ILMU DALAM PERSPEKTIF RASIONALISME
ANALISIS KRITIS TERHADAP KELEBIHAN DAN KELEMAHANNYA
Makalah Ini
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu
Filsafat Ilmu
Oleh
Afdhal Ilahi
NIM. 21491106473
Dosen Pengampu
Dr. Hidayat Syah M.A
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS PASCA SARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU PEKANBARU
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada akhir abad keenam belas,
filsafat telah berhenti. Descarteslah yang memulainya kembali. Filsafat dimulai
untuk yang pertama kalinya pada abad keenam Sebelum Masehi di Yunani Kuno. Dua
abad kemudian, tercapai zaman keemasan filsafat dengan munculnya Sokrates,
disusul dengan Plato dan Aristoteles. Setelah itu, hampir selama 2000 tahun,
tidak terjadi apa pun. Tidak ada sesuatu yang orisinal. Tentu saja memang ada
sejumlah filsuf yang dilahirkan selama periode 2000 tahun tersebut. Filsuf dari
Aleksandria pada abad ketiga, Plotinus, mendandani filsafat Plato hingga
terbentuknya Neoplatonisme. Santo Agustinus dari Hippo memperbaiki lagi
filsafat Neoplatonisme untuk bisa diterima dalam teologi Kristiani. Cendikiawan
muslim Averroes memperbaiki sebagian filsafat Aristoteles, sedangkan Thomas
Aquinas mencangkoknya lagi agar menjadi pas dengan teknologi Kristiani. [1]
Keempat orang ini telah melincinkan
jalannya sejarah filsafat, tapi tidak ada di antara mereka yang seutuhnya
mengajukan filsafat baru yang mereka susun sendiri. Pada hakikatnya,
karya-karya mereka hanyalah berupa komentar dan pengolahan filsafat Plato dan
Aristoteles. Dengan cara ini, kedua filsuf yang tidak beragama ini(mereka
berdua jelas bukan Yahudi,Muslim, atau nasrani) pun menjadi pilar bagi gereja
Kristen. Trik-trik intelektual yang menakjubkan ini menjadi fondasi utama
Skolastisisme, sebuah nama yang diberikan bagi kegiatan filsafat pada zaman
perntanggahan. Skolatisisme adalah filsafat gereja yang membanggakan diri dengan
ketidaksejatiannya. Gagasan-gagasan filsafat revolusioner dianggap sebagai
bidaah, Inkuisisi, dan berakhir menjadi abu di tempat pembakaran.
Gagasan-gagasan Plato dan Aristoteles pun akhirnya secara perlahan-lahan
terkubur ditengah komentar-komentar teologi Kristiani, sehingga filsafat pun
layu kering.Pada pertangahan abad kelima belas, tahap perkembangan yang “mati
enggan hidup tak mau” ini dialami dalam hampir semua bidang upaya intelektual
Descartes menjadi
pelopor dan tokoh rasionalisme serta besar pengaruhnya pada abad-abad yang
mengikutinya. Descartes merupakan bapak filsafat modern karena dia yang
menghidupkan kembali filsafat pada masa itu dengan metode sendiri dan terlepas
dari pemikiran tokoh filosof yang lain. Metode yang digunakannya adalah metode
keragu-raguan. Walaupun ahli-ahli filsafat sesudah Descartes tidak semua setuju
dengan pemikirannya, tetapi mereka menerima kedaulatan budi seluruhnya yang
merupakan pangkal dan sumber berfikir. Penganut rasionalismenya adalah Spinoza
dan Leibniz. Secara histori filsafat Barat dapat di bagi ke dalam lima
kurun waktu, yaitu:
1. Zaman
Yunani Kuno(6 SM- 6M)
2. Abad
Pertengahan(6 M -16 M)
3. Zaman
Renaissans (14 M -16 M)
4. Zaman
Modern (17- 19 M)
Adapun yang akan menjadi
permasalahan yang akan menjadi bahasan dalam makalah ini adalah tentang pandangan tokoh-tokoh
aliran rasionalisme terhadap ilmu beserta kelebihan dan
kekurangannya.
B. Rumusan Penulisan
1. Apa konsep dari rasionalisme?
2. Siapa-siapa sajakah tokoh rasionalisme?
3. Apa kelebihan dari aliran rasionalisme?
4. Apa
saja kelemahan dari aliran
rasionalisme?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui seperti apa konsep rasionalisme
2. Untuk mengetahui siapa saja tokoh yang menganut aliran rasionalisme
3. Untuk mengetahui kelemahan dari aliran
rasionalisme
4. Untuk mengetahui kelebihan dari aliran
rasionalisme
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Rasionalisme
Secara etimologis Rasionalisme
berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini berakar dari
kata bahasa Latin ratio yang berarti
“akal”. Akar kata Rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegangan
bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Metode pemikiran yang digunakan adalah
deduktif [3] dan teladan yang digunakan adalah ilmu pasti.
[4] Penarikan kesimpulan secara deduktif ini
menggunakan pola berfikir ysng disebut silogisme. Silogisme ini terdiri
dari dua buah pernyataan (premis
minor dan premis mayor) dan sebuah kesimpulan. [5]
Sementara itu, secara terminologis
aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal
harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Rasionalisme menekankan akal budi
(rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan
bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh
melalui akal yang memenuhi syarat semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman
hanya dapat dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang telah didapatkan oleh
akal. Akal tidak memerlukan pengalaman. Akal dapat menurunkan kebenaran
daripada dirinya sendir, yaitu atas dasar
asas-asas pertama yang pasti. Metode yang diterapkan adalah deduktif dan
teladan yang dikemukakan adalah ilmu pasti.[6]
Rasio merupakan sumber kebenaran.
Hanya rasio sajalah yang dapat membawa orang kepada kebenaran. Yang benar
hanyalah tindakan akal. Karena rasio saja yang dianggap sebagai sumber
kebenaran, maka aliran ini disebut rasionalisme. Adapun pengetahuan indera
dianggap sering menyesatkan. Rasionalisme adalah paham filsafat yang menyatakan
bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan.
Menurut aliran rasionalis, suatu pengetahuan diperoleh dengan cara berfikir.[7]
Akal merupakan alat
satu-satunya mencari kebenaran. Menurut rasionalis indera hanya menyesatkan
saja, seperti sebuah bulpen yang dicelupkan ke dalam air, maka ia seperti
bengkok, padahal pada kenyatannya bullpen tersebut tidak bengkok, dari contoh tersebut
bisa di ambil kesimpulan bahwa indera sangat menipu dan akallah yang mampu
mencari jwaban dari kebenaran sesuatu.
Aliran rasionalisme ada dua macam,
yaitu dalam bidang agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama, aliran
rasionalisme adalah lawan dari otoritas dan biasanya digunakan untuk mengkritik
ajaran agama. Adapun dalam bidang filsafat, rasionalisme adalah lawan dari
empirisme dan sering berguna dalam menyusun teori pengetahuan. Hanya saja,
empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan jalan mengetahui objek
empirisme, sedangkan rasuionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh
dengan cara berfikir, pengetahuan dari empirisme dianggap sering menyesatkan.
Adapun alat berfikir adalah kaidah-kaidah yang logis.
Unsur-unsur utama dari teori ini
dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.
Perincian yang lengkap dan pemerikaan menyeluruh
diperlukan supaya tidak ada yang terlupakan.
2.
Berfikir runtut dengan memulai dari hal yang
sederhana sedikit demi dekiti untuk sampai kepadahal yang lebih rumit
3.
Adanya pendirian bahwa
keberan-kebenaran yang hakiki itu secara
langsung dapat diperoleh dengan
menggunakan akal sebagai sarananya
4.
Adanya penjabaran
secara logika deduksi untuk memberikan pembuktian seketat mungkin lain-lain segi dari seluruh
bidang pengetahuan berdasarkan atas apa yang dianggap sebagai kebenaran hakiki.
[8]
Pada zaman modern muncullah
tokoh-tokoh filsafat baru yang menganut paham rasionalisme. Mereka muncul
karena mereka tak setuju dan tak sepaham dengan ajaran agama mereka sendiri.
Adapun tokoh pertama rasionalisme ialah Descartes, selanjutnya Spinoza, Blaise Pascal, Christian Wolf,
Liebniz dari Jerman. Di dalam Islam muncul tokoh Islam yang menganut aliran ini seperti Ikhwan
al –Shafa, al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Maskawih. [9]
Rasionalisme adalah faham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason)
adalah alat penting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes
pengetahuan. Sejarah rasionalisme sudah tua sekali. Thales telah
menerapkan rasionalisme dalam filsafatnya. Ini dilanjutkan dengan jelas sekali
pada orang-orang sofis dan tokoh-tokoh penentangnya (Socrates, Plato,
Aristoteles).[10]
B. Tokoh Rasionalisme
1. Rene Descartes(1596-1650)
Rene Descartes(1596-1650) adalah
filsuf Perancis zaman modern yang merintis ilmu pengetahuan beliau dijuluki “bapak filsafat modern”. [11]Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran. Ia
menyatakan, bahwa ilmu pengetahuan harus satu, tanpa bandingannya, harus
disusun oleh satu orang, sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu
metode yang umum. Yang harus dipandang sebagai hal yang benar adalah apa yang
jelas dan terpilah-pilah (clear and distinctively). Ilmu pengetahuan
harus mengikuti langkah ilmu pasti karena ilmu pasti dapat dijadikan model cara
mengenal secara dinamis.
- Pemikiran; saya memahami diri saya makhluk yang
berpikir, maka harus diterima juga bahwa pemikiran merupakan hakikat saya.
- Tuhan merupakan wujud yang sama sekali
sempurna; karena
saya mempunyai ide “sempurna”, mesti ada sesuatu penyebab sempurna untuk
ide itu, karena suatu akibat tidak bisa melebihi penyebabnya.
- Keluasaan; saya mengerti materi sebagai keluasaan
atau ekstensi, sebagaimana hal itu dilukiskan dan dipelajari oleh
ahli-ahli ilmu ukur.
Rene Descartes mempunyai keinginan
yang besar untuk menciptakan pemikiran yang baru dan berdiri di atas
metodenya sendiri. Descartes melihat bahwa filosof-filosof sebelumnya hanya
mengomentari pemikiran-pemikiran Plato dan Aristoteles yang menurutnya sangat
membingunkan. Semasa Descartes mempelajari filsafat Plato dan Aristoteles Ia
meragukan kebenaran pemikiran mereka, sehingga muncullah keingginan yang kuat
untuk menemukan sesuatu yang baru di dalam dunia filsafat.
Rene
descartes adalah filosof yang mendirikan aliran rasionalisme . Rasionalisme
dapat didefinisikan sebagai paham yang menekankan pikiran sebagai sumber utama
pengetahuan dan pemegang otoritas terakhir bagi penentuan kebenaran. Manusia
dengan akalnya memiliki kemampuan untuk mengetahui struktur dasar alam semesta
secara apriori. Rasionalisme menyatakan bahwa sumber pengetahuan manusia adalah
akal atau ide. [12]
Descartes
menepikan fungsi indera dalam menemukan kebenaran, Menurutnya indera
hanya menipu dan akallah satu-satunya yang harus menjadi panutan pertama dalam
merumuskan kebenaran sesuatu. Seperti ketika sebuah bulpen dicelupkan kedalam
air, sekilas terlihat bulpen tersebut bengkok, tetapi pada kenyataannya bulpen
tersebut tidaklah bengkok, atau seperti ketika melihat matahari, hal yang
terlihat bahwa seakan matahari yang mengelilingi bumi padahal kenyataannya bumi
lah yang mengelilingi matahari. Jadi, dari dua contoh tersebut Descartes
menarik kesimpulan bahwa indera sangatlah menipu dan tidak bisa dijadikan
sebagai alat satu-satunya dalam mencari kebenaran. Tetapi fungsi akallah yang
harus diutamakan.
Akal
adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur
dengan akal. Manusia, menurut aliran ini, memperoleh pengetahuan melalui
kegiatan akal menangkap objek.[13] Dan
kesimpulannya adalah segala sesuatu yang masuk akal disebut dengan rasional.
Akal
manusia merupakan salah satu potensi jiwa, dan disebut rasional soul. Ia ada
dua macam, pertama praktis bertugas mengendalikan badan dan mengatur tingkah
laku. Kedua, teoritis khusus berkenaan dengan persepsi dan epistimologi, karena
akal praktis inilah yang menerima persepsi-persepsi inderawi dan meringkas
pengertian-pengertian universal daripadanya dengan bantuan akal aktif, yang
terhadap jiwa kita bagaikan matahari terhadap pandangan mata
kita. Dengan akal, kita bisa menganalisa dan membuktikan. Dengan
akal pula, kita menyingkap realita-realita ilmiah, karena akal merupakan salah
satu pintu pengetahuan.[14]
Akal
merupakan suatu anugerah yang diberikan kepada manusia yang digunakan untuk
berfikir dan untuk mencari hakikat sesuatu atau dalam mencari
kebenaran. Dengan akal pula manusia bisa mengetahui sruktur alam dan masih
banyak lagi hal-hal lainnya yang mampu dikenal dan diketahui melalui akal.
Descartes
melahirkan beberapa pemikirannya dengan metode keragu-raguan . Descartes ingin
mencapai kepastian. Jika orang ragu-ragu, tampaklah ia berfikir, sehingga ia
akan tampak dengan segera adanya sebab dari proses berfikir tersebut. Oleh
karena itu, dari metoda keraguan ini, muncullah kepastian tentang eksistensi
dirinya. Itulah yang kemudian dirumuskan dengan “cogito ergo sum”(karena
saya berfikir, maka saya ada). [15]
Pemikirannya
tersebut sangat terkenal bahkan sampai hari ini. Descartes seorang filosof yang
mampu mengembangkan pemikirannya secara luas dan tidak takut dicerca oleh
filosof yang lain. Terdapat dua filosof yang menganut pemikirannya, yaitu
Spinoza dan Leibniz.
2. De Spinoza (1632 -1677 M)
Spinoza dilahirkan pada tanggal 24 November tahun
1632 dan meninggal dunia pada tanggal 21 Februari tahun 1677 M. Nama aslinya
Baruch Spinoza. Setelah ia mengucilkan diri dari agama yahudi, ia mengubah
namanya menjadi Benedictus de Spinoza. Ia hidup di pinggiran kota Amsterdam.[16] Spinoza
dilahirkan oleh orang tua Yahudi yang melarikan diri dari pengejaran di
Spanyol, ia hidup di Amsterdam sampai dipaksa keluar oleh mereka yang membenci
pikiran bebasnya, bahkan sampai ada yang berusaha untuk membunuhnya.
Orang-orang dari Kristen ortodoks tidak menyukainya karena apa yang dilihatnya
sebagai ateisme.[17]
Spinoza merupakan keturunan dari agama Yahudi.
Menurutnya, banyak terdapat keraguan dalam agama yang dianutnya, sehingga Ia
ingin melepaskan diri dari agamanya yaitu yahudi dan ia juga mengasingkan diri
dan jauh dari masyarakat. Spinoza adalah pengikut Rasionalisme Descartes, Ia
memandang sesuatu itu benar melalui akal. Seperti halnya Descartes yang menomor
satukan akal dan menepikan indera yang di anggapnya menyesatkan.
Selain Spinoza ada tokoh filofof lain yang mengikuti
pemikiran Rene Descartes, yaitu Leibniz. Dua tokoh terakhir ini juga menjadikan
substansi sebagai tema pokok dalam metafisika mereka, dan mereka berdua juga
mengikuti metode Descartes. Tiga filosofi ini, Descartes, Spinoza, dan Leibniz,
biasanya dikelompokkan ke dalam satu mazhab, yaitu rasionalisme. De Spinoza
memiliki cara berfikir yang sama dengan Rene Descartes, ia mengatakan bahwa
kebenaran itu terpusat pada pemikiran dan keluasan. Pemikiran adalah jiwa,
sedangkan keluasan adalah tubuh, yang eksistensinya berbarengan.[18]
Spinoza mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kebenaran sesuatu, sebagaimana
pertanyaan, apa substansi dari sesuatu, bagaimana kebenaran itu bisa
benar-benar yang terbenar. Spinoza menjawabnya dengan pendekatan yang juga
dilakukan sebelumnya oleh Rene Descartes, yakni dengan pendekatan deduksi
matematis, yang dimulai dengan meletakkan definisi, aksioma, proposisi,
kemudian berubah membuat pembuktian (penyimpulan) berdasarkan definisi,
aksioma, atau proposisi itu.
Bagi Spinoza hanya ada satu
substansi, yaitu Tuhan. Dan satu substansi ini meliputi baik dunia maupun
manusia. Itulah sebabnya pendirian Spinoza disebut penteisme, Tuhan disamakan
dengan segala sesuatu yang ada. Spinoza juga beranggapan bahwa satu substansi itu
mempunyai ciri-ciri yang tak terhingga jumlahnya. Namun demkikian kita hanya
mengenal dua ciri saja, pemikiran dan keluasan. Pada manusialah kedua ciri
tersebut terdapat bersama-sama pemikiran (jiwa) dan serentak juga keluasan
tubuh.[19]
Descartes
, moyangnya yang amat dekat , membagi substansi menjadi tiga, yaitu tubuh (bodies),
jiwa, dan Tuhan. Spinoza berpendapat tentang substansi, Ia menyatakan bahwa
hanya ada satu substansi, dan satu substansi tidak dapat diciptakan dan tidak
dapat dirusak, ia tidak mempunyai permulaan dan tidak mempunyai akhir. Tubuh
dan jiwa menurutnya adalah atribut(sifat asasi) yang satu . Tubuh dan jiwa
bukan substansi yang berdiri sendiri.
Spinoza
berpendapat bahwa Tuhan dan alam adalah satu dan sama. Teori ini dikenal dengan
nama Panteisme (secara harfiah berarti semua adalah Tuhan). Jadi ia menentang
baik Yahudi maupun Kristen. Spinoza percaya kepada Tuhan, tetapi Tuhan yang
dimaksudkannya adalah alam semesta ini. Tuhan Spinoza itu tidak berkemauan,
tidak melakukan sesuatu, tak terbatas (ultimate) . Tuhan itu tidak
memperhatikan sesuatu, juga tidak memperdulikan manusia. Inilah penjelasan
logis tentang Tuhan yang bahkan Newton sampai terkejut oleh pernyataan itu. Ini
tidak dapat diartikan bahwa Spinoza itu materialis. Ia hanya mengatakan, itulah
yang diketahui tentang Tuhan. Akibatnya, tindakan manusia dan Tuhan tidak
bebas. Dimana-mana di dalam alam semesta ini sebagaimana ia mestinya, semuanya
sudah ditentukan.[20]
Substansi
adalah apa yang ada dalam dirinya sendiri dan yang mengalaskan pengertian yang
mengenai pada dirinya sendiri, Artinya yang pengertiannya tidak memerlukan
pengertian dari sesuatu yang lain dengannya ia harus dibentuk. Jadi substansi
adalah sesuatu yang berdiri sendiri , yang tidak bergantung kepada apapun juga
yang lain. Substansi itu tentu hanya ada satu saja, sebab seandainya ada dua
substansi semacam itu, tentu aka nada nisbah antara keduanya. Padahal
pengertian nisbah mengandung di dalamnya pengertian ketergantungan. Substansi
yang satu itu adalah Allah, yang esa tiada batasnya secara mutlak.
Berdasarkan
keyakinan ini maka segala sesuatu yang tak terbatas, dunia dengan segala
isinya, tidak dapat berdiri sendiri, melainkan tergantung kepada satu substansi
yang satu itu. Substansi yang satu itu berada di dalam segala sesuatu yang
beraneka raga ini. Segala yang beraneka ragam mewujudkan cara berada substansi
yang satu tadi.
Di sini kesatuan antara Allah
dan alam semesta untuk pertama kali diberi rumusan secara modern. Substansi ini
memiliki sebabnya dalam dirinya sendiri. Hakikat (essential)
nya mencakup juga keberadaan (existential) nya. Hakekatnya ditentukan
oleh atribut-atribut atau sifat-sifat asasinya yang tiada batasnya. Tiap sifat
asasi dengan cara yang sempurna mengungkapkan hakekat atau esensinya yang kekal
dan tak terbatas itu. Akan tetapi segala hal yang konkrit, yaitu dunia yang
berane raga ini, adalah modi atau cara berada satu substansi yang satu itu.[21]
Demikianlah, Pemikiran Spinoza
tentang Allah, jiwa dan manusia yang merupakan satu kesatuan. Dan berbeda
dengan Descartes yang berpendapat bahwa antara Allah, jiwa dan manusia
merupakan sesuatu yang terpisah dan berdiri sendiri. Rasionalisme Spinoza lebih
luas dan lebih konsekuen dibanding dengan rasionalisme Descartes . Baginya di
dalam dunia tiada hal yang bersifat rahasia, karena akal atau rasio manusia
telah mencakup segala sesuatu, juga Tuhan. Bahkan Tuhan menjadi sasaran akal
yang terpenting.
3.
G.W.Leibniz
(1946-1716)
Metasfisika Leibniz sama memusatkan
perhatian pada substansi. Bagi Spinoza, alam semesta ini mekanistis dan
keseluruhannya bergantung pada sebab, sementara substansi pada Leibniz adalah
hidup, dan setiap sesuatu terjadi untuk suatu tujuan. Penuntun prinsip filsafat
Leiniz ialah “ prinsip akal yang mencukupi, yang secara sederhana dapat
dirumuskan “sesuatu harus mempunyai alasan”. Bahkan Tuhan harus juga mempunyai
alasan untuk setiap yang diciptakanNya.
Leibniz
juga pengikut aliran rasionalisme sama seperti halnya Spinoza, tetapi keduanya
berbeda dalam merumuskan substansi.” Prinsip akal yang mencukupi” merupakan
penuntun yang sangat berpengaruh dalam filsafat Leibniz, sehingga pemikiran
filsafatnya pun berkembang.
Leibniz
menuliskan karya-karyanya dalam bahasa Latin dan Perancis, seorang
ensiklopedis(Orang yang mengetahui segala lapangan pengetahuan pada amsanya).
Menurut Leibniz, substansi itu jumlahnya banyak atau tiada terhingga yang
kemudian ia namakan sebagai monad. Dalam suatu kalimat yang kemudian terkenal
Lebniz mengatakan”monad-monad tidak mempunyai jendela, tempat sesuatu bisa
masuk atau keluar”. Pernyataan ini berarti bahwa semuanya monad harus dianggap
tertutup seperti cogito Descartes.[22]
Spinoza
berpendapat bahwa hanya ada satu substansi, Leipniz berpendapat bahwa substansi
itu banyak. Ia menyebut substansi-substansi itu monad. Setiap monad berbeda
satu dengan yang lain, dan Tuhan (sesuatu yang supermonad dan satu-satunya
monad yang tidak dicipta) adalah sang pencipta monad-monad itu. Maka karya
Leiniz tentang ini diberi judul Monadology (studi tentang monad) yang
ditulisnya 1714. Ini adalah singkatan metafisika Leibniz.
Ada
dua titik fokus leibniz yaitu monadelogi dan konsep Tuhan, leibniz mencoba
memberikan penjelasan tentang Tuhan,dan dia mempunyai argumen yang kuat untuk
membuktikan ada Tuhan, Leibniz mencoba membuktikan tuhan dengan empat
argumen. Pertama, dia mengatakan bahwa manusia memiliki ide kesempurnaan,
makanya ada Allah terbukti. ini disebut bukti ontologis. Kedua, dia
berpendapat bahwa , adanya alam semesta dan ketidaksempurnaannya membuktikan
adanya sesuatu yang melebihi alam semesta ini, dan yang transeden ini di sebut
Allah. Ketiga, dia berpendapat bahwa kita selalu mencari kebenaran yang abadi,
tetapi tidak tercapai menunjukan adanya pikiran yang abadi,yaitu Allah.
Keempat, leibniz mengatakan bahwa adanya keselarasan di antara monad-monad
membuktikan bahwa pada awal mula ada yang mencocokan meraka satu sama lain,yang
mencocokannya itu Allah.
4. Kelebihan dan Kekurangan Rasionalisme
a.
Kelebihan Teori Rasionalisme
Teori rasionalisme diambil berdasarkan teori
realisme dan idealisme, dimana realis memiliki argumen bahwa negara memaksa
masyarakat internasional dibawah kepentingan nasionalnya yang egois. Dua poin
penting mengenai rasionalisme yang ada dalam tulisan ini, menyebutkan bahwa rasionalis
meyakinkan bahwa tekanan realis dalam bagaimana negara mengeluarkan maneuver,
control, dan mencari kekuatan lebih dari yang lainnya. Kemudian,
tuntutan rasionalis, bahwa kepentingan internasional harusnya tidak berdasarkan
pada jaminan, setelah pencapaian berbahaya yang dapat memusnahkan dari kekuatan
politik agresif atau revolusioner.
Pemisahan antara pengetahuan dan kepentingan
manusiawi yang terwujud dalam pemisahan teori dan praksis, seperti yang dianut
oleh ilmu pengetahuan modern, bertujuan untuk membersihkan teori dari
kepentingan, dimana hal ini berlangsung dalam dua jalur. Pada jalur pertama
tokoh yang berdiri ialah Plato, Rene Descartes, Malebrache, Spinoza, Leibniz,
dan Wolff. Mereka percaya, bahwa pengetahuan murni hanya dapat diperoleh
melalui rasio manusia itu sendiri (rasionalisme). Dalam hal ini, plato sangat
menekankan pada peran intuisi. Di jalur kedua, dengan Aristoteles, Hobbes,
Locke, Berkeley, dan Hume berdiri sebagai tokohnya, percaya bahwa hanya dengan
melalui pengamatan empiris terhadap objek pengetahuan, pengetahuan murni dapat
diperoleh (empirisme).
Pengetahuan empiris analitis yang kemudian menjadi
ilmu-ilmu alam, direfleksikan secara filosofis sebagai pengetahuan yang sahih
tentang kenyataan, dan ditangan Francis Bacon, yang menggunakan pisau
Rasionalisme dan Empirisme, ilmu-ilmu alam memperkembangkan konsep teori murni,
yakni pembebasan pengetahuan dari kepentingan. Kemudian pada titik inilah lahir
pemikiran positivisme, yang menjadi puncak pembersihan pengetahuan dari
kepentingan, serta sebagai awal pencapaian cita-cita untuk memperoleh
pengetahuan demi pengetahuan, yaitu teori yang terpisah dan praksis.
Pada teori ini akal budi (rasio) manusia adalah
dasar dari kepastian pengetahuan. Akal merupakan salah satu potensi jiwa (rasional soul).[23] Manusia mendapatkan
pengetahuan karena kemampuan akalnya di dalam menangkap obyek dan gejala yang
terdapat di alam. Akal budi atau rasio manusia merupakan ukuran yang digunakan
universal untuk menjelaskan gejala yang ditangkap melalui inderawi. Sehingga secara
tidak langsung mampu merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang
menyebabkan akal dapat bekerja. Kebenaran rasionalis diukur berdasarkan kepada
standar rasio masyarakat yang bersangkutan.
Maka diperoleh definisi tentang Teori Rasionalisme
yaitu suatu teori yang berdasarkan pada pemikiran idealisme dan rasional dimana
teori ini berkembang semara-mata dari pemikiran atau ide perancang atau arsitek
untuk kemudian dikembangkan ke dalam kehidupan nyata.
Berdasarkan
pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan mengenai kelebihan-kelebihan
dari teori rasionalisme yaitu :
1)
Ideal apabila digunakan dalam
kegiatan perencanaan alasannya perencanaan pembangunan memerlukan
penjelasan-penjelasan yang masuk akal, dimana penggambaran kondisi hasil
implementasi rencana dijabarkan dalam visualisasi yang sesuai dengan rasio
manusia yang dapat memunculkan pola pikir yang komprehensif sebagai upaya
pertimbangan terhadap segala sesuatu yang ada terkait dampak perencanaan;
2)
Menggunakan model ide yang fleksibel dan adaptif terhadap
perubahan pola pikir manusia;
3)
Pendekatan yang mempertimbangkan segala
aspek atau sub-aspek yang terkait dalam bidang pemikiran diharapkan bahwa rencana yang
dihasilkan dapat “menyentuh” dan “mewadahi” semua kebutuhan dan kepentingan
aspek yang yang dilibatkan;
b.
Kekurangan Teori Rasionalisme
Ada beberapa kelemahan teori rasionalisme yaitu:
1)
Pengetahuan
yang dibangun oleh Rasionalisme hanyalah dibentuk oleh ide yang tidak dapat dilihat
dan diraba. Eksistensi tentang ide yang sudah pasti maupun yang bersifat bawaan
itu sendiri belum dapat didukung oleh semua orang dengan kekuatan dan keyakinan
yang sama.
2)
Kebanyakan
orang merasa kesulitan untuk menerapkan konsep Rasionalisme ke dalam kehidupan
keseharian yang praktis.
3)
Rasionalisme
gagal dalam menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan manusia. Banyak
dari ide yang sudah pasti pada satu waktu kemudian berubahan pada waktu yang
lain.
4)
Adanya
kecenderungan terhadap abstraksi dan kecendrungan dalam meragukan serta
menyangkal sahnya pengalaman keinderaan.
Banyak dari ide yang sudah pasti pada satu waktu kemudian berubah
pada waktu lain. Oleh karena itu pemikiran rasional sering cenderung disebut solipsistic [24] dan
hasil yang ditemukan oleh teori rasional bersifat Subyektif, serta argumen yang
ditampilkan yang diberikan rasionalisme berbentuk verifikasi.
Menurut teori rasionalisme kebenaran menjadi mutlak bila hal itu
dapat diterima akal sehat, sementara kemampuan akal itu sendiri pasti ada
batasnya. Terlalu sederhana membuat keputusan benar dan salah hanya
berlandaskan kemampuan akal. Ada fakta-fakta di lapangan yang kadang tidak bisa
diterima akal sehat, namun hal itu benar-benar terjadi. Sehingga dalam
menentukan kebenaran suatu keadaan selain bisa diterima akal sehat juga
harus ada pembuktian yang mengukuhkan pendapat tersebut. Pemanfaatan
teori rasionalisme juga membutuhkan penguatan dari teori
lain, seperti, positivisme, intuisionisme, fenomenologis dan empirisme. [25] Karena dengan
adanya teori-teori ini dapat mendukung
kebenaran yang ditemukan oleh teori rasionalisme itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Aripin Banasuru, Filsafat dan Filsafat Ilmu
Dari Hakikat ke Tanggung Jawab,
Bandung:ALFABETA, 2013
Atang Abdul hakim, Filsafat Umum Dari Metodologi Sampai
Teolosofi, Bandung:Pustaka Setia, 2006
Abdul Haris, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta:Amzah, 2012
Ahmad TafsirFilsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai
Capra, Bandung:PT Rosdakarya, 2005,
Abdul Haris, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta:Amzah, 2012
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales
Sampai Capra, Bandung:PT Rosdakarya, 2005
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT
Grafindo Persada,2004
Harun Hadiwijono , Sari Sejarah Filsafat Barat,
Yogyakarta:Kanisius, 2005
Ibrahim Madkour, Alirandan Teori Filsafat
Islam, (Terj. Yudian Wahyudi Asmin), Jakarta:Bumi Aksara, 2009
Juhaya S.Praja,
Aliran-aliran Filsafat dan Etik, Bogor:Kencana, 2003
Paul Strathern, 90 Menit Bersama Descartes,
Jakarta:Erlangga, 2001
Rizal Muntasyir, Misnal
Munir, Filsafat Ilmu, Jogjakarta:Pustaka Pelajar. 2008
Richard Orborne, Filsafat Untuk Pemula, Yogyakarta:kanisius,
2008
Suparlan Suhartono, Sejarah Pemikiran Filsafat Modern,
Jogjakarta:Ar-Ruzz, 2005
Shidarta,
Dasar-dasar Filsafat , Jakarta:UPT Penerbitan Universitas
Tarumanaga, 1999ra
Surajiyo,
Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara, 2014
Yudian Wahyudi Asmin, Aliran dan Teori Filsafat Islam,
Jakarta:Bumu Aksara, , 2009
[1]
Paul Strathern,
2001, 90 Menit Bersama Descartes, Jakarta:Erlangga, h.1
[2]
Shidarta, 1999, Dasar-dasar
Filsafat , Jakarta:UPT Penerbitan Universitas Tarumanagara, Cet
I, h.41
[3]
Deduksi ialah proses pemikiran
dimana akal budi manusia dari
pengetahuan tentang hal-hal yang umum dan abstrak menyimpulkan tentang hal-hal yang bersifat khusus dan individual. Contoh
ilmu deduktif, matematika
[5]
Amsal Bakhtiar,2004, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT Grafindo Persada, h.
65
[6] Harun
Hadiwijono , 2005, Sari Sejarah Filsafat Barat,
Yogyakarta:Kanisius, Cet-19, h. 19
[7]
Atang Abdul
hakim, 2006, Filsafat Umum Dari Metodologi Sampai Teolosofi,Cet I,
Bandung:Pustaka Setia, h. 247
[9]
Abdul Haris, 2012, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta:Amzah, h. 126
[10]
Ahmad Tafsir,
2005, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, Bandung:PT
Rosdakarya, h.127
[11]
Aripin Banasuru, 2013, Filsafat dan Filsafat Ilmu Dari
Hakikat ke Tanggung Jawab,
Bandung:ALFABETA, h. 92
[12]
Akhyar Yusuf Lubis, 2007, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Depok:Penerbit
Koekoesan, Cet I, h.41
[14]
Yudian Wahyudi
Asmin, 2009, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Jakarta:Bumu Aksara, Cet
I, h.247
[15]
Suparlan
Suhartono, 2005, Sejarah Pemikiran Filsafat Modern,
Jogjakarta:Ar-Ruzz, Cet I, h.52
[16]
Atang Abdul
Hakim, Op Cit., 259
[17]
Richard
Orborne, 2008, Filsafat Untuk Pemula, Yogyakarta:kanisius, Cet -7, h.76
[18]
Atang Abdul Hakim, Op
Cit., 259
[19]
Juhaya S.Praja,
2003, Aliran-aliran Filsafat dan Etik, Bogor:Kencana, Cet I h.102
[20]
Ahmad Tafsir, Op Cit., h.138
[21]
Harun
Hadiwijono, Op Cit., 27
[22]
Juhaya S.Praja,
Op Cit., 103
[23]
Ibrahim Madkour, 2009, Alirandan Teori Filsafat Islam,
(Terj. Yudian Wahyudi Asmin), Jakarta:Bumi Aksara, Cet-4, h. 247
[25]
Surajiyo, Op
Cit., 66