-->

Minggu, 23 November 2014


ILMU DALAM PERSPEKTIF RASIONALISME
ANALISIS KRITIS TERHADAP KELEBIHAN DAN KELEMAHANNYA

Makalah Ini
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu
Filsafat Ilmu




Oleh

Afdhal Ilahi

NIM. 21491106473


Dosen Pengampu

Dr. Hidayat Syah M.A


PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS PASCA SARJANA UNIVERSITAS  ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU PEKANBARU
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Pada akhir abad keenam belas, filsafat telah berhenti. Descarteslah yang memulainya kembali. Filsafat dimulai untuk yang pertama kalinya pada abad keenam Sebelum Masehi di Yunani Kuno. Dua abad kemudian, tercapai zaman keemasan filsafat dengan munculnya Sokrates, disusul dengan Plato dan Aristoteles. Setelah itu, hampir selama 2000 tahun, tidak terjadi apa pun. Tidak ada sesuatu yang orisinal. Tentu saja memang ada sejumlah filsuf yang dilahirkan selama periode 2000 tahun tersebut. Filsuf dari Aleksandria pada abad ketiga, Plotinus, mendandani filsafat Plato hingga terbentuknya Neoplatonisme. Santo Agustinus dari Hippo memperbaiki lagi filsafat Neoplatonisme untuk bisa diterima dalam teologi Kristiani. Cendikiawan muslim Averroes memperbaiki sebagian filsafat Aristoteles, sedangkan Thomas Aquinas mencangkoknya lagi agar menjadi pas dengan teknologi Kristiani. [1]
Keempat orang ini telah melincinkan jalannya sejarah filsafat, tapi tidak ada di antara mereka yang seutuhnya mengajukan filsafat baru yang mereka susun sendiri. Pada hakikatnya, karya-karya mereka hanyalah berupa komentar dan pengolahan filsafat Plato dan Aristoteles. Dengan cara ini, kedua filsuf yang tidak beragama ini(mereka berdua jelas bukan Yahudi,Muslim, atau nasrani) pun menjadi pilar bagi gereja Kristen. Trik-trik intelektual yang menakjubkan ini menjadi fondasi utama Skolastisisme, sebuah nama yang diberikan bagi kegiatan filsafat pada zaman perntanggahan. Skolatisisme adalah filsafat gereja yang membanggakan diri dengan ketidaksejatiannya. Gagasan-gagasan filsafat revolusioner dianggap sebagai bidaah, Inkuisisi, dan berakhir menjadi abu di tempat pembakaran. Gagasan-gagasan Plato dan Aristoteles pun akhirnya secara perlahan-lahan terkubur ditengah komentar-komentar teologi Kristiani, sehingga filsafat pun layu kering.Pada pertangahan abad kelima belas, tahap perkembangan yang “mati enggan hidup tak mau” ini dialami dalam hampir semua bidang upaya intelektual
  Descartes menjadi pelopor dan tokoh rasionalisme serta besar pengaruhnya pada abad-abad yang mengikutinya. Descartes merupakan bapak filsafat modern karena dia yang menghidupkan kembali filsafat pada masa itu dengan metode sendiri dan terlepas dari pemikiran tokoh filosof yang lain. Metode yang digunakannya adalah metode keragu-raguan. Walaupun ahli-ahli filsafat sesudah Descartes tidak semua setuju dengan pemikirannya, tetapi mereka menerima kedaulatan budi seluruhnya yang merupakan pangkal dan sumber berfikir. Penganut rasionalismenya adalah Spinoza dan Leibniz. Secara histori filsafat Barat dapat di bagi ke dalam lima kurun waktu, yaitu:
1.      Zaman Yunani Kuno(6  SM- 6M)
2.      Abad Pertengahan(6 M -16 M)
3.      Zaman Renaissans (14 M -16 M)
4.      Zaman Modern (17- 19 M)
5.      Zaman Kontemporer ( Abad 20 – Sekarang)[2]
Adapun yang akan menjadi permasalahan yang akan menjadi bahasan dalam makalah ini adalah tentang pandangan tokoh-tokoh  aliran rasionalisme terhadap ilmu beserta kelebihan dan kekurangannya.
B.  Rumusan Penulisan
1.    Apa konsep dari rasionalisme?
2.    Siapa-siapa sajakah tokoh  rasionalisme?
3.    Apa kelebihan dari aliran rasionalisme?
4.    Apa  saja kelemahan dari aliran  rasionalisme?
C.  Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui  seperti apa konsep rasionalisme
2.    Untuk mengetahui siapa  saja tokoh yang menganut aliran rasionalisme
3.    Untuk mengetahui kelemahan dari aliran rasionalisme
4.    Untuk mengetahui kelebihan dari aliran rasionalisme
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Konsep Rasionalisme
 Secara etimologis Rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini berakar dari kata bahasa Latin ratio yang berarti “akal”. Akar kata Rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Metode pemikiran yang digunakan adalah deduktif [3] dan teladan yang digunakan adalah ilmu pasti. [4] Penarikan kesimpulan secara deduktif ini menggunakan pola berfikir ysng disebut silogisme. Silogisme ini terdiri dari  dua buah pernyataan (premis minor dan premis mayor) dan sebuah kesimpulan. [5]
Sementara itu, secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Rasionalisme menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang memenuhi syarat semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya dapat dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang telah didapatkan oleh akal. Akal tidak memerlukan pengalaman. Akal dapat menurunkan kebenaran daripada dirinya sendir, yaitu atas dasar asas-asas pertama yang pasti. Metode yang diterapkan adalah deduktif dan teladan yang dikemukakan adalah ilmu pasti.[6]
Rasio merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah yang dapat membawa orang kepada kebenaran. Yang benar hanyalah tindakan akal. Karena rasio saja yang dianggap sebagai sumber kebenaran, maka aliran ini disebut rasionalisme. Adapun pengetahuan indera dianggap sering menyesatkan. Rasionalisme adalah paham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalis, suatu pengetahuan diperoleh dengan cara berfikir.[7]
 Akal merupakan alat satu-satunya mencari kebenaran. Menurut rasionalis indera hanya menyesatkan saja, seperti sebuah bulpen yang dicelupkan ke dalam air, maka ia seperti bengkok, padahal pada kenyatannya bullpen tersebut tidak bengkok, dari contoh tersebut bisa di ambil kesimpulan bahwa indera sangat menipu dan akallah yang mampu mencari jwaban dari kebenaran sesuatu.
Aliran rasionalisme ada dua macam, yaitu dalam bidang agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama, aliran rasionalisme adalah lawan dari otoritas dan biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran agama. Adapun dalam bidang filsafat, rasionalisme adalah lawan dari empirisme dan sering berguna dalam menyusun teori pengetahuan. Hanya saja, empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan jalan mengetahui objek empirisme, sedangkan rasuionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berfikir, pengetahuan dari empirisme dianggap sering menyesatkan. Adapun alat berfikir adalah kaidah-kaidah yang logis.
Unsur-unsur utama dari teori ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.    Perincian yang lengkap dan pemerikaan menyeluruh diperlukan supaya tidak ada yang terlupakan.
2.    Berfikir runtut dengan memulai dari hal yang sederhana sedikit demi dekiti untuk sampai kepadahal  yang lebih rumit
3.    Adanya pendirian bahwa  keberan-kebenaran yang hakiki itu secara  langsung  dapat diperoleh dengan menggunakan akal sebagai sarananya
4.    Adanya  penjabaran secara logika deduksi untuk memberikan pembuktian  seketat mungkin lain-lain segi dari seluruh bidang pengetahuan berdasarkan atas apa yang dianggap sebagai kebenaran hakiki. [8]
 Pada zaman modern muncullah tokoh-tokoh filsafat baru yang menganut paham rasionalisme. Mereka muncul karena mereka tak setuju dan tak sepaham dengan ajaran agama mereka sendiri. Adapun tokoh pertama rasionalisme ialah Descartes, selanjutnya Spinoza, Blaise Pascal,  Christian Wolf, Liebniz dari Jerman. Di dalam Islam muncul tokoh Islam yang menganut aliran ini seperti Ikhwan al –Shafa, al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Maskawih. [9]
Rasionalisme adalah faham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat penting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan. Sejarah rasionalisme sudah tua sekali. Thales telah menerapkan rasionalisme dalam filsafatnya. Ini dilanjutkan dengan jelas sekali pada orang-orang sofis dan tokoh-tokoh penentangnya (Socrates, Plato, Aristoteles).[10]
B.  Tokoh Rasionalisme
1.      Rene Descartes(1596-1650)
Rene Descartes(1596-1650) adalah filsuf Perancis zaman modern yang  merintis  ilmu pengetahuan beliau  dijuluki “bapak filsafat modern”. [11]Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran. Ia menyatakan, bahwa ilmu pengetahuan harus satu, tanpa bandingannya, harus disusun oleh satu orang, sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu metode yang umum. Yang harus dipandang sebagai hal yang benar adalah apa yang jelas dan terpilah-pilah (clear and distinctively). Ilmu pengetahuan harus mengikuti langkah ilmu pasti karena ilmu pasti dapat dijadikan model cara mengenal secara dinamis.
Ada tiga ide bawaan yang diajarkan Descartes, yaitu:
  1. Pemikiran; saya memahami diri saya makhluk yang berpikir, maka harus diterima juga bahwa pemikiran merupakan hakikat saya.
  2. Tuhan merupakan wujud yang sama sekali sempurna; karena saya mempunyai ide “sempurna”, mesti ada sesuatu penyebab sempurna untuk ide itu, karena suatu akibat tidak bisa melebihi penyebabnya.
  3. Keluasaan; saya mengerti materi sebagai keluasaan atau ekstensi, sebagaimana hal itu dilukiskan dan dipelajari oleh ahli-ahli ilmu ukur.
Rene Descartes mempunyai keinginan yang besar untuk menciptakan pemikiran yang baru dan berdiri di atas metodenya sendiri. Descartes melihat bahwa filosof-filosof sebelumnya hanya mengomentari pemikiran-pemikiran Plato dan Aristoteles yang menurutnya sangat membingunkan. Semasa Descartes mempelajari filsafat Plato dan Aristoteles Ia meragukan kebenaran pemikiran mereka, sehingga muncullah keingginan yang kuat untuk menemukan sesuatu yang baru di dalam dunia filsafat.
             Rene descartes adalah filosof yang mendirikan aliran rasionalisme . Rasionalisme dapat didefinisikan sebagai paham yang menekankan pikiran sebagai sumber utama pengetahuan dan pemegang otoritas terakhir bagi penentuan kebenaran. Manusia dengan akalnya memiliki kemampuan untuk mengetahui struktur dasar alam semesta secara apriori. Rasionalisme menyatakan bahwa sumber pengetahuan manusia adalah akal atau ide. [12]
             Descartes menepikan fungsi  indera dalam menemukan kebenaran, Menurutnya indera hanya menipu dan akallah satu-satunya yang harus menjadi panutan pertama dalam merumuskan kebenaran sesuatu. Seperti ketika sebuah bulpen dicelupkan kedalam air, sekilas terlihat bulpen tersebut bengkok, tetapi pada kenyataannya bulpen tersebut tidaklah bengkok, atau seperti ketika melihat matahari, hal yang terlihat bahwa seakan matahari yang mengelilingi bumi padahal kenyataannya bumi lah yang mengelilingi matahari. Jadi, dari dua contoh tersebut Descartes menarik kesimpulan bahwa indera sangatlah menipu dan tidak bisa dijadikan sebagai alat satu-satunya dalam mencari kebenaran. Tetapi fungsi akallah yang harus diutamakan.
              Akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia, menurut aliran ini, memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek.[13] Dan kesimpulannya adalah segala sesuatu yang masuk akal disebut dengan rasional.
             Akal manusia merupakan salah satu potensi jiwa, dan disebut rasional soul. Ia ada dua macam, pertama praktis bertugas mengendalikan badan dan mengatur tingkah laku. Kedua, teoritis khusus berkenaan dengan persepsi dan epistimologi, karena akal praktis inilah yang menerima persepsi-persepsi inderawi dan meringkas pengertian-pengertian universal daripadanya dengan bantuan akal aktif, yang terhadap jiwa kita bagaikan matahari terhadap pandangan mata kita.  Dengan akal, kita bisa menganalisa dan membuktikan. Dengan akal pula, kita menyingkap realita-realita ilmiah, karena akal merupakan salah satu pintu pengetahuan.[14]
              Akal merupakan suatu anugerah yang diberikan kepada manusia yang digunakan untuk berfikir dan  untuk mencari hakikat sesuatu atau dalam mencari kebenaran. Dengan akal pula manusia bisa mengetahui sruktur alam dan masih banyak lagi hal-hal lainnya yang mampu dikenal dan diketahui melalui akal.
              Descartes melahirkan beberapa pemikirannya dengan metode keragu-raguan . Descartes ingin mencapai kepastian. Jika orang ragu-ragu, tampaklah ia berfikir, sehingga ia akan tampak dengan segera adanya sebab dari proses berfikir tersebut. Oleh karena itu, dari metoda keraguan ini, muncullah kepastian tentang eksistensi dirinya. Itulah yang kemudian dirumuskan dengan “cogito ergo sum”(karena saya berfikir, maka saya ada). [15]
              Pemikirannya tersebut sangat terkenal bahkan sampai hari ini. Descartes seorang filosof yang mampu mengembangkan pemikirannya secara luas dan tidak takut dicerca oleh filosof yang lain. Terdapat dua filosof yang menganut pemikirannya, yaitu Spinoza dan Leibniz.
2.      De Spinoza (1632 -1677 M)
Spinoza dilahirkan pada tanggal 24 November tahun 1632 dan meninggal dunia pada tanggal 21 Februari tahun 1677 M. Nama aslinya Baruch Spinoza. Setelah ia mengucilkan diri dari agama yahudi, ia mengubah namanya menjadi Benedictus de Spinoza. Ia hidup di pinggiran kota Amsterdam.[16] Spinoza dilahirkan oleh orang tua Yahudi yang melarikan diri dari pengejaran di Spanyol, ia hidup di Amsterdam sampai dipaksa keluar oleh mereka yang membenci pikiran bebasnya, bahkan sampai ada yang berusaha untuk membunuhnya. Orang-orang dari Kristen ortodoks tidak menyukainya karena apa yang dilihatnya sebagai ateisme.[17]
Spinoza merupakan keturunan dari agama Yahudi. Menurutnya, banyak terdapat keraguan dalam agama yang dianutnya, sehingga Ia ingin melepaskan diri dari agamanya yaitu yahudi dan ia juga mengasingkan diri dan jauh dari masyarakat. Spinoza adalah pengikut Rasionalisme Descartes, Ia memandang sesuatu itu benar melalui akal. Seperti halnya Descartes yang menomor satukan akal dan menepikan indera yang di anggapnya menyesatkan.
Selain Spinoza ada tokoh filofof lain yang mengikuti pemikiran Rene Descartes, yaitu Leibniz. Dua tokoh terakhir ini juga menjadikan substansi sebagai tema pokok dalam metafisika mereka, dan mereka berdua juga mengikuti metode Descartes. Tiga filosofi ini, Descartes, Spinoza, dan Leibniz, biasanya dikelompokkan ke dalam satu mazhab, yaitu rasionalisme. De Spinoza memiliki cara berfikir yang sama dengan Rene Descartes, ia mengatakan bahwa kebenaran itu terpusat pada pemikiran dan keluasan. Pemikiran adalah jiwa, sedangkan keluasan adalah tubuh, yang eksistensinya berbarengan.[18]
Spinoza mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kebenaran sesuatu, sebagaimana pertanyaan, apa substansi dari sesuatu, bagaimana kebenaran itu bisa benar-benar yang terbenar. Spinoza menjawabnya dengan pendekatan yang juga dilakukan sebelumnya oleh Rene Descartes, yakni dengan pendekatan deduksi matematis, yang dimulai dengan meletakkan definisi, aksioma, proposisi, kemudian berubah membuat pembuktian (penyimpulan) berdasarkan definisi, aksioma, atau proposisi itu.
Bagi Spinoza hanya ada satu substansi, yaitu Tuhan. Dan satu substansi ini meliputi baik dunia maupun manusia. Itulah sebabnya pendirian Spinoza disebut penteisme, Tuhan disamakan dengan segala sesuatu yang ada. Spinoza juga beranggapan bahwa satu substansi itu mempunyai ciri-ciri yang tak terhingga jumlahnya. Namun demkikian kita hanya mengenal dua ciri saja, pemikiran dan keluasan. Pada manusialah kedua ciri tersebut terdapat bersama-sama pemikiran (jiwa) dan serentak juga keluasan tubuh.[19]
       Descartes , moyangnya yang amat dekat , membagi substansi menjadi tiga, yaitu tubuh (bodies), jiwa, dan Tuhan. Spinoza berpendapat tentang substansi, Ia menyatakan bahwa hanya ada satu substansi, dan satu substansi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dirusak, ia tidak mempunyai permulaan dan tidak mempunyai akhir. Tubuh dan jiwa menurutnya adalah atribut(sifat asasi) yang satu . Tubuh dan jiwa bukan substansi yang berdiri sendiri.
      Spinoza berpendapat bahwa Tuhan dan alam adalah satu dan sama. Teori ini dikenal dengan nama Panteisme (secara harfiah berarti semua adalah Tuhan). Jadi ia menentang baik Yahudi maupun Kristen. Spinoza percaya kepada Tuhan, tetapi Tuhan yang dimaksudkannya adalah alam semesta ini. Tuhan Spinoza itu tidak berkemauan, tidak melakukan sesuatu, tak terbatas (ultimate) . Tuhan itu tidak memperhatikan sesuatu, juga tidak memperdulikan manusia. Inilah penjelasan logis tentang Tuhan yang bahkan Newton sampai terkejut oleh pernyataan itu. Ini tidak dapat diartikan bahwa Spinoza itu materialis. Ia hanya mengatakan, itulah yang diketahui tentang Tuhan. Akibatnya, tindakan manusia dan Tuhan tidak bebas. Dimana-mana di dalam alam semesta ini sebagaimana ia mestinya, semuanya sudah ditentukan.[20]
 Substansi adalah apa yang ada dalam dirinya sendiri dan yang mengalaskan pengertian yang mengenai pada dirinya sendiri, Artinya yang pengertiannya tidak memerlukan pengertian dari sesuatu yang lain dengannya ia harus dibentuk. Jadi substansi adalah sesuatu yang berdiri sendiri , yang tidak bergantung kepada apapun juga yang lain. Substansi itu tentu hanya ada satu saja, sebab seandainya ada dua substansi semacam itu, tentu aka nada nisbah antara keduanya. Padahal pengertian nisbah mengandung di dalamnya pengertian ketergantungan. Substansi yang satu itu adalah Allah, yang esa tiada batasnya secara mutlak.
      Berdasarkan keyakinan ini maka segala sesuatu yang tak terbatas, dunia dengan segala isinya, tidak dapat berdiri sendiri, melainkan tergantung kepada satu substansi yang satu itu. Substansi yang satu itu berada di dalam segala sesuatu yang beraneka raga ini. Segala yang beraneka ragam mewujudkan cara berada substansi yang satu tadi.
 Di sini kesatuan antara Allah dan alam semesta untuk pertama kali diberi rumusan secara modern. Substansi ini memiliki sebabnya dalam dirinya sendiri. Hakikat (essential) nya mencakup juga keberadaan (existential) nya. Hakekatnya ditentukan oleh atribut-atribut atau sifat-sifat asasinya yang tiada batasnya. Tiap sifat asasi dengan cara yang sempurna mengungkapkan hakekat atau esensinya yang kekal dan tak terbatas itu. Akan tetapi segala hal yang konkrit, yaitu dunia yang berane raga ini, adalah modi atau cara berada satu substansi yang satu itu.[21]
 Demikianlah, Pemikiran Spinoza tentang Allah, jiwa dan manusia yang merupakan satu kesatuan. Dan berbeda dengan Descartes yang berpendapat bahwa antara Allah, jiwa dan manusia merupakan sesuatu yang terpisah dan berdiri sendiri. Rasionalisme Spinoza lebih luas dan lebih konsekuen dibanding dengan rasionalisme Descartes . Baginya di dalam dunia tiada hal yang bersifat rahasia, karena akal atau rasio manusia telah mencakup segala sesuatu, juga Tuhan. Bahkan Tuhan menjadi sasaran akal yang terpenting.

3.      G.W.Leibniz (1946-1716)
Metasfisika Leibniz sama memusatkan perhatian pada substansi. Bagi Spinoza, alam semesta ini mekanistis dan keseluruhannya bergantung pada sebab, sementara substansi pada Leibniz adalah hidup, dan setiap sesuatu terjadi untuk suatu tujuan. Penuntun prinsip filsafat Leiniz ialah “ prinsip akal yang mencukupi, yang secara sederhana dapat dirumuskan “sesuatu harus mempunyai alasan”. Bahkan Tuhan harus juga mempunyai alasan untuk setiap yang diciptakanNya. 
                Leibniz juga pengikut aliran rasionalisme sama seperti halnya Spinoza, tetapi keduanya berbeda dalam merumuskan substansi.” Prinsip akal yang mencukupi” merupakan penuntun yang sangat berpengaruh dalam filsafat Leibniz, sehingga pemikiran filsafatnya pun berkembang.
                Leibniz menuliskan karya-karyanya dalam bahasa Latin dan Perancis, seorang ensiklopedis(Orang yang mengetahui segala lapangan pengetahuan pada amsanya). Menurut Leibniz, substansi itu jumlahnya banyak atau tiada terhingga yang kemudian ia namakan sebagai monad. Dalam suatu kalimat yang kemudian terkenal Lebniz mengatakan”monad-monad tidak mempunyai jendela, tempat sesuatu bisa masuk atau keluar”. Pernyataan ini berarti bahwa semuanya monad harus dianggap tertutup seperti cogito Descartes.[22]
                Spinoza berpendapat bahwa hanya ada satu substansi, Leipniz berpendapat bahwa substansi itu banyak. Ia menyebut substansi-substansi itu monad. Setiap monad berbeda satu dengan yang lain, dan Tuhan (sesuatu yang supermonad dan satu-satunya monad yang tidak dicipta) adalah sang pencipta monad-monad itu. Maka karya Leiniz tentang ini diberi judul Monadology (studi tentang monad) yang ditulisnya 1714. Ini adalah singkatan metafisika Leibniz.
            Ada dua titik fokus leibniz yaitu monadelogi dan konsep Tuhan, leibniz mencoba memberikan penjelasan tentang Tuhan,dan dia mempunyai argumen yang kuat untuk membuktikan ada Tuhan, Leibniz mencoba membuktikan tuhan dengan empat argumen. Pertama, dia mengatakan bahwa manusia memiliki ide kesempurnaan, makanya ada Allah terbukti.  ini disebut bukti ontologis. Kedua, dia berpendapat bahwa , adanya alam semesta dan ketidaksempurnaannya membuktikan adanya sesuatu yang melebihi alam semesta ini, dan yang transeden ini di sebut Allah. Ketiga, dia berpendapat bahwa kita selalu mencari kebenaran yang abadi, tetapi tidak tercapai menunjukan adanya pikiran yang abadi,yaitu Allah. Keempat, leibniz mengatakan bahwa adanya keselarasan di antara monad-monad membuktikan bahwa pada awal mula ada yang mencocokan meraka satu sama lain,yang mencocokannya itu Allah.
4.      Kelebihan dan Kekurangan Rasionalisme
a.       Kelebihan Teori Rasionalisme
Teori rasionalisme diambil berdasarkan teori realisme dan idealisme, dimana realis memiliki argumen bahwa negara memaksa masyarakat internasional dibawah kepentingan nasionalnya yang egois. Dua poin penting mengenai rasionalisme yang ada dalam tulisan ini, menyebutkan bahwa rasionalis meyakinkan bahwa tekanan realis dalam bagaimana negara mengeluarkan maneuver, control, dan mencari kekuatan lebih dari yang lainnya. Kemudian, tuntutan rasionalis, bahwa kepentingan internasional harusnya tidak berdasarkan pada jaminan, setelah pencapaian berbahaya yang dapat memusnahkan dari kekuatan politik agresif atau revolusioner.
Pemisahan antara pengetahuan dan kepentingan manusiawi yang terwujud dalam pemisahan teori dan praksis, seperti yang dianut oleh ilmu pengetahuan modern, bertujuan untuk membersihkan teori dari kepentingan, dimana hal ini berlangsung dalam dua jalur. Pada jalur pertama tokoh yang berdiri ialah Plato, Rene Descartes, Malebrache, Spinoza, Leibniz, dan Wolff. Mereka percaya, bahwa pengetahuan murni hanya dapat diperoleh melalui rasio manusia itu sendiri (rasionalisme). Dalam hal ini, plato sangat menekankan pada peran intuisi. Di jalur kedua, dengan Aristoteles, Hobbes, Locke, Berkeley, dan Hume berdiri sebagai tokohnya, percaya bahwa hanya dengan melalui pengamatan empiris terhadap objek pengetahuan, pengetahuan murni dapat diperoleh (empirisme).
Pengetahuan empiris analitis yang kemudian menjadi ilmu-ilmu alam, direfleksikan secara filosofis sebagai pengetahuan yang sahih tentang kenyataan, dan ditangan Francis Bacon, yang menggunakan pisau Rasionalisme dan Empirisme, ilmu-ilmu alam memperkembangkan konsep teori murni, yakni pembebasan pengetahuan dari kepentingan. Kemudian pada titik inilah lahir pemikiran positivisme, yang menjadi puncak pembersihan pengetahuan dari kepentingan, serta sebagai awal pencapaian cita-cita untuk memperoleh pengetahuan demi pengetahuan, yaitu teori yang terpisah dan praksis.
Pada teori ini akal budi (rasio) manusia adalah dasar dari kepastian pengetahuan. Akal merupakan salah satu potensi jiwa (rasional soul).[23] Manusia mendapatkan pengetahuan karena kemampuan akalnya di dalam menangkap obyek dan gejala yang terdapat di alam. Akal budi atau rasio manusia merupakan ukuran yang digunakan universal untuk menjelaskan gejala yang ditangkap melalui inderawi. Sehingga secara tidak langsung mampu merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja. Kebenaran rasionalis diukur berdasarkan kepada standar rasio masyarakat yang bersangkutan.
Maka diperoleh definisi tentang Teori Rasionalisme yaitu suatu teori yang berdasarkan pada pemikiran idealisme dan rasional dimana teori ini berkembang semara-mata dari pemikiran atau ide perancang atau arsitek untuk kemudian dikembangkan ke dalam kehidupan nyata.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan mengenai kelebihan-kelebihan dari teori rasionalisme yaitu :
1)      Ideal apabila digunakan dalam kegiatan perencanaan alasannya perencanaan pembangunan memerlukan penjelasan-penjelasan yang masuk akal, dimana penggambaran kondisi hasil implementasi rencana dijabarkan dalam visualisasi yang sesuai dengan rasio manusia yang dapat memunculkan pola pikir yang komprehensif sebagai upaya pertimbangan terhadap segala sesuatu yang ada terkait dampak perencanaan;
2)      Menggunakan model ide yang fleksibel dan adaptif terhadap perubahan pola pikir manusia;
3)      Pendekatan yang mempertimbangkan segala aspek atau sub-aspek yang terkait dalam bidang pemikiran diharapkan bahwa rencana yang dihasilkan dapat “menyentuh” dan “mewadahi” semua kebutuhan dan kepentingan aspek yang  yang dilibatkan;
b.      Kekurangan Teori Rasionalisme
            Ada beberapa kelemahan teori rasionalisme yaitu:
1)   Pengetahuan yang dibangun oleh Rasionalisme hanyalah dibentuk oleh ide yang tidak dapat dilihat dan diraba. Eksistensi tentang ide yang sudah pasti maupun yang bersifat bawaan itu sendiri belum dapat didukung oleh semua orang dengan kekuatan dan keyakinan yang sama.
2)   Kebanyakan orang merasa kesulitan untuk menerapkan konsep Rasionalisme ke dalam kehidupan keseharian yang praktis.
3)   Rasionalisme gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan manusia. Banyak dari ide yang sudah pasti pada satu waktu kemudian berubahan pada waktu yang lain.
4)   Adanya kecenderungan terhadap abstraksi dan kecendrungan dalam meragukan serta menyangkal sahnya pengalaman keinderaan.
           Banyak dari ide yang sudah pasti pada satu waktu kemudian berubah pada waktu lain. Oleh karena itu pemikiran rasional sering cenderung disebut solipsistic [24] dan hasil yang ditemukan oleh teori rasional bersifat Subyektif, serta argumen yang ditampilkan yang diberikan rasionalisme berbentuk verifikasi.
             Menurut teori rasionalisme kebenaran menjadi mutlak bila hal itu dapat diterima akal sehat, sementara kemampuan akal itu sendiri pasti ada batasnya. Terlalu sederhana membuat keputusan benar dan salah hanya berlandaskan kemampuan akal. Ada fakta-fakta di lapangan yang kadang tidak bisa diterima akal sehat, namun hal itu benar-benar terjadi. Sehingga dalam menentukan kebenaran suatu keadaan selain bisa diterima akal sehat juga  harus ada pembuktian yang mengukuhkan pendapat tersebut. Pemanfaatan teori rasionalisme juga membutuhkan penguatan dari teori lain, seperti, positivisme, intuisionisme,  fenomenologis dan empirisme. [25] Karena dengan  adanya teori-teori ini dapat mendukung kebenaran yang ditemukan oleh teori rasionalisme itu sendiri.  










DAFTAR PUSTAKA
Aripin Banasuru, Filsafat dan Filsafat Ilmu Dari Hakikat ke  Tanggung  Jawab,  Bandung:ALFABETA, 2013
Atang Abdul hakim, Filsafat Umum Dari Metodologi Sampai Teolosofi, Bandung:Pustaka Setia, 2006
Abdul Haris, Filsafat Pendidikan Islam,  Jakarta:Amzah, 2012
Ahmad TafsirFilsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, Bandung:PT Rosdakarya, 2005,
Abdul Haris, Filsafat Pendidikan Islam,  Jakarta:Amzah, 2012
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, Bandung:PT Rosdakarya, 2005
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT Grafindo Persada,2004
Harun Hadiwijono , Sari Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta:Kanisius, 2005
Ibrahim Madkour, Alirandan Teori Filsafat Islam, (Terj. Yudian Wahyudi Asmin), Jakarta:Bumi Aksara, 2009
Juhaya S.Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etik, Bogor:Kencana, 2003
Paul Strathern, 90 Menit Bersama Descartes, Jakarta:Erlangga, 2001
Rizal Muntasyir, Misnal  Munir, Filsafat Ilmu, Jogjakarta:Pustaka Pelajar. 2008
Richard Orborne, Filsafat Untuk Pemula, Yogyakarta:kanisius, 2008
Suparlan Suhartono, Sejarah Pemikiran Filsafat Modern, Jogjakarta:Ar-Ruzz, 2005
Shidarta, Dasar-dasar Filsafat , Jakarta:UPT Penerbitan Universitas Tarumanaga, 1999ra
Surajiyo,  Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara, 2014
Yudian Wahyudi Asmin, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Jakarta:Bumu Aksara, , 2009





[1] Paul Strathern, 2001, 90 Menit Bersama Descartes, Jakarta:Erlangga, h.1
[2] Shidarta, 1999, Dasar-dasar Filsafat , Jakarta:UPT Penerbitan Universitas Tarumanagara, Cet I,  h.41
[3] Deduksi  ialah proses pemikiran dimana akal budi  manusia dari pengetahuan tentang hal-hal yang umum dan abstrak menyimpulkan tentang hal-hal yang bersifat khusus dan individual. Contoh ilmu deduktif, matematika
[4] Surajiyo, 2014,  Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara, Cet-6, h. 66
[5] Amsal Bakhtiar,2004, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT Grafindo Persada, h. 65
[6] Harun Hadiwijono , 2005, Sari Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta:Kanisius, Cet-19, h. 19
[7] Atang Abdul hakim, 2006, Filsafat Umum Dari Metodologi Sampai Teolosofi,Cet I, Bandung:Pustaka Setia, h. 247
[8]  Rizal Muntasyir, Misnal  Munir. 2008, Filsafat Ilmu, Jogjakarta:Pustaka Pelajar,  Cet-8, h. 75
[9] Abdul Haris, 2012, Filsafat Pendidikan Islam,  Jakarta:Amzah, h.  126
[10] Ahmad Tafsir, 2005, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, Bandung:PT Rosdakarya,  h.127
[11] Aripin Banasuru, 2013, Filsafat dan Filsafat Ilmu Dari Hakikat ke  Tanggung  Jawab,  Bandung:ALFABETA, h. 92
[12] Akhyar Yusuf Lubis, 2007, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Depok:Penerbit Koekoesan, Cet I,  h.41
[13] Ahmad Tafsir, 2004, Filsafat Umum, Bandung:PT Remaja Rosdakarya, h. 25
[14] Yudian Wahyudi Asmin, 2009, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Jakarta:Bumu Aksara, Cet I, h.247
[15] Suparlan Suhartono, 2005, Sejarah Pemikiran Filsafat Modern, Jogjakarta:Ar-Ruzz, Cet I, h.52
[16] Atang Abdul Hakim, Op Cit., 259
[17] Richard Orborne, 2008, Filsafat Untuk Pemula, Yogyakarta:kanisius, Cet -7, h.76
[18] Atang Abdul Hakim, Op Cit., 259
[19] Juhaya S.Praja, 2003, Aliran-aliran Filsafat dan Etik, Bogor:Kencana, Cet I h.102
[20] Ahmad Tafsir, Op Cit., h.138
[21] Harun Hadiwijono, Op Cit., 27
[22] Juhaya S.Praja, Op Cit., 103
[23] Ibrahim Madkour, 2009, Alirandan Teori Filsafat Islam, (Terj. Yudian Wahyudi Asmin), Jakarta:Bumi Aksara, Cet-4, h. 247
[24] solipsistic ialah pemikiran hanya benar menurut kerangka pikir tertentu
[25] Surajiyo,  Op Cit., 66



Baca Artikel Terkait: