-->

Kamis, 17 Desember 2015








Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam dikenal sebagai sosok yang luar biasa dalam menyambung tali silaturahmi dan persaudaraan. Bahkan, sebagai orang yang paling sempurna dalam hal menyambung dan mempererat tali silaturahmi ini sampai-sampai kaum Quraisy memuji beliau dan memberikan gelar ash-Shadiq danal-Amin sebelum beliau diangkat menjadi seorang rasul. Khadijah, istri beliau tercinta, menyebut Nabi Muhammad sebagai “orang yang menyambung kekeluargaan dan berkata dengan benar.”


Hal ini dapat kita lihat sejak dini di masa beliau ditinggal oleh ibu-bapaknya yang telah meninggal. Sejak kecil beliau sudah melaksanakan hak dan kewajiban sebagai anak, yaitu berziarah ke makam ibunya. Waktu itu beliau masih berumur tujuh tahun. Abu Hurairah berkata, “Pernah Rasulullah berziarah ke makam ibunya, lalu menangis dan membuat orang di sekelilingnya juga menangis karena tangisnya, kemudian beliau berkata,


‘Aku minta izin kepada Tuhan untuk meminta ampun atas ibuku, tapi tidak diberi izin. Kemudian aku minta izin untuk menziarahi makamnya, lalu aku diizinkan. Maka ziarahilah kuburan, karena itu akan mengingatkan kamu kepada kematian.” (H.R. Tirmidzi)



Betapa kecintaan beliau sangat dalam kepada kaum kerabat. Betapa beliau sangat antusias untuk mendakwahi mereka agar masuk Islam dan memberikan mereka jalan hidayah serta menyelamatkan mereka dari api neraka. Dan beliau rela menanggung segala risikonya, berupa cacian, dan siksaan secara fisik. Sungguh sebuah tantangan yang sangat berat.


Dari Abu Hurairah diceritakan, “Ketika turun ayat ‘Dan peringatkanlah olehmu kaum kerabatmu yang terdekat’ (asy-Syuara: 24), Rasulullah segera memanggil dan mengumpulkan kaum kerabatnya. Di tengah-tengah mereka, beliau berkata,

“Wahai Bani (keturunan) Abdi Syams, wahai Bani Ka’ab, Bani Lu’ay, selamatkan dirimu dari api neraka. Wahai Bani Abdi Manaf, selamatkan diri kalian dari api neraka! Wahai Bani Hasyim, selamatkanlah diri kalian dari api neraka! Wahai Bani Abdul Muttalib, jagalah diri kalian dari siksa neraka! Wahai Fatimah anakku, selamatkan dirimu dari api neraka! Karena aku tidak bisa membela kalian kelak di hadapan Allah, walau kalian kaum kerabatku, kecuali aku akan meneteskan air-air kekeluargaan ini semampuku untuk menjaga hubungan dengan kalian di dunia.’”(H.R. Muslim)





Nabi Muhammad tidak pernah bosan dan jemu untuk mengajak orang yang paling dihormatinya, yaitu pamannya Abu Thalib, untuk memeluk Islam. Sampai detik-detik terakhir menjelang kematian Abu Thalib, Rasulullah masih mengulang ajakannya untuk mengucapkan dua kalimat syahadat.

Ketika Abu Thalib di ambang kematian, di sekelilingnya ada Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah, masuklah Rasulullah untuk mengulangi ajakannya,


“Wahai paman, katakanlah tiada tuhan selain Allah karena kalimat ini sebagai pembelaanku terhadap paman kelak di hadapan Allah.”



Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah langsung menyela, “Abu Thalib, apakah engkau akan meninggalkan agama nenek moyangmu Abdul Muthalib?” Begitu terus berulang-ulang sampai akhirnya Abu Thalib terbawa ke dalam keyakinan mereka, dan meninggal dengan agama nenek moyang. Namun walaupun begitu, seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Ahmad, Rasulullah masih memintakan ampun kepada Allah atas pamannya. Beliau tidak jemu beristighfar,


“Aku akan terus beristighfar untuk paman selama aku tidak dilarang oleh Allah.”


Maka turunlah ayat berikut, “Tidak boleh bagi seorang nabi dan orang-orang yang beriman, beristighfar untuk orang-orang musyrik, walaupun mereka adalah kerabat dekat, setelah diketahui bahwa mereka adalah penghuni neraka Jahannam.” (Qs. At-Taubah: 113) Juga turun ayat berikut ini, “Sesungguhnya engkau Muhammad, tidak bisa memberi hidayah kepada orang yang engkau sukai, akan tetapi Allahlah yang memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.” (Qs. al-Qashash: 56) Maka berhentilah Rasulullah mendo’akan dan beristighfar untuk kaum kerabatnya.


Inilah sebagian dari ilustrasi agung, rahmat bagi umat, dan contoh yang pas bagi loyalitas, dan ketundukannya pada Allah walaupun musibah terjadi menimpa keluarganya sendiri. Dengarkanlah puisi yang indah tentang Nabi Muhammad berikut ini,



Seorang nabi yang datang kepada kita

setelah putus asa dan jeda waktu yang cukup lama

dari rasul-rasul sebelumnya

dan setelah berhala-berhala itu disembah di muka bumi.

Sebuah pelita terang petunjuk kebenaran sejati,

memancarkan sinar kemilau, bak kilatan cahaya pedang.

Memperingatkan kami akan api neraka dan

kabar gembira berupa surga.

Mengajar kami Islam dan kepada Allah kami bersyukur.



Baca Artikel Terkait: