-->

Jumat, 01 Mei 2015

            BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Di era modern sekarang, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat serta menyentuh pada semua aspek kehidupan manusia tak terkecuali di bidang pendidikan dan pengajaran. Pemerintah dewasa ini khususnya Kementrian Pendidikan Nasional berusaha untuk meningkatkan mutu pendidikan seperti yang telah digariskan dalam UU. SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 bahwa:
 “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[1] Untuk mencapai tujuan tersebut maka pemerintah telah mengusahan peningkatan mutu pendidikan mulai dari tingkat pendidikan dasar sampai ke tingkat perguruan tinggi. Selain itu, juga dilakukan usaha-usaha seperti penataran guru-guru bidang studi, pengadaan buku-buku paket, dan menambah sarana dan prasarana untuk kegiatan proses belajar mengajar.
             Peningkatan mutu pendidikan sangat ditentukan oleh guru sebagai pendidik dalam pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan. Dengan kata lain guru menempati titik sentral pendidikan. Agar guru mampu menunaikan tugasnya dengan baik, maka terlebih dahulu harus memahami hal-hal yang berhubungan dengan proses belajar mengajar seperti halnya proses pendidikan pada umumnya. Dengan demikian peranan guru yang sangat penting adalah mengaktifkan dan mengefisienkan proses belajar di sekolah termasuk didalamnya penggunaan metode mengajar yang sesuai.
             Penggunaan metode mengajar yang tepat, merupakan suatu alternatif mengatasi masalah rendahnya daya serap siswa terhadap pelajaran tertentu, guna meningkatkan mutu pengajaran. Penerapan suatu metode pengajaran harus ditinjau dari segi keefektifan, keefesienan dan kecocokannya dengan karakteristik materi pelajaran serta keadaan siswa yang meliputi kemampuan, kecepatan belajar, minat, waktu yang dimiliki dan keadaan sosial ekonomi siswa sebagai obyek. Sesuai yang dikatakan oleh Rostiyah bahwa :
“Setiap jenis metode pengajaran harus sesuai atau tepat untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi untuk tujuan yang berbeda guru harus mengadakan teknik penyajian yang berbeda sekaligus untuk mencapai tujuan pengajarannya”.[2]
             Salah satu metode yang diterapkan dalam melibatkan siswa secara aktif, guna menunjang kelancaran proses belajar mengajar adalah menggunakan metode resitasi. Dalam metode resitasi diharapkan mampu memancing keaktifan siswa dalam proses belajarn mengajar. Hal ini disebabkan karena siswa dituntut untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru dan harus dipertanggungjawabkan.[3] Dalam keberhasilan proses belajar mengajar disamping tugas guru, maka siswa turut memegang peranan yang menentukan dalam pencapaian tujuan pendidikan. Sebab bagaimapun baiknya penyajian guru terhadap materi pelajaran, akan tetapi siswa tidak mempunyai perhatian dalam hal belajar maka apa yang diharapkan sukar tercapai. Menurut Slameto sebagai berikut :
“Agar siswa berhasil dalam belajarnya, perlulah mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya. Tugas itu mencakup mengerjakan PR, menjawab soal latihan buatan sendiri, soal dalam buku pegangan, tes/ualangan harian, ulangan umum dan ujian”.[4]
              Pembelajaran dengan metode mengajar yang sesuai dengan materi yang diajarkan akan meningkatkan motivasi belajar siswa. Sebagai contoh adalah pemberian tugas pada setiap akhir pelajaran dengan harapan aktifitas belajar siswa dapat ditingkatkan, sehingga prestasi belajar siswa dapat pula meningkat. Pada peningkatan prestasi belajar siswa bukan hanya peran guru yang dibutuhkan tetapi siswa sendirilah yang dituntut peran aktif dalam proses belajar mengajar. Salah satu hal yang penting dimiliki oleh siswa dalam meningkatkan prestasi belajarnya adalah penguasaan bahan pelajaran. Siswa yang kurang menguasai bahan pelajaran akan mempunyai nilai yang lebih rendah bila dibandingkan dengan siswa yang lebih mengusai bahan pelajaran. Untuk menguasai bahan pelajaran maka dituntut adanya aktifitas dari siswa yang bukan hanya sekedar mengingat, tetapi lebih dari itu yakni memahami, mengaplikasikan, mensistesis, dan mengevaluasi bahan pelajaran.
           Perlu disadari bahwa yang diharapkan oleh guru terhadap siswanya adalah bahan pelajaran yang diterima siswa dapat dikuasainya dengan baik. Olehnya itu, maka salah satu cara yang ditempuh adalah tugas yang diberikan oleh guru tidak hanya dikerjakan di kelas yang sempit dan terbatas oleh waktu, akan tetapi perlu dilanjutkan di rumah, di perpustakaan, di laboratorium dan hasilnya harus dipertanggung jawabkan
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang maksud dengan metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam?
2.      Bagaimana relevansi metode PAI dengan tujuan pembelajaran?
3.      Bagaimana relevansi metode PAI dengan bahan ajar?
4.      Bagaimana relevansi metode PAI dengan evaluasi?
5.      Bagaimana relevansi metode PAI dengan siswa dan situasi?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui apa yang maksud dengan metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam?
2.      Untuk mengetahui bagaimana relevansi metode PAI dengan tujuan pembelajaran?
3.      Untuk mengetahui bagaimana relevansi metode PAI dengan bahan ajar?
4.      Untuk mengetahui bagaimana relevansi metode PAI dengan evaluasi?
5.      Untuk mengetahui bagaimana relevansi metode PAI dengan siswa dan situasi?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hakikat Metode PAI
1.      Pengertian Metode Dalam Pendidikan Islam
            Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak menguasai satu pun metode mengajar yang telah dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan.[5]
            Perumusan tentang pengertian metode biasanya disandingkan dengan pengertian teknik, yang mana keduanya saling berhubungan. Metode pendidikan Islam adalah prsedur umum dalam penyampaian materi untuk mencapai tujuan pendidikan berdasarkan atas asumsi tertentu tentang hakikat islam sebagai suprasistem. Sedangakan teknik pendidikan Islam adalah langkah-langkah konkret pada waktu seseorang pendidik melaksanakan pengajaran di kelas. Muhammad Athiyah al- Abrasyi mengartikan metode sebagai jalan yang dilalui untuk memperoleh pemahaman pada peserta didik. Abd al-Aziz mengartikan metode sebagai cara-cara memperoleh informasi, pengethauan, pandangan, kebiasaan berpikir, serta cinta kepada ilmu, guru, dan sekolah.[6]
           Selain dari pendapat di atas, Ginting juga berpendapat bahwa metode secara umum diartikan sebagai cara melakukan sesuatu. Secara khusus metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara atau pola yang khas dalam memanfaatkan berbagai prinsip dasar pendidikan serta berbagai teknik dan sumbernya terkait lainnya agar terjadi proses pembelajaran pada diri pembelajar. [7]
         Dari beberapa pendapat tentang pengertian metode di atas, maka dapat dikatakan bahwa penggunaan metode pendidikan Islam yang perlu dipahami adalah bagaimana seorang pendidik dapat memahami hakikat metode dan relevansinya dengan tujuan utama pendidikan Islam, yaitu terbentuknya pribadi yang beriman yang senantiasa siap sedia mengabdi kepada Allah SWT. Disamping itu, pendidik pun perlu memahami metode-metode instruksional yang actual yang ditujukan dalam Al-Qur’an atau yang dideduksikan dari Al-Qur’an, dan dapat memberi motivasi dan disiplin dalam belajarnya.
2.      Prosedur Pembuatan Metode Pendidikan Islam
           Langkah-langkah yang ditempuh oleh para pendidik sebelum pembuatan metode pendidikan Islam adalah memerhatikan persiapan bahan mengajar (lesson plan) yang meliputi pemahaman terhadap tujuan pendidikan Islam, penguasaan materi pelajaran, dan pemahaman teori-teori pendidikan selain teori-teori pengajaran. Disamping itu, pendidik harus memahami prinsip-prinsip mengajar serta model-modelnya dan prinsip evaluasi, sehingga pada akhinya pendidikan Islam berlangsung dengan cepat dan tepat.
Prosedur pembuatan metode pendidikan Islam adalah dengan memperhatikan factor-faktor yang mempengaruhinya yang meliputi:[8]     
1.      Tujuan pendidikan Islam                                                       
2.      Peserta didik
3.      Situasi
4.      Fasilitas
5.      Pribadi pendidik
          Tidak selamanya satu metode selalu baik untuk saat yang berbeda-beda. Baik tidaknya bertgantung pada beberapa faktor yang mungkin berupa situasi dan kondisi, atau persesuaian dengan selera, atau juga karena metodenya sendiri yang secara intrinsik belum memenuhi persyaratan sebagai metode yang tepat guna, semuanya sangat ditentukan oleh pihak yang menciptakan dan melaksanakan metode juga objek yang menjadi sasarannya.
3.      Prinsip-prinsip Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Berikut adalah prinsip-prinsip metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam:
a.       Niat dan orientasinya untuk mendekatkan hubungan antara manusia dengan Allah dan sesama makhluk. Pendekatan kepada Allah disertai dengan tauhid, mengesakan Allah, tiada Tuhan kecuali Allah. Tauhid ini menjadi ruh bagi aktivitas muslim. Prinsip ketauhidan ini yang membedakan dengan metode yang lain. Penerapan metode apa pun diterima asal memperkuat keimanan dan pengabdian kepada Allah. Keterpaduan (integrative, tauhîd). Ada kesatuan antara iman-ilmu-amal, iman-islam-ihsan, dzikir-fikr (hati dan pikir), dhahir-batin (jiwa-raga), dunia-akhirat, dulu-sekarang-akan datang.
b.      Bertumpu pada kebenaran. Materi yang disampaikan itu benar, disampaikan dengan cara yang benar, dan dengan dasar niat yang benar.
c.       Kejujuran (sidq dan amânah). Berbagai metode yang dipakai harus memegang teguh kejujuran (akademik). Kebohongan dan dusta (kidzb) dalam bentuk apapun dilarang. Keteladanan pendidik. Ada kesatuan antara ilmu dan amal. Pendidik yang mengajar dituntut menjadi contoh tauladan bagi peserta didiknya. Tidak diperkenankan ada kata “saya hanya mengajar”. Pengajar shalat, ia harus juga melaksanakan shalat. Ada dispensasi (rukhshah) jika pendidik berhalangan secara syar’i semisal ia mengajar tentang haji sementara ia belum memiliki biaya untuk naik haji sehingga belum mampu haji.
d.      Berdasar pada nilai. Metode pendidikan Islam tetap berdasarkan padaal-akhlâq al-karîmah, budi utama. Metode pendidikan Islam sarat nilai, tidak bebas nilai semisal proses pembelajaran harus memperhatikan waktu shalat (wajib).
e.       Sesuai dengan usia dan kemampuan akal anak (biqadri uqûlihim).
f.       Sesuai dengan kebutuhan peserta didik (child center), bukan untuk memenuhi keinginan pendidik apalagi untuk proyek semata.
g.      Mengambil pelajaran pada setiap kasus atau kejadian (ibrah) yang menyenangkan ataupun yang menyedihkan.[9]
4.      Asas-asas Pelaksanaan Metode Pendidikan Islam
Asas-asas pelaksanaan metode pendidikan Islam pada dasarnya dapat diformulasikan sebagai berikut:[10]
a.       Asas Motivasi
Asas motivasi ini penting diciptakan oleh seorang pendidik sehingga seluruh perhatian peserta didik tertuju pada pelajaran yang sedang disampaikan di kelas. Upaya yang dapat dilakukan oleh seoang peserta didik adalah mengadakan selingan yang sehat, menggunakan alat-alat perasa yang sesuai dengan sifat materi,serta mengadakan kompetesi yang sehat dengan memberikan hadiah dan hukuman yang bijaksana.
b.      Asas Aktivitas
Dalam proses belajar mengajar pendidikan peserta didik harus diberikan kesempatan untuk mengambil bagian yang aktif, baik secara rohani maupun jasmani, terhadap pengajaran yang akan diberikan, secara individual maupun kolektif. Asas ini menghindari adanya verbalitas bagi peserta didik.
c.       Asas Apersepsi
Apersepsi adalah gejala jiwa yang dialami jika kesan baru masuk kedalam kesadaran seseorang yang berjalin dengan kesan-kesan lama yang sudah dimiliki disertai proses pengelolaan, sehingga menjadi kesan yang lebih luas. Asas apersepsi bertujuan menghubungkan bahan pelajaran yang akan diberikan dengan apa yang telah dikenal oleh peserta didik.
d.      Asas Peragaan
Dalam asas ini pendidik memberikan variasi dalam cara-cara mengajar dengan mewujudkan bahan-bahan yang diajarkan secara nyata, baik dalam bentuk aslinya maupun tiruan sehingga peserta didik dapat mengamati dengan jelas dan pengajaran lebih tertuju untuk mencapai hasil yang diinginkan.
e.       Asas Ulangan
Asas yang merupakan usaha untuk mengetahui taraf kemajuan atau keberhasilan belajar peserta didik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, serta sikap setelah mengikuti pengajaran sebelumnya.
f.       Asas Korelasi
Dalam setiap pengajarn pendidik harus menghubungkan suatu bahan pelajaran dengan bahn pelajaran lainnya, sehingga membantuk mata rantai yang erat. Asas korelasi akan menimbulkan asosiasi dan apersepsi dalam kesadaran dan sekaligus membangkitkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran.
g.      Asas Konsentrasi
Asas yang memfokuskan pada suatu pokok bahasan maslaah tertentu dari keseluruhan bahan pelajaran untuk melaksanakan tujuan pendidikan serta memperhatikan peserta didik dalam segala aspeknya. Asas ini dapat diupayakan dengan memberikan masalah yang menarik seperti masalah yang baru muncul.
h.      Asas Individualisasi
Asas yang memperhatikan perbedaan individu, baik pembawaan dan lingkungan yang meliputi seluruh pribadi peserta didik, seperti perbedaan jasmani, watak, intelegensi, bakat serta lingkungan yang mempengaruhinya. Aplikasi asas ini adalah pendidik dapat mepelajari pribadi setiap peserta didik, terutama tentang kepandaian, kelebihan, kekurangan, dan memberi tugas sebatas dengan kemampuannya.
i.        Asas Sosialisasi
Asas yang memperhatikan penciptaan suasana social yang dapat membangkitkan semangat kerja sama antara peserta didik dengan pendidik atau sesame peserta didik dan masyarakat sekitarnya, dalam menerima pelajaran agar lebih berdaya guna dan berhasil guna.
j.        Asas Evaluasi
Asas yang memperhatika hasil dari penilaian terhadap kemampuan yang dimilik peserta didik sebagai feedback pendidik dalam memperbaiki cara mengajar. Asas evaluasi tidak hanya diperuntukkan bagi peserta didik, tetapi juga bagi pendidik, yaitu sejauh mana keberhasilannya dalam menunaikan tugasnya.
k.      Asas Kebebasan
Asas yang memberikan keleluasaan keinginan dan tindakan bagi peserta didik dengan dibbatasi atas kebebasan yang mengacu pada hal-hal yang positif. Asas ini mengandung tiga aspek, yaitu self-directednees, self-discipline, self-control.Asas ini menyarankan membuat keputusan-keputusan tentang tindakan seseorang didasarkan pada ukuran kabijakan, dan mampu membuat pilihan berdasarkan nilai-nilai pribadi, dan adanya pengarahan diri sehingga sitem kontrol diri berkembang.
l.        Asas Lingkungan
Asas yang menentukan metode dengan berpijak pada pengaruh lingkungan akibat interaksi dengan lingkungan. Walaupun peserta didik lahir dengan berbekal pembawaan, pembawaan itu masih bersifat umum yang harus dikembangkan melalui interaksi lingkungan, sehingga pembawaan dan lingkungan saling membutuhkan mengingat pembawaan merupakan batasan-batasan kemungkinan yang dapat dicapai dari lingkungan.
m.    Asas Globalisasi
Asas sebagai akibat pengaruh psikologi totalitas, yaitu peserta didik berinteraksi terhadap lingkungan secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tatpi juga secara fisik, social, dan sebagainya.
n.      Asas Pusat-pusat Minat
Pelaksanaan pusat-pusat minat dalam islam dengan ruang lingkup terdiri dari bahan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia terhadap alam semesta.
o.      Asas Keteladanan
Pada fase tertentu peserta didik memiliki kecendrungan belajar lewat peniruan terhadap kebiasaan dan tingkah laku orang di sekitarnya. Khusus pada pendidik, asas keteladanan efektif digunakan pada fase-fase ini.
p.      Asas Pembiasaan
Pembiasaan merupakan upaya praktis dalam pembinaan dan pembentukan peserta didik. Upaya pembiasaan sendiri dilakukan mengingat manusia mempunyai sifat lupa dan lemah.

B.     Relevansi Metode PAI
1.      Relevansi dengan tujuan pembelajaran
           Tujuan yang hendak dicapai, jika tujuannya pembinaan daerah kognitif maka metode driil kurang tepat digunakan akan tetapi metode yang tepat digunakan seperti metode tanya jawab, pemberian tugas, diskusi dll. Jika tujuan daerah afektif maka  metode yang tepat digunakan seperti; metode keteladanan, Qawlan (baligha, bashira, nazhira, al haq, layyinan, maisyura, ma’rufan). Jika tujuan daerah psikomotor maka metode yang cocok digunakan adalah seperti; metode alat peraga, simulasi.
Jadi kesimpulan penulis disini bahwa metode yang akan digunakan harus melihat dulu tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Beberapa metode diatas masih terfokus kepada satu tujuan, apabila tujuan yang akan dicapai meliputi ketiga aspek maka ini sesuai dengan kreatifitas guru dalam mengkolaborasikan metode-metode tersebut.

2.      Relevansi dengan bahan ajar
            Bahan ajar pada dasarnya adalah semua bahan yang didesain secara spesifik untuk keperluan pembelajarn, bahan ajar berupa seperangkat materi yang disusun secara sistematis sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa belajar dengan baik. Secara umum wujud bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu;
a.       Bahan cetak (printed), bahan cetak antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto atau gambar ; 
b.      Bahan ajar dengar (audio), bahan ajar yang didesain dengan menggunakan media dengan (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio ;
c.       Bahan ajar lihat-dengar (audio visual) Bahan ajar audio visual adalah bahan ajar yang didesain dengan menggunakan media audio visual seperti video compact disk, film
d.      Bahan ajar interaktif .. Multimedia interaktif adalah kombinasi dari dua atau lebih media (audio, teks, gambar, animasi, dan video) yang oleh penggunaannya dimanipulasi untuk mengendalikan perintah dan perilaku alami dari suatu presentasi.[11]
         Bahan pembelajaran yang baik harus mempermudah dan bukan sebaliknya mempersulit siswa dalam memahami materi yang sedang dipelajari. Oleh sebab itu, bahan pembelajaran harus memenuhi kriteria berikut:
a.       Sesuai dengan topik yang dibahas
b.      Memuat intisari atau informasi pendukung untuk memahami materi yang dibahas.
c.       Disampaikan dalam bentuk kemasan dan bahasa yang singkat, padat, sederhana,  sistematis, sehingga mudah difahami.
d.      Jika ada perlu dilengkapi contoh dan ilustrasi yang relevan dan menarik untuk lebih   mempermudah memahami isinya.
e.       Sebaiknya diberikan sebelum berlangsungnya kegiatan belajar dan pembelajaran sehingga dapat dipelajari terlebih dahulu oleh siswa.
f.       Memuat gagasan yang bersifat tantangan dan rasa ingin tahu siswa
Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan.
a.       Prinsip relevansi artinya keterkaitan. Materi pembelajaran hendaknya relevan atau ada kaitan atau ada hubungannya dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebagai misal, jika kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta atau bahan hafalan.
b.      Prinsip konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Misalnya kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa  adalah pengertian thaharoh (bersuci), macam-macam hadats dan najis, dan cara mensucikan dari hadats dan najis, maka materi yang diajarkan juga harus meliputi pengertian thaharoh (bersuci), macam-macam hadats dan najis, dan cara mensucikan dari hadats dan najis.
c.       Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya
Jadi metode pembelajaran PAI yang benar adalah yang sesuai dengan prinsip –prinsip dan kriteria bahan ajar pendidikan agama Islam itu sendiri. Apabila metode  yang digunakan tidak memperhatikan bahan yang akan diajarkan maka tujuan dari pembelajaran tidak akan  tercapai secara maksimal.
3.      Relevansi dengan  situasi
           Situasi yang mencakup hal yang umum seperti situasi kelas, situasi lingkungan. Bila jumlah murid begitu besar, maka metode diskusi agak sulit digunakan apalagi bila ruangan yang tersedia kecil. Metode ceramah harus mempertimbangkan antara lain jangkauan suara guru. Kemudian apabila situasi lingkungan kelas dan sekolah sunyi senyap tampa banyak aktifitas disekelilingnya, maka metode yang tepat digunakan adalah metode seperti; diskusi, Tanya jawab, simulasi,  Qawlan (baligha, bashira, nazhira, al haq, layyinan, maisyura, ma’rufan) dll. Dengan sesuainya metode yang digunakan guru dengan situasi sekolah ditempat ia mengajar maka tujuan dari materi yang akan disampaikan pun akan tercapai secara maksimal. Begitu  juga sebaliknya, apabila guru  tidak bisa melihat dan menyesuaikan metode yang akan digunakan dengan situasi kelas maupun sekolah, maka pembelajaran tidak akan  terlaksana dengan baik. Jadi sangat penting diperhatikan bagi seorang  guru tentang situasi tempat ia  mengajar.
4.      Relevansi dengan  siswa
            Salah satu aspek yang ada didalam kerangka belajar mengajar adalah aspek murid, semua guru mengetahui bahwa murid-murid berbeda satu dari yang lainnya. Kemungkinan yang berbeda itu cukup besar dan tidak ada dua orang yang identik. Terdapat kecenderungan yang umum yang dapat diamati, tapi pada dasarnya setiap anak adalah seorang individu. Masalah individu ini mendapat perhatian secara teoritis dalam lembaga pendidikan guru pada umumnya.
            Beberapa perbedaan murid cukup jelas dan dengan segera dapat diamati dan diketahui oleh guru pada saat pertama kali masuk kelas, perbedaan ini terutama mengenai perbedaan fisik. Perbedaan-perbedaan yang lainnya misalnya perbedaan keperibadian dan watak akan kelihatan setelah beberapa waktu kemudian. Untuk menyadari perbedaan-perbedaan ini perlu waktu agak lama, namun demikian dalam jangka waktu tertentu akan jelas bahwa terdapat ketidakseragaman dalam materi yang dipelajari, dalam kecepatan belajar, sikap terhadap belajar dan cara belajar. Begitu kita jumpai murid dalam kelas memiliki tingkat pengalaman yang berbeda dirumah atau sekolah terdahulu (ibtidaiyah), disebabkan oleh perbedaan-perbedaan tersebut diatas, setiap kesempatan belajar yang diberikan disekolh akan berbeda bagi murid yang berbeda.
             Kesemuannya itu sudah diketahui dengan baik, guru-guru sanggup menukil contoh-contoh dari pengalaman mereka sendiri tentang perbedaan yang beraneka ragam dan menerima teori dalam pendidikan mereka bahwa mereka harus memperhatikan perbedaan-perbedaan individu dan menyiapkan pendidikan bagi murid yang dapat memenuhi perbedaan itu. Hal ini teoritis sifatnya dan bagaiman dalam prakteknya?
Kalau kita perhatikan bahwa system pengajaran di madrasah masih mengikuti system klasikal dimana murid dengan berbagai ragam perbedaannya mendapat pelajaran yang sama pada waktu yang sama, maka metode yang relevan untuk memenuhi perbedaan-perbedaan individual (walaupun tidak seluruhnya) ialah dengan metode proyek, pemberian tugas-tugas tambahan dan pengelompokan berdasarkan kemampuan.
            Pelaksanaan metode yang menjamin pemenuhan perbedaan individual masi merupakan persoalan bagi guru. Hal ini disebabkan oleh karenah pengaruh ujian dan banyak guru berkomentar bahwa suatu hal yang mustahil melayani murid secara individual bila mereka mempersiapkan diri untuk ujian yang sama.para guru itu lupa bahwa tidak satu jalan menuju ke roma. Ada berbagai jalan untuk mencapai tujuan yang sama. Kalau murid memang berbeda dalam berbagai macam aspek, mengapa mereka diharuskan mencapai tujuan dengan cara yang sama? Lebih-lebih lagi sudah kebiasaan bagi murid yang akan ujian dan tidak ujian, diberikan kesempatamn belajar yang sama-materi yang sama, keterampilan yang sama, cara belajar dan sebagian serba sama?
             Disinilah peran guru untuk memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan keadaan siswa. Apabila siswa memiliki kemampuan rata-rata yang sama maka guru bisa menggunakan metode seperti; diskusi, tanya jawab, dan simulasi. Kemudian apabila kemampuan siswa di suatu kelas tidak merata maka metode yang mungkin di gunakan seperti; metode pendekatan personal seperti qawlan layyinan dan qawlan maisyura. Ini  semua kembali kepada kreativitas guru dalam melihat kemampuan, kematangan dan latar belakang siswa
5.      Relevansi dengan evaluasi
           Dalam pelaksanaan evaluasi perlu diperhatikan beberapa prinsip sebagai dasar pelaksanaan penilaian.
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Evaluasi hendaknya didasarkan atas hasil pengukuran yang komprehensif (menyeluruh). Yaitu pengukuran yang meliputi aspek kognitif, efektif, dan psikomotorik.
b.      Prinsip kesinambungan (kontinuitas); penilaian hendaknya dilakukan secara berkesinambungan.
c.       Evaluasi harus dilakukan secara terus menerus dari waktu ke waktu untuk mengetahui secara menyeluruh perkembangan peserta didik, sehingga kegiatan dan unjuk kerja peserta didik dapat dipantau
d.      Prinsip obyektif, penilaian diusahakan agar seobyektif mungkin.
e.       Evaluasi harus mempertimbangkan rasa keadilan bagi peserta didik dan objektifitas pendidik, tanpa membedakan jenis kelamin, latar belakang etnis, budaya, dan berbagai hal yang memberikan konstribusi pada pembelajaran. Sebab ketidakadilan dalam penilaian dapat menyebabkan menurunnya motivasi belajar peserta didik karena mereka merasa dianaktirikan.
f.       Prinsip sistematis, yakni penilaian harus dilakukan secara sistematis dan teratur. [12]
Berkaitan dengan metode dalam pendidikan agama Islam maka ada beberapa jenis evaluasi yang dapat diterapkan :[13]
a.       Evaluasi Formatif, yaitu penilaian untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh para peserta didik setelah menyelesaikan satuan program pembelajaran (kompetensi dasar) pada mata pelajaran tertentu.
b.      Evaluasi Sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap hasil belajar peserta didik setelah mengikuti pelajaran dalam satu semester dan akhir tahun untuk menentukan jenjang berikutnya.
c.       Evaluasi penempatan (placement), yaitu evaluasi tentang peserta didik untuk kepentingan penempatan di dalam situasi belajar yang sesuai dengan kondisi atau kemampuan yang dimiliki peserta didik.
d.      Evaluasi Diagnostik,  adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk keperluan latar belakang (psikologi, fisik, lingkungan) dari murid/ siswa yang mengalami kesulitan-kesulitan dalam belajar, yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam memecahkan kesuliatan –kesuliatan tersebut. Evaluasi jenis ini erat hubungannya dengan kegiatan bimbingan dan penyuluhan di sekolah.
Berikut adalah jenis-jenis alat evaluasi:
Alat/Instrumen Evaluasi Bentuk Non-Tes
a.       Observasi
Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu. Alat yang digunakan dalam melakukan observasi adalah pedoman observasi.[14]


b.      Wawancara
Wawancara dibagi dalam 2 kategori, yaitu : pertama, wawancara bebas yaitu si penjawab (responden) diperkenankan untuk memberikan jawaban secara bebas sesuai dengan yang ia diketahui tanpa diberikan batasan oleh pewawancara. Kedua, adalah wawancara terpimpin dimana pewawancara telahmenyusun pertanyaan pertanyaan terlebih dahulu yang bertujuan untuk menggiring penjawab pada informasi-informasi yang diperlukan saja. [15]
c.       Angket
Angket (kuesioner) merupakan alat pengumpul data melalui komunikasi tidak langsung, yaitu melalui tulisan. Angket ini berisi daftar pertanyaan yang bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan responden.
d.      Skala sikap
Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Sikap juga dapat diartikan reaksi seseorang terhadap suatu stimulus yang datang pada dirinya. [16]
Alat/Instrumen Evaluasi Bentuk Tes:
a.       Uraian
b.      Objektif
c.       Lisan
Apapun metode yang digunakan oleh seorang guru maka hendaknya memperhatikan beberapa item berikut seperti:
a.       Pertama, berpusat kepada anak didik. Guru harus memandang anak didik sebagai sesuatu yang unik, tidak ada dua orang anak didik yang sama, sekalipun mereka kembar.
b.      Kedua, belajar dengan melakukan. Supaya proses belajar itu menyenangkan, guru harus memberikan kesempatan kepada anak didik untuk melakukan apa yang dipelajarinya, sehingga ia memperoleh pengalaman nyata.
c.       Ketiga, mengembangkan kemampuan sosial. Proses pembelajaran dan pendidikan selain sebagai wahana untuk memperoleh pengetahuan, juga sebagai sarana untuk berinteraksi sosial.
d.      Keempat, mengembangkan keingintahuan dan imajinasi. Proses pembelajaran dan pendidikan harus dapat memancing rasa ingin tahu anak didik.
e.       Kelima, mengembangkan kreatifitas dan ketrampilan memecahkan masalah. Proses pembelajaran dan pendidikan yang dilakukan oleh guru bagaimana merangsang kreativitas dan imanjinasi anak untuk menemukan jawaban setiap masalah yang dihadapi anak didik.
Apabila metode yang  digunakan guru adalah metode tanya jawab dalam proses pembelajaran  maka evaluasi yang cocok untuk diterapkan adalah tes lisan. Karena pada awalnya siswa sudah dibimbing oleh guru  untuk menuturkan dan menjelaskan materi pelajaran secara lisan. Ini akan memudahkan guru untuk menguji seberapa jauh pemahaman siswa terhadap materi yang sudah diberik

BAB III
                     PENUTUP
A.    Kesimpulan
           Konsep metode Pendidikan Agama Islam adalah bagaimana seorang pendidik dapat memahami hakikat metode dan relevansinya dengan tujuan utama pendidikan Islam, yaitu terbentuknya pribadi yang beriman yang senantiasa siap sedia mengabdi kepada Allah SWT. Disamping itu, pendidik pun perlu memahami metode-metode instruksional yang actual yang ditujukan dalam Al-Qur’an atau yang dideduksikan dari Al-Qur’an, dan dapat memberi motivasi dan disiplin dalam proses pembelajaran di kelas.
          Metode Pendidikan Agama Islam yang digunakan harus selalu sesuai dengan tujuan, bahan ajar,situasi,siswa, dan evaluasi agar tercapai hasil  yang efektif dan efisien dalam proses pembelajaran. Guru yang baik adalah guru yang bisa memilah dan memilih metode yang tepat dengan komponen-komponen dalam proses pembelajaran..
B.     Saran
          Makalah yang penulis buat ini jauh dari kesempurnaan baik dari segi buku reperensi, penulisan apalagi kata-kata yang tidak terurai dengan baik. Penulis mengharap kritikan dan masukan dari pembaca untuk perbaikan makalah ini 

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Ginting, Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Humaniora, 2008
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011
Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009
UU . RI. No. 20 Tahun 2003, Sisdiknas, Jakarta: Cemerlang, 2003
Rostiyah, N.K.. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Bina Aksara. 1998
Nana Sujana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: CV. Sinar Baru. 2002
Slameto, Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit (SKS), Jakarta : Bumi Aksara, 1998
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain,  Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002
Omar Muhammad al-Thaumi al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979
Mahfudz Shalahuddin, Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Ilmu, 1987
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002
_______ , Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002
Zainal Arifin,  Evaluasi Pembelajaran, Bandung: Rosdakarya , 2011



[1] UU . RI. No. 20 Tahun 2003, Sisdiknas,(Jakarta: Cemerlang, 2003), hlm. 3
[2] Rostiyah, N.K.. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta : PT. Bina Aksara. 1998), hlm. 2
[3] Nana Sujana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: CV. Sinar Baru. 2002), hlm. 82
[4] Slameto, Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit (SKS), (Jakarta : Bumi Aksara, 1998), hlm. 88
[5] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain,  Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), hlm. 53
[6] Omar Muhammad al-Thaumi al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung,(Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 551-552
[7] Abdurrahman Ginting, Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Humaniora, 2008), hlm. 42
[8] Mahfudz Shalahuddin, Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Ilmu, 1987), hlm. 24-25
[10] Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm. 96-110.
[11] Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm.  182.
[12] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm.  226
[13] Ibid., hlm.  227-228
[14] Zainal Arifin,  Evaluasi Pembelajaran (Bandung: Rosdakarya , 2011), hlm. 153
[15] Ibid., hlm. 157
[16] Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 113



Baca Artikel Terkait: