-->

Selasa, 17 Januari 2023

Ada sejumlah hal yang mewajibkan seseorang harus melakukan mandi besar (junub), diantaranya : Melakukan hubungan sebadan (memasukkan kemaluan -hasyafah- ke dalam farji), keluar mani (ejakulasi), haid, dan nifas.





Dalil yang mengharuskan mandi besar karena melakukan hubungan sebadan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra., bahwasanya Nabi saw. telah bersabda : “Bilamana dua yang dikhitan bertemu, maka mandi besar (hukumnya) wajib”

Bertemunya dua yang dikhitan terjadi dengan memasukkan hasyafah ke dalam farji. Hasyafah adalah bagian kelamin yang dikhitan. Hasyafah laki-laki adalah bagian yang dikhitan, yakni yang dibuang kulit penutupnya. Sedang bagian yang dikhitan pada perempuan adalah kulit berbentuk seperti jewer ayam jantan yang terletak di bagian atas vagina. Bilamana hasyafah tersebut masuk ke dalam farji, yakni antara bagian yang dikhitan pada laki-laki dan perempuan saling bertemu dan bersentuhan, maka yang bersangkutan wajib mandi besar sekalipun ia memasukkan hasyafahnya ke dalam farji binatang, baik hidup maupun mati si empunya farji itu, baik yang bersangkutan sampai keluar mani atau tidak.

Hal ini sebagaimana dikemukakan dalamn sebuah hadits, bahwasanya Nabi Saw telah bersabda : “Bilamana seorang duduk diantara empat pangkalnya (paha) dan dua yang dikhitan menempel, maka wajiblah mandi besar sekalipun ia tidak sampai keluar mani”.

Dalil yang mengharuskan mandi besar karena keluar mani adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al Khudri ra. Sesungguhnya Nabi saw. telah bersabda : “Sesungguhnya air (mani) itu dari air.”

Mandi besar karena keluar air mani ini diharuskan baik keluarnya dalam keadaan yang bersangkutan sedang dalam keadaan (jaga) maupun sedang dalam keadaan tidur. Ummu Salamah ra telah meriwayatkan sebuah hadits: “Telah datang Ummu Sulain -istri Abu Thalhah-kepada Rasulullah saw. lalu bertanya: Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu dari yang baik; apakah perempuan harus madi besar jika ia mimpi bersetubuh? Beliau menjawab: Ya, jika ia melihat air (mani)”.

Apabila sesorang mimpi bersetubuh namun ia tidak sampai keluar air mani atau ia ragu; apakah ia sampai keluar air mani karenanya, maka kepadanya tidak wajib mandi besar. Sedangkan bila ia mendapatkan air mani sekalipun ia tidak ingat bahwa dirinya telah mimpi bersetubuh, maka kepadanya wajib mandi besar. Hal ini sebagimana diriwayatkan oleh Aisyah ra.:

“Sesungguhnya Nabi Saw pernah ditanya tentang seorang laki-laki mendapatkan (dirinya) kebasahan, naum ia tidak ingat; apakah dirinya mimpiu bersetubuh. Bersabdalah beliau: Ia wajib mandi besar. Dan tentang seorang laki-laki yang mendapatkan bahwa dirinya mimpi bersetubuh namun ia tidak mendapatkan dirinya kebasahan, beliau bersabda: Tidak wajib madi besar kepadanya”

Keharusan mandi besar ini semata-mata hanya karena keluar air mani saja, sehingga oleh karenanya tidak wajib mandi besar karena keluar madzi atau wadi. Madzi adalah air (cairan) yang keluar karena rangsangan seksual. Sedangkan wadi yaitu cairan yang keluar saat kencing (buang air kecil). Ketetapan ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ali karramallahu wajhahu, bahwasanya ia berkata:

“Aku adalah seorang yang mudah keluar air madzi, sehingga di musim dingin pun aku tetap mandi besar sampai punggungku sakit karenanya. Kemudian aku mengadukan hal itu kepada Nabi saw. lalu beliau berkata: Jangan kau lakukan! Bilamana engkau mendapatkan air madzi, maka cucilah dzakarmu dan berwudhulah untuk shalat”

Dalil yang mengharuskan mandi besar karena datang bulan (haid) adalah :

Firman Allah Ta’ala : “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: haid itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kalian dekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu." (QS. Al Baqarah : 222)

Sabda Rasulullah Saw yang disampaikan kepada Fatimah binti Abu Hubaisy: “Apabila datang haid, maka tinggalkanlah shalat, dan apabila telah berlalu, maka mandi besar dan shalatlah”

Sedangkan dalil yang mengharuskan mandi besar karena nifas adalah disebabkan darah nifas merupakan darah haid yang tertunda keluarnya. Begitu juga halnya wiladah sama dengan nifas dalam keharusan mandi besar, sekalipun tidak sampai mengeluarkan darah, sebab saat bersalin tentu keluar cairan walau hanya sedikit. Oleh karena itu, bersalin sama seperti darah nifas.

Orang junub diharamkan shalat, thawaf, dan menyentuh mushhaf (Alquran). Sebab jangankan karena junub, dikarenakan hadats kecil saja hal itu diharamkan. Maka diharamkannya hal tersebut bagi orang junub (berhadats besar) sikap yang lebih diutamakan. Begitu juga kepadanya diharamkan membaca Alquran, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra., sesungguhnya Nabi Saw telah bersabda: “Orang junub dan yang sedang haid tidak boleh sedikitpun membaca Alquran”.

Begitu juga kepada orang junub ini diharamkan berdiri di masjid, namun tidak mengapa kalau hanya sekedar berlalu. Firman Allah Swt.: “…, (jangan pula hampiri masjid) sedang kalian dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja” (QS. An-Nisa: 43).

Bilamana seseorang bermaksud hendak mandi besar dari junub, maka pertama-tama dia menyebut nama Allah (membaca basmalah) dan selanjutnya berturut-turut dia; niat bersuci dari hadats besar; mencuci kedua telapak tangannya tiga kali sebelum dimasukkan ke dalam tempat air; mencuci bagian yang terkena cairan; berwudlu seperti wudlu untuk shalat; memasukkan seluruh jari jemari ke dalam air; mengambil air dengannya dan menyiramkannya pada kepala sambil menjarangkan (menggaruk) pangkal rambut dan jenggot; mengambil air dengan kedua telapak tangan dan menyiramkam air ke seluruh tubuh; menggosok seluruh bagian badan yang bisa dijangkau oleh tangan dan berpindah tempat ; mencuci kedua kaki.Tata cara mandi besar ini berdasarkan gambaran yang dikemukakan oleh Aisyah dan Maimunah r.a. ketika keduanya mensifati mandi besar yang dilakukan oleh Rasulullah Saw.

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Aisyah r.a. dikemukakan:

“Sesungguhnya Nabi Saw bilamana beliau bersuci dari hadats besar (janabah), pertama mencuci kedua tangannya, kemudian berwudlu seperti wudlu untuk shalat, kemudian memasukkan jari-jemarinya ke dalam air lalu menjarangkan pangkal rambut kepala dengannya, kemudian menuangkan air pada kepalanya tiga kali yang diambil dengan merapatkan kedua telapak tangannya, kemudian menuangkan air pada seluruh kulitnya”.

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Maimunah r.a., dia berkata:

“Rasulullah saw. berwudlu seperti wudlu untuk shalat tanpa mencuci kedua kakinya dan beliau mencuci farjinya serta mencuci bagian yang terkena cairan, kemudian beliau menyiramkan air pada badannya, kemudian menuju pada kedua kakinya lalu mencucinya. Ini adalah bersuci janabah”.

Yang termasuk sebagai fardlu dalam bersuci dari hadats besar adalah: Niat dan menyiram seluruh badan dengan air bersih. Sedang di luar kedua poin ini adalah sunat. Cara bersuci dari hadats besar bagi laki-laki dan perempuan adalah sama seperti gambaran di atas. Dan bersuci dari hadats besar boleh dilakukan dari air dalam bak, di bawah air terjun, dari air ledeng, boleh dilakukan di laut, di sungai, di sumur, dan sebagainya. Semua itu boleh dipilih selama memenuhi fardlu mandi besar, namun yang paling afdhal adalah yang bisa mencakup sunat-sunat mandi besar.
(SuaraIslam)



Baca Artikel Terkait: