Tentang boleh atau tidaknya para wanita berziarah kubur, para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Di antara mereka ada yang mengharamkan, ada yang memakruhkan, dan ada yang membolehkan. Adapun pendapat yang lebih kuat adalah adalah pendapat yang menyatakan bolehnya wanita berziarah kubur, namun tidak terlalu sering, hanya sesekali saja (tidak berlebih-lebihan). Pendapat tersebut didasarkan atas beberapa dalil dan argumentasi berikut ini.
Dalil ke-1
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا
“Aku dahulu pernah melarang kalian ziarah kubur, maka (sekarang) ziarahlah kalian” (HR. Muslim no. 2305 dalamKitabul Janaiz Bab “Nabi Meminta Izin ke Rabb-nya untuk Menziarahi Kubur Ibunya”).
Keumuman lafadz ”maka (sekarang) ziarahlah kalian”, mencakup para wanita juga. Karena ketika Nabi melarang ziarah kubur pada masa awal Islam, maka hal itu mencakup laki-laki dan wanita. Oleh karena itu, ketika beliau mensabdakan ”maka (sekarang) ziarahlah kalian”, dapat dipastikan bahwa yang dimaksud beliau adalah kedua jenis ini (laki-laki dan wanita) juga. Kalau hanya ditujukan kepada kaum laki-laki saja, niscaya susunan kalimat akan terasa janggal. Hal ini tidak mungkin terjadi bagi seseorang yang telah dianugerahi jawami’ul kalim (kalimat yang ringkas, bagus, dan maknanya padat mencakup).
Dalil ke-2
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammengajarkan doa ziarah kubur kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dengan lafadz,
السَّلاَمُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَيَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَلاَحِقُونَ
“Assalamu’alaikum (semoga kesejahteraan atas kalian) wahai penghuni kubur, dari kaum mu’minin dan kaum muslimin. Semoga Allah merahmati orang-orang yang datang lebih dahulu maupun yang datang belakangan di antara kalian Sesungguhnya kami, insya Allah akan menyusul kalian. Kami memohon kepada Allah keselamatan untuk kami dan kalian” (HR. Muslim no. 974)
Hadits ini menunjukkan bahwa dispensasi (setelah sebelumnya dilarang) untuk berziarah kubur juga mencakup bagi kaum wanita, karena Nabi mengajarkan doa tersebut kepada ‘Aisyah.
Dalil ke-3
Persetujuan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap perbuatan seorang wanita yang beliau lihat di sisi kubur. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhuberkata,
مَرَّ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِامْرَأَةٍ تَبْكِى عِنْدَ قَبْرٍ فَقَالَ « اتَّقِى اللَّهَ وَاصْبِرِى » . قَالَتْ إِلَيْكَ عَنِّى ، فَإِنَّكَ لَمْ تُصَبْ بِمُصِيبَتِى ، وَلَمْ تَعْرِفْهُ . فَقِيلَ لَهَا إِنَّهُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – . فَأَتَتْ بَابَ النَّبِىِّ –صلى الله عليه وسلم – فَلَمْ تَجِدْ عِنْدَهُ بَوَّابِينَ فَقَالَتْ لَمْ أَعْرِفْكَ . فَقَالَ « إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى »
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati seorang wanita yang sedang menangis di sisi kubur. Rasulullah berkata, ’Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah!’ Wanita tersebut berkata, ’Menyingkirlah dariku, karena kamu tidak tertimpa musibah sepertiku’. Wanita tersebut tidak mengetahui bahwa itu adalah Nabi. Lalu dia diberitahu bahwa yang menegurnya adalah Nabi, maka dia kemudian mendatangi rumah beliau. Dia tidak mendapati penjaga di rumah beliau. Dia berkata, ‘Aku tidak mengetahui bahwa itu engkau’. Maka Nabi berkata, ‘Kesabaran itu hanyalah di awal musibah’”. (HR. Bukhari no. 1283 dan Muslim no. 2179. Lafadz hadits ini adalah milik Bukhari).
Jika ziarah kubur bagi wanita tetap dilarang, maka tentu Rasulullah akan melarangnya secara langsung dan menjelaskan hal itu kepadanya, dan tidak cukup hanya dengan memerintahkannya untuk bertakwa secara global.
Dalil ke-4
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم– زَوَّارَاتِ الْقُبُورِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammelaknat para wanita yang sering berziarah kubur”. (HR. Ibnu Majah no. 1641, 1642, 1643; Tirmidzi no. 1076; dan Ahmad no. 8904. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Ahkamul Janaiz,hal. 235)
Kalimat (زَوَّارَاتِ) hanya mencakup ziarah yang terlalu sering. Maka wanita yang hanya ziarah sesekali waktu saja, tidak termasuk dalam larangan ini.
Adapun hadits yang menyatakan laknat bagi kaum wanita yang menziarahi kubur dengan lafadz:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَائِرَاتِ الْقُبُوْرِ
adalah hadits yang dha’if, karena di dalam sanadnya terdapat seseorang bernama Abu Shalih, yang nama lainnya adalah Badzam. Lihat penjelasan SyaikhAl-Albani dalam Silsilah Adh-Dha’ifah no. 225 tentang ke-dha’if-an hadits ini.
Dalil ke-5
Perkataan Ummu ‘Athiyyah,
نُهِينَا عَنِ اتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ ، وَلَمْ يُعْزَمْ عَلَيْنَا
“Kita dilarang untuk mengikuti jenazah (ke pemakaman), namun beliau tidak bersungguh-sungguh (dalam melarang)”.
Kalau diperhatikan redaksi perkataan di atas, jelas bahwa larangan tersebut bukan larangan yang bersifat haram, namun bersifat tanzih (lebih baik dijauhi).
Kesimpulannya, pendapat yang lebih tepat adalah pendapat yang menyatakan bolehnya wanita berziarah kubur, namun tidak terlalu sering.Pendapat inilah yang dipilih oleh Syaikh Al-Albani dalam Ahkamul Janaiz, hal. 229; Syaikh Musthafa Al-‘Adawi dalamJaami’ Ahkaamin Nisa’, 1/580; dan Syaikh Salim Al-Hilali dalam Bahjatun Nadzirin, 1/92-93. Wallahu a’lam.
/Muslim.or.id