-->

Jumat, 05 Februari 2016

Surakarta —- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan bahwa pemerintah serius menangani berkembangnya gerakan radikalisme yang ditengarai cenderung meningkat, tidak hanya di Indonesia tapi juga di belahan dunia lainnya.  

“Kami terus melakukan komunikasi dengan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). Koordinasi antara Kementerian Agama denganBNPT, Kemendagri dan banyak kementerian dan lembaga  di bawah kantor Kementerian Koordinator Polhukam itu semakin intensif,” terang Menag dalam kunjungan kerjanya ke Surakarta, Rabu (03/02).

Disinggung mengenai temuan BNPTtentang pesantren mengajarkan radikalisme, Menag mengajak masyarakat untuk tidak men-generalisir. Menurut Menag, pesantren adalah lembaga khas pendidikan Indonesia yang sudah ratusan tahun mengajarkan esensi agama Islam yang mengedepankan keselamatan, kedamaian, kasih sayang, dan rahmatan lil alamin.

Untuk itu, jika ada yang disebut pesantren tapi mengajarkan ajaran yang bertentangan dengen esensi ajaran Islam, maka menurut Menag, perlu dipertanyakan apa betul itu pesantren. “Jangan-jangan hanya mengatasnamakan pesantren saja,” terang Menag. 

Namun, kalau memang ada yang mengidentifikasi pesantren menjadi tempat mengajarkan radikalisme, Menag mengajak masyarakat luas untuk tidak men-generalisir. Menurutnya, kalau memang ada, maka itu  sifatnya kasuistik. “Pemerintah tidak menutup mata untuk serius menangani hal-hal seperti itu. Tapi  tidak bisa digeneralisir bahwa seakan pesantren menebarkan teror di tengah masyarakat,” tutur Menag.

Sebelumnya, Kepala BNPT Saud Usman  mencatat terdapat 19 pondok pesantren yang terindikasi sarat dengan kegiatan radikalisme yang tersebar di seluruh Indonesia.Pesantren tersebut tersebar mulai dari Lampung, Serang, Jakarta, Ciamis, Cilacap, Magetan, Lamongan, Cilacap, Solo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Makassar, hingga Poso. “Ini yang kami profiling banyak terkait dengan kegiatan radikalisme,” kata Saud  di Jakarta, Selasa (02/02) lalu. 

Data tersebut menurut Saud akan dibahas bersama dengan Kementerian Agama, MUI, dan ormas Islam lainnya. “Intinya, di 19 ini kami melihat adanya keterlibatan, apakah dosennya, pengajar, atau santrinya dalam kelompok radikal. Ini warning untuk semua stakeholder terkait,” ucap Saud.

Terkait hal ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau Menteri Agama (Menag) untuk membina 19 pondok pesantren (Ponpes) yang terindikasi sarat dengan kegiatan radikalisme. “Kalau memang ada terbukti Ponpes radikal,  harus didatangi oleh katakanlah MUI, Menag, berikan (ajaran) yang sejuk,” ujarnya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (03/02). 

Meski demikian, Wapres JK memastikan bahwa pesantren bukanlah tempat pemupuk radikalisme. Sebab, sedari dulu, Wapres tahu persis kultur pesantren terutama di daerah asalnya yakni Makassar. Namun, Wapres meminta fenomena radikal di sejumlah pesantren yang muncul saat ini harus dicermati dengan mendalam.  (mkd/mkd)




Baca Artikel Terkait: