-->

Jumat, 26 Januari 2018

CERITA LINTAH JALANG & NENEK RUBIAH DARI CERENTI

HIKAYAT DATUK LINTAH JALANG

*BY WELI SYAPITRI *

@ FROM CERENTI @

           

Menurut hikayat ( sagen and legend) Lintah Jalang nama aslinya adalah Tajuddin atau digelar pula “ bujang nan panjang “ adalah anak dari perkawinan Hainan Dt.bido Ruhun (ayah) dengan Zainim digelar Suri Saruni (ibu). Dilahirkan  pada pertengahan abad ke 16 di Koto Cerenti dan kemudian menetap bersama orangtuanya diKampung Pulau Bayur. Alkisah , pada saat lahir dari kandungan ibunya, ternyata ada beberapa keanehan yaitu : waktu keluar dari rahim ibunya berada dalam keadaan terbungkus dan pembungkus itu tidak mau lepas dan tetap menyatu dengan kulit badan, dan keajaiban kedua,terlihat pula dilidahnya terdapat tanda bergaris hitam seperti lintah sawah. Anak lelaki pertama dari suami istri Hainan dengan Suri Saruni  lalu diberi nama “Tajuddin”. Disaat usianya menanjak remaja , Tajuddin selalu menghabiskan waktu bermain main, pergi pagi pulang sore ( jalanh atau liar ),akhirnya tanda garis hitam seperti lintah yang ada dilidah dengan kelakuannya sehari hari sangat liar ( jalang ),maka orangtuanya selalu memanggil anaknya dengan sebutan “ LINTAH JALANG “.

          Konon pada suatu hari untuk memenuhi tuntutan ajaran agama islam, orang tua lintah jalang melaksanakan acara “ sunatan “ anaknya. Setelah dukun sunat membaca Asma Allah dan Kalimat Syahadat, pisau sembilu yang tajam diiriskan ke ujung pelipis kemaluan Lintah Jalang, tetapi tidak mempan dipotong dan tidak setetes darah pun keluar. Berkali kali dicoba tapi tidak juga putus dan akhirnya kemaluannya tetap utuh tidak dapat disunat. Merenung kejadian ini si ayah Hainan berpikir,bahwa anaknya dulu dilahirkan terbungkus ari ari lemak,dan itulah sebabnya tubuh lintah Jalang “kebal”. Kedua orang tuanya hanya dapat berpasrah kepada Allah SWT Maha Pencipta dan berdo’a untuk keselamatan anaknya Lintah Jalang dan setiap hari diajari mengaji, Sholat lima waktu dan berperilaku terpuji. Setelah mulai menginjak usia dewasa ( 17 tahun ) kedua orang tua tempat berlindung ,meminta kasih sayang,meminta nasehat dan pituah, berturut turut meninggal dunia dipanggil Allah SWT.

          Tinggallah Lintah Jalang bersama dua orang adiknya perempuan bernama Putih Linun dan Putih Salimah. Cobaan hidup yang menimpa tidak pernah henti, setiap hari Lintah Jalang dihina oleh teman temannya ,dan dikucilkan dari pergaulan mereka.

          Akhirnya Lintah Jalang mengambil keputusan bersama kedua adiknya untuk pindah meninggalkan Kampung halaman dan pergi kehutan sekitar “ Topian Tabobak” diseberang Kampung Teluk Pauh,dan karena terasa masih dekat dengan Kampung Pulau Bayur,kemudian memutuskan lagi pindah ke hutan sekitar “sungai duit “ Kampung Pasikaian.

          Pada suatu hari Lintah Jalang berburu ke hutan Teratak Siampo , ia mendengar suara jeritan perempuan, lalu ia mendekat dan ia melihat seorang gadis cantik yang sedang ketakutan melihat seekor babi hutan dibelit seekor ular besar. Si gadis  kemudian diantar kerumahnya dan memperkenalkan diri bernama “ Putri Komang “.

          Perkenalan tersebut berlanjut dengan perasaan cinta –mencintai ,dan putuslah makrifat untuk melamar Putri Komang kepada ibu bapaknya. Ternyata cobaan datang lagi, lamaran Lintah Jalang ditolak mentah-mentah. Mengingat kasih telah tertanam, cinta telah bersemi, akhirnya kedua remaja ini sepakat melarikan diri dan melangsungkan pernikahan.

          Setelah melangsungkan pernikahan kemudian Lintah Jalang dan istri menetap di Teratak Siampo dan bersama masyarakat selalu berzikir,wiritan dimesjid,bahkan sering pula tidutr di mesjid.

          Setelah Lintah Jalang menikah ( 10 tahun ) barulah dikaruniai dua orang anak kembar, anak anaknya setelah dewasa selalu membantah ajaran orang tuanya , terutama ajaran islam. Konon kabarnya setelah Lintah Jalang wafat, ia menjelma lagi hidup kedunia dalam wujud orang halus ( “JIN”), yang kemudian dikenal dengan “JIN LINTAH JALANG”.sebagai ruh halus ,Lintah Jalang telah pula dihubungkan secara “magis religious” dengan pendirian Mesjid Jamik di Koto Cerenti pada awal abad ke 18 dan pembuatan “perahu kuyuang” ( perahu jalur ).

HIKAYAT NENEK RUBIAH

*By weli syapitri*

@ From cerenti @

            Menurut hikayat,dimasa dahulu ada seorang perempuan bernama Rubiah yang tinggal disekitar Kuala Sungai Cerenti di seberang ujung Kampung Pulau Bayur yaitu di Hutan Tebing Tinggi. Beliau mempunyai suami yang dalam hikayat tidak diketahui namanya. Tatkala nenek Rubiah mengandung 3 bulan, ia mengidam mau makan daging Pelanduk bunting jantan. Suaminya tiap hari merasa hiba hati pada istrinya Rubiah karena mau makan daging Pelanduk bunting jantan tersebut,dan menurut sang suami kemana Pelanduk itu mau dicari . karena didesak Rubiah tiap bangun tidur pagi hari,lalu si suami memutuskan untuk mencari Pelanduk tersebut dikawasan hutan ,dan perbekalan dalam perjalanan disiapkan istrinya Rubiah. Berminggu-minggu, berbulan-bulan memasuki hutan belantara yang lebat puaka sakti,mulai dari kawasan hutan Ibul,Sungai Toreh sampai ke hutan Gumanti dan ke perbatasan kediaman orang-orang Kubu di hutan Batang Hari Jambi,Pelanduk bunting jantan tidak juga ditemukan dan akhirnya si suami memutuskan untuk tidak pulang kerumah istrinya sebelum Pelanduk tersebut ia dapatkan.

          Alkisah nenek Rubiah yang tinggal merasa merana sendirian dirumah mengerang kesakitan karena hendak melahirkan. Suami yang pergi tidak pulang-pulang, bayi di perut tidak mau keluar dari rahim nenek Rubiah sampai akhirnya ia meninggal dunia bersama bayi dalam kandungannya.

          Cerita tentang nenek Rubiah sampai kekampung-kampung ( Pulau Bayur, Koto, Pulau Jambu) apalagi ia dikatakan nenek yang sakti mandraguna, karena setiap orang melihat nenek Rubiah mandi ditepian batang kuantan,maka air batang kuantan menjadi bergemuruh karena hamparan riak gelombang yang oleh penduduk waktu itu disebut “Lubuak Carano”. Dilubuk carano ini didiamiseekor buaya putih dan seekor ular besar yang sering timbul pada bulan purnama,karena dimalam-malam bulan purnama tersebut nenek Rubiah selalu duduk berurai rambut ditepian mandi di lokasi lubuak carano tersebut. Buaya putih dan ular besar penghuni Batang Kuantan di Lubuak Carano tersebut adalah menjaga “Induk Emas” yang dipelihara nenek Rubiah.

          Setelah nenek Rubiah wafat dan secara pasti tidak diketahui dimana kuburannya, karena ada yang mengatakan ia meninggal di dalam rumah gubuk tinggalnya dan ada pula yang mengatakan ia terjun kedalam Lubuk Carano karena merasa kesal suaminya tidak pulang-pulang dan bayi dalam kandungan juga tidak mau keluar dari rahimnya.

          Beberapa tahun setelah nenek Rubiah  wafat,setiap orang naik perahu atau motor air melewati Lubuak Carano, maka air batang kuantan disekitarnya menjadi bergelombang kuat dan berputar-putar,dan banyaklah orang-orang yang tenggelam bersama perahu-perahunya ,namun tidak ada yang menjadi korban (meninggal ).

Sumber : http://wellysafitri.blogspot.com/2013/05/cerita-lintah-jalang-nenek-rubiah-dari_2995.html?m=1




Baca Artikel Terkait: