-->

Selasa, 17 April 2018



Kerajaan Malaka
©wikipedia.org

Meskipun letaknya bukan di wilayah Indonesia (di Malaysia), tetapi kerajaan ini sangat penting artinya bagi perkembangan Islam di Indonesia karena pada dasarnya masyarakat Malaysia dengan masyarakat Sumatera mempunyai banyak persamaan sejarah dan kebudayaan, sehingga dia dimasukkan ke dalam bagian sejarah kerajaan Islam di Indonesia.

Kemunduran Kerajaan Samudra Pasai diikuti dengan perkembangan Malaka sebagai pelabuhan, pusat perdagangan, dan pusat penyebaran agama Islam yang sangat penting di Asia Tenggara.
Pada masa itu, datanglah seorang pangeran yang bernama Paramisora (Parameswara) dari Blambangan, Jawa Timur yang melarikan diri karena Blambangan diserang tentara Majapahit.
Setelah bertemu dengan Sidi Abdul Azis dan menyatakan diri masuk Islam, Paramisora dipercaya menjadi pemimpin dan berhasil membangun kerajaan Malaka.

 

Kehidupan Politik Kerajaan Malaka

Paramisora bergelar Sultan Iskandar Syah. Setelah beliau mangkat pada tahun 14 14, ia digantikan oleh putranya yang bernama Muhammad Iskandar Syah atau Megat Iskandar Syah (1414 – 1424). Ia mnejalin hubungan dengan Cina dan Samudra Pasai. Hubungan dengan Samudra Pasai semakin Erat sebab Sultan Muhammad Iskandar Syah menikah dengan putri kerajaan tersebut. Setelah pemerintahan Muhammad Iskandar Syah berakhir, pemerintahan dilanjutkan oleh raja Kasim yang bergelar Sultan Mudhafar Syah (1424 – 1458) Raja Kasim berhasil menguasai Pahang dan Indragiri. Kedudukan Malaka semakin kuat dan strategis sehingga berhasil menggeser kedudukan Samudra Pasai.

Pengganti Sultan Mudhafar Syah adalah putranya yang bernama Sultan Mansyur Syah (1458 – 1477). Pada masa pemerintahannya Kerajaan Malaka mencapai zaman kejayaan. Ia berhasil menguasai Semenanjung Malaka, Sumatera Tengah, Indragiri, Rokan dan Kepulauan Riau. Pada saat itu angkatan laut Kerajaan Malaka sangat kuat di bawah pimpinan Laksamana Hang Tuah sehingga Malaka tampil sebagai kerajaan maritim yang sangat tangguh saat itu.

Kerajaan Malaka mengembangkan pemerintahan yang cukup teratur dengan sultan sebagai penguasa tertinggi atau duli (yang dipertuan). Di bawah sultan ada patih yang disebut Paduka Raja (Sri Nara Diraja) yang membawahi pejabat-pejabat, seperti bendahara, laksamana, tumenggung atau bupati, dan syahbandar.Setelah pemerintahan Sultan Masyur Syah berakhir, pemerintah digantikan oleh Sultan Alauddin Syah (1477 – 1488). Setelah itu dipegang oleh Sultan Mahmud Syah (1488 – 1511). Kerajaan Malaka pada masa kekuasaan Sultan Mahmud Syah ternyata mengalami kemunduran dan kebesaran Kerajaan Malaka semakin lama semakin surut.

Keadaan itu kemudian diperburuk oleh kedatangan tentara Portugis ke Bandar Malaka. Semula kedatangan Portugis hanya berdagang rempah, tetapi kemudian ingin menguasai kerajaan Malaka. Pada tahun 1511, Portugis dipimpin oleh Alfonso d’Albuquerque berhasil menduduki Kerajaan Malaka. Jatuhnya kekuasaan Islam di Malaka mengakibatkan pedagang Islam menyingkir dan menyebar ke berbagai daerah. Pedagang Islam megalihkan kegiatan perdagangannya di wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan, bahkan ada yang sampai ke Filipina Selatan.

 

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Malaka

Dalam bidang ekonomi Kerajaan Malaka, dapat dilihat pada catatan Ma Huan sewaktu berkunjung ke Kerajaan Malaka. Ma Huan menuliskan dalam bukunya yang berjudul The Mao Kun Map mengenai kebudayaan, agama dan kebiasaan mereka.

Ketika itu Kerajaan Malaka belum ramai dan penduduknya lebih memilih kegiatan perdagangan daripada pertanian karena pertanian kurang subur. Letaknya yang strategis mendorong Kerajaan Malaka cepat berkembang sebagai bandar dan pelabuhan internasional. Banyak pedagang dari luar, di antaranya dari Persia, India, Asia Tenggara, dan China masuk berdagang atau sekadar singgah di Kerajaan Malaka.

Dinamika perdagangan di Kerajaan Malaka dipengaruhi oleh para pedagang dari Jawa Timur yang membawa rempah-rempah dari Maluku dan beras dari Pulau Jawa. Di Kerajaan Malaka mereka melakukan transaksi dengan para pedagang dari Gujarat (India) dan Persia yang membawa beraneka ragam kain sutra dan keramik. Dengan perdagangan yang sangat majemuk tersebut, Kerajaan Malaka menjadi tempat perdagangan yang maju dan makmur. Dalam bidang perdagangan, seorang sultan Malaka memiliki hal istimewa, yakni hak untuk membeli pertama dan hak menjual pertama.

 

Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Malaka

Dalam segi sosial budaya Kerajaan Malaka, kehidupan sehari-hari raja, pejabat, maupun rakyat umum diatur dengan suatu undang-undang. Undang-undang tersbeut dirumuskan berdasarkan adat istiadat Melayu. Isi undang-undang yang dikembangkan waktu itu antara lain pemakaian payung untuk raja, peraturan menghadap raja, upacara pemberian gelar, dan upacara hari raya. Sementara karya sastra yang terkenal di antaranya adalah Sejarah Melayu dan Hikayat Amir Hamzah.

Sumber : https://sijai.com



Baca Artikel Terkait: