-->

Selasa, 24 Januari 2023

Puasa Dzulhijjah Sama dengan Ibadah Haji? (1)


TAK terasa kita telah memasuki bulan yang insya Allah banyak memberikan berkah dan rahmat bagi kita selaku umat Muslim, yakni bulan Dzulhijjah. Bulan ini biasa kita sebut sebagai bulan Haji. Mengapa demikian?

Sebab, secara bahasa, Dzulhijjah [Arab: ذو الحجة ] terdiri dari dua kata: Dzul [Arab: ذو ], yang artinya pemilik dan Al Hijjah [Arab: الحجة ], yang artinya haji. Dinamakan bulan Dzulhijjah, karena orang Arab, sejak zaman jahiliyah, melakukan ibadah haji di bulan ini. Orang Arab melakukan ibadah haji sebagai bentuk pelestarian terhadap ajaran Nabi Ibrahim AS (Tahdzibul Asma’, 4/156).

Jadi, arti bulan Dzulhijjah adalah bulan yang di dalamnya ada kegiatan Haji. Dengan demikian, Dzulhijjah bisa disebut dengan bulan Haji. Lalu, benarkah orang yang berpuasa di bulan Dzulhijjah sama dengan ibadah Haji?

Puasa dan Haji merupakan dua ibadah yang terpisah. Cara melakukan dan apa yang dikorbankan pun berbeda. Sehingga, tak dapat dikatakan bahwa puasa di bulan Dzulhijjah itu sama dengan ibadah Haji. Akan tetapi, puasa di bulan ini menjadi salah satu ibadah yang dianjurkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.

Adapun hal-hal yang disyariatkan pada bulan Dzulhijjah, di antaranya:

1. Melaksanakan ibadah haji dan umrah. Kedua ibadah inilah yang paling utama dilaksanakan pada hari-hari tersebut, sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadits, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Umrah yang satu ke umrah yang lainnya merupakan kaffarat (penghapus dosa-dosa) di antara keduanya, sedang haji mabrur, tidak ada balasan baginya kecuali syurga,” (HR. Bukhari dan Muslim).

2. Berpuasa pada hari-hari tersebut atau beberapa hari di antaranya (sesuai kesanggupan) terutama pada hari Arafah (9 Dzulhijjah). Tidak diragukan lagi bahwa ibadah puasa merupakan salah satu amalan yang paling afdhal dan salah satu amalan yang dilebihkan oleh Allah سبحانه وتعلى dari amalan-amalan shalih lainnya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Rasululllah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Tidaklah seseorang berpuasa satu hari di jalan Allah melainkan Allah akan menjauhkan wajahnya dari Neraka (karena puasanya) sejauh 70 tahun perjalanan,” (HR. Bukhari dan Muslim).

Khusus tentang puasa Arafah, diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Berpuasa di hari Arafah (9 Dzulhijjah) menghapuskan dosa tahun lalu dan dosa tahun yang akan datang.”

3. Memperbanyak takbir dan dzikir pada hari-hari tersebut. Sebagaimana firman Allah سبحانه وتعلى

…وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ

“…Supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan,” (QS. Al Hajj: 28).

Tafsiran dari “Hari-hari yang telah ditentukan” adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Oleh kerena itu, para ulama kita menyunnahkan untuk memperbanyak dzikir pada hari-hari tersebut. Dan penafsiran itu dikuatkan pula dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas secara marfu’, “… maka perbanyaklah tahlil, takbir dan tahmid pada hari-hari tersebut,” (HSR. Ath Thabrany).

Dan diriwayatkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah RA ketika keduanya keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah mereka berdua berakbir, maka orang-orang pun ikut berakbir sebagaimana takbir mereka berdua (R. Bukhari). Dan Ishaq bin Rahowaih –rahimahullah- meriwayatkan dari para ahli fiqh dari kalangan tabi’in bahwa mereka –rahimahumullah- mengucapkan pada hari-hari tersebut:

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ َاللهُ أَكْبَرْ وَللهِ الْحَمْدُ

Disunnahkan mengangkat suara saat bertakbir, baik ketika di pasar, rumah, jalan, masjid dan tempat-tempat lainnya, Allahسبحانه وتعلى berfirman:

…وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ…

“…Dan hendaklah kalian mengagungkan Allah (dengan berakbir kepadaNya) atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu,” (QS. Al Baqarah :185).

Namun perlu diperhatikan bahwa takbir tidak boleh dilakukan secara berjama’ah yaitu berkumpul-kumpul lalu bertakbir secara serempak, karena hal tersebut tidak pernah dikerjakan oleh para ulama salaf, namun hendaknya setiap orang bertakbir, bertahmid dan bertasbih dengan apa saja yang mudah baginya secara sendiri-sediri. Dan cara seperti ini berlaku pula pada seluruh jenis dzikir dan do’a.

BERSAMBUNG

Sumber:Wahdah/www.muslimdaily.net/Islampos/afdhalilahi




Baca Artikel Terkait: