BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan proses pendewasaan
diri manusia dalam hal ilmu maupun moral. Oleh sebab itu pendidikan tidak
terlepas dari komponen-komponen yang ada di dalamnya. Banyaknya permasalahan
yang muncul dalam kehidupan masyarakat dan permasalahan dalam pendidikan
karena, apa yang dilakukan dan apa yang dihasilkan tidak sesuai dengan apa yang
diinginkan karena seorang pendidik tidak menentukan tujuan pembelajaran yang sesuai
dengan apa yang menjadi kemampuan, sehingga apa yang menjadi tujuan tidak
tercapai, desain, proses, dan hasil harus dilaksanakan supaya mendapat hasil
yang memuaskan. Banyaknya masyarakat yang tidak puas dengan hasil pendidikan
pada saat sekarang ini walaupun ada juga sebagaian masyarakat merasakannya, dan
juga menyatakan kepuasannya pendidikan pada saat ini tetapi lebih
besar ketidak puasan dengan pendidikan pada saat ini.
Contohnya banyak terjadinya tindakan
kriminal yang terjadi bukan hanya dilakukan oleh orang yang
bodoh tetapi ironisnya tindakan prilaku tersebut adalah yang
melakukan orang yang pandai tetapi tidak benar nilai moralnya, dan banyak lagi
tidakan amoral yang dilakukan oleh masyarakat, perbuatan ini bukan semata-mata
tidak mengetahui tetapi tidak memhami dan menghayati serta mengamalkan isi
pesan tersebut. Seorang yang memiliki ahlak yang baik dan berprestasi dalam
pendidikannya adalah orang yang paham dan meaplikasikan nilai dalam
kehidupanya.
Nilai adalah suatu konsep yang
berada dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi, tidak berada di dalam
dunia yang empiris. Nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik
dan buruk, indah dan tidak indah, layak dan tidak layak, adil dan tidak adil,
dan lain sebagaiya. Pandangan seseorang tentang semua itu, tidak bisa diraba,
kita hanya mungkin dapat mengetahuinya dari perilaku yang bersangkutan. Oleh
karena itulah nilai pada dasarnya standar perilaku, ukuran yang menentukan atau
criteria seseorang tentang baik dan tidak baik, indah dan tidak indah, dan lain
sebagainya. Sehigga standar itu yang akan mewarnai perilaku seseorang. Dengan
demikian, pendidikan nilai pada dasarnya proses penanaman nilai kepada peserta
didik yang diharapkan oleh karenanya siswa dapat berperilaku sesuai dengan
pandangan yang dianggapnya baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang
berlaku.
Oleh sebab inilah penulis mencoba
mengangkat judul makalah tentang bagaimana menerapapkan nilai dan tujuan agar
tersosialisasi secara baik di dalam masyarakat kita. Sehingga masyarakat
Indonesia ini tidak dicap dengan masyarakat yang haus akan nilai dan tidak
bertindak secara bebas dalam kehidupan sehari-hari.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
hakikat dari pendidikan nilai?
2. Apa
tujuan dari pendidikan nilai?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui hakikat dari pendidikan nilai?
2. Untuk
mengetahui tujuan dari pendidikan nilai?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Pendidikan Nilai
1. Hakikat
dan Makna Nilai
Nilai merupakan filsafat atau pemikiran
kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran, norma-norma, nilai-nilai serta
kebiasaan-kebiasaan dan pandangan moral secara kritis. [1]Menurut
Kattsoff dalam Sumargono mengungkapkan bahwa hakikat nilai dapat dijawab dengan
tiga macam cara:
a. Nilai
sepenuhnya berhakikat subjektif, bergantung kepada pengalaman manusia pemberi
nilai itu sendiri
b. Nilai
merupakan kenyataan-kenyataan ditinjau dari segi ontology, namun
tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut merupakan esensi
logis dan dapat diketahui melalui akal.
c. Nilai-nilai
merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan. Sedangkan menurut
Sadulloh mengemukakan tetang hakikat nilai berdasarkan teori-teori sebagai
berikut: menurut teori voluntarisme, nilai adalah suatu pemuasan
terhadap keinginan atau kemauan. Menurut kaum hedonisme, hakikat nilai
adalah “pleasure” atau
kesenangan, sedangkan menurut formalisme, nilai adalah sesuatu yang
dihubungkan pada akal rasional dan menurut pragmatisme, nilai itu baik
apabila memenuhi kebutuhan dan nilai instrumental yaitu sebagai alat untuk mencapai
tujuan.[2]
Dari beberapa pendapat para ahli diatas
dapat disimpulkan bahwa hakikat dan makna nilai adalah sesuatu hal sesuatu hal
yang dihubungkan dengan akal rasional, logis dan bergantung pada pengalaman
manusia pemberi nilai itu sendiri.
Nilai merupakan suatu konsep yang
berada dalam pikiran manusia yang bersifat tersembunyi, nilai berhubungan
dengan pandangan seseorang tentang baik dan buruk indah dan tidak indah dan
lain sebagainya. Dengan demikian pendidikan nilai pada hakikatnya proses
penanaman nilai kepada peserta didik yang diharapkan, oleh karena itu siswa
dapat berprilaku sesuai dengan pandangan yang dianggapnya baik dan tidak
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat tersebut. Kalau
berbicara tentang pendidikan tentu tidaklah mudah seperti membalikkan telapak
tangan tentunya banyak sekali keterkaitan antara satu dengan yang lain dengan
berbagai unsure komplek yang membangun pendidikan tersebut. Unsure
penentu dalam mencapai tujuan itu diantaranya kebijakan pemerintah kurikulum,
guru(ini merupakan ujung tombak penentu tercapai tujuan pendidikan) peserta
didik dan tingkat kedewasaan, yang sesuai dengan usiadan tingkat pendidikan
serta infra struktur belajar berupa ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan
yang memadai.
Dari sekian banyak unsur
pendukung tersebut pada hakikatnya bermuara pada tujuan pendidikan nasional
yang dimuat dalam undang-undang RI tentang system pendidikan Nasional atau
UUSPN 28 Agustus 2003 memuat tujuan menjadi manusia beriman, bertaqwa kepada
tuhan yang maha esa, berahlak mulia, sehat jasmani dan rohani, kerja keras,
mandiri, estetis berilmu, kreatif, produktif, mampu bersaing, cakap, demokratis
memiliki wawasan keunggulan, harmonis dengan lingkungan alam, memiliki tanggung
jawab sosial, dan memiliki semangat kebangsaan dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Ada
empat faktor yang merupakan dasar kepatuhan seseorang terhadap nilai tertentu,
yaitu:
a. Normativist.
Biasanya kepatuhan pada norma-norma hukum. Selanjutnya dikatakan bahwa
kepatuhan ini terdapat dalam tiga bentuk, yaitu;
1) Kepatuhan
pada nilai atau norma itu sendiri
2) Kepatuhan
pada proses tanpa mempedulikan normanya sendiri
3) Kepatuhan
pada hasilnya atau tujuan yang diharapkannya dari peraturan itu sendiri.
b. Integralist.
Yaitu kapatuhan yang didasarkan kepada kesadaran dengan
pertimbangan-pertimbangan yang rasional.
c. Fenomenalist.
Yaitu kepatuhan berdasarkan suara hati atau sekedar basa basi.
d. Hedonist.
Yaitu kepatuhan berdasarkan kepentingan diri sendiri.
Dari keempat faktor yang menjadi
dasar kepatuhan setiap individu tentu saja yang kita harapkan adalah kepatuhan
yang bersifat normativist. Sebab kepatuhan semacam itu adalah kepatuhan
yang didasari kesadaran akan nilai, tanpa mempedulikan apakah perilaku itu
menguntungkan untuk dirinya atau tidak.
Pendidikan Nilai mengandung tiga
unsur utama yaitu ontologis Pendidikan Nilai, epistemologis Pendidikan Nilai
dan aksiologis Pendidikan Nilai.
a. Dasar
Ontologis Pendidikan Nilai
Pertama-tama pada latar filsafat
diperlukan dasar ontologis dari Pendidikan Nilai. Adapun aspek realitas yang
dijangkau teori dan Pendidikan Nilai melalui pengalaman panca indera adalah
dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek materil Pendidikan Nilai adalah
manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya. Objek
formal Pendidikan Nilai dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau
situasi pendidikan. Di dalam situasi sosial, manusia sering kali berperilaku
tidak utuh, hanya menjadi mahluk berperilaku individual dan/atau mahluk sosial
yang berperilaku kolektif.
Sistem nilai harus terwujud dalam
hubungan inter dan antar pribadi yang menjadi syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi
terlaksananya mendidik dan mengajar. Hal itu terjadi mengingat pihak pendidik
yang berkepribadian sendiri secara utuh memperlakukan peserta didik secara
terhormat sebagai pribadi pula. Jika pendidik tidak bersikaf afektif utuh maka akan
menjadi mata rantai yang hilang (the missing link) atas faktor hubungan peserta
didik-pendidik atau antara siswa-guru. Dengan begitu pendidikan hanya akan
terjadi secara kuantitatif sekalipun bersifat optimal, sedangkan kualitas
manusianya belum tentu utuh.
b. Dasar
Epistemologis Pendidikan Nilai
Dasar epistemologis diperlukan oleh
pendidikan nilai atau pakar pendidikan nilai demi mengembangkan ilmunya secara
produktif dan bertanggung jawab. Pendidikan Nilai memerlukan pendekatan
fenomenologis yang akan menjalin studi empirik dengan studi kualitatif
fenomenologis. Karena penelitian tidak hanya tertuju pada pemahaman dan
pengertian, melainkan untuk mencapai kearifan fenomena pendidikan.
Inti dasar epistemologis ini adalah
agar dapat ditentukan bahwa dalam menjelaskan objek formalnya, telaah
Pendidikan Nilai tidak hanya mengembangkan ilmu terapan melainkan menuju kepada
telaah teori dan pendidikan nilai sebagai ilmu otonom yang mempunyai objek
formal sendiri atau problamatikanya sendiri sekalipun tidak hanya menggunakan
pendekatan kuantitatif atau pun eksperimental Dengan demikian uji kebenaran
pengetahuan sangat diperlukan secara korespodensi, secara koheren dan sekaligus
secara praktis dan atau pragmatis
c. Dasar
Aksilogis Pendidikan Nilai
Kemanfaatan teori Pendidikan Nilai
tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk
memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan
manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai pendidikan nilai tidak hanya
bersifat intrinsik sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai
ekstrinsik. Dan ilmu digunakan untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak
dalam praktek melalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan
pengaruh yang positif dalam pendidikan. [3]
Dengan demikian pendidikan nilai tidak
bebas nilai, mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan
pendidikan nilai dan tugas pendidik sebagai pedagok. Dalam hal ini, sangat
relevan sekali untuk memperhatikan pendidikan nilai sebagai bidang yang sarat
nilai. Itulah sebabnya pendidikan nilai memerlukan teknologi pula, tetapi
pendidikan bukanlah bagian dari iptek. Namun harus diakui bahwa pendidikan
nilai belum jauh pertumbuhannya dibandingkan dengan kebanyakan ilmu sosial dan
ilmu perilaku
2. Klasifikasi
Nilai
Dalam teori nilai terdapat enam
orientasi nilai yang sering dijadkan rujukan oleh manusia dalam kehidupannya.
Dalam pemunculannya, enam nilai tersebut cenderungmenampilkan sosok yang khas
terhadap pribadi seseorang. Keenam nilai tesebut adalah sebagai berikut :
a. Nilai
teori
b. Nilai
Ekonomis.
c. Nilai
Estetika.
d. Nilai
Sosial.
e. Nilai
Politik
f. Nilai
Agama
Spranger melihat bahwa pada sisi
nilai inilah kesatuan filsafat hidup dapat dicapai. Diantara kelompok manusia
yang memiliki orientasi kuat terhadap nilai ini adalah para nabi, imam, atau
orang-orang saleh. Dari beberapa klasifikasi nilai diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa pemaknaan terhadap nilai itu sendiri tergantung pada
perspektif masing-masing orang yang membuatnya dan menjalaninya. Tetapi
diantara keenam klasifikasi nilai diatas, nilai yang paling tertinggi adalah
nilai agama.
Menurut
Max Scheller dalam kaelan menyebutkan hirarki nilai tersebut terdiri atas:
a. Nilai
kenikmatan, yaitu nilai yang mengenakan atau tidak mengenakan, berkitan dengan
indra manusia yang menyebabkan manusia senang atau menderita.
b. Nilai
kehidupan, yaitu nilai yang penting bagi kehidupan
c. Nilai
kejiwaan, yaitu nilai yang tidak bergantung pada keadaan jasmani maupun
lingkungan.
d. Nilai
kerohanian, yaitu maralitas nilai dari yang suci dan tidak suci.
Di
Indonesia hirarki pendidikan nilai terdiri dari: [4]
a. Nilai
dasar (dalam bahasa ilmiahnya disebut sebagai daasr ontologisme) yaitu
merupakan hakikat, esensi, itisari, atau makna yang terdalam dari nilai-nilai
tersebut. Nilai daar ini bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan
objektif segala sesuatu, misalnya hakikat Tuhan, manusia, atau yang lainnya.
b. Nilai
instrumental, merupakan suatu pedoman yang dapat diukur atau diarahkan. Nilai
instrumental merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar.
c. Nilai
praksis, pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai
instrumental dalam suatu kehidupan nyata.
Selain
istilah di atas ada juga yang dinamakan dengan klarifikasi nilai, yaitu upaya
mengembangkan nilai siswa dengan menekankan proses penilaian itu sendiri
daripada membicarakan apahaikat nilai itu ketika menelaah sebuah nilai.
Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran siswa tentang nilai-nilai mereka
sendiri.[5]Nilai
ini Sangat tergantung dari sudut pandang mana si penilai menilai. Misalnya
orang materialis, akan meletakkan nilai-nilai materi pada tingkat yang paling
tinggi, dan begitu juga sebaliknya pada orang religius akan menempatkan
nilai-nilai religius pada tingkatan yang paling tinggi, dan seterusnya.
3. Hakikat
Pendidikan Nilai
Hubungan antara nilai dengan pendidikan sangat erat. Nilai dilibatkan dalam
setiap tindakan pendidikan, baik dalam memilih maupun dalam memutuskaan setiap
hal untuk kebutuhan belajar. Melalui persepsi nilai, guru dapat mengevaluasi
siswa. Demikian pula sebaliknya, siswa dapat mengukur kadar nilai yang
disajikan guru dalam proses pembelajaran. Masyarakat juga dapat merujuk
sejumlah nilai (benar salah, baik-buruk, indah-tidak indah) ketika seseorang
mempertimbangkan kelayakan pendidikan yang dialami oleh anaknya. Singkat kata,
dalam segala bentuk persepsi, sikap, keyakinan, dan tindakan manusia dalam
pendidikan, nilai selalu disertakan. Bahkan melalui nilai itulah manusia dapat
bersikap kritis terhadap dampak-dampak yang ditimbulkan pendidikan. Ketika
seorang ibu rumah tangga mengkritik biaya pendidikan yang terlampau mahal
padahal dalam penyelengaraannya kurang optimal, atau ketika seseorang pimpinan perusahaan
menilai lulusan Perguruan Tinggi tertentu kurang mampu menyesuaikan diri dengan
kondisi pekerjaannya, maka hal itu terkait dengan nilai. Untuk itu, selain
diposisikan sebagai muatan pendidikan, nilai dapat juga dijadikan sebagai media
kritik bagi setiap orang yang berkepentingan dengan pendidikan (Stake
Holders) dalam mengevaluasi proses dan hasil pendidikan.”[6]
Nilai
itu tersebar di setiap sudut wilayah pendidikan. Nilai itu mencakup setiap
aspek praktik sekolah. Nilai itu merupakan dasar bagi sebuah persoalan pilihan
dan pembuatan keputusan. Menggunakan nilai, guru mengevaluasi perjalanan studi
program sekolah dan bahkan kompetisi guru. Sebaliknya, masyarakat itu sendiri
dievaluasi oleh guru. Ketika kita membuat suatu keputusan tentang praktik
pendidikan, ketika kita meramalkan segi-segi kebijakan pendidikan. Oleh karena
itu nilai selalu dihubungkan pada penunjukkan kualitas sesuatu benda
ataupun perilaku dalam berbagai realitas. Dan hal ini perwujudan dari
watak hakiki manusia yang memang akan senantiasa memuarakan semua aktivitasnya
pada hal yang terbaik dan bernilai.[7]Tentu
penilaian terbaik tersebut berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang
berbeda-beda yang diperoleh seseorang.
Artinya nilai berada pada wilayah
pikiran manusia dengan pemahaman yang beragam, dan eksistensinya dibutuhkan
manusia untuk menjadi standar bagi sebuah perilaku yang diinginkan. Dan
perilaku yang diinginkan tersebut akan benar-benar diinginkan apabila ada
proses pendidikan dan pendidikan erat kaitannya dengan berubahnya perilaku
manusia menuju kesempurnaan.
Dengan demikian dapat dismpulkan
bahwa tujuan nilai dalam pendidikan adalah guru dapat mengevaluasi siswa dan
siswa dapat mengukur kadar nilai yang disajikan guru dalam proses pembelajaran.
Sehingga apa yang diinginkan dapat terwujud dan yang diinginkan itulah yang
disebut sebagai nilai baik dalam pandangan ilmu Etika
B.
Tujuan
Pendidikan Nilai
1.
Pengertian Tujuan Pendidikan Nilai
a. Tujuan
Tujuan adalah sasaran yang
ingin dicapai setelah mengajar suatu pokok atau subpokok bahasan
yang sudah direncanakan.[8] Dalam
buku lain dijelaskan tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai oleh suatu
lembaga pendidikan seperti SD,SM,dan universitas yang harus sesuai dengan
tujuan pendidikan Nasional.[9] Jadi
tujuan yang penulis maksud sesuatu yang hendak dicapai setelah mengajar suatu
pokok bahasan atau sub bahasan yang telah direncanakan oleh seorang pendidik
ataupun guru formal atau non formal sehingga sehingga terjadinya perubahan pada
anak didik atau siswa dalam hal intelegensi maupun moral, sopan
santun, ataupun akhlak.
b. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu
proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri
sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan
perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara adekwat
dalam kehidupan masyarakat.[10]
c. Nilai
Nilai
adalah gambaran tentang sesuatu yang indah dan menarik, yang
mempesona, yang menakjubkan, yang membuat bahagia, senang dan merupakan sesuatu
yang mernjadikan seseorang atau kelompok.[11]
Dari penjelasan diatas
memberikan pemahaman kepada kita bahwa tujuan dari pendidikan nilai adalah
suatu sasaran, tujuan, ataupun sesuatu yang akan di capai dalam proses
pentransperan ilmu yang memungkinkan perubahan tingkah laku, atau perbuatan
yang mengarah kebaikan dalam pandangan hukum manusia dan Allah Swt prilaku atau
moral sebagai sasaran utama dari tujuan pendidikan Nasional maupun
matapelajaran yang selalu diusahakan oleh seorang guru. Dalam mengelola materi
pelajaran, metode, alat, bahan ajar sehingga peserta didik merasa nyaman,
senang dalam mengikuti pelajaran sehinnga apa yang dicita-citakan oleh semua
pihak tercapai yaitu menjadinya manusia yang berahlak mulia seperti tugas nabi
Muhammad saw diutus kemuka bumi hanya lah untuk menyempurnakan ahlak.
2. Komponen
Tujuan Pandidikan Nilai
Pendidikan adalah suatu proses dalam
rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin
dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam
dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara kekuatan dalam kehidupan
masyarakat. Setelah membahas pengertian pendidikan, timbullah pemikiran tentang
hal-hal apa yang terdapat didalam proses pendidikan. Perhatian pada proses
terjadinya pendidikan mengarah pada pemikiran tentang komponen-komponen
pendidikan. Komponen merupakan bagian dari suatu system yang memiliki
peran dalam berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan pendidikan. Ada
komponen tersebut adalah; kurikulum pendidikan, paket instruksi, tenaga
pendidik, tenaga kependidikan, metode pendidikan, peserta, evaluasi pendidikan,
anggaran pendidikan, fasilitas pendidikan.[12] Oleh
sebab itu untuk mencapai tujuan pendidikan perlu adanya kerjasama dengan berbagai
komponen pendidikan dari sekian banyak komponen pendidikan dibahas
yang berasal dari siswa, sebagai penentu untuk mencapai tujuan
pendidikan, faktor belajar siswa mempunyai peranan yang tinggi factor tesebut
diantaranya adalah factor intern dan interen
a. Fakor
intern
Dalam membicarakan
factor intern akan dibahas tiga factor yaitu factor jasmaniah, factor
psikologis, dan factor kelelahan. [13]
1) Faktor
jasmaniah
Sehat berarti dalam
keadaan baik segenap badan serta bagian-bagiannya bebas dari penyakit. Proses
belajar akan terganggu apabila kesehatan seseorang terganggu, agar anak didik
dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan baukan hanya
jasmaniahnya lebih-lebih rohaniyahnya. Agar kesehatan tetap terjamin seseorang
harus melakukan ketentuan-ketentuan seperti, bekerja, belajar, istirahat,
tidur, makan, rekreasi, dan ibadah.
2) Faktor
psikologis
Paling tidak ada tujuh
factor yang tergolong ke dalam factor psikologis yang mempengaruhi belajar.
Factor-faktor itu adalah intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan, dan kelelahan. Semua faktor ini sangat mempengaruhi belajar.
3) Faktor
kelelahan
Kelelahan pada seorang
walaupun sulit dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
kelelahan jasmaniah dan kelelahan rohaniah(bersifat psikis)
b. Faktor
ekstern
Faktor ekstern
yang berpengaruh terhadap belajar, dapat dikelompokan sebagai berikut.:
1) Faktor
keluarga
Siswa yang mengikuti
belajar akan mendapat pengaruh dari keluarga dari cara orang tua mendidik,
kerja sama antar keluarga, suasana keluarga, keadaan ekonomi keluarga
2) Faktor
sekolah
Faktor sekolah
yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode, kurikulum, relasi guru dengan
siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplis sekolah, pelajaran dan waktu
sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar,dan tugas rumah.
3) Faktor
masyarakat
Masyarakat merupakan
faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Factor tersebut
karena keberadaan siswa dalam masyarakat.
3. Tujuan
Pendidikan Nilai
Ada dua tujuan pendidikan nilai
apabila dilihat dari pendekatan anlisa nilai tujuan tersebut
adalah pertama adalah membantu siswa untuk menggunakan kemampuan
berpikir logis dan penemuan ilmmiah dan penemuan ilmiah dalam menganalisa
sosial. Kedua, membantu siswa untuk menggunakan proses berpikir
rasional dan analitik dalam menghubung-hubungkan dan merumuskan konsep tentang
nilai nilai-nilai mereka.
Tujuan
pendidikan nilai menurut pendekatan klarifikasi nilai ini ada tiga;
1. Membantu
siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta
nilai-nilai orang lain
2. Membantu
siswa supaya bisa berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan
orang lain.
3. Membantu
siswa supaya mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional
dan kesadaran emosional
Kohlberg (1977) menjelaskan bahwa
tujuan pendidikan nilai adalah mendorong
perkembangan tingkat pertimbangan moral peserta didik.[14] Secara
sederhana, Suparno melihat bahwa tujuan Pendidikan Nilai adalah menjadikan
manusia berbudi pekerti. Ditambahkan lagi bahwa pendidikan nilai bertujuan
untuk membantu peserta didik mengalami dan menempatkan nilai-nilai secara
integral dalam kehidupan mereka. Sehingga peserta didik dapat mengembangkan
kemampuan untuk mengontrol tindakanya, dan memahami keputusan moral yang
diambilnya. [15]
Dalam proses pendidikan nilai, tindakan-tindakan
pendidikan yang lebih spesifik dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang lebih
khusus sebagaimana diungkapkan Komite APEID (Asia and the Pasific Programme of Education Innovation for Development)
bahwa Pendidikan Nilai secara khusus ditujukan untuk:
a. menerapkan
pembentukan nilai kepada peserta didik
b. menghasilkan
sikap yang mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan,
c. membimbing
perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai tersebut.
Dengan demikian, Pendidikan Nilai
meliputi tindakan mendidik yang berlangsung mulai dari usaha penyadaran nilai
sampai pada perwujudan perilaku-perilaku yang bernilai. Namun tujuan yang
paling penting adalah memberikan pengajaran kepada siswa, supaya mereka
berkemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum sebagai warga dalam suatu
masyarakat yang demokratis.
Menurut Warner dan pefleur dapat
dijelaskan bahwa sikap jika sudah diterjemahkan kedalam tindakan, dapat
melahirkan nilai. Dan sebagai tujuan pendidikan nilai itu sendiri adalah
penanaman nilai tertentu dalam diri siswa. Pengajarannya bertitik tolak dari
nilai-nilai sosial tertentu, yakni nilai-nilai pancasila dan nilai-nilai luhur
budaya bangsa Indonesia lainnya, yang tumbuh berkembang dalam masyarakat
Indonesia.[16]Ada
tiga hal yang menjadi sasaran pendidikan nilai;
a. Membantu
peserta didik untuk menyadari makna nilai dalam hidup manusia
b. Membantu
pengalman dan pengembangan pemahaman serta pengalaman nilai
c. Membantu
peserta didik untuk mengambil sikap terhadapa aneka nilai dalam perjumpaan
dengan seksama agar dapat mengarahkan hidupnya bersama orang lain secara
bertanggung jawab. [17]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hakikat pendidikan nilai bermuara pada
tujuan pendidikan nasional yang dimuat dalam undang-undang RI tentang system
pendidikan Nasional atau UUSPN 28 Agustus 2003 memuat tujuan menjadi manusia
beriman, bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berahlak mulia, sehat jasmani dan
rohani, kerja keras, mandiri, estetis berilmu, kreatif, produktif, mampu
bersaing, cakap, demokratis memiliki wawasan keunggulan, harmonis dengan
lingkungan alam, memiliki tanggung jawab sosial, dan memiliki semangat
kebangsaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tujuan dari pendidikan nilai
adalah suatu sasaran, tujuan, ataupun sesuatu yang akan di capai dalam proses
pentransperan ilmu yang memungkinkan perubahan tingkah laku, atau perbuatan
yang mengarah kebaikan dalam pandangan hukum manusia dan Allah.swt prilaku atau
moral sebagai sasaran utama dari tujuan pendidikan Nasional maupun
matapelajaran yang selalu diusahakan oleh seorang guru. Dalam mengelola materi
pelajaran, metode, alat, bahan ajar sehingga peserta didik merasa nyaman,
senang dalam mengikuti pelajaran sehinnga apa yang dicita-citakan oleh semua
pihak tercapai yaitu menjadinya manusia yang berahlak mulia seperti tugas nabi
Muhammad saw diutus kemuka bumi hanya lah untuk menyempurnakan ahlak.
Tujuan pendidikan nilai menurut
pendekatan klarifikasi nilai ini ada tiga;
1. Membantu
siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta
nilai-nilai orang lain
2. Membantu
siswa supaya bisa berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan
orang lain.
3. Membantu
siswa supaya mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional
dan kesadaran emosional
B.
Saran
Makalah yang penulis buat ini jauh
dari kesempurnaan baik dari segi buku reperensi, penulisan apalagi kata-kata
yang tidak terurai dengan baik. Penulis mengharap kritikan dan masukan dari
pembaca untuk perbaikan makalah ini kedepanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Amril
M, Etika dan Pendidikan,
Pekanbaru:LSFK2P, 2005
________,Integrasi Sains dan Values dalam Pendidikan,
Pekanbaru:LPPM UIN SUSKA RIAU, 2013
________,
Pendidikan Nilai;Telaah Epistimologis dan
Metodologis Pembelajaran Ahlak di Sekolah, Pekanbaru: LPPM UIN SUSKA RIAU,
2011
Darmiyanti
Zuchdi, Humanisasi Pendidikan ;Menemukan
Kembali Pendidikan yang Manusiawi, Jakarta: Bumi Aksara, 2009
Lukman
Ali, Kamus Besar bahasa Indonesia,
Jakarta: PT.Balai Pustaka, 1997
S.
Nasution, Kurikulum dan Pengajaran,
Jakarta: PT.Bumi Aksara, 1999
Oemar
Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran.
Jakarta: Bumi Aksara, 2007
Muhmidayeli,
Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta:
PT. Rafika Aditama, 2011
Rohmat
Mulyana, Mengartikulasikan
Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta, 2011
Sofyan
Sauri dan Herlan Firmansyah, Meretas Pendidikan Nilai, Bandung:
CV Armico, 2010
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi, Jakarta:PT.Rineka Cipta, 2009
Sutarjo
Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter,
Jakarta;PT Raja Grafindo Perssada, 2013
Zaim
Mubarok, Membumikan Pendidikan Nilai
Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yangb
Tercerai, Bandung: PT. Alfabeta, 2008
www.komponen-komponen pendidikan html
[2]
Sofyan Sauri dan Herlan
Firmansyah, Meretas Pendidikan Nilai, ( Bandung: CV Armico, 2010), hlm. 6
[5]
Amril M,Integrasi Sains dan Values dalam Pendidikan,
(Pekanbaru:LPPM UIN SUSKA RIAU, 2013), hlm. 48
[8]
Lukman Ali, Kamus Besar bahasa Indonesia,
(Jakarta: PT.Balai Pustaka, 1997), hlm.1076
[14] Sutarjo
Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter,
(Jakarta;PT Raja Grafindo Perssada, 2013), hlm. 128
[15]
Darmiyanti Zuchdi, Humanisasi Pendidikan ;Menemukan Kembali
Pendidikan yang Manusiawi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 6
[16]
Zaim Mubarok, Membumikan Pendidikan Nilai Mengumpulkan
yang Terserak, Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yangb Tercerai, (Bandung:
PT. Alfabeta, 2008), hlm. 75
[17]
Amril M, Pendidikan Nilai;Telaah Epistimologis dan
Metodologis Pembelajaran Ahlak di Sekolah, (Pekanbaru: LPPM UIN SUSKA RIAU,
2011), hlm.34