-->

Senin, 25 April 2016

JAKARTA - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) merilis kerugian negara hingga 2015 akibat penyelewengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) mencapai Rp 2.000 triliun. Nilai ini terancam meningkat menjadi Rp 5.000 triliun pada 2033.

"Nilai itu belum termasuk nilai guna dan nilai tambah dari aset yang seharusnya dikembalikan obligor dari SKL (surat keterangan lunas)," kata Manajer Advokasi Investigasi Fitra Apung Widadi di kantornya, Ahad (24/4/2016), lansirTempo.

Skandal BLBI ini mencuat kembali setelah pemerintah Cina menangkap Samadikun Hartono, mantan Komisaris Utama Bank Modern yang menjadi buron kasus ini. Samadikun menyebabkan negara rugi Rp 169 miliar.

Menurut hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan pada 2000, BLBI merugikan negara Rp 138,442 triliun dari Rp 144,536 triliun BLBI yang disalurkan. Kredit itu diberikan kepada 48 bank dengan rincian 10 bank beku operasi, 5 bank take over, 18 bank beku kegiatan usaha, dan 15 bank dalam likuidasi.

Hasil audit BPK merinci 11 bentuk penyimpangan senilai Rp 84,842 triliun, yaitu BLBI digunakan untuk membayar atau melunasi modal pinjaman, pelunasan kewajiban pembayaran bank umum yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya, membayar kewajiban pihak terkait, serta transaksi surat berharga.

Penyimpangan lain adalah pembayaran dana pihak ketiga yang melanggar ketentuan, kerugian karena kontrak derivatif, pembiayaan placement baru pasar uang antarbank (PUAB), pembiayaan ekspansi kredit, pembiayaan investasi dalam aktiva tetap, pembukaan cabang baru, rekrutmen, peluncuran produk dan pergantian sistem, pembiayaanoverhead bank umum, serta pembiayaan rantai usaha lain.

Pihak lain juga melakukan audit. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengaudit 10 bank beku operasi dan 18 bank beku kegiatan usaha. BPKP menemukan 11 dugaan penyimpangan senilai Rp 54,561 triliun.

Apung mengatakan temuan kerugian negara dan penyimpangan versi BPK dan BPKP di atas akan menjadi lebih mencengangkan jika biaya penyehatan perbankan sepanjang 1997-2004 dihitung mencapai Rp 640,9 triliun.
(arrahmah.com)




Baca Artikel Terkait: