-->

Minggu, 29 Januari 2023

Sejarah Pakistan sangat penting untuk diketahui. Pakistan merupakan negara republik Islam yang berada di anak benua India.Sejarah Pakistan dimulai sejak negara ini berhasil memerdekakan dirinya dari penjajahan Inggris pada 14 Agustus 1947.
Sejarah Pakistan menyebutkan bahwa secara resmi Pakistan bernama Republik Islam Pakistan dan merupakan salah satu negara di Asia Selatan. Sejarah Pakistan juga menyebutkan bahwa negara ini mempunyai garis pantai sepanjang 1,046km dengan Laut Arab dan Teluk Oman di sebelah selatan. Di bagian barat, nagara ini berbatasan dengan Iran, India di bagian timur, Cina di timur laut. 

Pakistan sampai tahun 1970 membentuk pemerintahan militer dan kemudian berubah bentuk menjadi Republik Islam Pakistan. Pakistan memiliki luas wilayah lebih dari 803 ribu kilometer persegi dan berbatasan dengan Iran, India, Afganistan dan China.

Negara Pakistan berdekatan dengan Tajikistan yang hanya dibatasi oleh daratan kecil bernama Koridor Wakhan. Pakistan berada pada zona strategis karena berdekatan dengan tempat-tempat penting di Asia Selatan, Asia Tengah, dan Timur Tengah. Inilah yang membuat sejarah Pakistanpenting untuk diketahui. 

Salah satu sejarah Pakistan yang penting diketahui adalah keberadaan situs dari kebudayaan kuno seperti budaya Neolitik, Mehrgarh, dan peradaban emas lembah Indus. Situs-situs yang merupakan bagian dari sejarah Pakistan ini berada di daerah Pakistan dan termasuk sejarah Veda, Indo-Yunani, Persia, peradaban Islam, dinasti Turki-Mongol dan kebudayaan Sikh setelah melalui berbagai invasi. Untuk lebih jelasnya, simaklah uraian singkat tentang sejarah Pakistan berikut.
Sejarah Pakistan: Gagasan Pendirian Pakistan
Sejarah Pakistan diawali ketika Inggris menguasai anak benua India selama hampir 200 tahun, dari 1756 hingga 1947. Reformasi politik pada akhir abad ke-19 memungkinkan dibentuknya partai-partai politik. Indian National Congress, yang mewakili mayoritas penduduk Hindu didirikan pada 1885. Muslim League dibentuk pada 1906 untuk mewakili dan melindungi posisi minoritas Muslim. 
Seorang penyair dan filsuf bernama Sir Muhammad Iqbal mengusulkan agar provinsi-provinsi India Inggris di sebelah barat laut serta negara bagian Jammu dan Kashmir sebaiknya digabung menjadi sebuah negara.
Berkaitan dengan nama, sejarah Pakistan memiliki kisah yang menarik. Nama “Pakistan” yang digunakan untuk menyebut penggabungan ini, merupakan singkatan dari nama-nama provinsi tersebut, yaitu Punjab, Afghania (Provinsi North West Frontier), Kashmir, Indus-Sind, dan Baluchistan.
Berdasarkan sejarah Pakistan, nama negara ini (Pakistan) artinya ‘tanah yang murni’ dalam bahasa Urdu ataupun bahasa Persia. Sejarah Pakistan juga mengatakan bahwa nama negara Pakistan diusulkan oleh seorang tokoh gerakan Pakistan, Choundry Rahmat Ali. 
Menjelang akhir 1930, Muhammad Ali Jinnah, pemimpin Muslim League yang dianggap sebagai pendiri Pakistan, menyatakan bahwa satu-satunya cara untuk menghindarkan Muslim India dari dominasi Hindu adalah dengan mendirikan negara Muslim tersendiri.
Sejarah Pakistan: Kemerdekaan
Sejarah Pakistan memang sangat beragam, termasuk masalah kemerdekaan. Pada 1940, Muslim League secara resmi mendukung pembagian India Inggris serta pendirian Pakistan. Inggris kemudian memutuskan untuk membagi bekas jajahannya tersebut dan pada 15 Agustus 1947, menyerahkan kekuasaan secara terpisah kepada India dan Pakistan. 
Sejarah Pakistan berlanjut dengan pembagian wilayah Pakistan menjadi dua, yaitu Pakistan Barat dan Pakistan Timur. Pakistan Barat adalah negara Pakistan saat ini, sedangkan Pakistan Timur saat ini dikenal sebagai negara Bangladesh. Kedua bagian tersebut dipisahkan wilayah India sepanjang 1.600 kilometer.
Pembagian anak benua India menyebabkan perpindahan penduduk secara besar-besaran. Sekitar 6 juta pemeluk Hindu dan Sikh keluar dari Pakistan menuju India, dan sekitar 8 juta umat Muslim bermigrasi dari India ke Pakistan.
Sejarah Pakistan yang cukup kelam terjadi ketika perpindahan penduduk disertai kekerasan antarkelompok etnik berskala besar yang menguatkan rasa permusuhan di antara kedua negara. Permusuhan tersebut makin bertambah dengan adanya perselisihan mengenai masuknya negara-negara bagian pribumi ke dalam salah satu di antara kedua negara tersebut. 
Penguasa Hindu Jammu dan Kashmir, yang 85 persen penduduknya Muslim, memutuskan bergabung dengan India. Pakistan kemudian menuntut hak atas Jammu dan Kashmir, sehingga terjadi perang antara Pakistan dan India.
Meskipun Perserikatan Bangsa-Bangsa kemudian mengeluarkan resolusi agar diadakan plebisit di bawah pengawasan PBB untuk menentukan masa depan Kashmir, India tetap menduduki sekitar dua pertiga wilayah tersebut dan menolak diadakannya plebisit.
Sejarah Pakistan: Politik di Awal Kemerdekaan
Sejarah Pakistan juga menyebutkan bahwa pemerintahan Pakistan pertama kali dipimpin oleh Perdana Menteri Liaquat Ali Khan. Muhammad Ali Jinnah menjadi gubernur jenderal hingga meninggal pada 1948. Dari 1947 hingga 1951, Pakistan berada dalam kondisi tidak stabil. Setelah Liaquat terbunuh pada 1951, Khwaja Nazimuddin dari Pakistan Timur menggantikannya sebagai perdana menteri. Pada 1953, Nazimuddin digantikan oleh Muhammad Ali Bogra. 
Bogra mengundurkan diri pada 1955 dan Chaudhuri Muhammad Ali ditunjuk sebagai perdana menteri keempat. Pada tahun yang sama Gubernur Jenderal Ghulam Muhammad juga mengundurkan diri. Iskander Mirza, yang berasal dari militer, menjadi gubernur jenderal keempat dan terakhir.
Pada 23 Maret 1956 Pakistan diproklamasikan sebagai republik Islam. Iskander Mirza menjadi presiden pertama. Sementara Huseyn Shaheed Suhrawardy menjadi perdana menteri kelima. Proklamasi ini dianggap sebagai salah satu sejarah Pakistan yang berkesan bagi seluruh rakyatnya.
Sejarah Pakistan: Diktator Militer dan Pemisahan Pakistan Timur
Sejarah Pakistan juga tidak lepas dari masalah militer. Pada 1958 Jenderal Muhammad Ayub Khan mengambil alih kendali atas Pakistan dengan memberlakukan keadaan darurat dan melarang semua kegiatan politik selama beberapa tahun. Setelah kekalahan Pakistan dalam perang melawan India pada 1965, kekuasaan Ayub Khan mulai berkurang. Pada Maret 1969, Ayub Khan mundur. Dia menyerahkan tanggung jawab pemerintahan kepada Jenderal Muhammad Yahya Khan. 
Pemilihan umum yang diselenggarakan pada Desember 1970 menimbulkan polarisasi Pakistan Barat dan Pakistan Timur. Pada 26 Maret 1971 Pakistan Timur memisahkan diri dengan memproklamasikan berdirinya Republik Rakyat Bangladesh. Pertempuran pecah antara kaum nasionalis Bengal dan tentara Pakistan. Peristiwa ini dikenang sebagai sejarah Pakistan yang buruk. 
Pada November 1971 India mengirimkan pasukan ke Pakistan Timur untuk bertempur di pihak Bangladesh. Pasukan Pakistan kemudian menyerah di Dhaka pada 16 Desember 1971. Presiden Yahya Khan kemudian mengundurkan diri. Zulfikar Ali Bhutto mengambil alih Pakistan dan mengakui kemerdekaan Bangladesh.
Sejarah Pakistan: Masa Kekuasaan Zia-ul-Haq
Pemilihan umum berlangsung pada Maret 1977. Namun, kemenangan partai Bhutto, Pakistan People’s Party (PPP) dianggap sebagai kecurangan. Kerusuhan dan kebuntuan politik mendorong Jenderal Muhammad Zia-ul-Haq mengambil alih pemerintahan. Zia menyatakan diri sebagai presiden pada 16 September 1978.
Bhutto kemudian diadili dan divonis bersalah atas pembunuhan lawan politiknya pada 1974. Bhutto dieksekusi pada 4 April 1979. 
Pada 19 Agustus 1988 Zia tewas dalam kecelakaan pesawat Angkatan Udara Pakistan. Selanjutnya, pemilihan umum pada akhir 1988 membawa Benazir Bhutto, putri Zulfikar Bhutto, ke kursi perdana menteri.
Sejarah Pakistan pada Era 1990-an hingga Sekarang
Sepanjang 1990-an, Pakistan berada dalam ketidakstabilan politik. Benazir Bhutto dua kali menjadi perdana menteri, dan dua kali diturunkan. Sementara Nawaz Sharif tiga kali menjadi perdana menteri hingga dikudeta oleh Jenderal Pervez Musharraf pada 12 Oktober 1999.
Benazir Bhutto terbunuh pada sebuah serangan bunuh diri pada 27 Desember 2007. Musharraf menuduh al Qaeda sebagai pelaku serangan. Namun, pendukung Bhutto menuduh pemerintah Musharraf mendalangi peristiwa itu.
Musharraf mundur dari jabatannya sebagai presiden pada 18 Agustus 2008. Selanjutnya, pada 6 September 2008, Asif Ali Zardari, suami Benazir Bhutto terpilih sebagai presiden dengan Yousaf Raza Gilani sebagai perdana menteri. Itulah tadi uraian panjang seputar sejarah Pakistan. Semoga bermanfaat!




SISTEM PEMERINTAHAN PAKISTAN


Sistem Pemerintahan sangat menentukan bagaimana suatu negara di jalankan dalam organisasi yang sangat besar seperti negara. Rangkaian kerjanya tentu lebih kompleks. Semakin kompleks rangkaian kerja suatu negara, maka negara tersebut sangat memerlukan suatu sistem pemerintahan, karena tidak terbayangkan suatu organisasi yang besar seperti negara dapat menjalankan segenap tugasnya secara baik tanpa adanya suatu sistem. Bisa jadi masing masing komponen dalam negara akan bekerja sendiri sendiri tanpa koordinasi, tanpa kerjasama, dan tanpa kesatuan. Kerumitan yang terjadi sungguh sulit dibayangkan.
Secara umum ada dua sistem pemerintahan, yaitu sistem pemerintahan Parlementer dan sistem pemerintahan Presidensil. Selain itu ada pula sistem pemerintahan semi presidensil yang menggabungkan keduanya.
Salah satu negara yang berada di Asia Selatan yaitu Pakistan memulai masa kemerdekaannya dengan sisterm pemerintahan parlementer mirip dengan sistem pemerintahan di Inggris. Penerapan sistem parlementer ini didasarkan atas UUD yang berlaku selama 2 tahun.
Pakistan (Islamic Republic of Pakistan) adalah negara yang merdeka pada tanggal 14 agustus 1947. Sebelumnya Negara ini bergabung dengan India kemudian pada 14 agustus 1947, Pakistan memisahkan diri dari India dan mengungumkan kemerdekaannya. Pada abad ke-8 agama Islam masuk ke anak benua India dan sebagian dari wilayah Pakistan sekarang, selama masa penjajahan Ingris pada akhir abad ke-18, dulu dikuasai oleh kaum muslimin. Bersamaan dengan bangkitnya perjuangan rakyat India melawan penjajahan Inggris, pada tahun 1906 terbentuk partai “Liga Muslim” yang diketuai Muhammad Ali Jinah dan bertujuan untuk membentuk pemerintahan islami. Negara Muslim terbentuk sejak pemerintahan pertama yaitu di bawah pimpinan Muhammad Ali Jinnah dan Liaquat Ali Khan.
Partai ini kemudian secara bertahap mampu menarik kekuatan kaum muslim dan akhirnya terbentuklah negara Pakistan. Awalnya Pakistan terdiri dari dua wilayah yang terpisah, yaitu timur dan barat india. Namun, karena ketidakpuasan rakyat Pakistan Selatan atas pemerintahan pusat, akhirnya Pakistan Selatan memisahkan diri dan membentuk negara Bangladesh pada tahun 1971. Pakistan sampai tahun 1970 membentuk pemerintahan militer dan kemudian berubah bentuk menjadi Republik Islam Pakistan. Pakistan memiliki luas wilayah lebih dari 803 ribu kilometer persegi dan berbatasan dengan Iran, India, Afganistan dan China.
Sejak 1947 hingga 1956, pakistan menjadi dominan di Common Wealth of Nation. Negara republikpun dideklarasikan pada tahun 1956 dan kekuasaan di alihkan pada Ayub Khan (1958 – 1969), yang menjabat menjadi presiden saat kondisi yang tidak stabil. Pada saat perang kedua dengan Moja (1965) yang memimpin adalah Yahya Khan (1969 – 1971) dan dalam perang itu kurang lebih 500.000 orang mati di Pakistan Timur.
Di bawah Jenderal Ayub Khan dimulailah suatu sistem pemerintahan presidensil dengan badan esekutif yang kuat. Penerapan sistem presidensil tersebut, didasarkan atas UUD 1962 yang berlaku sampai tahun 1969. menurut UUD tersebut, badan eksekutif terdiri atas presiden yang beragama islam beserta materi-materi. Para menteri adalah pembantu presiden yang tidak boleh merangkap anggota legislatif. Presiden mempunyai wewenang untuk menjatuhkan veto atas rancangan UU yang telah diterima oleh badan legislatif. Namun veto dapat dibatalkan , jika rancangan UU tersebut diterima oleh mayoritas 2/3 suara.
Presiden menjalankan pemerintahan bersama dengan perdana menteri. Ada pembagian tugas antara presiden yang mngelola urusan luar negeri dan perdana menteri yang mengurus persoalan dalam negeri.
Pakistan mempunyai empat wilayah federal ( Balochitan, Nort-West Frontier Province (NWFP), Punjab dan Sindh), Territorial Utama (Islamabad) dan tiga area federasi suku (Federally Administered Tribal Areas, Azad Kashmir dan area Northern.
Setiap provinsi mempunyai sistem pemerintahan yang sama, dan setiap provinsi mempunyai kepala pemerintahan masing masing yang dapat dipilih secara langsung dalam sebuah rapat provinsi dan nantinya dapat menjadi perdana menteri. Permerintah tiap provinsi ditetapkan oleh Presiden.
Sistem presidensil merupakan sistem pemerintahan di mana kepala pemeriintahan dipegang oleh presiden (yang merupakan kekuasaan nominal) dan memegang kekuasaan politik. Presiden sebagai kepala eksekutif tidak bertanggung jawab kepada parlemen (legislatif). Presiden dipilih bukan oleh parlemen, tetapi dipilih secara langsung oleh pemilih (rakyat), presiden bukan merupakan bagian parlemen, dia tidak dapat diberhentikan dari jabatannya oleh parlemen,dan presiden tidak dapat membubarkan parlemen dan mengadakan pemilihan umum. Namun apabila presiden membubarkan badan legislatif, presiden juga harus mengundurkan diri dalam waktu empat bulan dan mengadakan pemilihan umum baru. Sistem presidensil disebut juga dengan istilah “The Presidensial Type of Government” atau Non Parliamentary System”.
Dalam keadaan darurat, presiden berhak mengeluarkan ordinansi yang harus diajukan pada badan legislatif kalau melanggar UUD dalam hal berkelakuan buruk, dengan ¾ jumlah suara legislatif. Sistem pemerintahan presidensil di Pakistan hanya berlasung 1962 – 1969, sekarang negera tersebut kembali ke sistem parlementer kabinet.





Pengertian Sistem Presidensial
Sistem pemerintahan presidensial atau disebut juga dengan sistem kongresional adalah sistem pemerintahan dimana badan eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih oleh rakyat secara terpisah. Sistem presidensial tidak mengenal adanya lembaga pemegang supremasi tertinggi. Kedaulatan negara dipisahkan (separation of power) menjadi tiga cabang kekuasaan, yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif, yang secara ideal diformulasikan sebagai ”Trias Politica” oleh Montesquieu. Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat untuk masa kerja yang lamanya ditentukan konstitusi. Konsentrasi kekuasaan ada pada presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Dalam sistem presidensial para menteri adalah pembantu presiden yang diangkat dan bertanggung jawab kepada presiden.
merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.
Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensiil terdiri dari 2 unsur yaitu:
• Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.
• Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling menjatuhkan..
Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya.
Model ini dianut oleh Amerika serikat,Indonesia,dan sebagian besar Negara Amerika latin
Bentuk MPR sebagai majelis permusyawaratan-perwakilan dipandang lebih sesuai dengan corak hidup kekeluargaan bangsa Indonesia dan lebih menjamin pelaksanaan demokrasi politik dan ekonomi untuk terciptanya keadilan sosial,dan sebagai ciri demokrasi Indonesia. Dalam struktur pemerintahan negara, MPR berkedudukan sebagai supreme power dan penyelenggara negara yang tertinggi. DPR adalah bagian dari MPR yang berfungsi sebagai legislatif. Presiden menjalankan tugas MPR sebagai kekuasaan eksekutif tertinggi, sebagai mandataris MPR.
Sebagai penjelmaan rakyat dan merupakan pemegang supremasi kedaulatan, MPR adalah penyelenggara pemerintahan negara tertinggi, “pemegang” kekuasaan eksekutif dan legislatif. DPR adalah bagian MPR yang menjalankan kekuasaan legislatif, sedangkan presiden adalah mandataris yang bertugas menjalankan kekuasaan eksekutif. Bersama-sama, DPR dan presiden menyusun undang-undang. DPR dan presiden tidak dapat saling menjatuhkan seperti pada sistem parlementer maupun presidensial.
Sistem presidensial dipandang mampu menciptakan pemerintahan negara berasaskan kekeluargaan dengan stabilitas dan efektifitas yang tinggi. Sehingga para anggota legislatif bisa lebih independent dalam membuat UU karena tidak khawatir dengan jatuh bangunnya pemerintahan. Sistem presidensial mempunyai kelebihan dalam stabilitas pemerintahan, demokrasi yang lebih besar dan pemerintahan yang lebih terbatas. Adapun kekurangannya, kemandekan (deadlock) eksekutif-legislatif, kekakuan temporal, dan pemerintahan yang lebih eksklusif.
Secara konstitusional, DPR mempunyai peranan untuk menyusun APBN, mengontrol jalannya pemerintahan, membuat undang-undang dan peranan lain seperti penetapan pejabat dan duta. Presiden tak lagi bertanggung jawab pada DPR karena ia dipilih langsung oleh rakyat.
Konstitusi RI jelas telah menetapkan sistem pemerintahan presidensial. Pemerintahan presidensial mengandalkan pada individualitas. Sistem pemerintahan presidensial bertahan pada citizenship yang bisa menghadapi kesewenang-wenangan kekuasaan dan juga kemampuan DPR untuk memerankan diri memformulasikan aturan main dan memastikan janji presiden berjalan.
Pemerintahan presidensial memang membutuhkan dukungan riil dari rakyat yang akan menyerahkan mandatnya kepada capres. Namun, rakyat tak bisa menyerahkan begitu saja mandatnya tanpa tahu apa yang akan dilakukan capres.
B. Ciri-ciri pemerintahan presidensial yaitu
• Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.
• Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih langsung oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat.
• Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen.
• Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan eksekutif (bukan kepada kekuasaan legislatif).
.
• Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertangungjawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif.
• Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakan presiden tidak dipilih oleh parlemen.
• Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer.
• Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota parlemen dipilih oleh rakyat.
.
C. Kelebihan dan Kelemahan Sistem Pemerintahan Presidensial
Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial:
• Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
• Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Filipina adalah enam tahun dan Presiden Indonesia adalah lima tahun.
• Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
• Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.
• Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
• Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Indonesia adalah lima tahun.
• Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
• Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.
D. Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial:
• Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak.
• Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
• Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang lama.
• Karena presiden tidak bertanggung jawab pada badan legislatif, maka sistem pertanggungjawabannya menjadi tidak jelas
• Bisa menciptakan sebuah kekuasaan yang mutlak karena kekuasaan eksekutif berada di luar pengawasan langsung legislatif.
E. Tugas presiden sebagai kepala Negara dan pemerintahan
F. Tugas Presiden Sebagai Kepala Negara :
Kepala negara adalah orang yang mengepalai negara dan sebagai symbol resmi negara Indonesia di dunia yang mempunyai tugas sebagai berikut :
1. Menetapkan dan mengajukan anggota dari hakim konstintusi.
2. Mangangkat duta dan konsul untuk negara lain dengan pertimbangan DPR.
3. Menerima duta dari negara lain dengan pertimbangan DPR.
4. Memberikan Grasi dan Rehabilitasi dengan pertimbangan dari MA / Mahkamah Agung.
5. Memberikan Amnesti dan Abolisi Rehabilitasi dengan pertimbangan dari DPR.
6. Memegang kekuasaan tertinggi atas AU / Angkatan Udara, AD / Angkatan Darat dan AL / Angkatan Laut.
7. Menyatakan keadaan bahaya yang syarat-syaratnya ditetapkan oleh Undang- Undang.
8. Menyatakan perang dengan negara lain, damai dengan negara lain dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR.
9. Membuat perjanjian yang menyangkut hajat hidup orang banyak, mempengaruhi beban keuangan negara dan atau mengharuskan adanya perubahan / pembentukan Undang-Undang harus dengan persetujuan DPR.
10. Memberi gelar, tanda jasa, tanda kehormatan dan sebagainya yang diatur oleh UU
11. Menetapkan calon Hakim Agung yang diusulkan oleh KY / Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR.
12. Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih DPR atas dasar pertimbangan DPD.
13. Membentuk dewan pertimbangan yang memiliki tugas memberi nasehat dan pertimbangan untuk Presiden yang diatur oleh UU.
G. Tugas Presiden Sebagai Kepala Pemerintahan :
Sebagai kepala pemerintahan, Presiden dibantu oleh menteri-menteri dalam kabinet, memegang kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan sehari-hari. Tugas presiden sebagai kepala pemerintahan yaitu sebagai berikut :
1. Menjalankan roda pemerintahan dengan di bantu oleh para menteri dan stafnya
2. Menetapkan peraturan pemerintah
3. Mengajukan rancangan Undang-Undang





LAMBANG PAKISTAN
Lambang negara Pakistan resmi digunakan di Pakistan pada 1954. Lambang ini berwarna hijau dengan bulan sabit dan bintang di puncaknya yang melambangkan Islam, sebagai agama mayoritas di Pakistan. Pada bagian tengah terdapat perisai yang terbagi empat yang menampilkan gambar tanaman utama Pakistan antara lain tanaman kapas, teh, gandum, dan yute. Rangkaian bunga di sekililing perisai adalah Melati Pujangga(bunga nasional Pakistan) dan melambangkan Kemaharajaan Mughal yang menjadi warisan budaya Pakistan. Gulungan kertas di bawahnya bertuliskan semboyan nasional motto dalam bahasa Urdu, yang diciptakan oleh Muhammad Ali Jinnah, yang dibaca dari kanan ke kiri: (bahasa Urdu:ایمان ، اتحاد ، نظم) Iman, Ittehad, Nazm yang berarti "Iman, Persatuan, dan Disiplin".



BENDERA PAKISTAN
Bendera Pakistan dirancang oleh Ameer-ud-Din Khidwai dan diresmikan saat Pakistan merdeka pada 14 Agustus 1947. Bagian hijau melambangkan rakyat yang beragama Islam dan putih melambangkan kaum minoritas bukan Islam. Bulan sabit melambangkan kemajuan dan bintangmelambangkan cahaya dan ilmu.
Sebutan rakyat setempat untuk bendera ini adalah subz hilali parcham(Urdu) untuk "bendera hijau dan bulan sabit".


TOKOH-TOKOH TERKENAL
Pemilu Bebas dan Adil – Kecuali bagi AhmadiTerbit pada: 8 May 2013 13:11 pm

Zofeen Ebrahim
KARACHI (IPS) – SYED HASAN, dokter berusia 25 tahun yang berpraktik di sebuah rumahsakit swasta di Lahore, berencana menghabiskan waktunya pada 11 Mei, hari pemilihan umum Pakistan, di tempat tidurnya.
Sebagai penganut Ahmadiyah, Hasan berikrar memboikot pemilu mendatang dengan alasan hak komunitasnya, berjumlah sekira empat juta orang, dihilangkan.
Sejak Konstitusi Pakistan melabeli mereka non-Muslim, para Ahmadi –yang meyakini ulama abad ke-19 Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi– menjadi minoritas yang terus-menerus teraniaya di Pakistan.
Diskriminasi ini sangat terasa di kotak suara. Penganut Ahmadiyah dipaksa mendaftar suaranya di bawah kategori terpisah dari warga lain dan karenanya menerima status non-Muslim, sebuah penyangkalan terhadap identitas keagamaan mereka, ujar Amjad M. Khan, ketua Perhimpunan Pengacara Muslim Ahmadiyah, bermarkas di AS, kepada IPS lewat surat elektronik.
Menurut Hasan, “Jika kami ingin memilih sebagai Muslim Pakistan, begitulah kami menganggap diri kami, kami harus mencela komunitas Ahmadi dan pemimpin spiritual kami, Mirza Ghulam Ahmad, sebagai nabi palsu,” yang dia sendiri tak bermaksud menyebut dirinya sebagai nabi.
Dia berujar bahwa keyakinannya lebih penting ketimbang ikut pemilu.
Walau pilihan itu sudah jelas bagi banyak Ahmadi, para pemuka masyarakat sipil dan partai politik khawatir apa arti boikot itu bagi demokrasi di negara berpenduduk 170 juta ini, di mana harapan untuk “pemilu yang bebas dan adil” menjulang menjelang pemungutan suara.
Bagi Adnan Rehmat, ketua ‘Intermedia’ –organisasi pengembangan media yang berpengaruh berbasis di Islamabad, “Bila 200.000 Ahmadi dewasa tak memberikan suara karena … hukum mencabut hak-hak mereka… itu berarti pemilu secara teknis tidak bebas dan adil”. Itu juga mengindikasikan ada “kesalahan serius” pada fungsi negara.
“Ahmadi… didiskriminasi pada tingkat yang tak belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan dalam sejarah kami sendiri yang penuh warna,” ujar Mohammad Hanif, novelis dan jurnalis Pakistan. Dia menambahkan, memaksa Ahmadi mengidentifikasi diri mereka sendiri secara berbeda di kotak suara “lebih buruk dari orang-orang yang kehilangan hak memilih –ini membunuh kemanusiaan mereka.”
Dekade diskriminasi
Sejak berdiri pada 1947 hingga Muhammad Zia-ul-Haq berkuasa sebagai diktator militer pada 1985, Pakistan memiliki sistem pemilu yang memungkinkan semua warga negara punya hak sama untuk memilih kandidat politiknya, terlepas dari preferensi agamanya.
Dalam upaya “Islamisasi” Pakistan, Zia-ul-Haq menetapkan sebuah sistem terpisah bagi apa yang dia disebut non-Muslim, yang hanya punya hak pilih 5 persen kursi parlemen.
Sistem itu efektif merampok masyarakat dari perwakilan politiknya, mencegah Ahmadi menduduki pos-pos strategis di pemerintahan atau bahkan mendapatkan pekerjaan di lembaga-lembaga negara seperti kepolisian.
Pada 2002, untuk memenuhi tuntutan kelompok Islam garis keras, mantan Presiden Pervez Musharraf mengeluarkan Maklumat No 15. Isinya, para Ahmadi dimasukkan pada “daftar pemilih tambahan”, suatu langkah yang disebut Amjad M. Khan “laknat bagi keadilan Islam”.
Sejak itu, ujarnya, pemerintah dengan sengaja menutup mata atas “apartheid pemilih” di Pakistan, melanggar Pasal 25 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, yang sudah ditandatangani Pakistan pada 2008.
Kendati sebagian orang menilai diskriminasi itu murni masalah politik, bagi Muslim Ahmadiyah itu masalah hidup atau mati. Celah hukum memungkinkan kaum ektremis berkedok agama menyerang komunitas minoritas, sementara undang-undang antipenodaan agama yang kontroversial membuka jalan bagi berlanjutnya intoleransi.
Bulan lalu, Jamaat-i-Ahmadiyya menerbitkan laporan tahunan 2012, menyatakan 19 anggota komunitasnya dibunuh tahun lalu; total sekira 226 Ahmadi tewas dalam kekerasan sektarian sejak 1984.
Hampir tiga tahun lalu, pada 28 Mei 2010, 94 Muslim Ahmadiyah dibantai di masjid-masjid mereka selama shalat Jumaat di timur kota Lahore. Tak satu pun pelakunya diadili.
Tahun ini, oposisi Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI), dipimpin mantan bintang kriket Imran Khan, mengambil sikap melawan diskriminasi itu atas nama minoritas yang teraniaya. Zohair Ashir, jurubicara PTI, berujar kepada IPS bahwa partainya menganggap semua warga Pakistan punya hak sama di mata hukum.
“Memalukan bahwa pemerintah di masa lalu tak memperbaiki begitu banyak ketidakadilan dan ketimpangan dalam sistem,” katanya. Dia menambahkan, jika meraih kekuasaan, PTI akan “mengatasi semua masalah tersebut secara cepat dan tepat”.
Dia berhenti sejenak saat ditanya secara khusus apa langkah kongkret yang akan diambil untuk menjamin partisipasi penganut Ahmadiyah dalam politik. “Secara hipotesis, pada tahap ini menentukan langkah legislatif yang perlu diambil dan kapan waktunya. Memperbaiki perekonomian, krisis energi, dan memerangi terorisme adalah bidang prioritas utama dan mendesak bagi kami.”
Hanya sedikit orang yang percaya pemilu nanti akan membawa perubahan.
Berbicara kepada IPS lewat telepon dari Chenab Nagar, sebuah kota di provinsi Punjab di mana 95 persen dari 70.000 penduduknya adalah penganut Ahmadiyah, seorang jurnalis 37 tahun bernama Aamir Mehmood berkata bahwa dia “tak bisa membayangkan ada politisi atau partai yang punya keberanian utuk memulai sebuah perdebatan dan penentangan soal undang-undang diskriminatif di negara kami yang dipakai untuk mengekang kaum minoritas”.
Karena hari pemungutan suara kian mendekat, pelbagai kelompok dan individu yang bertindak untuk melindungi “kesucian Nabi Muhmmad” menyerukan dukungan atas aturan pemilu diskriminatif dan mencela rencana boikot.
“Jika mereka (Ahmadi) ingin mengubah keputusan ini (Maklumat 2002), mereka harus menempuh jalur pengadilan dan parlemen,” kata Qasim Farooqi, jurubicara Ahlu Sunnah Wal Jamaah (ASWJ), organisasi sektarian yang dilarang.
“Boikot bukanlah jawabannya,” kata Farooqi. “Memberikan suara adalah penting. Ahmadi harus memainkan perannya –dengan tidak berpartisipasi dalam pemilu, mereka hanya bikin negara ini lemah.”
Ketegangan yang mendidih ini menjadi pertanda buruk bagi Ahmadi, yang cepat atau lambat akan menanggung beban amarah kelompok Islam lain. Bulan lalu, tujuh Ahmadi dihukum dengan sejumlah tuduhan termasuk “menodai Alquran” dan “menyebut diri Muslim”. Mereka juga dituduh mencetak dan menyebarkan informasi “yang menghina Tuhan” dalam bentuk suratkabar komunitas, ‘Al-Fazal’.
Para pemuka Ahmadiyah menuturkan bahwa koran itu, salah satu yang tertua di Pakistan, hanya didistribusikan di lingkaran komunitas mereka sendiri.*



Baca Artikel Terkait: