-->

Jumat, 02 Januari 2015



BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada masa Nabi terkadang ada suatu pertanyaan yang dilontarkan kepada beliau dengan maksud meminta ketegasan hukum atau memohon penjelasan secara terperinci tentang urusan-urusan agama, sehingga turunlah beberapa ayat dari ayat-ayat al-Qur’an, hal yang seperti itulah yang dimaksud dengan asbabun nuzul atau sebab-sebab turunnya al-Qur’an. Terkadang banyak ayat yang turun, sedang sebabnya hanya satu, dalam hal ini tidak ada permasalahan yang cukup penting, karena itu banyak ayat yang turun didalam berbagai surah berkenaan dengan satu peristiwa. Asbabun Nuzul adakalanya berupa kisah tentang peristiwa yang terjadi, atau berupa pertanyaan yang disampaikan kepada Rasulullah SAW untuk mengetahui hukum suatu masalah, sehingga Al-Qur'an pun turun sesudah terjadi peristiwa atau menjawab pertanyaan tersebut.
Pemaknaan ayat al-Qur’an seringkali tidak diambil dari makna letter lack. Oleh karena itu perlu diketahui hal-hal yang berhubungan dengan turunnya ayat tersebut. Sedemikian pentingnya hingga Ali ibn al-Madiny guru dari Imam al-Bukhari ra menyusun ilmu asbabun nuzul secara khusus. Kemudian ilmu asbabun nuzul berkembang sehingga memudahkan para mufassirin dalam menerjemahkan ayat-ayat al-Qur’an serta memahami isi kandungannya.  
Adapun pada makalah ini yang akan dibahas adalah mengenai pengertian dari Asbabun Nuzul itu? Bagaimanakah cara turunnya Asbabun Nuzul itu? Apakah faedah (manfaat) dari mempelajari Asbabun Nuzul?
Dalam tulisan singkat ini akan sedikit membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan asbab-an-nuzul, mulai dari pengertian, macam-macam asbabun nuzul, fungsi pentingnya dari asbabun nuzul itu sendiri serta kaidah yang terkandung dalam penetapan hukum yang terkait dalam asbabun nuzul. Namun, kesempurnaan makalah ini kami sadari masih sangatlah jauh, sehingga mungkin bagi kita untuk terus belajar dan mendalaminya di kesempatan yang mendatang

B.     Rumusan Masalah
Dari penjelasan di atas rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Apa maksud  dari asbab al nuzul
  2. Bagaimana cara mengetahui asbab al nuzul
  3. Apa hikmah mengetahui asbab al nuzul
C.    Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas tujuan penulisan makalah ini adalah :
  1. Untuk mengetahui penjabaran asbab al nuzul
2.      Untuk mengetahui bagaimana cara mengeahui asbab al nuzul
3.      Untuk mengetahui hikmah mengetahui asbab al nuzul

BAB II
      PEMBAHASAN
A.    Pengertian Asbab al Nuzul
Menurut bahasa (etimologi),  asbab  al-nuzul berarti turunnya ayat-ayat  Al-Qur’an  [1] dari kata “asbab” jamak dari “sababa” yang artinya sebab-sebab, nuzul yang artinya turun. Yang dimaksud disini adalah ayat al-Qur’an. Asbab al-nuzul adalah suatu peristiwa atau saja yang menyebabkan turunnya ayat-ayat Al-Qur’an baik secara langsung atau tidak langsung.
Menurut istilah atau secara terminologi asbab al-nuzul terdapat banyak pengertian, diantaranya :
a.       Menurut Az-Zarqani
“Asbab an-Nuzul adalah hal khusus atau sesuatu yang terjadi serta hubungan dengan turunnya ayat al-Qur’an yang berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi”.
b.      Ash-Shabuni
“Asbab an-Nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama”.
c.       Subhi Shalih
ما نزلت الآية اواآيات بسببه متضمنة له او مجيبة عنه او مبينة لحكمه زمن وقوعه
“Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat al-Qur’an yang terkadang menyiratkan suatu peristiwa sebagai respon atasnya atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum ketika peristiwa itu terjadi”.
d.      Mana’ al-Qathan
 “Asbab an-Nuzul adalah peristiwa yang menyebabkan turunnya al-Qur’an berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi”. [2]

e.       Nurcholis Madjid
Menyatakan bahwa asbab al-nuzul adalah konsep, teori atau berita tentang adanya sebab-sebab turunnya wahyu tertentu dari al-Qur’an kepada Nabi saw baik berupa satu ayat, satu rangkaian ayat maupun satu surat.[3]
Kendatipun redaksi pendefinisian diatas sedikit berbeda namun semua menyimpulkan bahwa asbab an-nuzul adalah kejadian/peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat al-Qur’an dalam rangka menjawab, menjelaskan dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari sebuah kejadian.
Karena itu asbabun nuzul didefinisikan “sebagai suatu hal yang karenanya Al-Qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan”. Asbabun Nuzul membahas kasus-kasus yang menjadi turunnya beberapa ayat Al-Qur’an, macam-macamnya, sighat (redaksi-redaksinya), tarjih riwayat-riwayatnya dan faedah dalam mempelajarinya.

B.     Cara mengetahui Asbabun Nuzul al Quran
Pedoman dasar para ulama dalam mengetahui asbabun nuzul ialah riwayat shahih yang berasal dari Rasulullah atau dari sahabat. Itu disebabkan pemberitahuan seorang sahabat mengenai hal seperti ini, bila jelas, maka nal itu bukan sekadar pendapat (ra’yu), tetapi ia mempunyai hukum marfu’ (disandarkan pada Rasulullah). Al-Wahidi mengatakan:”Tidak halal berpendapat mengenai asbabun nuzul Kitab kecuali dengan berdasarkan pada riwayat atau mendengar langsung dari orang-orang yang menyaksikan turunnya, mengetahui sebab-sebabnya dan membahas tentang pengertiannya serta bersungguh-sungguh dalam mencarinya.”[4]
 Inilah jalan yang ditempuh oleh ulama salaf. Mereka amat berhati-hati untuk mengatakan sesuatu mengenai asbabun nuzul tanpa pengetahuan yang jelas. Muhammad bin Sirin mengatakan:”Ketika ku tanyakan kepada ‘Ubaidah mengenai satu ayat Qur’an, dijawabnya:”Bertakwalah kepada Allah dan berkatalah yang benar. Orang-orang yang mengetahui mengenai apa Qur’an itu diturunkan telah meninggal.”
 Maksudnya, para sahabat. Apabila seorang tokoh ulama semacam Ibn Sirin, yang termasuk tokoh tabi’in terkemuka sudah demikian berhati-hati dan cermat mengenai riwayat dan kata-kata yang menentukan, maka hal itu menunjukkan, orang harus mengetahui benar-benar asbabun nuzul. Oleh karena itu, yang dapat dijadikan pegangan dalam asbabun nuzul adalah riwayat ucapan-ucapan sahabat yang bentuknya seperti musnad, yang secara pasti menunjukkan asbabun nuzul. As-Suyuti berpendapat bahwa bila ucapan seorang tabi’in secara jelas menunjukkan asbabun nuzul, maka ucapan itu dapat diterima. Dan mempunyai kedudukan mursal bila penyandaran kepada tabi’in itu benar dan ia termasuk salah seorang imam tafsir yang mengambil ilmunya dari para sahabat, seperti Mujahid, ‘Ikrimah dan Sa’id bin Jubair serta didukung oleh hadis mursal yang lain.
            Keabsahan asbab an-nuzul melalui riwayat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi tidak semua riwayat shahih. Riwayat yang shahih adalah riwayat yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang telah ditetapkan para ahli hadits. Lebih spesifik lagi ialah riwayat dari orang yang terlibat dan mengalami peristiwa pada saat wahyu diturunkan. Riwayat dari tabi’in yang tidak merujuk kepada Rasulullah dan para sahabat dianggap dhaif (lemah).
 Dalam periwayatan asbab an-nuzul dapat dikenali melalui empat cara yaitu:[5]
a.       Asbab an-nuzul disebutkan dengan redaksi yang sharih (jelas) atau jelas ungkapannya berupa (sebab turun ayat ini adalah demikian), ungkapan seperti ini menunjukkan bahwa sudah jelas dan tidak ada kemungkinan mengandung makna lain.
سَبَبُ نُزُوْلِ هَـذِهِ الاَ يَةِ كــذَا (sebab turunnya ayat ini demikian …)
b.      Asbab an-nuzul yang tidak disebut dengan lafaz sababu (sebab), tetapi hanya dengan mendatangkan lafaz fa ta’qibiyah bermakna maka atau kemudian dalam rangkaian suatu riwayat, termasuk riwayat tentang turunnya suatu ayat setelah terjadi peristiwa. Seperti berkaitan dengan pertanyaan orang Yahudi pada masalah mendatangi isteri-isteri dari dhuburnya. Maka turun surat Al-Baqarah ayat 223, artinya:”Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki, dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya, dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.

حَدَثَتَ كَذَا وَ كَذَا فَـنَزَلَت الآيَةُ (telah terjadi peristiwa ini dan itu, maka turunlah ayat)
c.       Asbab an-nuzul dipahami secara pasti dari konteksnya. Turunnya ayat tersebut setelah adanya pertanyaan yang diajukan kepada Nabi Muhammad SAW. Kemudian ia diberi wahyu oleh Allah untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan ayat yang baru diturunkan tersebut.
d.      Asbab an-nuzul tidak disebutkan ungkapan sebab secara tegas.
Tetapi menggunakan ungkapan dalam redaksi ini dikategorikan untuk menerangkan sebab nuzul suatu ayat, juga ada kemungkinan sebagai penjelasan tentang kandungan hukum atau persoalan yang sedang dihadapi.
Berbeda pendapat dalam menggolongkan cara yang keempat sebagai asbab an-nuzul, ada yang mengatakan sebagai penjelasan hukum, bukan sebagai sebab turunnya ayat. Menurut Supiana berdasarkan kutipan dari al-Zarkasyi berpendapat bahwa kebiasaan para sahabat dan tabi’in telah diketahui apabila mereka mengatakan “ayat ini nuzul tentang ini” maksudnya adalah menerangkan bahwa ayat ini mengandung hukum tertentu, bukan untuk menerangkan sebab turun ayat. Namun, satu-satunya jalan untuk menentukan salah satu dari dua makna yang terkandung dalam redaksi itu adalah konteks pembicaraannya. Maka perlu diteliti apakah ia menunjukkan sebab nuzul atau bukan, dalam hal ini sangat menentukan qarinah dari riwayat tersebut.
 Selanjutnya ia menjelaskan, jika terdapat dua redaksi tentang persoalan yang sama, salah satu ada nash menunjukkan sebab turunnya ayat, sedangkan yang lain tidak demikian, maka redaksi yang pertama diambil sebagai sebabnya dan redaksi yang lain dianggap sebagai penjelasan hukum yang terkandung dalam ayat tersebut.
 Jika ada dua riwayat yang menyebutkan sebab nuzul yang berlainan, maka yang mu’tamad ialah riwayat yang sanadnya lebih shahih dari yang lain. Jika kedua sanadnya sederajat, maka dikuatkan riwayat yang peristiwanya menyaksikan kasus dan kisah. Jika tidak mungkin dilakukan tarjih (dipilih yang lebih kuat), maka dikategorikan ke dalam ayat yang memiliki beberapa sebab nuzul dengan terulangnya kasus dan peristiwa



C.    Macam macam Asbabb al Nuzul
1. Dilihat dari sudut pandang redaksi yang dipergunakan dalam riwayat asbab an-nuzul:
a. Sarih (jelas)
Artinya riwayat yang memang sudah jelas menunjukkan asbabun nuzul dengan indikasi menggunakan lafal (pendahuluan)
Sebab turun ayat ini adalah
Telah terjadi …… maka turunlah ayat
Rasulullah pernah kiranya tentang …… maka turunlah ayat.
 b.  Muhtamilah (masih kemungkinan atau belum pasti)
Riwayat belum dipastikan sebagai asbab an-Nuzul karena masih terdapat keraguan.
(ayat ini diturunkan berkenaan dengan)
(saya kira ayat ini diturunkan berkenaan dengan ……)
(saya kira ayat ini tidak diturunkan kecuali berkenaan dengan …)

2.      Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbabun nuzul dapat dibagi kepada ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid (Bermacam-macam sebabnya, sedang ayat yang turun hanya satu, atau bermacam-macam ayat yang turun, sedang sebabnya hanya satu
) dan ta’addud al-nazil wa al-sabab wahid (ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab turunnya satu ).[6] sebab turun ayat disebut ta’addud karena wahid atau tunggal bila riwayatnya hanya satu, sebaliknya apabila satu ayat atau sekelompok ayat yang turun disebut ta’addud al-nazil.
Jika ditemukan dua riwayat atau lebih tentang sebab turun ayat-ayat dan masing-masing menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang disebutkan lawannya, maka riwayat ini harus diteliti dan dianalisis, permasalahannya ada empat bentuk:
a.       Salah satu dari keduanya shahih dan lainnya tidak.
b.      Keduanya shahih akan tetapi salah satunya mempunyai penguat ( Murajjih ) dan lainnya tidak.
c.       Keduanya shahih dan keduanya sama-sama tidak mempunyai penguat ( Murajjih ). Akan tetapi, keduanya dapat diambil sekaligus.
d.      Keduanya shahih, tidak mempunyai penguat ( Murajjih ) dan tidak mungkin mengambil keduanya sekaligus.
D.    Hikmah Mengetahui Asbabun Nuzul
.
Banyak manfaat mengetahui sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an diantaranya akan memantapkan memberi makna dan menghilangkan kesulitan atau keraguan menfsirkannya. Ibnu Taimiyah berkata “ mengetahui sebab turunnya ayat Al-Quran menolong seseorang memahami makna ayat, karena mengetahui sebab turunnya itu memberikan dasar untuk mengetahui akibatnya” [7]
Ada beberapa manfaat mengetahui asbab nuzul, secara rinci Al-Zarqani menyebutkan tujuh macam manfaat atau faidah,  sebagai berikut :
1.      Pengetahuan tentang asbab nuzul membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan Allah secara khusus mensyariatkan agama-Nya melalui Al-Quran. Pengetahuan yang demikian akan memberi manfaat baik bagi orang mukmin atau non mukmin. Orang mukmin akan bertambah keimanannya dan mempunyai hasrat yang keras untuk menerapkan hukum Allah dan mengamalkan kitabnya. Sebagai contoh adalah syariat tentang pengharaman minuman keras. Menurut Muhammad Ali Al-Shabuni pengharaman minuman keras berlangsng melalui empat tahap ,tahap pertama Allah mengharamkan minuan keras secara tidak langsung,tahap kedua memalingkan secara langsung dari padanya,mengharamkan secara parsial, keempat pengharaman secara total.
2.      Pengetahuan tentang asbab nuzul membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitan. Hal ini senada dengan pernyataan Ibnu Daqiq Al Id ia berkata “ Ketrerangan tentang sebab turunnya ayat merupakan jalan kuat untuk memahami makna-makna Al-Quran”. Diantara contohnya ialah ayat ke 158 dari Suah Al-Baqarah kalau tidak dibantu dengan pelacakan asbab nuzulnya, pemahaman dan penafsiaran ayat tersebut bisa keliru
Artinya : Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah Maka Barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, Maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. dan Barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha mengetahui.( Al-Baqarah : 158) Dengan kata Fala Junaha, dapat diartikan bahwa rukun sai ibadah ( boleh) dan tidak mengikat. Oleh sebab itu Urwah salah seorang sahabat Nabi pernah berpendapat bahwa sai itu ibadah, dan tidak mengikat. Akan tetapi, kemudian dikritik oleh Aisyah, karena menurutnya, ayat tersebut diturunkan sehubungan dengan pertanyaan orang-orang Ansar pada Rasulullah, tentang sai antara safa dan marwa,karena mereka sebelumnya tidak punya tradisi sai saat melakukan ritus ,pada zaman islamnya. Sehubungan dengan pernyataan mereka inilah ayat tersebut diturunkan, dan Rasulullah mewajibkan melakukan sai antara kedua bukit tersebut.
3.      Pengetahuan asbab nuzul dapat menolak dugaan adanya hasr atau pembatasan dalam ayat yang menurut lahirnya mengandung hasr atau pembatasan. Contoh
 Artinya: Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. " ( Al-An’am : 145). Imam Syafi’i berpendapat bahwa hasr (pembatasan) dalam ayat ini tidak termasuk dalam maksud itu sendiri. Untuk menolak adanya hasr (pembatasan) dalam ayat ini, ia mengemukakan alasan bahwa sehubungan dengan sikap orang-orang kafir yang suka mengharamkan kecuali apa yang di halalkan oleh Allah dan meng halalkan Apa yang di haramkan oleh-Nya. Hal ini karena penentangan mereka terhadap Allah dan Rasul-Nya.
4.      Pengetahuan tentang asbab nuzul dapat meng hususkan (takhsis) hukum pada sebab menurut ulama’ yang memandang bahwa yang mesti diperhatikan adalah kehususan sebab dan bukan keumuman lafal
5.      Dengan mempelajari asbab nuzul diketahui pula bahwa sebab turun ayat ini tidak pernah dari hukum yang terkandung dalam ayat tersebut sekalipun datang mukhasisnya ( yang mengkhususkan )
6.       Dengan asbab nuzul, di ketahui orang yang ayat tertentu turun padanya secara tepat sehinga tidak terjadi kesamaran bisa membawa penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah dan pembebasan orang yang salah.
7.      Pengetahuan tentang asbab nuzul akan mempermudah orang yang meng hafal Al-Qur’an serta memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya jika mengetahui sebab turunya.[8]

E.     Problematika Dalam Nuzul Al Quran
Dalam menelaah asbab al nuzul suatu ayat, diperlukan ketelitian dalam rangka mendapatkan data yang akurat dan valid. Ada tiga hal dari asbab al nuzul yang perlu mendapat perhatian, yaitu dari segi redaksi, periwayatan, dan peristiwanya. Ketiga segi inilah yang menjadi problematika asbab al nuzul.[9]
1.      Segi Redaksi
Asbab al nuzul diketahui melalui beberapa bentuk susunan redaksi. Bentuk-bentuk redaksi itu akan memberikan penjelasan apakah suatu peristiwa itu merupakan asbab al nuzul atau bukan. Redaksi dari riwayat-riwayat yang shahih tidak selalu berupa  nash sharih (pernyataan yang jelas) dalam menerangkan sebab turunnya ayat. Diantara nash tersebut ada yang menggunakan pernyataan yang konkrit, dan ada pula yang menggunakan bahasa yang samar, yang kurang jelas maksudnya. Mungkin yang dimaksudkannya adalah sebab turunnya ayat atau hukum yang terkandung dalam ayat tersebut.
Redaksi yang digunakan para sahabat untuk menunjukkan sebab turunnya Al-Quran tidak selamanya sama. Redaksi-redaksi itu berupa beberapa bentuk : 
a.       Redaksi asbab al nuzul berupa ungkapan yang jelas dan tegas
b.      Redaksi asbab al nuzul tidak ditunjukkan dengan lafadz sebab, tetapi dengan menggunakan lafadz fa ta’qibiyah yang masuk kedalam ayat yang dimaksud secara langsung setelah pemaparan suatu peristiwa atau kejadian. 
c.       Asbab al nuzul dipahami secara pasti dari konteksnya. Dalam hal ini Rosulullah ditanya oleh seseorang, maka ia diberi wahyu dan menjawab pertanyaan itu dengan ayat yang baru diterimanya. 
d.      Asbab al nuzul tidak disebutkan dengan redaksi sebab secara jelas, tidak dengan menggunakan fa ta’qibiyah yang menunjukkan sebab, dan tidak pula berupa jawaban yang dibangun atas dasar pertanyaan, akan tetapi dengan redaksi نزلت هذه الأية فى Redaksi seperti itu tidak secara definitif menunjukkan sebab, tetapi redaksi itu mengandung dua kemungkinan, yaitu bermakna sebab turunnya (tentang hukum kasus) atau persoalan yang sedang dihadapi
2.      Segi Periwayatan
            Keterangan dari riwayat-riwayat tentang asbab al-nuzul  tidak semua bernilai shahih (benar), seperti halnya riwayat-riwayat hadis. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang seksama terhadap keterangan-keterangan (riwayat-riwayat) tentang asbab al-nuzul, baik tentang sanad-sanadnya (perawi-perawi) maupun matan- matannya.
Asbab al nuzul suatu ayat terkadang mengandung beberapa riwayat, maka riwayat manakah yang benar-benar merupakan asbab al-nuzul, dalam hal seperti ini dapat dilakukan beberapa cara :
a.       Satu diantara bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, sedangkan riwayat lain menyebutkan asbab al nuzul suatu ayat dengan tegas, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang menyebutkan asbab-al nuzul secara tegas, dan riwayat lain dipandang masuk dalam kandungan hukum ayat. 
b.      Apabila banyak riwayat tentang asbab al-nuzul dan semuanya menegaskan sebab turunnya, tetapi hanya salah satu riwayat saja yang shahih, maka yang menjadi pegangan adalah yang shahih. Disinilah diperlukan penelitian hadis, baik matan maupun sanad. 
c.       Apabila beberapa riwayat itu sama shahih, namun terdapat segi yang memperkuat salah satunya, seperti kehadiran perowi dalam kisah tersebut, atau salah satu dari riwayat-riwayat itu lebih sharih, maka riwayat yang lebih kuat itulah yang didahulukan. 
d.      Apabila beberapa riwayat asbab al-nuzul sama kuat, maka riwayat-riwayat tersebut dipadukan atau dikompromikan bila mungkin, sehingga dinyatakan bahwa ayat tersebut turun sesudah terjadi dua sebab atau lebih, karena jarak waktu diantara sebab-sebab itu berdekatan. 
e.       Riwayat-riwayat itu tidak bisa dikompromikan karena jarak waktu antara sebab-sebab tersebut berjauhan, maka hal yang demikian menurut para ulama dianggap sebagai banyaknya sebab dan berulang-ulang turunnya ayat tersebut. Namun sebagian ulama berpendapat bahwa pendapat yang menyatakan ayat itu turun berulang-ulang tidak dapat diterima. Bahkan menurut Al-Qattan, hal ini tidak mempunyai kridit poin yang positif.  Kedua riwayat itu bisa ditarjih atau dikuatkan salah satunya.
3.      Segi Pristiwanya
a.        Interval waktu antara peristiwa dan nuzul ayat
Para ulama berbeda pendapat mengenai berapa lama jarak yang memisahkan antara terjadinya peristiwa atau pernyataan dengan turunnya ayat Alquran, sehingga peristiwa tersebut dapat dianggap sebagai asbab al-nuzul.  
Sebagian ulama berpendapat bahwa jarak antara turunnya ayat dengan peristiwa yang dianggap sebagai asbab al nuzul ayat tidak harus dekat, tetapi boleh berjarak waktu yang cukup lama. Al wahidi berpendapat bahwa surat Al fill turun karena peristiwa terjadinya penyerangan tentara gajah ke ka’bah yang terjadi sekitar 40 tahun lebih sebelum turunnya ayat.Pendapat lain menyatakan bahwa jarak antara peristiwa dengan ayat yang diturunkan harus dekat, sehingga ayat yang turun jauh setelah peristiwa tersebut tidak dapat dipandang sebagai asbab al nuzul ayat. Maka peristiwa serangan tentara gajah bukanlah merupakan asbab al nuzul surat Al fill
b.       Banyak nuzul dengan satu sebab ( ta’addut al nazil wa asbab wahid)
Terkadang banyak ayat yang turun, sedang sebabnya hanya satu. Dalam hal ini tidak ada permasalahan yang cukup penting, karena itu banyak ayat yang turun berkenaan dengan satu peristiwa.  Statemen Al-Qattan diatas benar apabila yang dimaksud dengan “satu sebab” adalah satu tema asbab al-nuzul yang sama, yang kemudian dianggap satu sebab.
c.       Beberapa ayat yang turun untuk satu orang
Terkadang seorang sahabat mengalami beberapa peristiwa, yang Al-Quran turun mengenai peristiwa-peristiwa tersebut. Oleh karena itu, banyak ayat Al-Quran yang turun mengenai dirinya sesuai dengan banyaknya peristiwa yang terjadi.
Misalnya, apa yang diriwayatkan oleh Bukhori dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad  dari Saad bin Abi Waqas yang menyatakan bahwa ada empat ayat yang turun berkenaan denganku salah satunya : Ketika ibuku bersumpah bahwa ia tidak akan makan dan minum sebelum aku meninggalkan Muhammad, lalu Allah menurunkan ayat ke-15 Surat Luqman.
bÎ)ur š#yyg»y_ #n?tã br& šÍô±è@ Î1 $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ ÖNù=Ïæ Ÿxsù $yJßg÷èÏÜè? ( $yJßgö6Ïm$|¹ur Îû $u÷R9$# $]ùrã÷ètB ( ôìÎ7¨?$#ur Ÿ@Î6y ô`tB z>$tRr& ¥n<Î) 4 ¢OèO ¥n<Î) öNä3ãèÅ_ötB Nà6ã¥Îm;tRé'sù $yJÎ/ óOçFZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÎÈ
“Jika keduanya (ibu bapakmu) memaksa supaya engkau mempersekutukan Aku (Allah) dengan sesuatu yang lain, yang engkau tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, maka janganlah engkau ikuti keduanya dan bergaullah dengan keduanya di dunia secara ma’ruf (baik) dan turutlah jalan orang yang bertaubat kepada-Ku, kemudian tempat kembalimu kepada-Ku, akan kubawakan kepadamu apa-apa yang telah kamu kerjakan” (QS. Luqman: 15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan diatas Asbabun nuzul dapat didefinisikan “sebagai suatu hal yang karenanya Al-Qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan”. Asbabun Nuzul membahas kasus-kasus yang menjadi turunnya beberapa ayat Al-Qur’an, macam-macamnya, sighat (redaksi-redaksinya), tarjih riwayat-riwayatnya dan faedah dalam mempelajarinya. Kemudian ada tiga hal dari asbab al nuzul yang perlu mendapat perhatian, yaitu dari segi redaksi, periwayatan, dan peristiwanya. Adapun hikmah mengetahui asbab al nuzul diantaranya adalah  kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan Allah secara khusus mensyariatkan agama-Nya melalui Al-Quran

B.     Saran
Makalah yang penulis buat ini jauh dari kesempurnaan baik dari segi buku reperensi, penulisan apalagi kata-kata yang tidak terurai dengan baik. Penulis mengharap kritikan dan masukan dari pembaca untuk perbaikan makalah ini kedepanya.














                                                  DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Syadali dan Ahmad Rifa’i, Ulumul Qur’an I,  Bandung: Pustaka Setia, 2006
Mana’ al-Qathan, Pengantar Studi Ilmu al Quan, Jakarta:Pustaka Al Kautsar, 2008
Moh. Ahmadehirjin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Primayasa, 1998
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 1992
Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2006
Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Quran I, CV.Pustaka Setia, Bandung, 1997
http://www.al-aziziyah.com/.../147-asbab-an-nuzul-sebagai-langkah-awal-memahami-al-quran.html-Tembolok





[1] Ahmad Syadali dan Ahmad Rifa’i, Ulumul Qur’an I, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hlm. 89
[2] Mana’ al-Qathan, Pengantar Studi Ilmu al Quan,(Jakarta:Pustaka Al Kautsar, 2008) , hlm. 78
[3] Moh. Ahmadehirjin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Primayasa, 1998), hlm. 30
[4] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 1992), hlm.107
[5] http://www.al-aziziyah.com/.../147-asbab-an-nuzul-sebagai-langkah-awal-memahami-al-quran.html-Tembolok
[6] Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hlm. 72
[7] Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Quran I,( CV.Pustaka Setia, Bandung, 1997 ),hh.  116-119
[8] Ibid., h. 132



Baca Artikel Terkait: