Islam abangan adalah istilah Jawa bagi golongan masyarakat penganut agama Islam yang tidak sepenuhnya menjalankan agama sesuai dengan syariat. Mereka menganggap dirinya muslim, namun tidak menjalankan ibadah salat lima waktu, tidak salat Jum’at bagi laki-laki, dan tidak pula menunaikan ibadah haji, meskipun mereka mampu. Rukun Islam yang mereka penuhi biasanya hanya mengucapkan kalimah syahadat, berpuasa dan zakat saja.
Islam abangan sering dikaitkan dengan adat kejawen, yakni pandangan hidup yang didasari oleh adat dan tradisi Jawa. Pandangan ini diakibatkan oleh adat dan tradisi Jawa yang masih banyak dipengaruhi ajaran agama Hindu dan Budha. Oleh karena itu, pengertian mereka tentang tirakat, puasa, karma, menitis, atau reinkarnasi merupakan hasil sinkretis dengan ajaran agama-agama tersebut.
Abangan dan Putihan
Dalam masyarakat suku bangsa Jawa, pemeluk Islam dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu Islam santri/putihan dan Islam abangan. Islam santri adalah mereka yang taat menjalankan rukun Islam sesuai dengan syariat. Mereka disebut Islam santri karena sebagian dari mereka pernah menjadi santri atau siswa pondok pesantren.
Pada masa kolonial, yang tergolong Islam santri biasanya bekerja di lingkungan swasta, kebanyakan sebagai pedagang, jarang sekali ada golongan santri yang bekerja pada instansi pemerintah. Di kalangan kraton pun biasanya golongan santri hanya menjabat sebagai penghulu, abdi dalem masjid, dan sejenisnya. Dahulu golongan Islam santri ini ini hidup mengelompok, mendiami kampus khusus yang dinamakan kauman.
Di zaman penjajahan pula, Islamabangan paling banyak berasal dari golongan priayi, golongan pegawai negeri dan pegawai kraton. Golongan petani juga banyak yang dapat digolongkan dalam Islam abangan, meskipun beberapa konsep pandangan religinya sedikit berbeda dengan priayi. Konsep religi Islam abangan petani lebih sederhana dibanding golongan priayi.
Pada era modern, sebutan Islam abangan sudah jarang digunakan, namun pada hakikatnya golongan itu masih tetap ada. Dalam masyarakat Indonesia kini, golongan tersebut sering disebut Islam KTP. Sebutan ini disebabkan mereka hanya tercatat sebagai orang Islam di dalam kartu tanda penduduk saja, namun tidak menjalankan ibadah yang diwajibkan.
Selain Islam KTP, mereka juga disebut sebagai golongan Islam sensus, karena dalam sensus nasional mereka tercatat sebagai orang Islam.
Meskipun tidak menjalankan ibadah sebagaimana seharusnya, tidak berarti pengetahuan mereka tentang Islam selalu dangkal. Banyak di antara mereka sebenarnya dapat melakukan salat, namun tidak melakukannya. Sebagai alasan, mereka umumnya merasa belum mendapatkan hidayah untuk melaksanakan kewajiban itu. Sebagain lagi tidak melaksanakan sala karena kurang memprioritaskan salat, walaupun dalam Islam salat termasuk fardu’ain (kewajiban yang mutlak).
Konsep Religi Islam Abangan
Orang Islam abangan umumnya masih mempercayai perlunya menjaga hubungan baik dengan makhluk halus. Keberadaan makhluk halus yang diakui oleh agama Islam, semakin memperkuat keyakinan mereka bahwa makhluk halus itu harus mempunyai hak hidup sama dengan manusia.
Dalam Islam dikenal adanya jin baik dan jahat. Orang abangan beranggapan bahwa jin baik dapat membantu manusia, sedangkan jin jahat dapat mencelakai manusia. Seperti manusia, makhluk gaib tersebut mempunyai kewajiban dan tugas masing-masing.
Orang abangan selalu ingin menjaga hubungan harmonis dengan makhluk-makhluk gaib di sekitarnya, sehingga tidak jarang mereka memberi sesaji untuk makhluk tersebut. Selain berbagai bentuk sesaji yang diberikan oleh individu, di beberapa desa, sesaji juga sering disajikan secara massal oleh seluruh penduduk.
Upacara yang diadakan di desa-desa itu mempunyai banyak nama, seperti bersih desa, pari pengantin dan lain sebagainya. Mereka menganggap bahwa penyediaan sesaji tidak mempengaruhi iman mereka kepada Allah, karena itu serupa dengan sedekah bagi sesama manusia atau sekedar untuk melestarikan budaya nenek moyang. Orang-orang abangan yakin jika seseorang berbuat baik kepada makhluk halus, maka makhluk itu akan berbuat baik kepada orang itu.
Untuk golongan abangan, keudukan para wali, terutama Sunan Kalijaga, menjadi panutan utama keislaman mereka. Namun, karena cerita para wali banyak diturunkan melalui mulut ke mulut, keteladanan wali ini menjadi tidak seragam.
Orang abangan sendiri lebih banyak mendengar kisah tentang berbagai kesaktian yang dipunyai para wali, sedangkan ajaran mereka yang menyangkut Islam, kurang begitu banyak diterima oleh golongannya. Kurangnya ajaran agama yang diterima orang-orang abangan, menyebabkan golongan ini tidak pernah berhimpun dalam suatu wadah khusus yang menyerupai organisasi. Terlepas dari semua itu, mereka sangat mempercayai bahwa ajaran wali itu adalah ajaran Islam. Sehingga konsep religi Islam abangan pun tetap merupakan konsep Islam.
Hubungan Islam Abangan dengan Islam Santri
Terdapat keunikan hubungan antara dua golongan ini. Meskipun memiliki perbedaan yang jelas, namun Islam abangan dan Islam santri sepanjang sejarah Indonesia selalu baik dan toleran satu sama lain.
Di satu pihak, Islam abangan menganggap bahwa baik buruk seseorang di mata Allah ditentukan oleh amal perbuatannya, bukan hanya oleh rajin tidaknya menjalankan syariat agama. Di sisi lain, golongan Islam santri meyakini bahwa pada masa yang akan datang islam abangan pun akan menjalankan syariat Islam sebagaimana seharusnya.
Selain itu, orang Jawa pada umumnya menilai seseorang bukan hanya dari cara melakukan ibadah, tetapi juga dari cara seseorang itu bermasyarakat. Mereka umumnya berpendapat bahwa cara seseorang menunaikan ibadah agama adalah urusan pribadi yang bersangkutan.
Organisasi-organisasi Islam yang muncul di tanah Jawa pada abad ke-20 M pun tidak pernah mengambil langkah keras menentang golongan Islam abangan. Salah satunya adalah Muhammadiyah, organisasi Islam yang berusaha meluruskan ajaran Islam di Indonesia.
Orang Muhammadiyah biasanya tetap berusaha toleran bila ada tetangganya melakukan sesaji, membakar kemenyan, dll. Mereka pada umumnya berusaha memberikan contoh baik dan memberitahukan bagaimana sebaiknya menurut ajaran Islam, tetapi tidak memaksakan pendapatnya. Dalam praktiknya, mereka tidak melakukan penyerahan sesaji, selamatan, dan macam-macam upacara di luar ajaran Islam, namun tidak memusuhi orang yang masih melakukannya.
Pada tahun 1960-an, Partai Komunis Indonesia (PKI) mencoba mempengaruhi konsep religi Islam abangan. Namun, usaha itu tidak berhasil, sehingga PKI mencoba mengadu domba orang Islam golongan abangan dengan santri.
Sekitar tahun 1963-1965, Harian Rakyat (koran PKI), sering membuat artikel yang isinya memuji-muji golongan Islam abangan dan memojokkan golongan Islam santri. Akan tetapi, lagi-lagi usaha yang dilakukan oleh PKI gagal. Hingga dibubarkannya PKI pada Maret 1966, pertentangan tersbuka antara golongan Islam abangan dan Islam santri belum pernah terjadi.
Pesan dari kami MateriPendidikan.Info :
Mari kita laksanakan Ajaran Islam sesuai Al Quran dan Hadis Rasulullah semaksimal mungkin, jangan terdoktrin oleh budaya lain yang hanya akan membelokan kita dari ajaran Islam itu sendiri...