-->

Jumat, 15 Mei 2015

Pada asalnya, tidak diperbolehkan shalat wajib di atas kendaraan. Namun jika terdapat udzur syar’i, semisal jika tidak memungkinkan untuk turun dari kendaraan, maka boleh shalat di atas kendaraan. Penjelasan lebih rinci silakan simak artikel “Hukum Shalat Wajib Di Atas Kendaraan“.

Kemudian, berdiri dalam shalat wajib termasuk rukun shalat. Shalat menjadi tidak sah jika ditinggalkan. Dalil bahwa berdiri adalah rukun shalat adalah hadits yang dikenal sebagai hadits al musi’ shalatuhu, yaitu tentang seorang shahabat yang belum paham cara shalat, hingga setelah ia shalat Nabi bersabda kepadanya:

ارجِعْ فَصَلِّ فإنك لم تُصلِّ

Ulangi lagi, karena engkau belum shalat

Menunjukkan shalat yang ia lakukan tidak sah sehingga tidak teranggap sudah menunaikan shalat. Kemudian NabiShallallahu’alaihi Wasallam mengajarkan shalat yang benar kepadanya dengan bersabda:

إذا قُمتَ إلى الصَّلاةِ فأسْبِغ الوُضُوءَ، ثم اسْتقبل القِبْلةَ فكبِّر…

Jika engkau berdiri untuk shalat, ambilah wudhu lalu menghadap kiblat dan bertakbirlah…” (HR. Bukhari 757, Muslim 397). Selengkapnya simak artikel “Tata Cara Berdiri Dalam Shalat“.

Terkait dengan hal itu, andaikan kondisi menuntut kita untuk shalat di atas pesawat terbang, maka pertanyaan selanjutnya apakah dikerjakan dalam keadaan duduk ataukah berdiri?

Syaikh Abdul Aziz Ar Rajihi ditanya, “orang yang shalat wajib di atas pesawat apakah boleh melakukannya sambil duduk?”. Beliau menjawab:

يصلي في الأرض إذا كان يستطيع أن ينزل، فللقطار مواقف، فيصلي فيها، أو يطلب من سائق القطار أن يقف، لكن لو تعذر عليه ذلك فليصل على حسب حاله، فيصلي ويستدير إلى القبلة إذا كان يستطيع الوقوف، وإذا تعذر عليه ولم يستطع فليصل بحسب استطاعته، فقد قال تعالى: {فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ} [التغابن:16].
لكن المعروف أنه يستطيع، فالقطار له مواقف، والركاب يستطيعون أن يطلبوا منه أن يقف للصلاة، وإذا كانت الصلاة تجمع إلى الصلاة التي قبلها أو بعدها -مثل الظهر والعصر، والمغرب والعشاء- فله أن يجمع، وإذا لم يمكنه ذلك صلى على حسب حاله واقفاً ويستدير مع القبلة إن استطاع، فإن عجز صلى على حسب حاله

“Hendaknya ia shalat di darat jika masih mampu untuk turun. (Dan jika tidak) maka di pesawat itu ada tempat-tempat, maka shalatlah di sana. Atau mintalah izin kepada pramugara untuk shalat sambil berdiri. Namun jika tidak bisa maka shalatlah sesuai dengan keadaan.

Dan shalatlah dengan menghadap kiblat jika bisa berdiri, namun jika tidak bisa maka shalatlah sesuai dengan keadaan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ‘Bertaqwalah kepada Allah semampu kalian‘ (QS. At Taghabun: 16).

Namun yang ma’ruf, (shalat sambil berdiri di pesawat) itu bisa dilakukan. Karena di dalam pesawat itu ada tempat-tempat yang menungkinkan berdiri. Dan penumpang bisa meminta untuk menggunakan tempat tersebut untuk shalat. Dan jika hendak menjamak shalat dengan shalat yang sebelumnya atau sesudahnya, semisal zhuhur dan ashar, maghrib dan isya, maka boleh dijamak. Jika tidak memungkinkan untuk menggunakan tempat-tempat tersebut maka tetap shalat sambil berdiri dan menghadap kiblat jika memungkinkan. Dan jika tidak memungkinkan maka shalatlah sesuai dengan keadaan” (Fatawa Munawwa’ah, 10/27, Asy Syamilah).

Semoga bermanfaat.

***

Penyusun: Yulian Purnama

Artikel Muslim.Or.Id

 




Baca Artikel Terkait: