-->

Sabtu, 22 Juli 2017

Gunakan berbagai Trik, Jokowi Ngeper Ketemu Prabowo di 2019

– Pengambilan putusan RUU Penyelenggara Pemilu yang digelar Kamis (20/7) hingga dini hari tadi (Jumat, 21/7) diwarnai walk out tiga pimpinan sidang, yakni Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Taufik Kurniawan dan Agus Hermanto.

Ketiganya memutuskan WO karena fraksinya memilih opsi B dengan poin krusial menyangkut besaran presidential threshold 0 persen dalam pengambilan keputusan tersebut.

Sementara keputusan paripurna sendiri mengesahkan opsi A dengan presidential threshold 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional.

Opsi A didukung partai pemerintah, yakni Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PKB, Fraksi PPP, Fraksi Partai Nasdem dan Fraksi Partai Hanura.

Adapun partai yang mendukung opsi B adalah Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PAN, Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS.

Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra Andre Rosiade menyebut sidang paripurna DPR semalam tidak lebih sebagai aksi panggung rezim pemerintah dan partai pendukungnya. Mereka menggunakan berbagai cara agar kekuasaan Jokowi berlanjut pada periode kedua.

“Apa yang tersaji dalam paripurna semalam itu bukti bahwa rezim pemerintahan Jokowi takut. Dari kekalahan Ahok di Pilkada DKI, rezim ini kemudian menggunakan berbagai cara agar syarat pencapresan 2019 dikuasai rezim Jokowi,” terang Andre dalam keterangannya, Jumat (21/7).

Menurutnya, kekalahan Ahok dalam Pilkada DKI 2017 merupakan realitas politik yang tidak terbantahkan. Realitas politik yang bisa menjadi cerminan pada Pilpres 2019.

Rezim pemerintah kemudian memaksakan kehendaknya dengan mengesahkan RUU Pemilu meski mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“RUU Pemilu jadi alat untuk memastikan Pilpres 2019 hanya diikuti calon tunggal, agar Jokowi tidak bertemu atau head to head dengan Prabowo Subianto. Sebenarnya sudah sangat jelas jika partai pemerintah panik,” jelas Andre.

Ia menyinggung janji demi janji Jokowi dalam Pilpres 2014 lalu mengenai upaya menumbuhkan demokrasi yang sehat. Dalam kenyataannya, penegakkan hukum yang menjadi ciri pemerintahan yang demokratis jauh panggang dari api. Sebab dalam prosesnya jadi condong ke penguasa.

Masyarakat hingga kelompok yang kritis terhadap pemerintah dilibas, padahal tujuannya baik demi menjaga pemerintahan yang tegak lurus.

Terbaru, lanjut Andre, dengan dibubarkannya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melalui Perppu 2/2017. Padahal awalnya disampaikan pemerintah tetap melalui mekanisme pengadilan.

“Janji tinggal janji, jauh panggang dari api. Tidak heran jika banyak pihak menyebut rezim sekarang menuju pemerintahan yang otoriter,” kritik Andre.
Source:
Kunjungi website




Baca Artikel Terkait: