BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Menusia diartikan sebagai hewan yang berakal, oleh karena itu
menusia berupaya dengan sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan akalnya. Dalam
hal ini pengetahuan adalah sebuah keniscayaan. Manusia secara lahiriah telah memiliki
aspek fitrah untuk mengetahui segala hal yang ada, “ada” yang dimaksud disini
adalah baik yang material atau yang bersifat transedental.[1]
Pengetahuan
merupakan objek utama dalam filsafat ilmu. Pengetahuan
Lihat Juga Artikel di Bawah Ini Ada Hadiah Total Hingga Rp.25.000.000 :
1. Green Pramuka City
2. Toko Olahraga Online Murah, Lengkap, Aman dan Terpercaya
3. Tips Memilih Jasa Logistics Terpercaya Di Indonesia
4. Jual Peralatan Makan Terlengkap dan Termurah di MelamineMall.com
5. Mama Harus Tahu, Begini Cara Mengatasi Anak Susah Makan dengan Laperma Platinum, Yuk Dicoba
pada dasarnya memilliki tiga kriteria:
Lihat Juga Artikel di Bawah Ini Ada Hadiah Total Hingga Rp.25.000.000 :
1. Green Pramuka City
2. Toko Olahraga Online Murah, Lengkap, Aman dan Terpercaya
3. Tips Memilih Jasa Logistics Terpercaya Di Indonesia
4. Jual Peralatan Makan Terlengkap dan Termurah di MelamineMall.com
5. Mama Harus Tahu, Begini Cara Mengatasi Anak Susah Makan dengan Laperma Platinum, Yuk Dicoba
pada dasarnya memilliki tiga kriteria:
1.
Adanya
suatu sistem gagasan dalam pikiran.
2.
Persesuaian
antara gagasan dan benda-benda yang sebenar-benarnya.
3.
Adanya
keyakinan tentang persesuaian itu.[2]
Dari kriteria
ini dapat ditegaskan bahwa pengetahuan dibangun dari gagasan dalam pikiran,
persesuaian-persesuaian dengan yang sebenarnya, dan adanya keyakinan tentang
persesuaian itu. Kriteria ini yang menjadikan pengetahuan dapat dikatakan
benar. Pengetahuan erat sekali dengan kebenaran. Lalu apa yang disebut dengan
benar atau kebenaran itu? Kebenaran disini diartikan sebagai kesesuaian
pengetahuan dengan objeknya.
Kebenaran tidak
begitu saja langsung diterima tetapi kebenaran harus melalui beberapa konsep,
proses, atau cara mendapatkan kebenaran itu. Jika terpenuhinya proses-proses
atau dilalui dengan berbagai cara maka ini disebut dengan kebenaran ilmiah.
Penulis
berpandangan bahwa untuk mengetahui lebih dalam tentang arti kebenaran ilmiah
maka makalah ini ditulis dengan judul “kebenaran ilmiah: antara
Subjektifitas dan Objektifitas”
B.
Rumusan
Masalah
Dari penjelasan di atas dapat dirumuskan beberapa rumusana masalah
sebagai beikut :
a.
Apa
arti kebenaran?
b.
Apa
arti kebenaran ilmiah?
c.
Apa
arti dari metode ilmiah?
d.
Bagaimana
kebenaran ilmiah yang ditinjau dari aspek subjektif dan objektif?
C.
Tujuan
Masalah
Dari rumusan masalah di atas tujuan dari penulisan makalah ini
adalah :
a.
Untuk
mengetahui arti kebenaran.
b.
Untuk
mengetahui arti kebenaran ilmiah.
c.
Untuk
mengetahui arti metode ilmiah.
d.
Untuk
mengetahui kebenaran ilmiah yang ditinjau dari aspek subjektif dan objektif.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Arti
Kebenaran Ilmiah
Apa itu kebenaran Ilmiah? Untuk sampai kepada pengertian kebenaran Ilmiah
dijelaskan masing-masing pengertian dari keduanya. Kebanaran ada yang
berbendapat bahwa berasal dari “benar”. Benar timbul dari pernyataan yang sesungguhnya.
Pernyataan merupakan penyusunan tanda-tanda secara tertib yang oleh aturan
sintaksis disebut kalimat berita. Pernyataan merupakan makna yang terkandung
dalam kalimat berita. Namun istilah pernyataan merujuk kepada yang murni dari
sintaksis. Karena pernyataan berarti kalimat berita sedangkan makna yang
dimaksudkan oleh pernyataan adalah “proposisi”.
Sudah jelas bahwa tidak ada perangkat tanda yang dapat dikatakan
benar selanjutnya secara lues kita tidak dapat mengatakan bahwa sesuatu
pernyaataan benar, kadang-kadang pernyaataan diartikan sama dengan
proposisinya, sedangkan yang dimaksudkan benar di dalam pembahasan ini adalah
perkataan benar hanya dapat diterapkan dalam propoosisinya.[3]
Kebenaran bertalian erat dengan pengetahuan. Kebenaran adalah
kesesuaian pengetahuan dengan objeknya. Ketidaksuaian pengetahuan dengan
objeknya disebut dengan kekeliruan. Suatu objek yang ingin diketahui memiliki begitu
banyak aspek yang senantiasa sangat sulit untuk diungkapkan serentak.
Kenyataannya manusia hanya mampu mengetahui beberapa aspek dari suatu objek
sedangkan yang lainnya tetap tersembunyi baginya. Dengan demikian, jelas bahwa
amat sulit untuk untuk mencapai kebenaran yang lengkap dari suatu objek
tertentu apalagi mencapai seluruh kebenaran dari segala sesuatu yang dapat
dijadikan objek pengetahuan.[4]
Pengetahuan terbagi menjadi tiga
1.
Pengetahuan
biasa disebut juga dengan pengetahuan pra-imiah yaitu pengetahuan dari hasil
pencerapan indra terhadap objek tertentu.
2.
Pengetahuan
ilmiah yaitu pengetahuan yang diperoleh lewat metode-metode yang lebih menjamin
kepastian kebenaran yang dicapai.
3.
Pengetahuan
falsafi yaitu kebenaran yang diperoleh lewat pemikiran rasional yang didasarkan
pemahaman, penafsiran, spekulasi, penilaian kritis, dan pemikiran-pemikiran
logis, analitis dan sistematis. Pengetahuan falsafi berkaitan dengan hakikat,
prinsip, objek, dan asas dari realitas yang dipersoalkan selaku objek yang
hendak diketahui.
Dari penjelaskan di atas dapat diinterpertasi bahwa kebenaran yang
sesungguhnya dapat didapatkan jika manusia mengetahu segala aspek yang
terkandung didalam objek tertentu jika aspek-aspek yang ada belum menyeluruh
dapat diketahui maka disebut dengan kekeliruan.
Kebenaran menunjukkan arti bahwa makna sebuah pernyataan
(proposisinya) sungguh-sungguh merupakan halnya. Bila proposisinya bukan
merupakan halnya maka dikatakan proposisinya adalah “sesat”. Kadang-kadang
orang menyebut dengan istilah yang lain misalnya bila sebuah proposisi
mengandung kontradiksi, maka dikatakan proposisi itu adalah “mustahil” dan jika
proposisi sedemikian rupa sehingga apapun yang terjadi proposisi itu berbentuk
“p atau bukan p” maka kita namakan “tau-teologi.
Dengan demikian sangat jelas kebenaran adalah kenyataan makna yang
merupakan halnya, kenyataan juga merupakan hal keduanya dipandang sama. Lebih
tegas lagi dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan kebenaran yang sesungguhnya
atau tegas terletak pada korespondensi atau kesesuaian dari kesan-kesan yang
jelas dengan kenyataan.[5]
Hemat penulis kesesuaian atau korespondensi merupakan hal yang
terkait atau yang ada di dalam kebenaran. Jika tidak ada korespondensi antara
kenyataan dengan hal yang dikaji maka akan jelas menampakkan kesalahannya.
Kebenaran terbagi menjadi empat
1.
Kebenaran
Religius yaitu kebenaran yang memenuhi kriteria-kriteria atau dibangun
berdasarkan kaidah-kaidah agama. Atau dapat juga disebut dengan kebenaran
mutlak (absolut) kebenaran yang tidak terbantahkan.
2.
Kebenaran
Filosofis yaitu kebenaran hasil perenungan dan pemikiran kontemplatif terhadap
akibat sesuatu. Meskipun tidak bersifak subjektif dan relatif
3.
Kebenaran
Estesis yaitu kebenaran yang yang berdasarkan penilaian indah dan buruk serta
cita rasa estetis.
4.
Kebenaran
Ilmiah yaitu kebenaran yang ditandai dengan terpenuhinya syarat-syarat ilmiah
terutama menyangkut adanya teori yang mendukung dan sesuai bukti. Kebenaran
ilmiah ditunjang oleh akal (rasio) dan kebenaran rasio ditunjang dengan teori
yang mendukung.
Dari pembagian
ini nampak jelas bahwa kebenaran yang sesungguhnya adalah kebenaran yang
didasarkan atas agama-agama yang berdasarkan wahyu. Wahyu yang menjadi landasan
bagi kebenaran. Kebenaran ini disebut dengan kebenaran absolut yang tidak dapat
terbantahkan.
Lalu, apa yang dimaksud dengan ilmiah? Dalam kamus dijelaskan
ilmiah berasal dari kata ‘Ilmuartinya pengetahuan.[6]
Namun, dalam kajian filsafat antara ilmu dan pengetahuan dibedakan. Pengetahuan
bukan ilmu, tetapi ilmu merupakan akumulasi pengetahuan. Sedangkan yang
dimaksud ilmiah adalah pengetahuan yag didasarkan atas terpenuhinya
syarat-syarat ilmiah, terutama menyangkut teori yang menunjang dan sesuai
dengan bukti.[7]
Dari pengertian tersebut dapat diinterpertasi bahwa ilmu atau
ilmiah merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat ini kemudian disebut dengan metode ilmiah. Metode merupakan
prosedur atau cara mengetahui sesuatu dan mempunyai langkah-langah yang
sistematis. [8]
Jadi yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah adalah keseuaian antara
pengetahuan dengan objek kesesuaian ini didukung dengan syarat-syarat tertentu
yang oleh Jujun S. Sumantri disebut dengan metode-metode juga didukung dengan
teori yang menunjang dan sesuai dengan bukti.Kebenaran ilmiah divalidasi dengan
bukti-bukti empiris yaitu hasil pengukuran objektif dilapangan. Sifat
objektif berlaku umum dapat diulang melalui eksperimen, cenderung amoral sesuai
apaadanya bukan apa yang seharusnya yang merupakan ciri ilmu pengetahuan.
Lalu apakah ukuran tentang kebenaran sehingga kebenaran itu dapat
diterima? Kebenaran sangat bergantung kepada kepada metode-metode yang digunakan
untuk memperoleh pengetahuan. Jika yang diketahui adalah ide-ide maka
pengetahuannya terdiri dari ide yang dihubungkan secara tepat dan kebenaran
merupakan saling berhubungan antara ide-ide atau proposisi-proposisi.
Ada aliran-aliran yang menyatakan tentang kebenaran diantaanya:
1.
Paham
Korespondensi
Menurut paham koherensi kebenaran adalah pesesuaian antara fakta
dan situasi yang ada. Kebenaran merupakan pesesuaian antara pernyataan dalam
pikiran dengan situasi lingkungannya.
2.
Paham
Koherensi
Menurut paham koherensi kebenaran bukan persusaian antara pikiran
dengan kenyataan, melainkan kesesuaian secara harmonis antara pendapat/pikiran
kita dengan pengetahuan kita yang telah dimiliki.
3.
Teori
Pragmatisme
Menurut paham pragmatisme kebenaran tidak dapat bersesuaian dengan
kenyataan sebab kita hanya bisa mengetahui dari pengalaman kita saja. Menurut
pragmatisme teori koherensi adalah formal dan rasional. Kebenaran menurut
pragmatisme adalah suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan
itu bersifat fungsional dalam kehidupan praktis atau tidak. Artinya kebenaran
dikatan benar jika dapat bermanfaat dalam kehidupan manusia. Satu teori,
pendapat, hipotesis dapat dikatakan benar jika dapat menghasilkan jalan keluar
dalam praktik atau membuahkan hasil-hasil yang memuaskan.
Para pendukung pragmatisme menekankan kepada tiga hal: Pertama,
sesuatu dikatakan benar jika memuaskan atau memenuhi keinginan dan tujuan
manusia. Kedua, sesuatu dikatakan benar jika kebenarannya dapat dikaji
dengan eksperimen. Ketiga, sesuatu itu benar jika dapat membatu dalam
perjuangan hidup bagi eksistensi manusia.[9]
Penjelasan di
atas telah menguatkan bahwa kebenaran menurut masing-masing aliran memiliki
objek kajian dan tujuan yang ingin dicapai dari pengetahuan, tidak sampai
disitu kebenaran menghendaki adanya usah memperoleh pengetahuan dengan
mengadakan penyesuaian, eksperimen, dan asas fungsional dan kebutuhan manusia.
Kalau dilihat dari sisi subjek yang mencari kebenaran maka tiga hal ini yang
mendasari kebenaran, pertanyaannya adalah apakah kebenaran yang dipandang dari
sudut subjektif dapat diterima? Atau apakah kebenaran yang tumbuh dari objek
yang dapat diterima? Baiklah untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut
dijelaskan pengertian masing-masing dan landasan-landasannya.
B.
Kebenaran
Ilmiah dari Sudut Pandang Subjektifitas
Telah diketahui kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang ditandai
oleh terpenuhinya syarat-syarat ilmiah terutama menyangkut adanya teori yang
menunjang serta sesuai dengan bukti. Kebenaran ilmiah divalidasi oleh
bukti-bukti empiris yaitu hasil pengukuran objektif dilapangan.
Sifat setiap ilmu adalah
diidentikkan dengan dua teori yaitu “subjektifitas” dan “objektifitas”. Subjek
berkaitan dengan seseorang atau pribadi. Subjektif berkaitan erat dengan
ke-aku-an.[10]
Dalam hal filsafat subjektif berkaitan dalam segala hal, kesadaran manusia
menjadi tolak ukur, eksistensi, makna dan validitasnya.[11]
Dari penjelasan di atas bahwa “subjektifitas” menghendaki peranan
penting dari setiap pribadi yang menilai sendiri tentang kebenaran, artinya
sesuatu dipandang benar jika didasarkan pada pribadi atau manusia yang menilai
tentang sesuatu itu. Kebenaran tolak ukurnya adalah berdasarkan subjek, namun
hal semacam ini apakah berlaku bagi kebenaran ilmiah? Sedangkan kebenaran
ilmiah sangat identik dengan syarat-syarat ilmiah menyangkut teori yang
menunjang dan sesuai dengan bukti, yang ditunjang oleh rasio dan divalidasi
dengan data empirik.
Seperti yang dikatakan Jujun S. Sumantri kebenaran ilmiah harus
didahului oleh cara/prosedur-prosedur yang disebut metode ilmiah. Metode merupakan
ekspresi mengenai cara bekerja pikiran. Metode
ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan
dan penjelasan kebenaran, juga dapat diartikan bahwa metode ilmiah adalah
pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesuatu interelasi.
Metode Ilmiah merupakan suatu cara sistematis yang
digunakan oleh para ilmuwan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.Metode ini
menggunakan langkah-langkah yang sistematis, teratur dan terkontrol. Supaya
suatu metode yang digunakan dalam penelitian disebut metode ilmiah, maka metode
tersebut harus mempunyai kriteria sebagai berikut:
a. Berdasarkan fakta
b. Bebas dari prasangka
c. Menggunakan prinsip-prinsip analisa
d. Menggunakan hipotesa
e. Menggunakan ukuran objektif
f. Menggunakan teknik kuantifikasi.
Dengan cara kerja seperti ini maka pengetahuan yang dihasilkan
diharapkan memiliki karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah
yaitu sifat rasional dan teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan yang
disusunya merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan.
Sifat rasional dan teruji bagi kebanaran ilmiah menghendaki adanya
kebenaran hanya sesuatu yang dapat diakalkan (logiskan) dan dapat teruji.
Berari kebenaran ilmiah sangat menolak dengan kebenaran mutlak. Sebab kebenaran
ini kaitannya dengan kebenaran yang datang dari Tuhan bersumber dari wahyu yang
mengikat. Kebenaran yang rasional dan teruji akan hanya mampu memaparkan
hal-hal yang empiris.
Jika demikian di atas jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut jika
dikaitkan dengan penjelasan pengertian kebenaran ilmiah dari aspek
subjektifitas belum dapat diterima karena kebenaran ilmiah yang bermuara dari
subjektifitas tidak jarang menunjukkan bukti atau tidak sesuai dengan data
empirik dan pembuktian nyata berdasarkan dengan rasa atau pribadi.
Oleh karena itu kebenaran yang sesungguhnya dalam kajian kebenaran
ilmiah adalah kebernaran yang sedikit dipengaruhi oleh unsur subjektifitas.
C.
Kebenaran
Ilmiah dari Sudut Pandang Objektifitas
Kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang ditandai oleh terpenuhinya
syarat-syarat ilmiah terutama menyangkut adanya teori yang menunjang serta
sesuai dengan bukti. Kebenaran ilmiah divalidasi oleh bukti-bukti empiris yaitu
hasil pengukuran objektif dilapangan.
Kebenaran merupakan seperti penjelasan diawal adalah kesesuaian
antara pengetahuan dengan objeknya. Objek adalah sesuatu yang ihwalnya
diketahui atau hendak diketahui. Suatu objek yang ingin diketahui memiliki
berbagai aspek yang amat sulit untuk diungkapkan sedangkan yang lainnya tetap
tersembunyi. Sangat jelas bahwa untuk mengetahui objek secara lengkap sangat
sulit.
Objek juga diartikan sebagai sesuatu yang dapat dilihat secara
fisik, disentuh, diindra, sesuatu yang dapat disadari secara fisik atau mental,
suatu tujuan akhir dari kegiatan atau usaha, suatu hal yang menjadi masalah
pokok suatu penyelidikan.[12]
Menurut Langeveld dalam Muhammad In’am Esha objek pengetahuan
dibedakan menjadi tiga:
1.
Objek
empiris yaitu objek pengetahuan yang pada dasarnya ada dan dapat ditangkap oleh
indra lahir dan indra batin.
2.
Objek
ideal yaitu objek pengetahuan yang pada dasarnya tiada dan menjadi ada berkat akal.
3.
Objek
transendental yaitu objek pengetahuan yang pada dasarnya ada tetapi berada
diluar jangkauan pikiran dan perasaan manusia.
Kebenaran yang objektif tidak bergantung pada ada atau tidaknya
pengetahuan si subjek tentang objek, mengingat objek pengetahuan itu beraneka
ragam maka tolak ukur agar kebenaran yang menjadi syarat diterimanya
pengetahuan berlainan, terhadap objek yang bersifat:
1.
Empiris,
ukuran kebenara adalah bukti kenyataan (faktual).
2.
Ideal,ukuran
kebenarannya adalah hukum pikir (rasional).
3.
Transendental,
ukuran kebenaran adalah rasa percaya (superrasional).
Pengetahuan adalah
tanggapan subjek terhadap objek yang diketahui,dengan demikian taggapan merupakan
penilaian subjek terhadap objek. Oleh karena itu dalam hal ini kebenaran ada dua sisi:
1.
Benarnya
fakta (bukti) adalah kebenaran objek (didunia luar).
2.
Benarnya
Ide (tanggapan adalah kebenaran subjek (didunia dalam).
Fakta bersifat
objektif, sehingga fakta tidak dapat disalahkan atau dipersalahkan karena
memang demikian adanya sekalipun negatif. Oleh karena itu ada dua kemungkinan
yang terjadi yaitu faktanya benar dan tanggapan subjek benar dan faktanya benar
dan tanggapan subjek salah. Dalam kebenaran ilmiah apakah kebenaran objektif
dapat diterima? Langeveld menjawab kebenaran yang sesungguhnya tidak lepas dari
gabungan subjek dan objek.
Kebenaran ini
ia sebut dengan kebenaran dasar yaitu ada hubungan antara subjek dan objek.
Namun, hal ini juga dibantah, kebenaran dasar belum mencapai tingkat dijamin
ilmiah. Lantas jika kebenaran sifatnya relatif apa gunanya manusia
berpengetahuan? untuk menjawab pertanyaan ini perlu diingat kembali tentang
teori pengetahuan. Teori-teori itu dapat menjadi acuan bagi kebenaran ilmiah.
Inti dari
kebenaran ilmiah adalah penjelasan tentang objek seperti apa adanya tanpa ada
pengaruh sedikitpun oleh keadaan subjek. Objek dijelaskan dibuktikan dengan
nyata, dalam keadaannya tanpa ada manipulasi atau perubahan tanggapan dari
subjek. Jika terjadi manipulasi maka hal ini jelas keuar dari koridor arti kebenaran
bahwa pengetahuan tidak sesuai dengan keadaan objek, dan ini telah terjadi
kekeliruan yang jelas pengetahuan ini tidak dapat diterima.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada hakikatnya manusia memiliki rasa ingin tahu yang dalam bahasa
Al-Qur’an disebut fitrah. Keingintahuan manusia tentang segala hal menjadi
dasar bagi manusia untuk berpengetahuan. Aspek filsafat yang membahas tentang
pengetahuan disebut epistimologi. Epistemologi berasala dari bahasa
yunani episteme (pengetahuan). Pengetahuan identik dengan
kebenaran.
Kebenaran adalah kesesuaian antara pengetahuan dengan objek.
Pengetahuan yang tidak sesuai dengan objek dipandang “keliru”. Objek adalah
segala hal yang dapat diraba, disaksikan, suatu yang menjadi kajian. Objek yang
dikaji memiliki aspek yang banyak dan sulit disebutkan dengan serentak.
Kenyataannya manusia (subjek) hanya mengetahui beberapa aspek dari objek.
Kebenaran ilmiah menghendaki adanya pengetahuan dapat diterima,
karena kebenaran ilmiah muncul melalui syarat-syarat ilmiah, metode ilmiah,
didikung teri yang menunjang serta didasarkan kepada data empiris dan dapat
dibuktikan. Sangat rasional jika kebenaran yang semacam ini meghedaki adanya
objek dikaji apa adanya tanpa ada campur tangan subjek. Dalam hal ini kebenaran
ilmiah dibangi menjadi:
1.
Benarnya
fakta (bukti) adalah kebenaran objek (didunia luar).
2.
Benarnya
Ide (tanggapan adalah kebenaran subjek (didunia dalam).
Fakta bersifat objektif, sehingga fakta tidak dapat disalahkan atau
dipersalahkan karena memang demikian adanya sekalipun negatif. Oleh karena itu
ada dua kemungkinan yang terjadi yaitu faktanya benar dan tanggapan subjek
benar dan faktanya benar dan tanggapan subjek salah.
Artinya kebenaran ilmiah adalah menghendaki adanya pengetahuan yang
dihasilkan dapat diandalkan karena kebenaran ilmiah melalui berbagai proses,
metode, hipotesa dan sampai kepada kesimpulan.
B.
Saran
Dalam hal ini penulis telah berupaya semaksimal mungkin untuk
menyajikan makalah ini dengan berbagai pengetahuan yang dimiliki. Penulis juga
berpendapat bahwa pengetahuan yang identik dengan kebenaran menjadi dasar bagi
kita untuk mencari pengetahuan yang benar-benar sesuai dengan objek yang
dikaji, sehingga kita semakin kritis dan kebenaran yang kia miliki dapat
menjadi dasar dalam segala hal lalu dapat diandalkan.
Namun, menyadari bahwa penulis adalah manusia biasa oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, agar makalah ini menjadi
lebih baik lagi. Atas kritik dan saran yang diberikan diucapkan terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Lihat
Al-Qur’an Al-Karim
Jan
Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat,
PT. Kanisius, 2000
Louis O Kattsoff, Element Of Philosophy, diterjemahkan oleh
Soejono Soemargono, Pengantar filsafat, PT. Tiara Wacana Yogya,
Yogyakarta: 1996.
Hardono Hadi, Jati diri Manusia Berdasar Filsafat Organisme
Whitehead, PT. Kanisius, Yogyakarta: 1996.
Budiono, Kamus Ilmiah Populer Internasional, PT. Karya
Harapan, Surabaya: 2005.
Beni Ahmad Saebani, Filsafat Ilmu: Kontemplasi Filosofis Tentang
Seluk-Beluk Sumber dan Tujuan Ilmu Pengetahuan, PT. Pustaka Setia, Bandung:
2009.
Jujun S. Sumantri, Filsafat
Ilmu Sebuah Pengantar Populer, PT.
Sinar Harapan, Jakarta: 1998.
Uyoh
Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, PT. Alfabeta, Bandung: 2008.
Muhammad In’am Esha, Menuju Pemikiran Filsafat, UIN Maliki
Press, Malang: 2010.
[1]Lihat Al-Qur’an
surat Al-‘Alaq: 1-5
[2]Jan Hendrik
Rapar, Pengantar Filsafat, PT.
Kanisius, 2000: 38
[3]Louis O
Kattsoff, Element Of Philosophy, diterjemahkan oleh Soejono Soemargono,Pengantar
filsafat, PT. Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta: 1996. Hlm. 177.
[4]Jan Hendrik
Rapar, Pengantar Filsafat, PT. Kanisius, Yogyakarta: 2000. Hlm. 38
[5]Hardono Hadi, Jati diri Manusia Berdasar Filsafat Organisme Whitehead,
PT. Kanisius, Yogyakarta: 1996. Hlm. 134
[7] Beni Ahmad
Saebani, Filsafat Ilmu: Kontemplasi Filosofis Tentang Seluk-Beluk Sumber dan
Tujuan Ilmu Pengetahuan,PT. Pustaka Setia, Bandung: 2009. Hlm. 32.
[8] Jujun S.
Sumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
Populer, PT. Sinar Harapan, Jakarta: 1998. Hlm. 119.
[9] Uyoh Sadullah,
Pengantar Filsafat Pendidikan, PT. Alfabeta, Bandung: 2008. Hlm. 33-37
[10]Budiono, ........op. cip
: 618
[12]Ibid, ... hlm. 101