-->

Kamis, 20 Oktober 2016

Monitoring dan Evaluasi, Pengawasan, Supervisi Akademik, Pengawasan Klinis, Administrasi dalam MSDP

by Zahroti Musanif

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kualitas Pendidikan sebagai salah satu pilar Pengembangan Sumber Daya Manusia, sangat penting maknanya bagi Pembangunan Nasional, yaitu dalam rangka membangun masyarakat yang kokoh dan ekonomi yang kompetitif di masa depan. Pendidikan merupakan landasan vital pembentuk karakter bangsa atau dapat sebagai masa depan bangsa. Dibutuhkan manusia yang ‘sadar’ akan haknya sebagai jiwa terdidik dengan moral serta perannya dalam kehidupan yang beradab. Salah satu masalah pendidikan yang kita hadapi dewasa ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi guru, penyediaan dan perbaikan sarana/prasarana pendidikan, serta peningkatan mutu manajemen sekolah.  
Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang merata. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu yang cukup menggembirakan, namun sebagian lainnya masih memprihatinkan. Manajemen Sumber Daya Pendidikan ( MSDP)  yang merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat, orang tua, para praktisi yang teoritisi pendidikan dapat dibentuk untuk meningkatkan kualitas dengan pengelolaan bersama antara sekolah dan masyarakat. Dengan begitu diharapkan sekolah serta masyarakat dapat ikut berkonstribusi dalam peningkatan mutu pendidikan dasar secara signifikan. Meski demikian terdapat keragaman yang besar dalam kemampuan sekolah di setiap daerah untuk melaksanakan otoritas yang telah diberikan tersebut. Guna mencapai  tujuan desentralisasi pendidikan tersebut, pemerintah melakukan restrukturisasi dalam penyelenggaraan pendidikan, terutama yang berkenaan dengan struktur kelembagaan pendidikan, mekanisme pengambilan keputusan dan manajemen pendidikan di pusat dan daerah

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:
1.      Bagaimana Monitoring dan Evaluasi dalam MSDP ?
2.      Bagaimana Pengawasan dalam MSDP ?
3.      Bagaimana Supervisi Akademik dalam MSDP ?
4.      Bagaimana Pengawasan Klinis dalam MSDP?
5.      Bagaimana Administrasi dalam MSDP?
C.    Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan makalah ini, yaitu:
1.      Untuk mengetahui bagaimana Monitoring dan Evaluasi dalam MSDP ?
2.      Untuk mengetahui agaimana Pengawasan dalam MSDP ?
3.      Untuk mengetahui Supervisi Akademik dalam MSDP ?
4.      Untuk mengetahui bagaimana Pengawasan Klinis dalam MSDP?
5.      Untuk mengetahui bagaimana Administrasi dalam MSDP? 


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Monitoring Evaluasi
1.      Pengertian Monitoring Evaluasi
Monitoring merupakan kegiatan untuk mengetahui apakah program yang dibuat itu berjalan dengan baik sebagaiman mestinya sesuai dengan yang direncanakan, adakah hambatan yang terjadi dan bagaiman para pelaksana program itu mengatasi hambatan tersebut. Monitoring terhadap sebuah hasil perencanaan yang sedang berlangsung menjadi alat pengendalian yang baik dalam seluruh proses implementasi.
Penilaian (Evaluasi) merupakan tahapan yang berkaitan erat dengan kegiatan monitoring, karena kegiatan evaluasi dapat menggunakan data yang disediakan melalui kegiatan monitoring. Dalam merencanakan suatu kegiatan hendaknya evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan, sehingga dapat dikatakan sebagai kegiatan yang lengkap. Evaluasi diarahkan untuk mengendalikan dan mengontrol ketercapaian tujuan. Evaluasi berhubungan dengan hasil informasi tentang nilai serta memberikan gambaran tentang manfaat suatu kebijakan. Istilah evaluasi ini berdekatan dengan penafsiran, pemberian angka dan penilaian. Evaluasi dapat menjawab pertanyaan “Apa pebedaan yang dibuat”. 
2.      Tujuan Monitoring Evaluasi
Monitoring bertujuan mendapatkan umpan balik bagi kebutuhan program yang sedang berjalan, dengan mengetahui kebutuhan ini pelaksanaan program akan segera mempersiapkan kebutuhan tersebut. Kebutuhan bisa berupa biaya, waktu, personel, dan alat. Pelaksanaan program akan mengetahui berapa biaya yang dibutuhkan, berapa lama waktu yang tersedia untuk kegiatan tersebut. Dengan demikian akan diketahui pula berapa jumlah tenaga yang dibutuhkan, serta alat apa yang harus disediakan untuk melaksanakan program tersebut. Evaluasi bertujuan memperoleh informasi yang tepat sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan tentang perencanaan program, keputusan tentang komponen input pada program, implementasi program yang mengarah kepada kegiatan dan keputusan tentang output menyangkut hasil dan dampak dari program kegiatan. Secara lebih terperinci monitoring bertujuan untuk: 
a.       Mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan; 
b.      Memberikan masukan tentang kebutuhan dalam melaksanakan program;
c.       Mendapatkan gambaran ketercapaian tujuan setelah adanya kegiatan; 
d.      Memberikan informasi tentang metode yang tepat untuk melaksanakan kegiatan;
e.       Mendapatkan informasi tentang adanya kesulitan-kesulitan dan hambatan-hambatan selama kegiatan; 
f.       Memberikan umpan balik bagi sistem penilaian program; 
g.      Memberikan pernyataan yang bersifat penandaan berupa fakta dan nilai.[1]

3.      Fungsi Monitoring Evaluasi
a.       Proses pengambilan keputusan berjalan atau berhentinya/perubahan sebuah atau beberapa program yang berkaitan dilakukan melalui proses evaluasi. Fungsi Pengawasan dalam kerangka kegiatan monitoring dan evaluasi terutama kaitannya dengan kegiatan para pimpinan dalam tugas dan tanggung jawabnya adalah sebagai berikut: 
b.      Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap pejabat yang diserahi tugas dan wewenang dalam pelaksanaan pekerjaan. 
c.       Membidik para pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. 
d.      Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, kelainan dan kelemahan agar tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan. 
e.       Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan agar pelaksanaan pekerjaan tidak mengalami hambatan dan pemborosan-pemborosan. 
Evaluasi sebagai kegiatan yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan monitoring memiliki fungsi sebagai berikut: 
a.             Evaluasi sebagai pengukur kemajuan;
b.            Evaluasi sebagai alat perencanaan; 
c.             Evaluasi sebagai alat perbaikan. 
Dengan uraian di atas maka dapat dijelaskan bahwa fungsi monitoring yang pokok adalah: mengukur hasil yang sudah dicapai dalam melaksanakan program dengan alat ukur rencana yang sudah dibuat dan disepakati; menganalisa semua hasil pemantauan (monitoring) untuk dijadikan bahan dalam mempertimbangkan keputusan serta usaha perbaikan dan penyempurnaan
4.      Komponen MONEV
Manajemen sekolah sebagai sistem, memiliki komponen-komponen yang saling terkait secara sistematis satu sama yang lain yaitu konteks, input, proses, output, dan outcame.
a.       Input
Input adalah segala sesuatu yang harus tersedia dan siap karena dibutuhkan untuk  kelangsungan proses. Sesuatu yang dimaksud tidak harus berupa barang, tetapi juga perangkat-prangkat lunak dan harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Secara garis besar, input dapat dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu harapan, sumberdaya dan input manjemen. Harapan-harapan berupa visi-misi, tujuan dan sasaran. Sumberdaya dibagi menjadi dua yaitu sumber daya manusia dan non manusia. Input manejemen terdiri atas tugas, rencana, program, regulasi (ketentuan-ketentuan, limitasi, prosedur kerja, dan sebagainya), dan pengendalian atau tindakan turun tangan.
b.      Proses
Proses adalah berubahnya seseuatu menjadi sesuatu yang lain. Dalm manajemen sekolah sebagai sistem, proses terdiri proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, prosese evaluasi sekolah dan proses akuntabilitas. Dengan demikian fokus evaluasi pada proses adaah pemantauaan (monitoring) implementasi menejemen sekolah sehingga dapat ditemukan informasi tentang konsistensi atau inkonsistensiantara rancangan desain menejemen saekolah semula dan proses impementasi yang sebenarnya. Konsistensi antara rancangan dan proses pelaksanaan akan mendukung terciptanya sasaran sedangkan inkonsistensi akan menjurus kepada kegagalan manajemen sekolah. Dengan didapatkan informasi inkonsistensi tersebut, dapat dilakukan koreksi terhadap pelaksanaan.
c.       Output
Output adalah hasil nyata dari pelaksanaan manajemen sekolah. Hasilnya nyata yang dimaksudkan dapat berupa prestasi akademik, dan prestasi non akademik. Fokus evaluasi output adalah mengevaluasi sejauh mana  sasaran yang diharapkan dicapai oleh manejemen sekolah. Dengan kata lain, sejauhmana “hasil nyata sesaat” sesua dengan sasaran yang diharapkan. Tentunya makin besar kesuaiaan makin besar pula kesuksesannya manajemen sekolah.
d.      Outcome
Outcome adalah hasil manejemen sekolah jangka panjang berbeda dengan output yang hanya menyangkut menejemen sekolah sesaat jangka pendek. Oleh karena itu fokus evaluasi outcome adalah pada dampak meanajemen sekolah jangka panjang baik dampak individu, institusional dan sosial untuk melakukan eveluasi, pada umumnya di gunakan analisis biaya-manfaat.[2]
5.      Metode Pengumpulan MONEV
a.       Dokumen
Dokumen adalah cara yang dilakukan untuk memperoleh data langsung, seperti buku-buku yang relevan, hasil belajar, laporan kegiatan, catatan guru dan lain sebagainya, yang dapat digunakan untuk data pendukung dalam kegiatan monitoring dan evaluasi.
b.      Wawancara
Wawancara adalah cara yang dilakukan bila monitoring ditujukan pada seseorang. Instrumen wawancara adalah pedoman wawancara. Wawancara itu ada dua macam, yaitu wawancara langsung dan wawancara tidak langsung.
c.       Observasi
Observasi ialah kunjungan ke tempat kegiatan secara langsung, sehigga semua kegiatan yang sedang berlangsung atau obyek yang ada diobservasi dan dapat dilihat. Semua kegiatan dan obyek yang ada serta kondisi penunjang yang ada mendapat perhatian secara langsung.
6.      Jenis MONEV
Terdapat dua jenis monitoring dan evaluasi sekolah yaitu internal dan eksternal. 
a.       Internal
Monitoring dan evaluasi internal adalah monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh sekolah itu sendiri. Pada umumnya pelaksanaan monitoring dan evaluasi internal adalah warga sekolah sendiri yaitu kepala sekolah, guru, siswa, orang tua seiswa, guru bimbingan dan penyuluhan dan warga sekolah lainnya. Tujuan utama monitoring dan evaluasi internal adalah mengetahui tingkat kemajuan dirinya sendiri sehubungan dengan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.

b.       Eksternal
Monitoring dan evaluasi eksternal adalah mnitoring dan evaluasii yang dilaksanankan oleh pihak eksternal sekolah. Hasil monitoring evaluasi eksternal dapat digunakan untuk rewads siistem terhadap individu sekolah, meningkatkan kompetisi antar sekolah, kepentingan akuntabilitas publik, memperbaiki sistem yang ada secara keseluruhan, dan membentu sekolah mengembangkan dirinya.[3]
B.     Kepengawasan
1.   Pengertian Pengawasan
Pengawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut. Pengawasan juga bisa diartikan sebagai  fungsi administratif dimana administrator  memastikan bahwa apa yang dikerjakan sesuai dengan yang dikehendakai.Pengawasan didalamnya terdapat aktivitas pemeriksaan apakah semua berjalan sesuai dengan rencana yang dibuat, instruksi yang dikeluarkan, dan prinsip - prinsip yang telah ditetapkan.[4]
Berikut merupakan definisi pengawasan menurut para ahli :[5]
Menurut Murdick, Pengawasan merupakan proses dasar yang secara esensial tetap diperlukan, bagaimanapun rumit dan luasnya organisasi.
Menurut Antony, Dearden dan Bedford, Pengawasan dimaksudkan untuk memastikan agar anggota organisasi melaksanakan apa yang dikehendaki dengan mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi serta memanfaatkannya untuk mengendalikan organisasi.
Menurut Winardi, Pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil yang direncanakan.
Menurut Basu Swasta, Pengawasan merupakan fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat memberikan hasil seperti yang diinginkan.

2.      Macam-Macam Pengawasan
Pada dasarnya ada beberapa jenis pengawasan yang dapat dilakukan, yaitu:
a.       Pengawasan Intern dan Ekstern
Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.” Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat (built in control) atau pengawasan yang dilakukan secara rutin oleh inspektorat jenderal pada setiap kementerian dan inspektorat wilayah untuk setiap daerah yang ada di Indonesia, dengan menempatkannya di bawah pengawasan Kementerian Dalam Negeri.
Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh unit pengawasan yang berada di luar unit organisasi yang diawasi. Dalam hal ini di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang merupakan lembaga tinggi negara yang terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun. Dalam menjalankan tugasnya, BPK tidak mengabaikan hasil laporan pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah, sehingga sudah sepantasnya di antara keduanya perlu terwujud harmonisasi dalam proses pengawasan keuangan negara. Proses harmonisasi demikian tidak mengurangi independensi BPK untuk tidak memihak dan menilai secara obyektif aktivitas pemerintah.
b.      Pengawasan Preventif dan Represif
Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan.” Lazimnya, pengawasan ini dilakukan pemerintah dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan pelaksanaan keuangan negara yang akan membebankan dan merugikan negara lebih besar. Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem pelaksanaan anggaran dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung, sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi lebih awal.
Di sisi lain, pengawasan represif adalah “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan.” Pengawasan model ini lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, di mana anggaran yang telah ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan dan pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan.
c.       Pengawasan Aktif dan Pasif
Pengawasan dekat (aktif) dilakukan sebagai bentuk “pengawasan yang dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan.” Hal ini berbeda dengan pengawasan jauh (pasif) yang melakukan pengawasan melalui “penelitian dan pengujian terhadap surat-surat pertanggung jawaban yang disertai dengan bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran.” Di sisi lain, pengawasan berdasarkan pemeriksaan kebenaran formil menurut hak (rechmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah sesuai dengan peraturan, tidak kadaluarsa, dan hak itu terbukti kebenarannya.” Sementara, hak berdasarkan pemeriksaan kebenaran materil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah memenuhi prinsip ekonomi, yaitu pengeluaran tersebut diperlukan dan beban biaya yang serendah mungkin.”
Pengawasan kebenaran formil menurut hak (rechtimatigheid) dan pemeriksaan kebenaran materiil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid). Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara, pengawasan ditujukan untuk menghindari terjadinya “korupsi, penyelewengan, dan pemborosan anggaran negara yang tertuju pada aparatur atau pegawai negeri.” Dengan dijalankannya pengawasan tersebut diharapkan pengelolaan dan pertanggung jawaban anggaran dan kebijakan negara dapat berjalan sebagaimana direncanakan. [6]
3.   Tahapan Pengawasan
Menurut Nanang Fattah ada tiga tahapan dalam melaksanakan pengawasan:
a.    Menetapkan standard-standard pelaksanaan
Penetapan standar biaanya dilakukan pada proses perencanaan. Penentuan standar mencakup criteria untuk semua lapisan pekerjaan (job performance) yang terdapat dalam suatu organisasi.Standar yang ditetappkan harus merupakan standar yang jelas, dapat diukur dan mengandung batas waktu yang spesifik.Standaradalahkriteria-kriteria untuk mengukur elaksanaan pekerjaan. Criteria-kriteria tersebut dapat dalam bentuk kunatitatif dan kualitatif
Standar pelaksanaan pekerjaan bagi suatu aktivitas menyangkut criteria : ongkos, waktu, kuantitas, dan kualitas. Sedangkan Koonts, O Donnel dan Murdick dalam nanang Fattah mengemukakan lima ukuran kritissebagai standar : fisik, ongkos, program, pendapatan dan standar yang tidak bisa diraba (ingtangible), khusus standar ingtangible merupakan standar yang sulit diukur, biasanya tidak dinyatakan dalam ukuran kuantitas.
b.      Pengkuran hasil / pelaksanaan pekerjaan
Tahap kedua dari proses pengawasan adalah pengukuran hasil/pelaksanaan. Metode dan teknik koreksinya dapaat dilihat/ dilaksanakan melalui fungsi-fungsi manajemen, dari perencanaan, sebagai tolak ukur dari semua proses manajemen. Dilanjutkan dengan pengorganisasian, memeriksa apakah struktur organisasi sesuai dengan standar, apakah tugas dan kewajiban telah dimengerti dengan baik dan apakah perlu penataan kembali anggota.
c.       Menentukan Deviasi atau Penyimpangan dan Mengadakan Tindakan Perbaikan
Fase ini akan dilaksanakan apabila dipastikan terjadi penyimpangan. Perbaikan diartikan tindakan yang diambil untuk menyesuaikan hasil pekerjaan nyata yang menyimpang agar sesuai dengan standar atau yang telah ditentukan sebelumnya. Bila penyimpangan terjadi, perbaikan tidak dapat dilakukan secara serta merta dapat menyesuaikan hasil pekerjaan yang sesuai dengan standar atau rencana. Oleh karena itu, pelaporan menjadi penting sehingga sebelum terlamabat, penyimpangan-penyimpangan tersebut dapat diketahui dan dapat segera untuk diambil tindakan pencegahan sehingga semua pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan sesuai dengan rencana.[7]
4.      Prinsip-Prinsip Pengawasan
Prinsip adalah sesuatu yang harus diperhatikan oleh seorang pengawas dalam menjalankan tugas kepengawasannya. Hal ini penting, sebab kegiatan kepengawasan yang dilakukan tanpa memperhatikan prinsip-prinsip kepengawasan tersebut akan dapat mengurangi kualitas keberhasilan kegiatan tersebut. Berbagai prinsip umum yang harus diperhatikan oleh seorang pengawas dalam menjalankan tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut:
a.       Trust artinya kegiatan pengawasan dilaksanakan dalam pola hubungan kepercayaan antara pihak sekolah dengan pihak pengawas sekolah sehingga hasil pengawasannya dapat dipercaya.
b.      Realistic artinya kegiatan pengawasan dan pembinaannya dilaksanakan berdasarkan data eksisting sekolah.
c.       Utility artinya proses dan hasil pengawasan harus bermuara pada manfaat bagi sekolah untuk mengembangkan mutu dan kinerja sekolah binaannya.
d.      Supporting, Networking dan Collaborating artinya seluruh aktivitas pengawasan pada hakikatnya merupakan dukungan terhadap upaya sekolah menggalang jejaring kerja sama secara kolaboratif dengan seluruh stakeholder.
e.       Testable, artinya hasil pengawasan harus mampu menggambarkan kondisi kebenaran objektif dan siap diuji ulang atau dikonfirmasi pihak manapun.[8]
C.    Supervisi Akademik
Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran Glickman (1981).  Sementara itu,  Daresh (1989) menyebutkan bahwa supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran.
Dengan demikian,  esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya. Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola pembelajaran. Apabila di atas dikatakan, bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran, maka menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan prosesnya. Penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran sebagai suatu proses pemberian estimasi kualitas unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, merupakan bagian integral dari serangkaian kegiatan supervisi akademik. Apabila dikatakan bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya, maka dalam pelaksanaannya terlebih dahulu perlu diadakan penilaian kemampuan guru, sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu dikembangkan dan cara mengembangkannya.
Sergiovanni menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian unjuk kerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat realita kondisi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya:  Apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas? Apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan murid-murid di dalam kelas? Aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yang berarti bagi guru dan murid?  Apa yang telah dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan akademik? Apa kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana cara mengembangkannya?. Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini akan diperoleh informasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Namun satu hal yang perlu ditegaskan di sini, bahwa setelah melakukan penilaian unjuk kerja guru tidak berarti selesailah tugas atau kegiatan supervisi akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan perancangan dan pelaksanaan pengembangan kemampuannya. Dengan demikian, melalui supervisi akademik guru akan semakin mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya. Alfonso, Firth, dan Neville menegaskan “Instructional supervision is here in defined as: behavior officially designed by the organization that directly affects teacher behavior in such a way to facilitate pupil learning and achieve the goals of organization”.Menurut Alfonso, Firth, dan Neville, ada tiga konsep pokok (kunci) dalam pengertian supervisi akademik.
Supervisi akademik harus secara langsung mempengaruhi dan mengembangkan perilaku guru dalam mengelola proses pembelajaran. Inilah karakteristik esensial supervisi akademik. Sehubungan dengan ini, janganlah diasumsikan secara sempit, bahwa hanya ada satu cara terbaik yang bisa diaplikasikan dalam semua kegiatan pengembangan perilaku guru. Tidak ada satupun perilaku supervisi akademik yang baik dan cocok bagi semua guru. Tegasnya, tingkat kemampuan, kebutuhan, minat, dan kematangan profesional serta karakteristik personal guru lainnya harus dijadikan dasar pertimbangan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program supervisi akademik Perilaku supervisor dalam membantu guru mengembangkan kemampuannya harus didesain secara ofisial, sehingga jelas waktu mulai dan berakhirnya program pengembangan tersebut. Desain tersebut terwujud dalam bentuk program supervisi akademik yang mengarah pada tujuan tertentu. Oleh karena supervisi akademik merupakan tanggung jawab bersama antara supervisor dan guru, maka alangkah baik jika programnya didesain bersama oleh supervisor dan guru.
Tujuan akhir supervisi akademik adalah agar guru semakin mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya.
Tujuan supervisi akademik adalah membantu guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran yang dicanangkan bagi murid-muridnya (Glickman, 1981). Melalui supervisi akademik diharapkan kualitas akademik yang dilakukan oleh guru semakin meningkat (Neagley, 1980). Pengembangan kemampuan dalam konteks ini janganlah ditafsirkan secara sempit, semata-mata ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar guru, melainkan juga pada peningkatan komitmen (commitmen) atau kemauan (willingness) atau motivasi (motivation) guru, sebab dengan meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas pembelajaran akan meningkat. Sedangkang menurut Sergiovanni (1987) ada tiga tujuan supervisi akademik, yaitu:
Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud membantu guru mengembangkan kemampuannya profesionalnnya dalam memahami akademik, kehidupan kelas, mengembangkan keterampilan mengajarnya dan menggunakan kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu.
Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud untuk memonitor kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan memonitor ini bisa dila-kukan melalui kunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas di saat guru sedang mengajar, percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya, maupun dengan sebagian murid-muridnya.
Supervisi akademik diselenggarakan untuk mendorong guru menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong guru mengembangkan kemampuannya sendiri, serta mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang sungguh-sungguh (commitment) terhadap tugas dan tanggung jawabnya.
Menurut Alfonso, Firth, dan Neville (1981) supervisi akademik yang baik adalah supervisi  yang mampu berfungsi mencapai multitujuan tersebut di atas. Tidak ada keberhasilan bagi supervisi akademik jika hanya memerhatikan salah satu tujuan tertentu dengan mengesampingkan tujuan lainnya. Hanya dengan merefleksi ketiga tujuan inilah supervisi akademik akan berfungsi mengubah perilaku mengajar guru. Pada gilirannya nanti perubahan perilaku guru ke arah yang lebih berkualitas akan menimbulkan perilaku belajar murid yang lebih baik. Alfonso, Firth, dan Neville (1981) mengemukakan bahwa perilaku supervisi akademik secara langsung berhubungan dan berpengaruh terhadap perilaku guru. Ini berarti, melalui supervisi akademik, supervisor mempengaruhi perilaku mengajar guru sehingga perilakunya semakin baik dalam mengelola proses belajar mengajar. Selanjutnya perilaku mengajar guru yang baik itu akan mempengaruhi perilaku belajar murid. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa tujuan akhir supervisi akademik adalah terbinanya perilaku belajar murid yang lebih baik.
Berkaitan  dengan prinsip-prinsip supervisi akademik, akhir-akhir ini, beberapa literatur telah banyak mengungkapkan teori supervisi akademik sebagai landasan bagi setiap perilaku supervisi akademik. Beberapa istilah, seperti demokrasi (democratic), kerja kelompok (team effort), dan proses kelompok (group process) telah banyak dibahas dan dihubungkan dengan konsep supervisi akademik. Pembahasannya semata-mata untuk menunjukkan kepada kita bahwa perilaku supervisi akademik itu harus menjauhkan diri dari sifat otoriter, di mana supervisor sebagai atasan dan guru sebagai bawahan. Begitu pula dalam latar sistem persekolahan, keseluruhan anggota (guru) harus aktif berpartisipasi, bahkan sebaiknya sebagai prakarsa, dalam proses supervisi akademik, sedangkan supervisor merupakan bagian darinya.  Semua ini merupakan prinsip-prinsip supervisi akademik modern yang harus direalisasikan pada setiap proses supervisi akademik di sekolah-sekolah.
Selain tersebut di atas, berikut ini ada beberapa prinsip lain yang harus diperhatikan dan direalisasikan oleh supervisor dalam melaksanakan supervisi akademik, yaitu:
Supervisi akademik harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis. Hubungan kemanusiaan yang harus diciptakan harus bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal. Hubungan demikian ini bukan saja antara supervisor dengan guru, melainkan juga antara super- visor dengan pihak lain yang terkait dengan program supervisi akademik. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya supervisor harus memiliki sifat-sifat, seperti sikap membantu, memahami, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias, dan penuh humor (Dodd, 1972).
Supervisi akademik harus dilakukan secara berkesinambungan. Supervisi akademik bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu jika ada kesempatan. Perlu dipahami bahwa supervisi akademik merupakan salah satu essential function dalam keseluruhan program sekolah (Alfonso dkk., 1981 dan Weingartner, 1973). Apabila guru telah berhasil mengembangkan dirinya tidaklah berarti selesailah tugas supervisor, melainkan harus tetap dibina secara berkesinambungan. Hal ini logis, mengingat problema proses pembelajaran selalu muncul dan berkembang.
Supervisi akademik harus demokratis. Supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi akademiknya. Titik tekan supervisi akademik yang demokratis adalah aktif dan kooperatif. Supervisor harus melibatkan secara aktif guru yang dibinanya. Tanggung jawab perbaikan program akademik bukan hanya pada supervisor melainkan juga pada guru. Oleh sebab itu, program supervisi akademik sebaiknya direncana- kan, dikembangkan dan dilaksanakan bersama secara kooperatif dengan guru, kepala sekolah, dan pihak lain yang terkait di bawah koordinasi supervisor.
Program supervisi akademik harus integral dengan program pendidikan. Di dalam setiap organisasi pendidikan terdapat bermacam-macam sistem perilaku dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan. Sistem perilaku tersebut antara lain berupa sistem perilaku administratif, sistem perilaku akademik, sistem perilaku kesiswaan, sistem perilaku pengembangan konseling, sistem perilaku supervisi akademik (Alfonso, dkk., 1981). Antara satu sistem dengan sistem lainnya harus dilaksanakan secara integral. Dengan demikian, maka program supervisi akademik integral dengan program pendidikan secara keseluruhan. Dalam upaya perwujudan prinsip ini diperlukan hubungan yang baik dan harmonis antara supervisor dengan semua pihak pelaksana program pendidikan (Dodd, 1972).
Supervisi akademik harus komprehensif. Program supervisi akademik harus mencakup keseluruhan aspek pengembangan akademik, walaupun mungkin saja ada penekanan pada aspek-aspek tertentu berdasarkan hasil analisis kebutuhan pengembangan akademik sebelumnya. Prinsip ini tiada lain hanyalah untuk memenuhi tuntutan multi tujuan supervisi akademik, berupa pengawasan kualitas, pengembangan profesional, dan memotivasi guru.
Supervisi akademik harus konstruktif. Supervisi akademik bukanlah sekali-kali untuk mencari kesalahan-kesalahan guru. Memang dalam proses pelaksanaan supervisi akademik itu terdapat kegiatan penilaian unjuk kerjan guru, tetapi tujuannya bukan untuk mencari kesalahan-kesalahannya. Supervisi akademik akan mengembangkan pertumbuhan dan kreativitas guru dalam memahami dan memecahkan problem-problem akademik yang dihadapi.
Supervisi akademik harus obyektif. Dalam menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi, keberhasilan program supervisi akademik harus obyektif. Objektivitas dalam penyusunan program berarti bahwa program supervisi akademik itu harus disusun berdasarkan kebutuhan nyata pengembangan profesional guru. Begitu pula dalam mengevaluasi keberhasilan program supervisi akademik. Di sinilah letak pentingnya instrumen pengukuran yang memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi untuk mengukur seberapa kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran.
Para pakar pendidikan telah banyak menegaskan bahwa seseorang akan bekerja secara profesional apabila ia memiliki kompetensi yang memadai.  Seseorang tidak akan bisa bekerja secara profesional apabila ia hanya memenuhi salah satu kompetensi di antara sekian kompetensi yang dipersyaratkan. Kompetensi tersebut merupakan perpaduan antara kemampuan dan motivasi. Betapapun tingginya kemampuan seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional apabila ia tidak memiliki motivasi kerja yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Sebaliknya, betapapun tingginya motivasi kerja seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional apabila ia tidak memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya.
Supervisi akademik yang baik harus mampu membuat guru semakin kompeten, yaitu guru semakin menguasai kompetensi, baik kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Oleh karena itu, supervisi akademik harus menyentuh pada pengembangan seluruh kompetensi guru.  Menurut Neagley (1980) terdapat dua aspek yang harus menjadi perhatian supervisi akademik baik dalam perencanaannya, pelaksanaannya, maupun penilaiannya.
Pertama, apa yang disebut dengan substantive aspects of professional development (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek substantif). Aspek ini menunjuk pada kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui supervisi akademik. Aspek ini menunjuk pada kompetensi yang harus dikuasai guru. Penguasaannya merupakan sokongan terhadap keberhasilannya mengelola proses pembelajaran. Ada empat kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui supervisi akademik, yaitu yaitu kompetensi-kompetensi kepribadian, pedagogik, professional, dan sosial. Aspek substansi pertama dan kedua merepresentasikan nilai, keyakinan, dan teori yang dipegang oleh guru tentang hakikat pengetahuan, bagaimana murid-murid belajar, penciptaan hubungan guru dan murid, dan faktor lainnya. Aspek ketiga berkaitan dengan seberapa luas pengetahuan guru tentang materi atau bahan pelajaran pada bidang studi yang diajarkannya.
Kedua, apa yang disebut dengan professional development competency areas (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek kompetensi). Aspek ini menunjuk pada luasnya setiap aspek substansi. Guru tidak berbeda dengan kasus profesional lainnya. Ia harus mengetahui bagaimana mengerjakan (know how to do) tugas-tugasnya. Ia harus memiliki pengetahuan tentang bagaimana merumuskan tujuan akademik, murid-muridnya, materi pelajaran, dan teknik akademik. Tetapi, mengetahui dan memahami keempat aspek substansi ini belumlah cukup. Seorang guru harus mampu menerapkan pengetahuan dan pemahamannya. Dengan kata lain, ia harus bisa mengerjakan (can do). Selanjutnya, seorang guru harus mau mengerjakan (will do) tugas-tugas berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Percumalah pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh seorang guru, apabila ia tidak mau mengerjakan tugas-tugasnya dengan sebaik-baiknya. Akhirnya seorang guru harus mau mengembangkan (will grow) kemampuan dirinya sendiri.[9]



D.    Supervisi Klinis
Supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran melalui siklus yang sistematis mulai dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis yang intesif terhadap penampilan pembelajarannya dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran. Pendapat lain juga mengatakan bahwa supervisi klinis adalah suatu teknologi perbaikan pembelajaran  tujuan yang dicapai dan memadukan kebutuhan dan pertumbuhan personal.[10]
Beberapa alasan mengapa supervisi klinis diperlukan, diantaranya:
1.      Tidak ada balikan dari orang yang kompeten sejauhmana praktik profesional telah memenuhi standar kompetensi dan kode etik
2.      Ketinggalan iptek dalam proses pembelajaran
3.      Kehilangan identitas profesi
4.      Kejenuhan profesional (bornout)
5.      Pelanggaran kode etik yang akut
6.      Mengulang kekeliruan secara masif
7.      Erosi pengetahuan yang sudah didapat dari pendidikan prajabatan (PT)
8.      Siswa dirugikan, tidak mendapatkan layanan sebagaimana mestinya
9.      Rendahnya apresiasi dan kepercayaan masyarakat dan pemberi pekerjaan
Secara umum tujuan supervisi klinis untuk :
1.      Menciptakan kesadaran guru tentang tanggung jawabnya terhadap pelaksanaan kualitas proses pembelajaran.
2.      Membantu guru untuk senantiasa memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
3.      Membantu guru untuk mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang muncul dalam proses pembelajaran
4.      Membantu guru untuk dapat menemukan cara pemecahan masalah yang ditemukan dalam proses pembelajaran
5.      Membantu guru untuk mengembangkan sikap positif dalam mengembangkan diri secara berkelanjutan.
Beberapa prinsip yang menjadi landasan bagi pelaksanaan supervisi klinis, adalah:
1.      Hubungan antara supervisor dengan guru, kepala sekolah dengan guru, guru dengan mahasiswa PPL adalah mitra kerja yang bersahabat dan penuh tanggung jawab.
2.      Diskusi atau pengkajian balikan bersifat demokratis dan didasarkan pada data hasil pengamatan.
3.      Bersifat interaktif, terbuka, obyektif dan tiidak bersifat menyalahkan.
4.      Pelaksanaan keputusan ditetapkan atas kesepakatan bersama.
5.      Hasil tidak untuk disebarluaskan
6.      Sasaran supervisi terpusat pada kebutuhan dan aspirasi guru, dan tetap berada di ruang lingkup pembelajaran.
7.      Prosedur pelaksanaan berupa siklus, mulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan (pengamatan) dan tahap siklus balikan.

Pelaksanaan supervisi klinis berlangsung dalam suatu siklus yang terdiri dari tiga tahap berikut:
1.      Tahap perencanaan awal. Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: (a) menciptakan suasana yang intim dan terbuka, (b) mengkaji rencana pembelajaran yang meliputi tujuan, metode, waktu, media, evaluasi hasil belajar, dan lain-lain yang terkait dengan pembelajaran, (c) menentukan fokus obsevasi, (d) menentukan alat bantu (instrumen) observasi, dan (e) menentukan teknik pelaksanaan obeservasi.
2.      Tahap pelaksanaan observasi. Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain: (a) harus luwes, (b) tidak mengganggu proses pembelajaran, (c) tidak bersifat menilai, (d) mencatat dan merekam hal-hal yang terjadi dalam proses pembelajaran sesuai kesepakatan bersama, dan (e) menentukan teknik pelaksanaan observasi.
3.      Tahap akhir (diskusi balikan). Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain: (a) memberi penguatan; (b) mengulas kembali tujuan pembelajaran; (c) mengulas kembali hal-hal yang telah disepakati bersama, (d) mengkaji data hasil pengamatan, (e) tidak bersifat menyalahkan, (f) data hasil pengamatan tidak disebarluaskan, (g) penyimpulan, (h) hindari saran secara langsung, dan (i) merumuskan kembali kesepakatan-kesepakatan sebagai tindak lanjut proses perbaikan.[11]
E.     Administratif
Administrasi pendidikan dan manajemen adalah dua istilah yang hampir sama artinya, hanya dewasa ini istilah manajemen lebih lebih dikenal dan umum dipakai di dalam dunia perusahaan/ekonomi daripada di dalam dunia pendidikan. Hal tersebut dikarenakan dalam proses administrasi pendidikan terdapat kegiatan manajemen, dimana proses administrasi pendidikan bukan hanya menyangkut urusan-urusan material, tetapi juga personal dan spiritual.[12]
Dalam pengenalan ilmu administrasi pendidikan dan manajemen, kiranya sangat perlu pembahasan kali lebih dispesifikkan. Pengelompokan Ilmu Administrasi terdiri atas (a) pengelompokan yang bersifat administrasi umum, (b) pengelompokan di bidang pembangunan, (c) pengelompokan yang bersifat sektoral, dan (d) pengelompokan atas dasar Pelayanan administratif (administrative services). Pengelompokan yang terakhir yaitu pelayanan administratif dilakukan oleh satuan kerja yang disebut dengan Kantor (Perkantoran) atau Manajemen Kantor (Perkantoran). Administrasi Perkantoran bertugas membantu pelaksanaan tugas pokok/tujuan Organisasi/Badan Usaha. Administrasi Kantor/Perkantoran biasanya disebut “Sekretariat” atau “Tata Usaha” yang bertugas melakukan pelayanan administratif, berupa urusan: Kerumahtanggaan, Ketatausahaan, Kepegawaian, Keuangan, dan sebagainya yang bersifat pelayanan intern (internal services).
Untuk menemukan ciri-ciri admnistrasi manajemen pendidikan yang ideal tentunya harus ditentukan dulu ruang lingkup, tujuan fungsi administrasi manajemen pendidikan. di bawah ini akan diuraikan secara singkat bagaimana sebenarnya peranan administrasi pada lembaga pendidikan :
Pada dasarnya, ilmu admnistrasi merupakan ilmu terapan dari sosiologi, psikologi serta antropologi. Dimana administrasi pendidikan erat hubungannya dengan metode pengelolaan sumber daya manusia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitasnya. Di sekolah, guru sebagai tenaga pengajar akan menjalankan fungsi administrasi pembelajaran, mengelola murid, mengukur kemajuan murid dan kegiatan belajar lainnya yang dilaksanakan di sekolah formal.
Setiap kegiatan di dalam proses administrasi pendidikan di arahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. tujuan pendidikan tergambar di dalam kurikulum sekolah masing-masing. Adanya unsure tujuan ini menimbulkan perlunya pengadministrasian pelaksanaan kurikulum yang menjadi tugas dan tanggung-jawab kepala sekolah bersama guru-guru dan pegawai sekolah lainnya.[13]
Melihat uraian tersebut, bahwa ranah administasi manajemen pendidikan adalah focus kegiatan pada kegiatan administrasi pendidikan. Dimana para pelaksananya adalah :
1.      Pemerintah sebagai pelayan kebutuhan sekolah
2.      Sekolah sebagai pelaksana tekhnis kegiatan pembelajaran. Kerjasama antara pemerintah dengan fihak sekolah ( guru, pegawai, kepala sekolah ) merupakan kontak administrasi manajemen pendidikan dan nantinya akan menciptakan suasana manajerial yang beroreintasi kepada meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.

Dari uraian di atas, bahwa ranah admnistrasi manajemen pendidikan harus didukung  oleh ilmu pengetahuan tentang tujuan pendidikan serta berbagai wahana untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Wahana pendukung tersebut meliputi : ilmu-ilmu yang berkaitan seperti, psikologi pendidikan, sosiologi pendidikan, antropologi, ilmu komukasi, dan bimbingan. Ilmu-ilmu tersebut akan memberikan dasar dalam pengelolaan murid yang menjadi bidang garapan admnistrasi pendidikan.[14]

Fungsi-fungsi Manajemen Administrasi pendidikan
Dalam pembahasan ini akan diuraikan secara singkat fungsi-fungsi manajemen administrasi dalam pendidikan yang diantaranya adalah: 
Perencanaan organisasi
1.      koordinasi
2.      komunikasi
3.      oraganisasi
4.      supervisi-kepegawaian-pembiayaan
5.      evaluasi[15]
Dengan eksisnya sebuah tata administrasi yang tertib dan teratur serta kuat menjadikan daya kerja dalam sebuah instansi lebih efektif dan efisien. Adapun untuk menguatkan hal tersebut tata administrasi dalam sebuah sekolah sebagai berikut :[16]
Adapun job dari tenaga adminsitrasi kesiswaan meliputi;
1.      Mengisi buku induk siswa
2.      Mengisi nilai raport pada buku induk siswa
3.      Mencatat kondisi siswa, berkenaan dengan presensi siswa
4.      Pengisian buku klapper
5.      Pelayanan administrasi kesiswaan
6.      Mencatat dan membukukan mutasi siswa
7.      Administrasi Kurikulum
Menyusun sebuah kurikulum sebagai pedoman proses kegiatan belajar dan mengajar dalam sebuah instansi guna mensukseskan dan memperlancar kegiatan yang eksis di instansi tersebut.
Adapun job dari tenaga administrasi kepegawaian meliputi ;
1.      Membuat buku induk pegawai
2.      Mempersiapkan usul kenaikan pangkat pegawai negeri, prajabatan, Karpeg, cuti pegawai, dan lain – lain.
3.      Membuat inventarisasi semua file kepegawaian, baik kepala sekolah, guru, maupun tenaga tata administrasi.
4.      Membuat laporan rutin kepegawaian harian, mingguan, bulanan, dan tahunan.
5.      Membuat laporan data sekolah dan pegawai.
6.      Mencatat tenaga pendidik yang akan mengikuti penataran.
7.      Mempersipkan surat keputusan Kepala Sekolah tentang proses KBM, surat tugas, surat kuasa, dan lain – lain.
Adapun job dari tenaga administrasi keuangan meliputi:[17]
1.      Membuat file keuangan sesuai dengan dana pembangunan.
2.      Membuat laporan data usulan pembayaran gaji, rapel ke Pemerintah Kota.
3.      Membuat pembukuan penerimaan dan penggunaan dana pembangunan.
4.      Membuat laporan dana pembangunan pada akhir tahun anggaran.
5.      Membuat laporan Rancangan Anggaran Pendapatan Bantuan Sekolah ( RAPBS ). 
6.      Membuat laporan tribulan dana Bantuan Operasional Sekolah ( BOS ).
7.      Menyetorkan pajak PPN dan PPh.
8.      Membagikan gaji atau rapel.
9.      Menyimpan dan membuat arsip peraturan keuangan sekolah.
10.  Administrasi Perlengkapan/Inventerisasi
11.  Job dari tenaga administrasi yang berkecimpung dalam inventarisasi meliputi
12.  Mengklasifikasikan setiap item yang akan diinventasisasi.
13.  Mengisi golongan inventaris.
14.  Mengisi golongan non inventaris.
15.  Memberikan kode ataupun nomor pada barang inventaris.
16.  Memberikan kode ataupun nomor pada barang non inventaris.
17.  Mencatatkan dan mengisi barang inventaris apa saja pada buku induk inventaris.
18.  Mencatat penerimaan barang inventaris dan non inventaris.
19.  Membuat daftar penggunaan barang inventaris.
20.  Mencatat daftar penggunaan barang inventaris.
21.  Membuat rencana penambahan barang inventaris.
22.  Membuat laporan setiap tribulan atau tahunan.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Monitoring merupakan kegiatan untuk mengetahui apakah program yang dibuat itu berjalan dengan baik sebagaiman mestinya sesuai dengan yang direncanakan, adakah hambatan yang terjadi dan bagaiman para pelaksana program itu mengatasi hambatan tersebut. Monitoring terhadap sebuah hasil perencanaan yang sedang berlangsung menjadi alat pengendalian yang baik dalam seluruh proses implementasi.
2.      Pengawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut.
3.      Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran Glickman (1981).  Sementara itu,  Daresh (1989) menyebutkan bahwa supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran.
4.      Supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran melalui siklus yang sistematis mulai dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis yang intesif terhadap penampilan pembelajarannya dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran.
5.      Ilmu admnistrasi merupakan ilmu terapan dari sosiologi, psikologi serta antropologi. Dimana administrasi pendidikan erat hubungannya dengan metode pengelolaan sumber daya manusia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitasnya. Di sekolah, guru sebagai tenaga pengajar akan menjalankan fungsi administrasi pembelajaran, mengelola murid, mengukur kemajuan murid dan kegiatan belajar lainnya yang dilaksanakan di sekolah formal.
Setiap kegiatan di dalam proses administrasi pendidikan di arahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. tujuan pendidikan tergambar di dalam kurikulum sekolah masing-masing. Adanya unsure tujuan ini menimbulkan perlunya pengadministrasian pelaksanaan kurikulum yang menjadi tugas dan tanggung-jawab kepala sekolah bersama guru-guru dan pegawai sekolah lainnya
B.     Saran
Adapun saran penulis dalam hal ini adalah hendaknya pemerintah memberikan perhatian lebih khusus kepada pendidik dan aspek-aspek didalamnya. Agar sumber daya pendidikan kita kedepanya tidak tertinggal lebih jauh dari negara lain. Semoga kualitas pendidikan di Indonesia semakin maju dan berkembang.



DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Tenaga Kependidikan, Metode dan Teknik Supervisi. Jakarta: Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Depdiknas, 2008
Handoyo, T. Hani, Manajemen. Edisi 2,Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2003
Soekartawi, Monitoring dan Evaluasi, Proyek Pendidikan. Jakarta : Pustaka Jaya, 2008
Zamroni.. Meningkatkan MUTU Sekolah: Teori, Strategi dan Prosedur, Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2007
Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran,  Bandung:ALFABETA, 2010
Iim Waliman, dkk. 2001. Supervisi Klinis (Modul Manajemen Berbasis Sekolah). Bandung: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat
M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: Rosdakarya, 1987.
Nur Aedi, Pengawasan Pendidikan: Tinjauan Teori dan Praktek, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014[1] Musfirotun Yusuf, Manajemen Pendidikan Sebuah Pengantar, Pekalongan : STAIN Pekalongan Press, 2012
Soewarno Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, Jakarta: Agung. 1996
Surya Subrata, Manajemen Pendidikan di Sekolah, Jakarta. PT.Rineka Cipta, 2004
Yusuf, Musfirotun, Manajemen Pendidikan Sebuah Pengantar, Pekalongan:  STAIN Pekalongan Press, 2012





[1] Soekartawi, Monitoring dan Evaluasi, Proyek Pendidikan. (Jakarta : Pustaka Jaya, 2008), hlm. 124
[2] Zamroni.. Meningkatkan MUTU Sekolah: Teori, Strategi dan Prosedur, ( Jakarta: PSAP Muhammadiyah, ,2007), hlm. 89-90
[4] Nur Aedi, Pengawasan Pendidikan: Tinjauan Teori dan Praktek, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hlm. 2
[5] Musfirotun Yusuf, Manajemen Pendidikan Sebuah Pengantar, (Pekalongan : STAIN Pekalongan Press, 2012), hlm. 87.
[7] Yusuf, Musfirotun, Manajemen Pendidikan Sebuah Pengantar. (Pekalongan:  STAIN Pekalongan Press, 2012. ), hlm. 127
[8] Ibid, 136
[9] https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/03/04/konsep-supervisi-akademik/ unduh 19-10-16, lihat juga pada Direktorat Tenaga Kependidikan, Metode dan Teknik Supervisi. Jakarta: Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Depdiknas, 2008
[10] Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran, ( Bandung:ALFABETA, 2010), hlm. 194
[11] Iim Waliman, dkk. 2001. Supervisi Klinis (Modul Manajemen Berbasis Sekolah). (Bandung: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat), hlm. 156-157
[12] M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan( Bandung: Rosdakarya, 1987), hlm.7-8.
[13] Ibid, hlm. 9
[14] Soewarno Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Gunung (Jakarta: Agung. 1996), hlm.23
[15] Ngalim Purwanto, Op Cit, hlm. 14
[16] Handoyo, T. Hani, Manajemen. Edisi 2,( Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2003), hlm. 34
[17] Surya Subrata, Manajemen Pendidikan di Sekolah,( Jakarta. PT.Rineka Cipta, 2004 ), hlm.19

Note: dikutip dari berbagai sumber 



Baca Artikel Terkait: