-->

Senin, 16 Januari 2023

Latar Belakang



Berbicara tentang Al-Qur’an, takkan pernah ada habisanya. Al-Qur’an mengandung berbagai kisah dari sejarah jaman lampau hingga masa yang akan datang, termuat juga hukum-hukum islam, rahasia alam semesta, serta masih banyak lagi.
Al-Qur’an menjadi salah satu mukjizat besar Nabi Muhammad SAW, sebab turunnya Al Qur’an melalui perantara beliau, AL Qur’an mempunyai peranan yang sangat penting untuk keberlangsungan umat manusia di Dunia. Betapa tidak, semua persoalan manusia di dunia sebagian besar dapat ditemukan jawabannya pada Al Qur’an. Oleh karenannya kemudian Al Qur’an di yakini sebagai firman Allah yang menjadi sumber hukum Islam pertama sebelum Hadist.
Kewajiban manusia untuk mengimani, membaca, menelaah, menghayati, dan mengamalkan ajaran Al-Quran secara keseluruhan, serta mendakwahkannya (Q.S. Al-'Ashr:1-3). Jika kita memang benar-benar beriman kepada Allah SWT atau mengaku Muslim. Membacanya saja sudah berpahala, bahkan kata Nabi Saw satu huruf mengandung 10 pahala, apalagi jika mengamalkannya.




BAB II
PEMABAHASAN
Penurunan Al-Qur'an
Al-Qur'an tidak turun sekaligus, ayat-ayat al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Para ulama membagi masa turunnya ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejaperistiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah. Ilmu Al-Qur'an yang membahas mengenai latar belakang atau sebab-sebab suatu atau beberapa ayat al-Qur'an diturunkan disebut Asbabun Nuzul (Sebab-sebab Turunnya (suatu ayat).


Al-Qur’an sebagai Sumber Hukum Islam
Sumber hukum ajaran Islam ada tiga. Yakni; Al-Quran, As-Sunnah, dan Ijtihad.Al-Qur’an adalah firman Allah, dan hadist merupakan sabda Rasulullah Muhammad saw. Sedangkan ijtihad didapatkan dari hasil pemikiran para ulama mujtahid (yang berijtihad), dengan tetap mengacu kepada Al-Quran dan As-Sunnah.
Isi Al-Quran meliputi segala hal, mulai soal keimanan atau akidah hingga fenomena alam. Al-Quran mengajari manusia bersikap ilmiah atau berdasarkan ilmu (Q.S. 17:36), mendorong manusia melakukan penelitian untuk menyibak tabir alam (Q.S. 10:101), menaklukkan angkasa luar (Q.S. 55:33), mengabarkan prediksi ilmiah tentang rahim ibu (Q.S. Az-Zumar:6), gaya berat atau gravitasi (Q.S. Ar-Rahman:7), pemuaian alam semesta atau expanding universe (Q.S. Adz-Dzariyat:47, Al-Anbiya: 104, Yasin:38), tentang ruang hampa di angkasa luar (Q.S. Al-An’am:125), tentang geologi, gerak rotasi, dan revolusi planet bumi (Q.S. An-Naml:88) dan masih sangat banyak lagi.


1. Peranan dan Fungsi Al-Qur’an


Secara garis besar, fungsi atau peranan Al-Quran yang sangat penting untuk dipahami seorang Muslim ada tiga. Yakni Al-Qur’an berfungsi sebagai mukjizat bagi Rasulullah Muhammad saw (QS 17:88; QS 10:38), sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim (QS 4:105; QS 5:49-50; QS 45:20), serta sebagai korekter atau penyempurna terhadap kitab-kitab yang pernah Allah Swt. turunkan sebelumnya (QS 5:48,15; QS 16:64), dan ini bernilai abadi atau berlaku sepanjang zaman.
Subhi Sholih mengemukakan bahwa Al-Qur'an berarti bacaan. Ia merupakan kata turunan dari kata qara'a dengan arti ism al-maf'ul, yaitu maqru' yang artinya dibaca. Pengertian ini merujuk pada firman Allahk :
“Sesungguhnya atas tangguhan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuat kamu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacanya, maka ikutilah bacaan itu.” (QS al-Qiyamah: 17-18)
Selanjutnya kata al-Qur'an digunakan untuk menunjukkan kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad , adapun kalam Allah yang diwahyukan kepada para Nabi selainnya, maka tidak dinamakan al-Qur'an.
Fath Ridwan menyebutkan ikhtilaf ulama' tentang penamaan al-Qur'an: Pertama, al-Qur'an adalah nama khusus untuk wahyu Allahkyang diberikan kepada nabi Muhammad n. Kedua, nama diambil dari kata qoro'in(petunjuk atau indikator) atau dari kata al-qor'u (kumpulan). Ketiga, ulama' yang memberikan nam-nama lain bagi al-Qur'an, seperti al-kitab, an- nur, ar- rohmah dll.
Adapun Abu Hasan al-Haroli dan Abd al-Ma'ali Syizalah masing-masing memberikan nama bagi al-Quran sebanyak 90 dan 55 macam. Menurut Shubhi Sholih penamaan yang begitu banyak akan menimbulkan pencampuradukan antara nama-nama dan sifat-sifat al-Qur'an sehingga ia kurang setuju dengan hal itu.
Fungsi al-Qur'an sesungguhnya telah tersirat pada nama-nama tersebut, diantaranya:
A. al-Huda (petunjuk). Dalam fungsi ini ada tiga kategori, pertama, al-Qur'an sebagai petunjuk manusia secara umum (al-Baqoroh:185). Kedua, al-Qur'an petunjuk bagi orang -orang yang bertakwa (al-Baqoroh:2). Ketiga, petunjuk bagi orang-orang yang beriman (Fushilat: 44 dan Yunus: 57).
b. al-Furqon (pembeda). Disebutkan dalam al-Qur'an bahwa ia adalah pembeda antara yang hak dengan yang batil (QS. al-Baqoroh :185)
c. al-Syifa (obat). Al-Qur'an juga sebagai obat penyakit dalam dada/psikologis (QS. Yunus:57)
d. al-Mauidzoh (nasihat). Al-Qurann juga sebagai nasihat bagi orang-orang yang bertakwa (QS.Ali Imron: 138)
Demikian fungsi al-Quran yang diambil dari al-Quran itu sendiri, adapun fungsi al-Quran yang diambil dari penghayatan seseorang, maka itu tergantung dengan kualitas ketakwaan orang itu sendiri.


a. Al-Quran sebagai Mu’jizat


Dalam bahasa Arab, mukjizat berasal dari kata ‘ajz yang berarti lemah, kebalikan dari qudrah (kuasa). Sedangkan i’jaz berarti membuktikan kelemahan. Mu’jiz adalah sesuatu yang melemahkan atau membuat yang lain menjadi lemah, tidak berdaya. Setiap mukzijat biasanya turun untuk memberikan tantangan bagi situasi zaman itu. Ketika pada zaman Nabi Musa para tukang sihir sangat berkuasa dan mereka mencapai puncak kemampuannya dalam ilmu sihir, Nabi Musa datang dengan membawa mukjizat yang mampu melumpuhkan tipu daya para tukang sihir tersebut. Bukankah mukjizat berarti yang melumpuhkan atau yang membuat lemah? Rasulullah saw. pun hadir pada suatu zaman ketika sastra Arab mencapai puncak ketinggiannya. Beliau datang dengan Al-Quran yang memiliki gaya bahasa tingkat tinggi yang mampu melumpuhkan seluruh penyair yang ada pada zaman itu.
Selain keindahan gaya bahasanya, ada petunjuk-petujuk sangat jelas lainnya yang memperlihatkan bahwa Al-Quran datang dari Allah Swt. dengan segala kemukjizatannya. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan misalnya, dapat meyakinkan setiap orang yang mau berpikir bahwa Al-Quran adalah firman-firman Allah Swt., tidak mungkin ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad saw. yang ummi (QS 7:158) yang hidup pada awal abad keenam Masehi (571-632 M). Di antara ayat-ayat tersebut umpamanya: QS 39:6; QS 6:125; QS 23:12,13,14; QS 51:49; QS 41:11-41; QS 21:30-33; QS 51:7,49, dan lain-lain.
Ada pula ayat-ayat yang berhubungan dengan sejarah seperti tentang kekuasaan di Mesir, Negeri Saba’. Tsamud, ’Aad, Nabi Adam, Nabi Yusuf, Nabi Dawud, Nabi Sulaiman, Nabi Musa, dan sebagainya. Ayat-ayat ini dapat memberikan keyakinan kepada kita bahwa Al-Quran adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ramalan-ramalan khusus yang kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti tentang bangsa Romawi, berpecah-belahnya Kristen, dan lain-lain juga menjadi bukti lagi kepada kita bahwa Al-Quran adalah wahyu dari Allah Swt. yang disampaikan melalui lisan utusan-Nya.
b. Al-Quran sebagai Pedoman Hidup


Sebagai pedoman hidup, Al-Qur’an banyak mengemukakan pokok-pokok serta prinsip-prinsip umum pengaturan hidup dalam hubungan antara manusia dengan Allah dan mahluk lainnya. Di dalamnya terdapat peraturan-peraturan seperti: beribadah langsung kepada Allah Swt, berkeluarga, bermasyarakat, berdagang, utang-piutang,kewarisan, pendidikan dan pengajaran, pidana, dan aspek-aspek kehidupan lainnya yang oleh Allah Swt. dijamin dapat berlaku dan dapat sesuai pada setiap tempat dan setiap waktu.
Setiap Muslim diperintahkan untuk melakukan seluruh tata nilai tersebut dalam kehidupannya. Sikap memilih sebagian dan menolak sebagian tata nilai itu dipandang Al-Quran sebagai bentuk pelanggaran dan dosa. Melaksanakannya dinilai ibadah, memperjuangkannya dinilai sebagai perjuangan suci, mati karenanya dinilai sebagai mati syahid, hijrah karena memperjuangkannya dinilai sebagai pengabdian yang tinggi, dan tidak mau melaksanakannya dinilai sebagai zalim, fasiq, dan kafir.
c. Al-Quran sebagai Korektor


Sebagai korektor, Al-Quran banyak mengungkapkan persoalan-persoalan yang dibahas oleh kitab-kitab suci sebelumnya, semacam Taurat dan Injil yang dinilai tidak lagi sesuai dengan ajaran yang telah diturunkan oleh Allah Swt. Ketidaksesuaian tersebut menyangkut sejarah orang-orang tertentu, hukum-hukum, prinsip-prinsip ketuhanan, dan sebagainya.
Ada beberapa contoh koreksian yang diungkapkan oleh Al-Quran terhadap kitab-kitab terdahulu tersebut, antara lain:
 Tentang ajaran Trinitas (QS 5:73)
 Tentang Nabi Isa (QS 3:49,59; QS 5:72,76)
 Tentang peristiwa penyaliban Nabi Isa (4:157-158)
 Tentang Nabi Luth (QS 29:28-30; QS 7:80-84) perhatikan (Genesis, 19:33-36)
 Tentang Nabi Harun (QS 20:90-94) perhatikan (Keluaran, 37:2-4)
 Tentang Nabi Sulaiman (QS 2:102; QS 27:15-44) perhatikan (Raja-Raja, 21:4-5) dan sebagainya.
2. Pendekatan Memahami Al-Qur’an
Dalam upaya menggali dan memahami maksud dari ayat-ayat Al Qur’an, terdapat dua term atau istilah, yakni Tafsir dan Takwil.
Imam al-Alusi berpendapat, bahwa menurutnya tafsir adalah pejelasan makna Al Qur’an yang zahir (nyata), sedangkan takwil adalah penjelasan para ulama dari ayat yang maknanya tersirat, serta rahasia-rahasia ketuhanan yang terkandung dalam ayat Al Qur’an. Dapat juga dipahami bahwa Takwil mempunyai beberapa arti yang mendalam, yaitu berupa pengertian-pengertian tersirat yang di istinbathkan (diproses) dari ayat-ayat Al Qur’an, yang memerlukan perenungan dan pemikiran serta merupakan sarana membuka tabir. Apabila mendapati ayat yang mempunyai kemungkinan beberapa pengertian, para mufassir menentukan pengertian yang lebih kuat, lebih jelas dan gamblang. Namun hal tersebut sifatnya tidak pasti, sebab kalau makna atau arti tersebut dipastikan berarti mufasir tersebut telah menguasai Al Qur’an, sedangkan hal tesebut tidak dibenarkan sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur;an (Q.S Ali Imran : 7).
Secara garis besar istilah antara tafsir dengan takwil tidak terdapat perbedaan yang mendasar, kedua-duannya mempunyai semangat untuk menggali, mengkaji dan memahami maksud dari ayat-ayat Al Qur’an guna dijadikan sebagai pedoman dan rujukan umat Islam tatkala mengalami berbagai macam persoalan dalam kehidupan di dunia.
Sebagai upaya untuk menjelaskan maksud dari ayat Al Qur’an, obyek yang dijadikan kajian dalam menafsirkan Al Qur’an adalah kalam Allah, maka dalam konteks ini Ia tidak perlu diragukan dan diperdebatkan kembali mengenai kemuliaannya. Kandungannya meliputi aqidah-aqidah yang benar, hukum-huikum syara’ dan lain-lain. Tujuan akhirnya adalah dapat diperolehnya tali yang amat kuat dan tidak akan putus serta akan memperoleh kebahagiaan baik di dunia ataupun di akhirat. Dan oleh karenanya, ilmu tafsir merupakan pokok dari segala ilmu agama, sebab ia diambil dari Al Qur’an, maka ia menjadi ilmu yang sangat dibutuhkan oleh manusia.
Metodologi tafsir adalah ilmu tentang metode menafisirkan Al Qur’an dan pembahasan ilmiah tentang metode-metode penafsiran Al Qur’an, pembahasan yang berkaitan dengan cara penerapan metode terhadap ayat-ayat Al Qur’an disebut Metodik, sedangkan cara menyajikan atau memformulasikan tafsir tersebut dinamakan teknik atau seni penafsiran. Metode penafsiran Al Qur’an, secara garis besar dibagi dalam empat macam metode, namun hal tersebut tergantung pada sudut pandang tertentu :
 Metode Penafsiran ditinjau dari sumber penafsirannya.
 Metode penafsiran ditinjau dari cara penjelasannya.
 Motede penafsiran ditinjau dari keleluasan penjelasan.
 Metode penafsiran ditinjau dari aspek sasaran dan sistematika ayat-ayat yang ditafsirkan.
Ayat-ayat Al Qur’an yang sangat banyak ini sejatinya dapat menjawab semua persoalan yang terjadi pada masyarakat. Namun kesan yang ada pada saat ini seakan-akan ayat Al Qur’an masih mengandung misteri, sehingga belum mampu menjawab semua persoalan yang ada. Kesan dan pemahaman yang keliru ini adalah akibat dari ”miskin”nya cara, metode dan pendekatan dalam memahami dan menafsirkan ayat Al Qur’an. Metodologi tafsir Al Qur’an adalah salah satu cara untuk mengkaji, memahami dan menguak lebih jauh maksud dan kandungan dari ayat-ayat Al Qur’an. Metode tafsir yang adapun sangat beragam model, bentuk dan pendekatannya.
Adalah suatu hal yang sangat penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami macam-macam metode tafsir ayat Al Qur’an yang ada dengan berbagai macam pendekatannya, jika hal ini telah kita ketahui, maka ayat-ayat Al Qur’an semakin hidup dan mampu untuk menjawab segala persoalan masyarakat yang berkembang begitu cepat. Hal ini semakin mempertegas bahwa Al Qur’an adalah wahyu Allah yang menjadi rujukan dan sumber utama semua umat Islam.
Metode dan pendekatan merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan satu sama lainnya dalam melakukan kajian atau penelitian. Kedua-duanya saling melengkapi.
Pendekatan adalah upaya untuk menafsirkan, memahami dan menjelaskan sebuah ayat atau obyek tertentu sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki oleh seseorang.


Metode Penafsiran Al Qur’an
Terdapat dua bentuk penafsiran yaitu at-tafsîr bi al- ma’tsûr dan at-tafsîr bi- ar-ra’yi, dengan empat metode, yaitu;
1. Metode Ijmali (Global)
Ijmali secara etimologi berarti global, sehingga dapat diartikan tafsir al-ijmali adalah tafsir ayat al Qur’an yang menjelaskannya masih bersifat global. Secara termiologis, menurut Al Farmawi adalah penafsiran Al-Qur’an berdasarkan urut-urutan ayat dengan suatu urutan yang ringkas dan dengan bahasa yang sederhana sehingga dapat dikonsumsi oleh semua kalangan masyarakat baik yang awam maupun yang intelek.
2. Metode Tahlili
Tahlili adalah akar kata dari hala, huruf ini terdiri dari huruf ha dan lam, yang berarti membuka sesuatu. Secara terminologi, metode Tahlily adalah menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan dengan menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat terebut; ia menjelaskan dengan pengertian dan kandungan lafadz-lafadznya, hubungan ayat-ayatnya, hubungan surat-suratnya, asbabun nuzulnya hadis-hadis yang berhubungan dan pendapat para mufasir terdahulu yang diwarnai oleh latar belakang pendidikan dan keahliannya.
3. Metode Maqarin (Komparatif atau Perbandingan)
Secara etimologis kata maqarin adalah merupakan bentuk isim al-fa’il dari kataqarana, maknannya adalah membandingkan antara dua hal. Jadi dapa dikatakan tafsirmaqarin adalah tafsir perbandingan. Secara terminologis adalah menafsirkan sekelompok ayat Al Qur’an atau suatu surat tertentu dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat, atau antara ayat dengan hadis, atau antara pendapat ulama tafsir dengan menonjolkan aspek-aspek perbedaan tertentu dari obyek yang dibandingkan.
4. Metode Maudhu’i (Tematik)
Kata maudhu’iy ini dinisbahkan kepada kata al-mawdhu’i, artinya adalah topik atau materi suatu pembicaraan atau pembahasan secara semantik. Jadi tafsir mawdhu’iadalah tafsir ayat Al Qur’an berdasarkan tema atau topik tertentu. Jadi para mufasirmencari tema-tema atau topik-topik yang berada di tengah-tengah masyarakat atau berasal dari Al Qur’an itu sendiri atau dari yang lain-lain.
Sumber Utama Rujukan Tafsir Al-Qur’an
Secara garis besar ada tiga sumber utama yang dirujuk oleh para sahabat dalam menafsirkan Al-Qur'an :
1) Al-Qur'an itu sendiri karena kadang-kadang satu hal yang dijelaskan secara global di satu tempat dijelaskan secara lebih terperinci di ayat lain.
2) Rasulullah SAW semasa masih hidup para sahabat dapat bertanya langsung pada Beliau SAW tentang makna suatu ayat yang tidak mereka pahami atau mereka berselisih paham tentangnya.
3) Ijtihad dan Pemahaman mereka sendiri, karena mereka adalah orang-orang Arab asli yang sangat memahami makna perkataan dan mengetahui aspek kebahasaannya. Tafsir yang berasal dari para sahabat ini dinilai mempunyai nilai tersendiri menurut jumhur ulama, karena disandarkan pada Rasulullah SAW terutama pada masalahasbabun nuzul. Sedangkan pada hal yang dapat dimasuki ra’yi maka statusnya terhenti pada sahabat itu sendiri selama tidak disandarkan pada Rasulullah SAW.
Macam Tafsir Al-Qur'an
Setiap penafsir akan menghasilkan corak tafsir yang berbeda tergantung dari latar belakang ilmu pengetahuan, aliran kalam, mahzab fiqih, kecenderungan sufisme darimufassir itu sendiri sehingga tafsir yang dihasilkan akan mempunyai berbagai corak.Abdullah Darraz mengatakan dalam an-Naba’ al-Azhim sebagai berikut:
“Ayat-ayat Al-Qur'an bagaikan intan, setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lainnya, dan tidak mustahil jika kita mempersilahkan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat banyak dibandingkan apa yang kita lihat.”
Di antara berbagai corak itu antara lain adalah :
·Corak Sastra Bahasa: munculnya corak ini diakibatkan banyaknya orang non-Arab yang memeluk Islam serta akibat kelemahan orang-orang Arab sendiri di bidang sastra sehingga dirasakan perlu untuk menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan kedalaman arti kandungan Al-Qur'an di bidang ini.
·Corak Filsafat dan
·Corak Penafsiran Ilmiah
·Corak Fikih
·Corak Tasawuf
·Corak Sastra Budaya Kemasyarakatan
Perkembangan ilmu Tafsir
Ilmu tafsir Al Qur'an terus mengalami perkembangan sesuai dengan tuntutan zaman. Perkembangan ini merupakan suatu keharusan agar Al Qur'an dapat bermakna bagi umat Islam. Pada perkembangan terbaru mulai diadopsi metode-metode baru guna memenuhi tujuan tersebut. Dengan mengambil beberapa metode dalam ilmu filsafatyang digunakan untuk membaca teks Al-Qur'an maka dihasilkanlah cara-cara baru dalam memaknai Al-Qur'an. Di antara metode-metode tersebut yang cukup populer antara lain adalah Metode Tafsir Hermeneutika dan Metode Tafsir Semiotika.
Ilmu yang terkait dengan Ilmu Tafsir
Lughat (fitologi), yaitu ilmu untuk mengetahui setiap arti kata Al-Qur'an. Mujahid rah.a., berkata, "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, ia tidak layak berkomentar tentang ayat-ayat Al-Qur'an tanpa mengetahui ilmu lughat. Sedikit pengetahuan tentang ilmu lughat tidak cukup karena kadangkala satu kata mengandung berbagai arti. Jadi hanya mengetahui satu atau dua arti, tidaklah cukup. Dapat terjadi, yang dimaksud kata tersebut adalah arti yang berbeda.
Nahwu (tata bahasa). Sangat penting mengetahui ilmu nahwu, karena sedikit saja i'rab (bacaan akhir kata) berubah akan mengubah arti kata tersebut. Sedangkan pengetahuan tentang i'rab hanya di dapat dalam ilmu nahwu.
Sharaf (perubahan bentuk kata)
Isytiqaq (akar kata)
Ma'ani (susunan kata)
Bayaan
Badi'
Qira'at
Aqa'id
Ushul Fiqih
Asbabun Nuzul adalah sebuah ilmu yang menerangkan tentang latar belakang turunnya suatu ayat. Atau bisa juga keterangan yang menjelaskan tentang keadaan atau kejadian pada saat suatu ayat diturunkan, meski tidak ada kaitan langsung dengan turunnya ayat. Tetapi ada konsideran dan benang merah antara keduanya. Seringkali peristiwa yang terkait dengan turunnya suatu ayat bukan hanya satu, bisa saja ada beberapa peristiwa sekaligus yang menyertai turunnya suatu ayat. Atau bisa juga ada ayat-ayat tertentu yang turun beberapa kali, dengan motivasi kejadian yang berbeda.
Nasikh Mansukh
'Fiqih
Hadits
Wahbi
Pembuktian Al-Qur’an sebagai Wahyu dalam Persepketif Sains :
Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur;an yang berisi informasi tentang alam semesta yang dapat dijadikan bukti bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah, bukan karya manusia, beberapa di antaranya adalah :
• Tentang awal kejadian langit dan bumi. Di dalam QS. 21 : 30 Allah menegaskan : “Apakah orang-orang lafir tidak mengetahui, sesungguhnya langit dan bumi dahulunya adalah satu yang padu, maka kemudian kami lontarkan. Dan Kami jadikan semua makhluk hidup dari air, apakah mereka tidak mau beriman”.
• Tentang pergerakan gunung dam lempengan bumi. QS :”Dan kamu melihat gunung, kamu menyangka gunung itu diam. Tidak gunung itu bergerak sebagaimana geraknya awan”.
• “Nabi Yusuf berkata : Ya ayahku ada sebelas planet yang bersujud kepadaku”. Allah sebagai pencipta alam ini menegaskan di dalam Al-Qur’an bahwa planet itu ada sebelas. Padahal para ahli astronomi berpendapat hanya ada sembilan planet. Siapa yang benar ? Allah sebagai penciptanya atau manusia yang hanya mencari dan menemukannya. Pasti Allah yang benar. Baru pada tahun-tahun terakhir ini para ahli astronomi menemukan bahwa planet itu ada sebelas.
Mana mungkin Al-qur’an mampu memberi informasi tentang alam yang menjadi ilmu pengetahuan modern, seandainya Al-Qur’an bukan karya Allah. Ayat-ayat di atas membuktikan bahwa dilihat dari perspektif sains, Al-Qur’an pasti karya Allah, firman Tuhan bukan karya nba Muhammad SAW.
Bahasa Al-Qur’an:
Allah menegaskan “Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an dalam bahasa Arab”. Ini penegasan dari Allah SWT, bahwa Al-Qur’an adalah bahasa Arab, bahasa yang dipakai oleh nabi Muhammad dan oleh masyarakat Arab. Tujuannya sudah pasti agar Al-Qur’an mudah difahami.
Akan tetapi, menurut Isa Bugis, Al-Qur’an bukan bahasa Arab tetapi bahasa wahyu. Alasannya adalah karena Muhammad adalah keturunan nabi Ismail dari isteri kedua, sehingga Muhammad berdarah Babylon, bukan berdarah Arab asli dengan demikian maka bahasa nabi Muhammad adalah bukan bahasa Arab tetapi serumpun dengan bahasa Arab, itulah yang disebut "bilisáni qaumih" (berbicara dengan bahasa kaumnya).
Menurut penulis, pendapat di atas tidak tepat. Alasan pertama, sebagaimana dijelaskan oleh Ismail al-Faruqi adalah bahwa, suku Arab asli (al-‘Aribah) ialah suku Qanaan, Ya‘rub, Yasyjub dan Saba'. Kemudian datanglah suku Arab Musta‘ribah I (Pendatang I), yakni suku ‘Adnan, Ma’ad dan Nizar. Lantas datang pula suku Arab Musta‘ribah II (Pendatang II) yakni suku Fihr atau Quresy. Jadi suku Quresy adalah bagian dari Suku Arab, bukan suku lain. Suku-suku pendatang lantas berbaur dan mempelajari bahasa yang ada yakni bahasa Arab, bukan mempelajari bahasa Babylon.
Alasan kedua, Bangsa Arab termasuk bangsa Semit. Dewasa ini yang disebut dikatagorikan bahasa Semit adalah setengah kawasan bagian Utara, bagian Timurnya berbahasa Akkad atau Babylon dan Assyiria, sedangkan bagian Utara adalah bahasa Aram, Mandaera, Nabatea, Aram Yahudi dan Palmyra. Kemudian di bagian Baratnya adalah Foenisia, Ibrani Injil. Di belahan Selatan, yakni di bagian utaranya berbahasa Arab sedangkan sebelah selatan berbahasa Sabe atau Hymyari, dan Geez atau Etiopik. Hampir semua bahasa di atas telah punah , hanya bahasa Arab yang masih hidup".
Apakah ada bahasa selain Arab yang serumpun dengan bahasa arab dapat dilihat antara lain dari bentuk hurufnya. Huruf Arab ternyata berbeda sekali dengan dengan huruf bahasa Foenesia, Aramaea, Ibrani, Syiria Kuno, Syiria Umum, Kaldea dan Arab. Para pembaca bisa melihat perbedaan huruf-huruf tersebut pada buku "Atlas Budaya" karya Ismail Al-Faruqi bersama isterinya.
Al-Qur'an menggunakan huruf Arab bukan huruf lainnya, dengan demikian maka bahasa dan tulisan Al-Qur'an memang mutlak bahasa Arab bukan bahasa yang serumpun bahasa Arab. Kalau mau dikatakan serumpun maka harus dikatakan serumpun dengan bahasa Semit bukan serumpun bahasa Arab. Sebagai tambahan penjelasan, menurut Ismail Al-Faruqi, bahasa Semit yang masih hidup sampai saat ini adalah bahasa Arab. Dengan demikian maka bahasa Al-Qur'an adalah bahasa Arab, bahasanya orang Arab bukan serumpun dengan bahasa Arab.
Hujjah lain dari kelompok Isa Bugis adalah bahwa jika Al-Qur’an berbahasa Arab maka semua orang Arab pasti mengerti Al-Qur’an, tetapi pada kenyataannya tidak semua orang Arab mengerti Al-Qur’an, kalau begitu Al-Qur’an bukanlah bahasa Arab.
Hujjah inipun lemah. Mengapa demikian? Keadaan ini sama saja dengan orang Indonesia. Tidak semua orang Indonesia mampu memahami karya sastera berbahasa Indonesia, ini karena buku-buku sastera itu menggunakan bahasa Indonesia kelas tinggi.
Pada umumnya orang-orang Arab dalam percakapan mereka sehari-hari menggu-nakan bahasa Arab Yaumiyah sedangkan Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab Fushá. Di samping itu untuk dapat memahami suatu teks tidak cukup dengan mengetahui kosa kata (mufradat) tetapi harus berbekal ilmu pengetahuan tentang isi teks. Sarjana sastera Indonesia misalnya, tidak otomatis dapat memahami teks buku-buku Ilmu Kimia. Begitu pun sarjana Kimia tidak otomatis memahami teks tentang filsafat. Untuk mampu memahami teks ilmu pengetahuan, harus memiliki syarat-syarat, antara lain memahami substansi materi, memiliki frame of reference yang teratur, serta memiliki paradigma berfikir yang menunjang. Ketidakmengertian sebahagian orang Arab terhadap teks-teks Al-Qur’an tidak menunjukkan bukti bahwa Al-Qur’an bukan bahasa Arab.
Hujjah ketiga Isa Bugis adalah bahwa kata ‘Arabiyyan dengan doble ya merupakan ya nisbat yang menunjukkan serumpun dengan bahasa Arab tetapi bukan bahasa Arab. Sepengetahuan penulis, kata ‘arabiyyan berarti bahasa yang dinisbahkan kepada orang Arab, atau bahasanya orang Arab, yakni bahasa Arab.
Wahbah Zuhayly, ketika menafsirkan ayat tersebut menyataklan bahwa kata ‘arabiyyan bermakna “nuzila bilisánin ‘arabiyyin mubân, yaqra-u bi lugah al-‘arabi”, yang artinya al-Qur’an diturunkan dengan lisan orang Arab, di baca dengan bahasa Arab. Senada dengan itu, Muhammad Ibn Muhammad Abu Syahbah dalam bukunya: ”Al-Madkhal li Dirásah Al-Qur’án al-Karâm” menjelaskan bahwa Al-Qur’an itu adalah kitab ‘arabiyyah al-akbar atau kitab berbahasa Arab yang maha besar.
Kelompok Isa Bugis pun lantas beralih dengan mengatakan bahwa Al-Qur’an bahasa Quresy bukan bahasa Arab. Pendapat demikian ditentang oleh Ahmad Satori sebagai doktor dalam sastra Arab. Ia menegaskan bahwa bahasa orang Arab adalah bahasa Arab. Perbedaan bahasa Quresy dengan bahasa suku Tamim dan lain-lainnya hanyalah dalam dialek bukan dalam makna.
Dengan demikian hujjah Isa Bugis yang menyatakan al-Qur'an bukan bahasa Arab, seluruhnya tertolak.
3. Al-Qur’an sebagai Kalamullah
Kalam (perkataan) Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya. Al-Qur’an sebagai kitab Allah menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam dan berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Al-Qur’an menurut bahasa berarti “Bacaan”. Di dalam al-Qur’an sendiri ada pemakaian kata “quran” dalam arti demikian sebagai tersebut dalam ayat 17-18 surat 75 Al-Qiyamah:

Artinya: (17) “Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. (18) Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.”

Iman Jalaludin As-Sayuthy, di dalam bukurrya yang bernama “Itmam al-Dirayah”,menyebutkan definisi Al-Qur’an:
Artinya: “AI-Qur’an ialah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk melemahkan pihak-pihak yang menentangnya, walaupun hanya dengan satu surat saja dari padanya.
Unsur-unsur penting yang disebutkannya dalam definisi sifat Al-Qur’an itu sebagai:
a. Firman Allah
b. Diturunkan kepada Nabi Muhammad
c. Berfungsi sebagaai mukjizat


Wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya adalah suatu ilnu yang dikhususkan untuk mereka dengan tidak dipelajari. Kumpulan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW disebut al-Qur’an, yang merupakan pembawa rahmat bagi alam semesta dan petunjuk bagi manusia dalam hidup dan kehidupannya.
Wahyu turun dalam berbagai cara seperti ; Malaikat Jibril langsung atau menyerupai manusia, berupa suara atau gemuruh, atau lonceng.’


4. Sumbangan Al-Qur’an untuk Memahami Kitab Suci Lain
Secara garis besar islam memang dapat memahami kitab suci lain, walaupun kebanyakan orang pada umumnya tidak menyukai agama lain, misalnya: Kristen, budha, hindu, dan sebagainya. Akan tetapi manusia itu cuman salah arah dan kita sebagai umat islam wajib memberitahukan mana yang benar dan mana yang salah, karena islam selalu mendepankan kejujuran, kebaikan, dan sebagainya.
Memang seharusnya tidak perlu mengherankan, bahwa islam selaku agama besar terakhir, mengklaim sebagai agama yang memuncaki proses pertumbuhan dan perkembangan agama-agama dalam garis kontinuitas tersebut. Karena itu agama tidak boleh di paksakan (QS Al-Baqarah, 2:256). Bahkan Al-Qur’an juga mengisyaratkan bahwa para penganut berbagai agama, asalkan percaya kepada tuhan dan hari kemudian serta berbuat baik semuanya akan selamat. (QS Al-Baqarah, 2:62; Al-Maidah, 5:26).


5. Ulumul Qur’an
Secara etimologi, kata Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnaya.
Ulumul Qur’an menurut Assuyuthi dalam kitab itmamu al-Dirayah :
“Ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunya, sanadnya, adabnya makna-maknanya, baik yang berhubungan lafadz-lafadznya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya, dan sebagainya”.
Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Ulumul Qur’an meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya.
Secara garis besar Ilmu alQur’an terbagi dua pokok bahasan yaitu :
1. Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam qira’at, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan sebab-sebabnya.
2. Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.
Pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses secara bertahap dan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaanya dan segi pemahamanya.


BAB III
PENUTUP


Kesimpulan:
Dari uraian di atas dapat kami ambil sebuah simpulan yaitu sebagai berikut :


1. Al-Qur’an merupakan salah satu dari tiga sumber hukum ajaran Islam. Yakni; Al-Quran, As-Sunnah, dan Ijtihad.


2. Fungsi atau peranan Al-Quran yang sangat penting untuk dipahami seorang Muslim ada tiga. Yakni Al-Qur’an berfungsi sebagai mukjizat bagi Rasulullah Muhammad saw, sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim, serta sebagai korekter atau penyempurna terhadap kitab-kitab yang pernah Allah Swt. turunkan sebelumnya, dan ini bernilai abadi atau berlaku sepanjang zaman.


3. Metode penafsiran Al Qur’an, secara garis besar dibagi dalam empat macam metode, namun hal tersebut tergantung pada sudut pandang tertentu :
 Metode Penafsiran ditinjau dari sumber penafsirannya.
 Metode penafsiran ditinjau dari cara penjelasannya.
 Motede penafsiran ditinjau dari keleluasan penjelasan.
 Metode penafsiran ditinjau dari aspek sasaran dan sistematika ayat-ayat yang ditafsirkan.
4. Al-Qur’an merupakan Kalamullah. Perkataan Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya.


5. Al-Qur’an juga menerangkan kandungan kitab-kitab terdahulu, serta menyempurnakannya.


6. Ulumul Qur’an merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an,
baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnaya


7. Secara garis besar ada tiga sumber utama yang dirujuk oleh para sahabat dalam menafsirkan Al-Qur'an :
a. Al-Qur’an itu sendiri
b. Penjelasan Rasulullah langsung
c. Ijtihad para sohabat


Wallahu a’lam bi al-shawab.




DAFTAR PUSTAKA

















(http://uchiuwik.blogspot.co.id/)

Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Faceboo



Baca Artikel Terkait: