-->

Jumat, 27 Januari 2023

Shalat Hari Raya, di Masjid atau Lapangan?

Dalam setiap masalah fikih, setidaknya ada empat pendapat yang berbeda. Masing-masing pendapat mempunyai dalil, baik naqli (Al-Qur`an dan hadits), atau pun aqli (logika berupa kesimpulan hukum dari Al-Qur`an dan hadits baik tersurat maupun tersirat). Contoh ringan adalah hukum shalat berjamaah bagi laki-laki. Ada yang mengatakan, wajib namun bukan bagian dari rukun shalat, sunnah muakkadah (sunnah yang ditekankan), dan fardu kifayah. Ada pula yang berpendapat, shalat berjamaah bagi laki-laki adalah wajib dan itu merupakan rukun shalat.

Perbedaan pendapat (khilafiyah) di kalangan ulama juga terjadi ketika menentukan mana yang lebih utama antara shalat hari raya di masjid atau di lapangan. Berikut ini adalah pemaparannya.

Menurut pendapat yang kuat di kalangan ulama madzhab Hanafi, shalat hari raya di lapangan hukumnya sunnah sekalipun masjid bisa menampung semua jamaah. Menurut madzhab Hanafi, melakukan shalat hari raya di masjid tanpa ada uzur yang dibenarkan dalam syariat hukumnya makruh, kecuali di Mekah yakni di Masjidil Haram, karena ia adalah sebaik-baik tempat shalat di muka bumi.

Ulama mazhab Hanbali berpendapat, shalat hari raya di lapangan hukumnya sunnah. Namun dengan syarat lapangan itu dekat dengan bangunan yang ada di sebuah daerah. Jika lapangan itu jauh, maka menurut mereka shalat di lapangan hukumnya makruh. Hampir sama dengan mazhab Hanafi, ulama mazhab Hanbali juga berpendapat bahwa shalat hari raya di masjid tanpa uzur hukumnya makruh, kecuali bagi orang-orang yang tinggal di Mekah; karena yang utama adalah shalat di Masjidil Haram.

Ulama mazhab Maliki menuturkan, shalat hari raya di lapangan sangat dianjurkan namun tidak disunnahkan. Mereka juga sependapat dengan mazhab Hanafi dan Hanbali, bahwa shalat hari raya di masjid tanpa uzur hukumnya makruh kecuali bagi yang berdomisili di Mekah. Penduduknya dianjurkan shalat di Masjidil Haram karena ia adalah tempat shalat paling utama. Alasan lainnya, agar orang-orang dapat melihat Ka’bah secara langsung.

Imam Malik mengatakan, shalat hari raya di selain masjid lebih utama. Dalilnya, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam selalu pergi ke lapangan untuk menunaikan shalat hari raya. Menurut Imam Malik, jika ada halangan seperti hujan turun, maka yang lebih utama adalah shalat di masjid.

Sementara itu, ulama mazhab Syafi’i mengatakan, shalat hari raya di masjid lebih utama karena masjid adalah tempat yang mulia, kecuali tempatnya sempit dan tidak bisa menampung jamaah dan membuat mereka berdesak-desakan. Pada saat itu, maka shalat di lapangan hukumnya sunnah. Dalilnya adalah bahwa banyak hadits yang menerangkan keutamaan shalat di masjid secara umum.

Dalam Kitab Al-Umm, Imam Asy-Syafi’i mengatakan, “Kami pernah mendengar hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallambiasa keluar rumah menuju mushalla (lapangan) di Madinah untuk melaksanakan shalat dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha). Begitu pula halnya dengan generasi setelah RasulullahShallallahu Alaihi wa Sallam wafat. Hal yang sama juga diterapkan di negeri lainnya selain di Mekah. Kami tidak mendengar seorang pun dari generasi salaf yang mengerjakan shalat hari raya selain di Masjidil Haram. Menurutku, hal ini mereka lakukan karena Masjidil Haram adalah sebaik-baik tempat yang ada di muka bumi. Sehingga, mereka tidak ingin mengerjakan shalat selain di masjid itu. Wallahu A’lam.”

Secara umum, tidak ada dalil yang tegas tentang suruhan untuk shalat hari raya di lapangan dan tidak ada pula dalil yang pasti tentang larangan untuk shalat hari raya di masjid. Namun, sunnah fi’liyah(sunnah yang menerangkan perbuatan) dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyebutkan bahwa beliau biasa shalat hari raya di lapangan. Maka, untuk mengikuti sunnah itu, sebaiknya shalat di lapangan.

Namun demikian, bagi yang berpendapat bahwa shalat hari raya di masjid lebih utama, maka kita tetap menghormatinya. Sebab, perbedan ini hanya pada furu’ (cabang) ibadah bukan pada ushul (pokok).

Kesimpulan

1. Mayoritas ulama berpendapat bahwa shalat hari raya di lapangan lebih utama dibandingkan shalat di masjid. Mazhab Syafi’i mengatakan, shalat di masjid lebih utama kecuali ada halangan untuk melakukannya.

2. Bagi penduduk Mekah, shalat hari raya di Masjidil Haram lebih utama.

3. Hal yang sama juga berlaku bagi penduduk Madinah. Mereka shalat di Masjid Nabawi; karena tidak ada lagi lapangan yang dikhususkan untuk shalat hari raya.

4. Jika ada masjid besar yang bisa menampung semua jamaah dan tidak ada lagi lapangan yang bisa digunakan untuk shalat hari raya, apalagi di kota-kota besar yang mana lahan semakin sempit, maka tentu shalat di masjid lebih utama.

5. Jika masjid penuh sesak sementara ada lapangan yang lebih luas untuk jamaah, maka tentu shalat di lapangan lebih diutamakan.

6. Banyak hikmah yang didapat ketika shalat hari raya dilaksanakan di lapangan, antara lain:

Pertama, kapasitas masjid yang tidak bisa memuat semua jamaah yang shalat hari raya.

Kedua, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallammemerintahkan para wanita untuk menghadiri shalat hari raya termasuk yang sedang haid. Hal ini seperti yang diterangkan dalam shahih Al-Bukhari dan Muslim. Seperti diketahui, wanita yang sedang haid tidak boleh masuk dan berdiam di masjid.

Ketiga, memperlihatkan syiar Islam dan kegembiraan kaum muslimin dengan datangnya hari raya.

Keempat, pemandangan yang menggetarkan hati kaum muslimin ketika melihat jumlah mereka begitu banyak di sebuah tempat yang besar. Hal yang sama tidak mereka dapatkan ketika berada di masjid. Sebab, di hari raya, banyak orang yang akan datang, termasuk yang jarang shalat berjamaah di masjid.

Wallahu A’lam.

Ref:
Kunjungi website




Baca Artikel Terkait: