Umair bin Wahb al Jumahi adalah salah seorang pahlawan dan ahli peperangan kafir Quraisy, karena kepiawaiannya ia sering disebut sebagai ‘Setan Quraisy’ pada masa jahiliahnya. Pada perang Badar, ia menjadi salah satu komandan pasukan, dan sempat memperingatkan Abu Jahal, komandan pasukan tertinggi saat itu untuk mundur saja, tetapi sarannya diabaikan. Tetapi setelah kekalahan kaum kafir Quraisy di perang tersebut, jiwa kepahlawanan Umair seakan terusik. Karena itu ia sempat sesumbar untuk membunuh Rasulullah SAW. Hanya karena keadaannya yang miskin, banyaknya hutang, dan kewajibannya menanggung kehidupan keluarga, membuatnya terhalang melaksanakan niatnya itu.
Mendengar perkataan Umair tersebut, Shafwan bin Umayyah, yang ayahnya tewas di perang Badr, yaitu Umayyah bin Khalaf, bekas tuan dari budak Bilal bin Rabbah, melakukan pertemuan rahasia dengan Umair bin Wahb di suatu tempat sepi di dekat sebuah batu besar. Ia memberikan penawaran kepada Umair bin Wahb untuk membalaskan dendam membunuh Rasulullah SAW, di mana perjalanannya ke Madinah akan dibiayai, hutang-hutangnya dilunasi dan kehidupan keluarganya akan dijamin. Umair bin Wahb setuju dengan penawaran itu.
Umair bin Wahb berangkat ke Madinah dengan pedang terhunus. Sesampainya di Madinah, Umar bin Khaththab melihat kedatangannya dan melaporkannya kepada Nabi SAW, “Wahai Rasulullah, musuh Allah Umair bin Wahb datang, ijinkanlah saya membunuhnya!!”
Nabi SAW melarang Umar bertindak apapun, namun demikian ia sendiri yang menyambut Umair dan sambil berpesan kepada orang-orang Anshar, “Waspadalah terhadap lelaki keji ini, bawalah dia kepada Rasulullah SAW…!”
Sesampainya di hadapan Nabi SAW, beliau langsung bersabda, "Wahai Umair, untuk apa engkau kemari ?"
Umair mencoba mengelabui Nabi SAW dengan mengatakan, bahwa kedatangannya untuk menebus tawanan yang ditahan pasukan muslim di perang Badar. Soal pedangnya yang terhunus dikatakannya hanya karena lupa saat turun dari kendaraannya tadi. Tetapi Nabi SAW terus mendesak, dengan bersabda, "Jujurlah, apa yang membawamu kemari ?"
Saat Umair bertahan dengan alasannya soal tawanan itu, Rasulullah SAW bersabda,"Lalu apa yang dijanjikan Shafwan bin Umayyah di dekat batu itu ?"
Umair bin Wahb terkejut, dan berkata, "Ia tidak menjanjikan sesuatupun."
Rasulullah SAW bersabda, "Bukankah engkau menyanggupi untuk membunuhku, dengan imbalan ia akan membayar hutang-hutangmu dan menjamin kehidupan keluargamu? Namun Allah pasti akan mencegah niatmu itu."
Umair berkata seakan tak percaya, "Demi Allah, saat itu tidak ada orang lain selain aku dan Shafwan, sungguh benar apa yang engkau katakan. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya."
Rasulullah SAW sangat gembira dengan keislamannya tersebut, dan berkata pada para sahabatnya, "Ajarilah saudaramu ini Al Qur'an dan lepaskanlah tawanan yang ia inginkan."
Sementara di Makkah, Shafwan bin Umayyah telah menggembar-gemborkan rencananya itu pada penduduk Makkah dan selalu menanyakan kepada orang-orang yang datang atau lewat dari Madinah. Tetapi ia jadi kecewa ketika kabar yang didengarnya bukan tentang terbunuhnya Rasulullah SAW tetapi justru masuk islamnya Umair bin Wahb.
Saat kembali ke Makkah, Umair justru menjadi pendakwah dan tidak ada orang kafir Quraisy yang berani menghalanginya. Setelah beberapa waktu lamanya tinggal di Makkah, iaberhijrah ke Madinah bersama banyak sekali orang Quraisy yang telah masuk Islam karena ajakannya.
Setelah peristiwa Fathul Makkah, Umair bin Wahb-lah yang mengajak Shafwan bin Umayyah kembali ke Makkah setelah dia akan melarikan diri ke Yaman. Sedikit banyak Umair merasa bahwa keislamannya tidak lepas dari peran sahabatnya itu, walau saat itu dengan niat yang salah. Ia ingin Shafwan merasakan kenikmatan di dalam Islam, sebagaimana ia telah merasakannya. Dan akhirnya sahabatnya itu memeluk Islam setelah selesainya Perang Hunain.