-->

Rabu, 28 Desember 2022




A. Latar Belakang
Salah satu unsur penting dalam proses pembelajaran adalah peserta didik,oleh karena itu tugas seorang guru sebagai pengelola proses belajar mengajar tidaklah cukup ditunjang oleh penguasaan materi saja. Guru harus mengamati peserta didik guna menghantarkan peserta didik kearah tujuan atau cita-cita yang di harapkannya .Mengelola proses belajar mengajar merupakan proses yang kompleks yang melibatkan berbagai factor baik intern maupun ekstern yang semuanya saling mempengaruhi dan saling berinteraksi.Salah satu hal yang harus di perhatikan seorang pendidik adalah tentang perkembangan peserta didik ,dengan mempelajari dan mengamati perkembangan peserta didik , guru di harapkan dapat memahami pertumbuhan peserta didiknya baik laki-laki ataupun perempuan di tingkat MI/SD . Dan untuk menjadi pendidik yang baik atau dapat berpengaruh terhadap perkembangan peserta didik hendaknya kita mempelajari materi tentang tahap-tahap perkembangan peserta didik yang akan kita bahas pada makalah ini.


B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah tahap-tahap perkembangan peserta didik menurut jean piaget dan Lawrance Kohlberg ?
2. Bagaimana realisasinya perkembangan peserta didik?


PEMBAHASAN
Piaget bukanlah seorang pendidik dan tidak pernah berpura pura menjadi pendidik . Tetapi ia member suatu kerangka konseptual yang bagus untuk memandang masalah masalah pendidik. Menurut piaget ,pikiran anak bukanlah suatu kotak yang kosong ,sebaliknya anak memiliki suatu gagasan tentang dunia fisika dan alamiah yang berbeda dengan orang dewasa. Sebagai orang tua atau pendidik harus bisa memahami apa yang di katakana oleh anak atau peserta didik dan menanggapi dengan cara bicara yang sama dengan yang di gunakan oleh anak-anak .Anak atau peserta didik pada dasarnya adalah suatu makhluk yang berpengetahuan , yang selalu termotivasi untuk memperoleh pengetahuan atau dengan kata lain untuk memperoleh keaktifan belajar.
Piaget telah terkenal dengan teorinya mengenai tahapan dalam perkembangan kognisi. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran PGMI antara lain; tekanan pada keaktifan peserta didik, melibatkan partisipasi peserta didik, belajar aktif, dan guru berperan sebagai fasilitator pengetahuan, mampu memberikan semangat belajar, membina dan mengarahkan peserta didik. Guru harus mampu menghadirkan materi pelajaran PGMI yang membawa peserta didik kepada suatu kesadaran untuk mencari pengetahuan baru.
Oleh karena itu tulisan ini memaparkan tentang tahap-tahap dan realisasi perkembangan kognitif menurut Jean Piaget ,perkembangan moral dan tahap-tahapnya menurut Kohlberg.


A. Perkembangan peserta didik menurut jean piaget
Jean piaget lahir di Neuchatel, Swiss pada tanggal 9 Agustus 1896 dan meninggal di Geneva, 16 September 1980. Pada awalnya dia mendalami matakologi (ilmu yang mempelajari bekicot) . Kemudian ia belajar dan meneliti perkembangan ketiga anak nya Jacqueline, Lucienne, dan Laurent. Penelitian itu membuat ia sangat terkenal. Ia menggunakan dua metode penelitian yaitu observasi natural dan observasi klinis. Observasi natural dilakukan dengan mengamati anak secara apa adanya, pengamat tidak melakukan intervensi atau memberi perlakuan kepada anak. Metode observasi klinis dilakukan dengan cara membberi persoalan atau pernyataan kepada anak dan anak meresponnya secara verbal . Kemudian Piaget menganalisis respon anak .
Menurut Piaget (1964) perubahan perilaku akibat belajar merupakan hasil dari perkembangan kognitif anak yaitu kemampuan anak untuk berfikir tentang lingkungan sekitarnya. Anak secara aktif memahami pengetahuan dengan cara berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Berdasarkan hasil interaksi nya anak mengembangkan scheme(skema). Skema merupakan memori atau gambaran anak tentang sesuatu. Ada dua tipe skema yaitu figurative dan operatif . Skema figurative ialah skema tentang ciri benda , seperti bentuk , warna , dan tekstur.
Skema operatif adalah skema tentang hal-hal yang tidak dapat dilihat langsung dari bendanya, tetapi harus melalui proses berfikir. Misalnya , pengertian nama, jumlah benda dan volume benda, besar dan kecil.
Selain skema, piaget juga menunjukkan pentingnya adaptasi dalaam belajar. Adaptasi merupakan proses anak-anak menyesuaikan skema yang dimilikinya dengan situasi baru dili ngkungannya. Adaptasi dilakukan melalui dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses menggabungkan informasi baru dengan skema yang dimilik. Adapun akomodasi merupakan proses perubahan skema,baik secara temporer maupaun permanen agar sesuai dengan fakta dilingkungannya.[1]
Menurut Piaget, seorang anak mempunyai cara berfikir dan pendekatan yang berbeda dengan orang dewasa dalam melihat dan mempelajari realitas. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran, penekanan harus pada pemikiran peserta didik, bukan pada pemikiran pendidik. Dalam hal yang demikian, pendidik harus memahami cara berfikir peserta didik, pengalaman peserta didik, dan bagaimana peserta didik mendekati suatu persoalan.[2]
Piaget mengakui bahwa perkembangan ialah suatu yang kontinyu. Namun ia berpendapat bahwa perkembangan yang kontinyu tersebut terjadi secara sekuensial. Satu bagian di kembangkan diatas bagian yang lain yang telah ada dalam kurun waktu sebelumnya. Dengan demikian kematangan intelektual terjadi melakui tahap-tahap yang berbeda dan berurutan. Diungkapkan oleh piaget adanya 4 tahapan perkembangan yaitu tahap sensori motorik (0-2 tahun) ,tahap pra operasional (2-7 tahun), tahap operasional konkret(7-11 tahun),tahap operasional formal(11 ke atas).


B.Tahap Perkembangan Kognitif Menurut Piaget :
Ø Tahap sensori motor pada umur 0-2 tahun
Bayi lahir dengan refleks bawaan, dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang telah kompleks. Pada masa ini, anak belum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang di tangkap dengan indranya.Perilaku kognitif tampak antara lain :
1. Menyadari dirinya berbeda dengan benda-benda lain di sekitarnya .
2. Sensitif terhadap rangsangan cahaya dan suara .
3. Mencoba bertahan pada pengalaman-pengalaman yang menarik .
4. Mengidentifikasikan objek /benda dengan manipulasinya .
5. Mulai memahami ketetapan makna suatu objek meskipun lokasi dan posisinya berubah.
Ø Tahap pra operasional pada umur 2-7 tahun
Anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat di jumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja. Baru pada menjelang akhir tahun ke-2 anak telah mengenal symbol/nama:
1. Anak dapat mengaitkan pengalaman yang ada dilingkungan bermainnya dengan pegalaman pribadinya, dan karenanya ia menjadi egois.
2. Anak belum memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang membutuhkan berfikir “yang dapat dibalik” (reversible). Pikiran mereka bersifat irreversible.
3. Anak belum mampu melihat 2 aspek dari satu obyek atau situasi sekaligus dan belum mampu bernalar (reasoning) secara induktif dan deduktif.
4. Anak bernalar secara tranduktif (dari kusus ke khusus), juga belum mampu membedakan antara fakta dan fantasi.
5. Anak belum memiliki konsep kekekalan (kuantitas, materi, luas, berat dan isi).
6. Menjelang akhir tahap ini, anak mampu memberi alasan mengenai apa yang mereka percayai.[3]


Ø Tahap operasional konkrit pada umur 7-11 tahun
Anak telah dapat mengetahui symbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak. Pada masa ini anak juga sudah bisa melakukan berbagai macam tugas mengkonservasi angka melalui tiga macam proses operasi, yaitu negasi(kemampuan anak dalam memahami proses yang terjadi di antara kegiatan dan memahami hubungan antara ke duanya), resiprokasi (kemampuan melihat hubungan timbale balik ), identitas(kemampuan mengenali benda benda yang ada). Dengan demikian pada tahap ini anak sudah mampu berfikir konkret dalam memahami sesuatu sebagaimana kenyataannya, mampu mengkonservasi angka, serta memahami konsep melalui pengalaman sendiri dan lebih objektif.[4]
Tingkatan Operasi konkret (7-11 tahun) ditandai dengan penggunaan aturan logis yang jelas. Tahap Operasi Formal dicirikan dengan pemikiran abstrak, hipotesis, deduktif, serta induktif. Secara skematis, keempat tinkatan itu dapat digambarkan dalam tabel berikut.


Tabel 1. Skema Empat Tingkatan Perkembangan Kognitif Piaget.[5]

Tahap
Umur
Ciri pokok perkembangan

Sensorimotor
0-2 tahun
Ø Berdasarkan tindakan
Ø Langkah demi langkah

Pra Operasional
2-7 tahun
Ø Penggunaan simbol/bahasa tanda
Ø Konsep intuitis

Operasional konkret
8-11 tahun
Ø Pakai aturan jelas/logis
Ø Reversibel dan kekelan

Operasional formal
11 tahun ke atas
Ø Hipotesis
Ø Abstrak
Ø Deduktif dan induktif
Ø Logis dan probabilitas



Ø Tahap operasional formal pada umur 11 tahun ke atas
Tahap ini juga di sebut sebagai tahap operasi hipotetik-deduktif yang merupakan tahap tertinggi dari perkembangan intelektual.Pada periode ini juga di tandai dengan kemampuan untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal yang tidak lagi rerikat oleh objek-objek yang konkret .Perilaku kognitif yang tampak pada kita antara lain:
1. Kemampuan mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua atau lebih kemungkinan yang ada .
2. Kemampuan mengembangkan suatu proporsi atau dasar proporsi-proporsi yang di ketahui.
3. Kemampuan menarik generalisasi dan inferensasi dari berbagai kategori objek yang beragam. [6]
Menurut Piaget (1972) tahap ini dicapai anak usia 11-15 tahun. Pikiran anak lagi tidk terbatas pada benda-benda dan kejadian yang terjadi di depan matanya. Dengan mengetahui tahap perkembangan kognitif anak , diharapkan orang tua atau pendidik dapat mengembangkan kemampuan kognitif dan intelektual anak dengan tepat sesuai dengan usia perkembangan kognitifnya. Peserta didik usia SD/MI misalnya berada pada tahap konkret operasional . Untuk mengembangan kemampuan kognitifnya, terutama pembentukan pengertian konsep, dilakukan dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan alat peraga dalam pembelajaran.
Mereka memecahkan permasalahan yang dihadapi dengan reasoning dan logika. Ada pembebasan pemikiran dari pengalaman langung menuju kepemikiran yang berdasarkan proposisi dan hipotesis. Asimilasi dan akomodasi terus berperan dalam mmbentuk skema yang lebih menyeluruh pada pemikiran remaja. Pada saat ini, pemikiran remaja dengan pemikran orang dewasa sama secara kualitas, namun bereda secara kuantitas.[7]
C. Perkembangan Peserta Didik menurut Lawrence Kohlberg
Dalam kajian teoritis Kohlberg dalam penelitian panjangnya menyimpulkan bahwa perkembangan moral anak akan sejalan dengan perkembangan penalaran sehingga Kohlberg memperkenalkan istilah penalaran moral yang terdiri dari moral reasoning, moral thingking, dan moral judgement.
Menurut Kohlberg selama tahun tahun pertama perkembangan anak belum terdapat kehidupan moral dalam arti yang sebenarnya karena anak belum bisa membedakan baik buruk denga pertimbangan penalarannya, perilaku marol sebenarnya dilakukan hanya berdasar pembiasaan norma atau kewibawaan moral, penilain moral pad anak-anak belum memiliki struktur yang jelas.
Penalaran moral tidak terkait dengan pertaanyaan baik buruk, tetapi terkait dngan jawabann atas pertanyaan mengapa sesuatu diaanggap baik buruk. Moralitas dipandang suatu konflik antara kepenntingan diri dan lingkungan yaitu antara hak dan kewajiban yang harus diselesaikan, sehingga penalaran moral di identikkan dengan penyelesaian konflik antara kepentingan diri dan lingkungan.
Dengan cara ini Kohlberg membagi tahap perkembmbangan moral yang sifatnya universal, terdapat enam tahap dalam perkembangan moral yang terkait satu dengan yang lainnya dalam tiga tingkatan. Keterkaitan terjamin sedemikian rupa sehingga setiap tingkatan meliputi dua tahap. Sesuai dengan perkembangan penalaran moral tersebut di dahului dengan tahapan : Pra-Moral Yaitu perkembangan moral pada belita. Yang berisi orientasi hukuman dan kepatuhan: anak mendasarkan perbuatannya atas otoritas konkrit dari orng dewasa, serta orientasi relativis instrumental: tahap ini perbuatan bisa dianggap baik jika dapat di ibaratkan seprti alat yang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dan kadang kadng kebutuhan orang lain.
Ketergantungan emosional dan rasa takut yang dialami anak untuk mendapat akibat dari perilaku yang tidak sesuai dengan otoritas dapat sebagai alat pembentukan perilaku dengan penanaman desiplin.Sehubungan dengan perkembangan moral anak pada masa ini penelitian Kohlberg juga menemukan bahwa anak mulai beralih ke tingkat konvensional antara usia 10-13 tahun , dimana perbuatan mulai di nilai atas dasar norma umum dan kewajiban dan otoritas pribadi.
Pada masa ini anak mulaianak mulai menyasuaikan penilaian dan perilakunya dengan harapan orang orang disekitarnya ataupun norma yang berlaku dalam kelompok social , sehingga memenuhi harapan keluarga atau kelompok sosialnya merupakan suatu yang berharga bagi anak. Anak mulai lepas dari konsekwensi atau akibat dari perbuatan tersebut . pada tahapan ini anak tidak sekedar menyesuaikan pada harapan orang tertentu tetapi mulai ada loyalitas aktif, yang menunjang serta membenarkan norma yang berlaku.[8]


D. Tahap Perkembangan Moral menurut Lawrance Kohlberg
Lawrance Kohlberg berdasarkan hasil studinya menyatakan bahwa perkembangan moralitas pada anak-anak itu pada dasarnya dapat dilukiskan tahapan dan ciri-cirinya sebagai berikut:
Ø The punishment obedience orientation
Anak berusaha menghindari hukuman , menaruh respect karena melihat aturan yang bersangkutan .
Ø The interpersonal concordance orientation
Suatu perilaku di pandang baik jika menyenangkan , dan membantu orang lain, kau akan di setujui / di terima kalau berbuat baik .
Ø The instrumental relativist orientation
Sesuatu itu di pandang benar kalau dapat memuaskan dirinya , juga orang lain. Pragmatig morality . Hubungan insane seperti jual-beli, kau cubit aku, kucubit kau.
Ø Authority and social order maintaining orientation
Perilaku yang benar adalah menunaikan tugas kewajiban , menghargai kewibawaan , dan mempertahankan peraturan yang berlaku.
Ø The social contract legalistic orientation
Pelaksanaan undang-undang dan hak-hak individu diuji secara kritis .Aturan yang diterima masyarakat penting .prosedur penyusunan aturan di tekankan :rasional.
Ø The universal ethical principle orientation
Kebenaran di definisikan atas kesesuaian dengan kata hati, prinsip-prinsip etika yang logis dan komprehensif . pengakuan atas hak dan nilai asasi manusia dan individu .[9]
Berdasarkan penelitiannya selama kurang lebih lima tahun ,Lawrence Kohlberg menyimpulkan ada tiga tingkatan perkembangan moral . Masing-masing tingkatan terbagi lagi atas dua tahap sehingga keseluruhannya ada enam tahap . Tingkatan perkembangan moral tersebut dapat di lihat sebagai berikut:
· Pra konvensi (4-10 thun) : anak belum menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi social . pada perkembangan moral di tingkat 1 tredapat 2 tahap yaitu:
1. Menghindari hukum dan mendapat ganjaran
2. Sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi
· Konvensi (10-13 tahun) : anak sudah mengangap moral sebagai kesepakatan tradisi social. Pada perkembangan moral di tingkat 2 terdapat 2 tahap yaitu:
1. Agar di nilai baik atau mendapat pujian
2. Kepatuhan atas peraturan hokum
· Pasca konvensi (13 tahun ke atas ) : anak memandang moral lebih dari sekedar kesepakatan tradisi social . pada perkembangan moral di tingkat 3 terdapat tahap yaitu:
1. Memperhatikan hak perseorangan
2. Memperhatikan prisip-prinsip etika
Menurut Kohlberg sendiri , terdapat kemungkinan perkembangan moral seseoranng hanya sampai tahap lima atau empat atau lebih rendah meskipun ia telah dewasa . Pada setiap tahapan perkembangan, dalam kehidupan manusia senantiasa berlangsung seiring dengan kegiatan belajar . Seperti dalam proses perkembangan yang lannya, proses perkembangan sosial dan moral selalu berkaitan dengan proses belajar. Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial sangat bergantung pada kualitas proses belajar (khususnya belajar sosial), baik dilingkungan sekolah, keluarga, maupun di lingkungan masyarakat. Hal ini bermakna bahwa proses belajar sangat menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral, agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral yang berlaku dalam masyarakat.
Dalam dunia psikologi belajar terdapat aneka ragam mazhab (aliran pemikiran) yang berhubungan dengan perkembangan moral. Diantara ragam mazhab perkembangan sosial ini paling menonjol dan layak dijadikan rujukan adalah:
1. 1Aliran teori cognitive Psychology dengan tokoh utama Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg.
2. Aliran teori Social Learning dengan tokoh utama Albert. Bandura dan R.H Walters.
Pada tokoh-tokoh psikologi tersebut telah banyak melakukan penelitia yang mana pada penelitiannya setiap tahapan perkembangan sosial anak selalu dihubungkan dengan perkembangan perilaku moral yaitu perilaku baik dan buruk menurut norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Menurut teori Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap. Dalam Teori Kohlberg mendasarkan teori perkembangan moral pada prinsip-prinsip dasar hasil temuan Piaget. Menurut Kohlberg sampai pada pandangannya setelah 20 tahun melakukan wawancara yang unik dengan anak-anak. Dalam wawancara, anak-anak diberi serangkaian cerita dimana tokoh-tokohnya menghadapi dilema-dilema moral.
Berikut ini ialah dilema Kohlberg yang paling populer: Di Eropa seorang perempuan hampir meninggal akibat sejenis kanker khusus. Ada satu obat yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat tersebut adalah sejenis radium yang baru-baru ini ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang sama. Biaya membuat obat ini sangat mahal, tetapi sang apoteker menetapkan harganya 10X lebih mahal dari biaya pembuatan obat tersebut.


PENUTUP


Kesimpulan
Piaget memang tidak banyak menulis tentang pendidikan, tetapi dia memberikan rekomendasi tentang masalah ini. Bagi Piaget, belajar adalah keaktifan peserta didik, sesuai dengan tahap perkembangan kognisinya. Pendidikan Islam adalah momot nilai, yang terinternalisasi dalam diri peserta didik melalui belajar dalam proses pembelajaran. Sehingga tampilan peserta didik mencerminkan kepribadianyang memiliki kesalehan individual dan sosial. Dalam mewujudkan kepribadian tersebut,pembelajaran agama seyogyanya dapat mempertimbangkan teori perkembangan kognisi Piaget. Sehingga pemilihan materi, kegiatan belajar peserta didik, serta peran guru agama dapat mendorong dan menciptakan peserta didik aktif dalam belajar sehingga peserta bergairah dan meyenangkan dalam belajar agama, karena kontektual dan berguna bagi peserta didik.


DAFTAR PUSTAKA


Suyanto Slamet, 2005, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini,Penerbit Hikayat publishing, Yogyakarta.


Riyanto Yatim, 2012, Paradigma Baru Pembelajarn Sebagai Referensi Bagi Guru Atau Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas, Penerbit kencana prenada media group, Jakarta.


Hartinah Siti, 2008, Perkembangan Peserta Didik, Penerbit PT Refika Aditama , Bandung .


Endang Poerwanti,Widodo Nur , 2002, Perkembangan Peserta Didik , Penerbit Universitas
Muhammadiyah Malang , Malang.


Paul Suparno, 2001, Teori perkembangan kognitif Jean Piaget, Yoyakarta: Kanisius




Baca Artikel Terkait: