-->

Sabtu, 05 Agustus 2017

Direktur First Travel Dilaporkan ke Bareskrim dengan Pasal Pencucian Uang

JAKARTA – Izin operasional PT First Anugerah Karya (First Travel) baru saja dicabut Kemenag. Direktur Utama dan Direktur dari First Travel, Andi Surachman dan Anniesa Hasibuan, juga telah dilaporkan oleh Tim Advokasi Penyelamat Dana Umrah (TPDU) ke Bareskrim, Jumat (5/8).

Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan dijerat pidana dengan Pasal 372,378 KUHP, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Undang Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian (TPPU).

TPDU adalah sebagai kuasa hukum dari para agent First Travel dengan anggota jamaah umrah lebih dari 1.200 dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. TPDU meminta pemerintah agar membentuk semacam “Crisis Center” untuk menyelesaikan kasus perusahaan umroh tersebut.

“Untuk mencegah terjadinya timbulnya korban yang lebih banyak dan tindakan-tindakan yang dapat merugikan banyak pihak, maka kami mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan tegas terhadap First Travel, mencari jalan solusi riil secepatnya dan membentuk semacam Crisis Center untuk menyelesaian kasus ini,” demikian TPDU dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (5/8).

Tujuan utama dari laporan pidana ini adalah meminta pertanggungjawaban First Travel dan/atau pengembalian dana jamaah dan/atau para agent yang dikirimkan ke First Travel serta keberangkatan jamaah yang tak jelas jadwalnya, hanya dijanji-janjikan, terkatung-katung dan tidak diberangkatkan umrah menuju tanah suci Mekah dan Madinah.

“Kami mempertanyakan dan mempersoalkan mengapa Kementerian Agama yang memiliki otoritas sekaligus regulator pelaksanaan umrah, tidak melakukan tindakan antisipatif, preventif dan kuratif terhadap pelaksanaan umrah yang merugikan para jamaah kami? Sudah banyak yang mengadukan dan protes, sudah terkspose di berbagai media namun justeru mengapa dibiarkan? Ada apa sebenarnya?,” katanya.

TPDU mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ( PPATK ), kepolisian dan apparat penegak hukum untuk membongkar tuntas kasus ini, menyita asset-asset First Travel dan asset para Terlapor untuk dikembalikan kepada jamaah dan agent yang berhak.

Laporan Pengaduan

Seperti diberitakan sebelumnya (6/6), Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, pihaknya menerima 6.778 pengaduan tentang biro umroh bermasalah. “Yang paling banyak diadukan adalah First Travel yang mencapai 3.825 pengaduan,” kata Tulus.

Menanggapi banyaknya pengaduan tersebut, YLKI meminta masyarakat yang ingin melaksanakan ibadah umroh agar tidak mendaftar melalui biro umroh bermasalah. Selain First Travel, masih ada lima biro umroh lain yang diadukan ke YLKI.
Tulus mengatakan jumlah biro umroh di Indonesia semakin banyak. Dari keseluruhan biro umroh itu, yang mendapat izin dari Kementerian Agama sekitar 770-an biro. Masih ada biro yang tidak berizin.

“Namun, biro berizin bukan berarti kinerjanya baik. Terbukti saat ini lebih dari 100 ribuan calon jamaah umroh masih belum jelas keberangkatannya. Itu pun baru dari satu biro umroh,” tuturnya.

Permasalahan yang muncul pada biro umroh, sebagaimana pengaduan yang masuk ke YLKI, adalah keberangkatan calon jamaah yang tidak jelas. Saat calon jamaah ingin membatalkan dan meminta kembali uang yang sudah disetorkan, biro umroh mempersulit dengan berbagai alasan.

Tulus meminta masyarakat tidak tergiur dengan iming-iming tarif murah atau promo dari biro umroh. Tulus menduga tarif murah atau promo itu untuk mengeruk dana dari masyarakat dan digunakan untuk memberangkatkan ribuan calon jamaah yang belum diberangkatkan sebelumnya.

“Biro umroh menggunakan sistem gali lubang tutup lubang. Masyarakat yang saat ini mendaftar berisiko mengalami nasib serupa di kemudian hari,” katanya.

Sementara itu Anggota Komisi XI DPR RI Fathan Subchi menilai langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menutup kegiatan PT First Travel–yang menawarkan harga promo umrah hanya Rp14,3 juta–terlambat.

“Sudah banyak calon jamaah yang menjadi korban, baru dilakukan tindakan penghentian operasi. Seharusnya, ketika ditemukan indikasi merugikan masyarakat langsung diambil tindakan tegas,” kata Fathan Subchi, di Gedung MPR/DPR/DPD RI di Jakarta, Rabu.
Source:
Kunjungi website




Baca Artikel Terkait: