-->

Selasa, 17 April 2018

Model-Model Desain Intruksional Terlengkap
Pada system intruksional, kita dihadapkan kepada tiga buah pertanyaan penting, yakni bagaimana cara mendesain suatu program, struktur program yang bagaimana yang akan dipergunakan, dan pola mengajar apa yang akan diterapkan sehubungan dengan pelaksanaan program yang telah didesain itu. Di muka telah dijelaskan bahwa desain sistem pembelajaran berbeda dengan perencanaan sistem pembelajaran. Walaupun perencanaan pembelajaran berkaitan dengan desain pembelajaran, keduanya memiliki posisi yang berbeda.Ada beberapa model-model desain intruksional yang dapat ditawarkan, antara lain:
1. Model Kemp
Model desain sistem instruksional yang dikembangkan oleh Kemp merupakan model yang membentuk siklus. Menurut Kemp pengembangan desain sistem pembelajaran terdiri atas komponen-komponen, yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, tujuan dan berbagai kendala yang timbul. Model sistem instruksional yang dikembangkan Kemp ini tidak ditentukan dari komponen mana seharusnya guru memulai proses pengembangan. Mengembangkan sistem instruksional, menurut Kemp dari mana saja bisa, asal saja urutan komponen tidak diubah, dan setiap komponen itu memerlukan revisi untuk mencapai hasil yang maksimal.

Komponen-komponen dalam suatu desain instruksional menurut Kemp adalah :
a. Hasil yang ingin dicapai;
b. Analisis tes mata pelajaran;
c. Tujuan khusus belajar;
d. Aktivitas belajar;
e. Sumber belajar;
f. Layanan pendukung;
g. Evaluasi belajar;
h. Tes awal;
i. Karakteristik belajar.
Kesembilan komponen itu merupakan siklus yang terus-menerus direvisi setelah dievaluasi baik evaluasi sumatif maupun evaluasi formatif, serta diarahkan untuk menentukan kebutuhan siswa, tujuan yang ingin dicapai, prioritas dan berbagai kendala yang muncul. Menurut sumber lainnya, model Kemp merupakan sistem pengajaran yang sederhana yang mana dibagi menjadi delapan langkah yaitu :
a. Menentukan tujuan instruksional umum, yaitu tujuan yang ingin dicapai untuk masing-masing pokok pembahasan;
b. Menganalisis karakteristik peserta didik;
c. Menentukan tujuan instruksional khusus;
d. Menentukan materi pelajaran sesuai dengan tujuan intruksional khusus yang telah dirumuskan;
e. Menetapkan pengajaran awal;
f. Menentukan strategi belajar mengajar dan sumber belajar yang sesuai dengan tujuan intruksional khusus;
g. Mengkoorsinasi sarana penunjang yang meliputi biaya, fasilitas, peralatan, waktu, dan tenaga;
h. Mengadakan evaluasi untuk mengontrol dan mengkaji keberhasilan program secara keseluruhan.


2. Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional)
Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional) adalah model yang dikembangkan di Indonesia untuk mendukung pelaksanaan kurikulum 1975. PPSI berfungsi untuk mengefektifkan perencanaan dan pelaksanaan program pengajaran secara sistemis, untuk dijadikan sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. PSSI merupakan perwujudan dari penerapan pendekatan ke dalam sistem pendidikan, yaitu sebagai suatu kesatuan yang terorganisasi yang terdiri dari sejumlah komponen yang saling berhubungan satu sama lainnya dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. PPSI dapat digambarkan sebagai berikut :



a. Merumuskan tujuan, yakni kemampuan yang harus dicapai oleh siswa. Ada 4 syarat dalam perumusan tujuan ini yakni tujuan harus operasional, artinya tujuan yang dirumuskan harus spesifik atau dapat diukur, berbentuk hasil belajar bukan proses belajar, berbentuk perubahan tingkah laku dan dalam setiap rumusan tujuan hanya satu bentuk tingkah laku.;
b. Mengembangkan alat evaluasi, yakni menentukan jenis tes dan menyusun item soal untuk masing-masing tujuan. Alat evaluasi disimpan pada tahap 2 setelah perumusan tujuan untuk meyakinkan ketepatan tujuan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan;
c. Mengembangkan kegiatan belajar-mengajar, yakni merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar dan menyeleksi kegiatan belajar perlu ditempuh;
d. Mengembangkan program kegiatan pembelajaran yakni merumuskan materi pelajaran, menetapkan metode dan memilih alat dan sumber pelajaran;
e. Pelaksanaan program, yakni kegiatan mengadakan prates, menyampaikan materi pelajaran, mengadakan psikotes, dan melakukan perbaikan.

3. Model Banathy
Model desain system pembelajaran dari Banathy berbeda dengan model-model sebelumnya. Model ini memandang bahwa penyusunan system instruksional dilakukan melalui tahapan-tahapan yang jelas. Terdapat 6 tahap dalam mendesain suatu program pembelajaran yakni:
a. Menganalisis dan merumuskan tujuan, baik tujuan pengembangan sistem maupun tujuan spesifik. Tujuan merupakan sasaran dan arah yang harus dicapai oleh siswa atau peserta didik;
b. Merumuskan kriteria tes yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Item tes dalam tahap ini dirumuskan untuk menilai perumusan tujuan. Melalui rumusan tes dapat meyakinkan kita bahwa setiap tujuan ada alat untuk menilai keberhasilannya;
c. Menganalisis dan merumuskan kegiatan belajar, yakni kegiatan mengiventasikan seluruh kegiatan belajar mengajar, menilai kemampuan penerapannya sesuai dengan kondisi yang ada serta menentukan kegiatan yang mungkin dapat diterapkan;
d. Merancang sistem, yaitu kegiatan menganalisis sistem menganalisis setiap komponen sistem, mendistribusikan dan mengatur penjadwalan;
e. Mengimplementasikan dan melakukan control kualitas system, yakni melatih sekaligus menilai efektivitas system, melakukan penempatan dan melaksanakan evaluasi;
f. Mengadakan perbaikan dan perubahan berdasarkan hasil evaluasi.

4. Model Dick dan Cery
Model dick and cery harus dimulai dengan mengidentifikasi tujuan pembelajaran umum. Menurut model ini, sebelum desainer merumuskan tujuan khusus yakni performance goals, perlu menganalisis pembelajaran serta menentukan kemampuan awal siswa terlebih dahulu. Criterion Reference Test, artinya tes yang mengukur kemampuan penguasaan tujuan khusus. Untuk mencapai tujuan khusus selanjutnya dikembangkan strategi pembelajaran, yakni skenario pelaksanaan pembelajaran yang diharapkan dapat mencapai tujuan secara optimal, setelah itu dikembangkan bahan-bahan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan. Langkah akhir dari desain ini adalah melakukan evaluasi, yakni evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Model Dick and Cery termasuk ke dalam model prosedural. Langkah-langkah Desain Pembelajaran menurut Dick and Carey adalah :
a. Mengidentifikasikan tujuan umum pembelajaran;
b. Melaksanakan analisi pembelajaran;
c. Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa;
d. Merumuskan tujuan performansi;
e. Mengembangkan butir–butir tes acuan patokan;
f. Mengembangkan strategi pembelajaran;
g. Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran;
h. Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif;
i. Merevisi bahan pembelajaran;
j. Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.


Model Dick and Carey terdiri dari 10 langkah, setiap langkah sangat jelas maksud dan tujuannya sehingga bagi perancang pemula sangat cocok sebagai dasar untuk mempelajari model desain yang lain. Kesepuluh langkah pada model Dick and Carey menunjukan hubungan yang sangat jelas, dan tidak terputus antara langkah yang satu dengan yang lainya. Dengan kata lain, sistem yang terdapat pada Dick and Carey sangat ringkas, namun isinya padat dan jelas dari satu urutan ke urutan berikutnya.
Langkah awal pada model Dick and Carey adalah mengidentifikasi tujuan pembelajaran. Langkah ini sangat sesuai dengan kurikulum perguruan tinggi maupun sekolah menengah dan sekolah dasar, khususnya dalam mata pelajaran tertentu di mana tujuan pembelajaran pada kurikulum agar dapat melahirkan suatu rancangan pembangunan. Penggunaan model Dick and Carey dalam pengembangan suatu mata pelajaran dimaksudkan agar pada awal proses pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui di mampu melakukan hal-hal yang berkaitan dengan materi pada akhir pembelajaran, adanyahubungan antara tiap komponen khususnya strategi pembelajaran dan hasil pembelajaran yang dikehendaki, menerangkan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan desain pembelajaran.
sumber:rudi



Baca Artikel Terkait: