
salib merupakan perang agama yang ditimbulkan atas ketidaksenangan kaum Kristen
terhadap perkmbangan komunitas islam di Eropa. Orang-orang Kristen Eropa
terpanggil untuk berperang setelah Paus Urbanus II (1088-1099 M) mengeluarkan
fatwanya sehingga membakar semangat perlawanan orang-orang Kristen yang berada
dalam wilayah kekuasaan Islam.[13]
b.
Serangan Tentara
Mongol
Seranag
tentara Mongol kewilayah kekuasaan Islam adalah peristiwa yang banyak menelan
waktu dan pengorbanan. Setelah perang Salib, tentara Mongol juga melakukan
penyerangan ke wilayah kekuasaan Islam, gereja-gereja Kristen berasosiasi
dengan orang Mongol yang sangat anti pada Islam sehingga Mongol memporak
porandakan kota-kota yang menjadi pusat kekuasaan Islam.
Dari berbagai masalah
internal yang dihadapi Daulah Abbasiyah yang diiringi dengan serangan dari
luar, mengakibatkan kehancuran-kehancuran yang berdampak pada terhentinya
kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam. Sementara karya-karya
pemimpin islam berpindah ketangan kaum Masehi, mereka itulah yang mengikuti
jejak kaum muslimin menggunakan hasil buah piker yang cenderung mereka capai
dari pikiran Islam.
PENUTUP
Kesimpulan
Dinamakan
khilafah bani Abbasiyah karena para pendiri dan penguasanya adalah keturunan al
Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah
ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas. Berdirinya Dinasti ini tidak
terlepas dari keamburadulan Dinasti sebelumny, dinasti Umaiyah. Pada mulanya
ibu kota negera adalah al-Hasyimiyah dekat kufah. Namun untuk lebih memantapkan
dan menjaga setabilitas Negara al-Mansyur memindahkan ibu kota Negara ke
Bagdad.
Dengan demikian pusat pemerintahan dinasti
Abasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia. Al-Mansyur melakukan
konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal
untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif. Puncak perkembangan
dinasti Abbasiyah tidak seluruhnya berawal dari kreatifitas penguasa Bani
Abbasiyah sendiri. Sebagian diantaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan
Islam.
Dalam
bidang pendidikan misalnya di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai
berkembang. Namun lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa
pemerintahan Bani Abas dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Pada beberapa
dekade terakhir, daulah Abbasiyah mulai mengalami kemunduran, terutama dalam
bidang politiknya, dan akhirnya membawanya pada perpecahan yang menjadi akhir
sejarah daulah abbasiyaH
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Syam, Daulah Al-Islamiyah fi Al-‘Arsy Al-Abbasy
Al-Awal, Maktabah Al- Jalu Al-Misriyah, 1986.
Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Hasan Ibrahim
Hasan, Tarikh Al-Islam jilid IIcet.9,
Maktabah Syaksiyah Misriyah, 1980.
Musyrifah
Sunanto, Sejarah Islam Klasik :
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, Jakarta: Kencana, 2003.
Samsul
Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:
Kencana, 2009.
.
[1]
Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh Al-Islam jilid
IIcet.9, Maktabah Syaksiyah Misriyah, 1980, halaman 12.
[2]Prof.
Dr. H. Samsul Nizar, M.Ag., Sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2009) halaman 66.
[3]
Ahmad Syam, Daulah Al-Islamiyah fi
Al-‘Arsy Al-Abbasy Al-Awal, Maktabah Al- Jalu Al-Misriyah, 1986, halaman
17.
[4]
Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.Ag., Op. cit.,
halaman 66.
[5] Ibid., halaman 183.
[6]
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik :
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, (Jakarta: Kencana, 2003), halaman 51.
[7]
Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.Ag., Op.
cit., halaman 68.
[8] Ibid., halaman 79.
[9] file:///C:/Users/Aldo/Documents/MAKALAH%20ABBASIYAH.htm
[11]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2002), halaman 49-50.
[12] Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.Ag., Op. cit., halaman 188.
[13]
Badri Yatim, Op. cit., halaman 85.