-->

Sabtu, 03 Januari 2015





Muhammad Abduh adalah seorang ulama, pemikir dan pembaharu Mesir. Beliau dianggap sebagai arsitek modernisme Islam karena pemikirannya tentang pembaruan (modernisme). Ia lahir di Mahallah Nasr suatu perkampungan agraris termasuk Mesir Hilir di propinsi Gharbiyyah pada tahun 1265 H/1849 M. Ayah Muhammad Abduh bernama Abduh Hasan Khairullah,berasal dari Turki yang telah lama tinggal di Mesir. Sedangkan ibunya berasal dari bangsa Arab yang silsilahnya sampai ke suku bangsa Umar bin Khatab.

Walaupun kedua orang tuanya tidak memiliki latar belangan pendidikan di sekolah, tetapi kedua orang tua Muhammad Abdu memiliki jiwa keagamaan yang teguh. Muhammad Abduh lahir, tumbuh dan berkembang menjadi dewasa dalam lingkungan desa. Lingkungan desa Muhammad Abduh adalah lingkungan orang-orang miskin, seperti kehidupan di desa-desa lain di Mesir, dimana penduduknya bekerja dengan sungguh-sungguh, beriman kepada Allah dan yakin dihari kiamat kelak mendapat balasan dari-Nya.

Muhammad Abduh dikirim oleh ayahnya ke Tahta untuk belajar ilmu agama di masjid Syekh Ahmad pada tahun 1862. Diriwayatkan bahwasanya selama 2 tahun belajar di Tahta, ia merasa tidak mengerti dan memahami apa-apa. Maka ia pun mengatakan, bahwa metode yang dipakai pada saat itu yakni metode menghafal diluar kepala, mengahafal. istilah-istilah tanpa mengetahui makna dan maksudnya. Sehingga ia mengatakan metode dan sistem pembelajarannya yang salah

Tahun 1865 M ia menikah, ketika itu usianya baru 16 tahun, kemudian ia kembali berniat untuk menuntut ilmu. Ia dididik oleh Syekh Darwisy Khadr, yang merupakan paman dari ayah Muhammad Abduh. Syekh Darwisy adalah seorang pengikut tarekat Sausiah, beliau inilah yang akhirnya mengubah jalan hidup Abduh, karena ia mengetahui keengganan Abduh untuk belajar hingga menjadi orang yang suka dan gemar akan buku-buku dan ilmu pengetahuan. Akhirnya ia pergi ke Tahtan untuk meneruskan pelajarannya.

Setelah ia belajar banyak tentang ilmu pengetahuan dari Syekh Darwisy, ia pun melanjutkan studinya ke al-Azhar pada tahun 1866 M. Pada waktu di al-Azharlah ia bertemu dengan Jamaluddin al-Afghani tokoh Pan-Islamisme. Al-Afghani pada saat itu datang ke Mesir dalam perjalanannya ke Istanbul. Pada tahun 1871 al-Afghani hidup menetap di Mesir, kepadanyalah Muhammad Abduh berguru. Ia merupakan murid al-Afghani yang paling setia. Ia belajar filsafat kepada al-Afghani, demikian juga politik karena al-Afghani terkenal dengan ilmu politiknya.

Muhammad Abduh pernah diusir dari Mesir karena keterlibatannya dalam mengadakan gerakan menentang Khedewi Taufik seorang penguasa Mesir pada tahun 1879, yang gerakan ini dipelopori oleh Jamaluddin al-Afghani. Abduh dijatuhi tahanan kota diluar Kairo karena ikut campur dalam gerakan tersebut. Namun setahun kemudian berkat usaha Perdana Menteri Riyad Pasya, ia kembali ke Kairo dan diangkat sebagai pimpinan redaksi al-Waqa’i al-Mis}riyyah semacam koran negara yang menyiarkan tentang berita-berita resmi pemerintahan dan juga artikel-artikel tentang kepentingan-kepentingan nasional Mesir. Kemudian pada tahun 1884, ia dan al-Afghani mendirikan majalah al-Urwatul Wutsqa, walaupun umurnya tidak bertahan lama. Namun melalui majalah inilah ditiupkannya suara keinsyafan ke seluruh dunia Islam, agar mereka bangkit dari tidurnya. Gebrakan ini dengan cepat tersiar keseluruh dunia Islam, yang pengaruhnya sangat besar dikalangan umat Islam, maka kaum Imperialis menjadi cemas dan gempar akan kemajuan yang dialami umat Islam. Pada tahun 1899 ia diangkat menjadi mufti Mesir sampai ia wafat. Disamping itu, dia juga diangkat menjadi anggota Majelis Perwakilan (Legislative Council), Abduh juga pernah diserahi jabatan Hakim Mahkamah, dan didalam melaksanakan tugasnya ini, ia dikenal sebagai hakim yang adil.

Muhammad Abduh wafat pada tanggal 11 Juli 1905 di Alexandria. Setelah banyak melakukan modernisme dalam Islam dan juga banyak mewarisi peninggalan berharga bagi generasi selanjutnya.

B. Latar Belakang Pemikiran Muhammad Abduh

Napoleon Bonaparte dalam usahanya menyaingi kagiatan ekspansi Inggris ke dunia Timur, mengadakan ekspansi ke Mesir pada tahun 1798, yang merupakan salah satu pusat terpenting dari dunia Islam. Kedatangan Napoleon tersebut bukan hanya membawa perlengkapan persenjataan yang canggih, tapi juga menyertakan beberapa ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan.

Kontak orang Mesir dengan kebudayaan yang di bawa oleh Napoleon menunjukkan bahwa umat islam di Mesir sangat jsuh ketinggalan. Kesadaran akan ketertinggalan itu membuat masyarakat menjadi besemangat untuk kembali sebagaimana masa silam. Gerakan pembaharuan pun muncul di negeri ini dengan dipelopori oleh Muhammad Ali. Banyak orang yang di kirim ke Paris untuk belajar Ilmu pengetahuan. Dan beliau juga mendirikan sekolah-sekolah modern.

Disamping itu, sekolah-sekolah yang didirikan oleh Muhammad Ali berorientasi pada pendidikan barat. Akibatnya muncul di kotomi pendidikan yang akhirnya berimplikasi pada tidak seimbang dan wawasan yang tidak lengkap, tetapi berdampak juga pada kelas-kelas social di tengah masyarakat. Pemujaan terhadap dunia barat semakin terasa dan menimbulkan banyak problem dalam masyarakat.

Muhammad Abduh lahir dan besar dalam situasi dan kondisi politik seperti itu, sehingga pada gilirannya termotivasi untuk ikut memberikan respons dan mengadakan perbaikan di berbagai bidang.

C. Pemikiran Muhammad Abduh Tentang Ijtihad dan Modernisasi Pendidikan

1. Ijtihad

Menurut bahasa ijtihad berasal dari ijtihada yang berarti bersungguh-sungguh, mencurahkan tenaga, menggunakan pikiran, dan bekerja semaksimal mungkin. Sedangkan menurut istilah ijtihad berarti suatu usaha sungguh-sungguh, mempergunakan segala kesanggupan daya rohaniah untuk mendapatkan hukum syara’ atau menyusun pendapat dari suatu masalah yang bersumber dari Al Qur’an dan Al- Hadits.

Menurut Abduh ijtihad adalah hakikat hidup dan keharusan pergaulan manusia. Karena kehidupan terus berproses dan berkembang maka ijtidad merupakan alat ilmiah dan pandangan yang diperlukan untuk menghampiri pelbagai segi kehidupan yang baru dari segi ajaran Islam, agar kelak kita tidak terisolasi oleh pemikiran ulama tempo dulu.

Muhammad Abduh sangat menentang taklid yang dipandangnya sebagai faktor yang melemahkan jiwa umat Islam. Pandangan Abduh tentang perlunya upaya pembongkaran kejumudan yang telah sedemikian lama mengalami pengerakan tersebut akan melahirkan ide tentang perlunya melaksanakan kegiatan ijtihad. Menurut Abduh, taklid akan menghentikan akal pikiran manusia pada batas tertentu, yakni taklid sangat bertentangan dengan akal, taklid bertentangan dengan tabiat kehidupan, dan taklid itu juga bertentangan dengan tabiat dasar-dasar dan ciri Islam.

Muhammad Abduh mengikis habis taklid sebagai suatu prinsip, dalam bentuknya yang ada pada saat itu, seperti mengikuti mazhab secara harfiah dengan pengkultusan. Hal ini merupakan salah satu penyebab terpecahnya umat Islam. Dengan pengkultusan ini umat Islam menjadi fanatik terhadap salah satu mazhab, tidak berani melihat mazhab lain, dan tidak berani mengkritik mazhab yang diikuti. Fanatisme itu disebabkan oleh adanya kelemahan pemikiran, politik, dan ekonomi pada masyarakat Islam. Dengan demikian umat Islam tidak bisa bersatu dan sulit mencapai satu tujuan.
Ijtihad menurut Abduh, bukan hanya boleh bahkan perlu dilakukan. Namun, menurut ia bukan berati setiap orang boleh berijtihad. Hanya orang-orang tertentu dan memenuhi syarat untuk melakukan ijtihadlah yang boleh melakukan ijtihad tersebut. Ijtihad dilakukan langsung terhadap al-Qur’an dan hadits sebagai sumber dari ajaran Islam. Lapangan ijtihad adalah mengenai soal-soal muamalah yang ayat-ayat dan haditsnya bersifat umum dan jumlahnya sedikit. Sedangkan soal ibadah bukanlah bagian dari lapangan ijtihad, karena persoalan ibadah merupakan hubungan manusia dengan Tuhan, dan bukan antara manusia dengan manusia yang tidak menghendaki perubahan menurut zaman.
2. Modernisasi Pendidikan

Dalam kamus ilmiah populer istilah modernisme diartikan sebagai suatu gerakan untuk merombak cara-cara kehidupan yang baru atau penerapan model-model baru. Jika dikaitkan dengan pendidikan maka modernisme merupakan suatu upaya untuk merubah atau merombak cara pendidikan yang telah ada, diganti dengan yang baru yang dianggap lebih baik dan dapat merubah kondisi pendidikan yang telah ada ke arah yang lebih baik.

Dalam melakukan modernisasi pendidikan Muhammad Abduh berusaha memadukan antara ilmu umum dan ilmu agama. Ia tidak menghendaki adanya pemisah antara dua ilmu tersebut. Hal ini didasarkan atas kesadarannya akan pentingnya ilmu pengetahuan sebagai sumber kekuatan dalam memghadapi tantangan di era modern.
Modernisme dalam bidang pendidikan adalah bagian terpenting dari modernisme sosial, ekonomi, dan politik. Maksudnya untuk membangun suatu tatanan masyarakat yang modern, maka pendidikan merupakan agen yang amat penting sebagai media transformasi nilai budaya maupun pengetahuan. Pendidikan akan mendorong berkembangnya intelegensi dan produk kebudayaan masyarakat. Hal ini jelas mengandung implikasi bahwa investasi sumber daya manusia lewat pendidikan akan lebih menjanjikan dari pada dalam bentuk modal untuk membeli teknologi. Yang pada dasarnya mempersiapkan manusia lewat pendidikan sama halnya dengan mentransfer teknologi.
Adanya relevansi yang signifikan antara pembaharuan dengan pendidikan berarti untuk mengadakan perubahan pembaharuan dalam masyarakat, yang menjadi kuncinya adalah pendidikan. Sebagai tokoh pemikir Muhammad Abduh menaruh perhatian terhadap pendidikan. Hal ini terlihat dari usahahnya untuk mendorong agar umat Islam mementingkan persoalan pendidikan sebagai jalan untuk memperoleh pendidikan. Selain mengetahui pengetahuan agama, umat Islam juga dituntut untuk mengetahui dan memahami pengetahuan modern.
D. Bentuk Modernisasi Pendidikan Muhammad Abduh

Bentuk-bentuk modernisasi Muhammad Abduh dalam bidang pendidikan dapat terlihat dari beberapa usahanya dalam mereformasi pendidikan.

1. Mereformasi kurikulum al-Azhar yang juga merupakan almamaternya sendiri, dengan memperjuangkan agar mahasiswa al-Azhar juga diajarkan mata kuliah filsafat, demi menghidupkan kembali dan mengembangkan intelektualisme Islam yang telah padam itu.

2. Memasukkan ilmu-ilmu modern agar ulama-ulama mengerti kebudayaan modern dan dengan demikian dapat mencari penyelesaian yang baik bagi persoalan-persoalan yang timbul di zaman modern ini.

3. Mengusulkan agar sekolah-sekolah pemerintah yang telah didirikan untuk mencetak ahli administrasi, militer, kesehatan, pendidikan, perindustrian, dan sebagainya, memerlukan pendidikan yang lebih kuat, termasuk sejarah Islam dan sejarah kebudayaan Islam.

4. Menyarankan untuk menambah pengetahuan umum pada madrasah-madrasah dan menambah pengetahuan agama pada sekolah-sekolah umum. Dengan demikian, jurang pemisah antara dua lembaga pendidikan itu dapat ditanggulangi.

5. Bahasa Arab perlu dihidupkan dan untuk itu metodenya perlu dilakuakn perbaikan dan ini berkaitan dengan metode pendidikan. Sistem mengahafal di luar kepala perlu diganti dengan sistem penguasaan dan penghayatan serta penalaran materi yang dipelajari. Bahasa Arab yang selama ini menjadi bahasa baku tanpa pengembangan, oleh Abduh dikembangkan dengan metode menerjemahkan teks-teks pengetahuan modern ke dalam bahasa Arab, terutama istilah-istilah yang muncul yang padanannya tidak ditemukan dalam kosakata Arab.


Upaya pembaruan dalam bidang pendidikan yang dilakukan oleh Abduh menyebabkan terjadinya dua persepsi yang kontradiksi di kalangan murid-muridnya. Sebagian menganggap beliau telah mengupayakan kembali dan menrekonstruksi pandangan Islam. Sedangkan sebagian yang lain menganggap beliau telah melakukan upaya pemisahan antara agama dan negara. Meskipun memdapat pertentanga , namun beliau tetap berjuang dan semakin tertantang untuk mewujudkan Islam yang rahmatan lil’alamin.


A. Kesimpula

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Abduh, paling tidak difokuskan dalam dua hal, yaitu:
1. Ijtihad; menjauhkan manusia dari perbuatan taqlid buta dan membuka pintu ijtihad selebar-lebarnya, supaya manusia terlepas dari kejumudan dan keterpurukan.
2. Pendidikan; memberikan porsi yang seimbang antara ilmu-ilmu umum dengan ilmu keagamaan. Keduanya merupakan ilmu-ilmu penting yang menjadi bekal dalam menjalani kehidupan ini.
Harapannya pembaharuan yang dilakukan Muhammad Abduh dapat memperikan pengaruh positif terhadap pendidikan di Indonesia, khususnya pada pendidikan anak usia dini. Muhammad Abduh merupakan seorang pembaharu yang penuh dengan kegigihan dalam melakukan pembaharuan, meskipun hsl itu dilakukan dengan penuh rintangan dan tantangan terutama situasi dan kondisi sosial yang kolot dan enggan menerima perubahan di satu sisi, dan kondisi polotik yang tidak menentu di sisi yang lain. Namun hal itu tidak pernah menyurutkan niat beliau untuk melakuakan upaya pembaruan dalam segala bidang termasuk pendidikan.

Khusus pembaruannya dalam bidang pendidikan, Muhammad Abduha adalah seorang pencetus ide-ide pendidikan yang bercorak idealis. Hal ini dapat terlihat dalam upayanya menyeimbangkan dan menyelaraskan pendidikan keagamaan dan sains (umum) baik di sekolah-sekolah tradisional maupun modern. Disamping upaya pemberdayaan pendidikan islam yang menekankan pada keseimbangan antara dua aspek, yaitu kognitif dan afektif. .



Baca Artikel Terkait: