-->

Senin, 13 Agustus 2018

Waktu berjalan begitu cepat dan tidak terasa sekarang kita sudah berada di penghujung akhir tahun Hijriyah. Artinya sebentar lagi kita akan memasuki bulan Muharram, bulan pertama dalam hitungan tahun Hijriyah.

Berbicara tentang tahun hijriyah, Ada satu hal yang jarang diketahui oleh banyak kaum muslimin, yaitu tentang asal-usul penamaan bulan-bulan yang ada di dalamnya.

Sejatinya penggunaan nama-nama bulan hijriyah telah dipakai oleh orang-orang Arab sejak sebelum datangnya Islam. Kemudian setelah risalah Islam datang, bulan-bulan tersebut menjadi standar yang diakui dalam syariat.


Asal-usul Penamaan bulan-bulan hijriyah

Dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim, Imam Ibnu Katsir rahimahullah menukil perkataan Syekh ‘Alamudin As-Sakhawi dari salah satu karyanya yang berjudul, “Al-Masyhuur fii Asma’il Ayyam was Syuhur” Ia berkata, “Dinamakan bulan Muharram karena menjadi bagian dari bulan-bulan yang diharamkan, dan menurut saya dinamakan dengan Muharram untuk menguatkan keharamannya; karena bangsa Arab pada saat itu sikapnya berubah-rubah, tahun ini diharamkan dan tahun depannya dihalalkan,”

Beliau melanjutkan, “Bentuk jama’ dari Muharram adalah muharramat, maharim dan mahariim. Sedangkan bulan Shafar dinamakan dengan Shafar karena rumah-rumah mereka sepi dan penghuninya banyak yang keluar untuk berperang dan bepergian, seperti dalam kalimat, “Shafira al Makaan” (jika tempat tersebut kosong), bentuk jama’nya adalah ashfaar.

Sementara bulan Rabii’ul Awwal sebab penamaannya adalah karena mereka berada pada musim semi, Al irtibaa’ adalah bermukim pada musim semi, bentuk jama’nya adalah Arbaa’ seperti kata Nashiib bentuk jama’nya adalah Anshibaa’, bentuk jama’ lainnya adalah Arba’ah seperti kata Raghiif Arghifah, sedangkan Rabii’ul Akhir asal-usul penamaannya sama dengan Rabii’ul Awwal. Sedangkan Jumada dinamakan demikian karena membekunya air pada saat itu.

Lalu ia juga menjelaskan, “Bulan-bulan menurut mereka tidak berputar, dalam hal itu perlu diluruskan; jika bulan-bulan mereka mengikuti hilal maka harus berputar, maka bisa jadi penamaan dengan nama-nama tersebut terjadi pada saat awal mula membekunya air pada musim dingin, dan bentuk jama’nya adalah Jumaadiyyah seperti kata Hubaara dan Hubariyyat, terkadang bentuknya seperti mudzakkar dan terkadang sebagai muannats, maka bisa disebut dengan Jumadal Ula atau Jumadal Awwal, dan Jumadal Akhir atau Jumadal Akhirah.

Adapun bulan Rajab, berasal dari kata Tarjiib yang berarti Ta’dzim (pengagungan), bentuk jama’nya adalah Arjaab, Rijaab dan Rajabaat. Sedangkan bulan Sya’ban berasal dari banyak serta bermacam-macamnyanya suku pada saat berperang, bentuk jama’nya adalah Sya’aabiin dan Sya’banaat.

Sedangkan bulan Ramadhan dinamakan demikian karena kondisi yang sangat panas. Ar–Ramdha’ artinya panas, seperti dalam kalimat “Ramidhat Al–Fishaal” (Anak-anak unta itu kepanasan jika sedang haus), bentuk jamaknya adalah Ramadhanat, Ramaadhiin dan Armidhah. Adapun bulan Syawwal diambil dari kalimat Syaalat Al ibil bi Adznaabiha lit Thiraq yang berarti Onta menaikkan ekornya saat kawin. Bentuk jamaknya adalah Syawawil, Syawaawiil dan Syawwalaat.

Sedangkan bulan Dzul Qa’dah dinamakan demikian karena mereka beristirahat dari peperangan dan bepergian, bentuk jamaknya adalah Dzawat al Qa’dah. Sedangkan bulan Dzul Hijjah dinamakan demikian karena bulan tersebut menjadi bulan haji, bentuk jamaknya adalah Dzawat Al Hijjah.” (Lihat: Tafsir Ibnu Katsir: 4/128-129)

Demikian makna dan asal-usul penamaan bulan dalam tahun hijriah. Semoga penjelasan bisa menambahkan wawasan kita tentang khazanah keilmuan Islam. Wallahu A’lam bish shawab!




Baca Artikel Terkait: