-->

Sabtu, 04 Juli 2015

Hukum Mengusap Wajah Setelah Berdo’a

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Kami sengaja mengangkat tema ini, karena ada faedah yang berharga yang kami dapatkan dari ulama besar Saudi Arabia (Syaikh Sholeh Al Fauzanhafizhohullah) yang sikap beliau jauh berbeda dalam menyikapi hal ini. Artinya beliau menyikapinya jauh berbeda dengan sebagian orang yang mengatakan bid’ah dan sesat. Mengenai mengusap wajah setelah berdo’a kami sendiri sudah yakin bahwa itu tidak disyari’atkan karena kebanyakan ulama menilai bahwa haditsnya lemah. Sehingga jika lemah, tentu saja tidak perlu diamalkan. Namun bagaimana mengingkari orang lain yang masih mengamalkan hal ini? Kita dapat lihat ulama besar yang sudah ma’ruf bagaimana keilmuannya mengatakan bahwa tidak perlu bersikap keras dalam mengingkarinya. Mari kita lihat bahasan berikut. Moga bermanfaat.

Hadits Mengusap Wajah Setelah Do’a

Mengenai hadits tersebut di antaranya disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Bulughul Marom

وَعَنْ عُمَرَ – رضي الله عنه – قَالَ: – كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا مَدَّ يَدَيْهِ فِي اَلدُّعَاءِ, لَمْ يَرُدَّهُمَا, حَتَّى يَمْسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ – أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ

Dari ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membentangkan tangannya ketika berdo’a, beliau tidak menurunkannya sampai beliau mengusap kedua tangan tersebut ke wajahnya.

Hadits ini dikeluarkan oleh At Tirmidzi. Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadits ini memiliki penguat, yaitu dari hadits Ibnu ‘Abbas yang dikeluarkna oleh Abu Daud. Yang keseluruhan jalannya menunjukkan bahwa hadits tersebut hasan.

Sedangkan ulama lain mendhoifkan hadits di atas. Adz Dzahabi mengatakan bahwa dalam hadits tersebut terdapat Hammad dan dia termasuk perowi yangdho’if (lemah)[1]. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if jiddan (lemah sekali).[2]

Penilaian Para Ulama Mengenai Mengusap Wajah Setelah Do’a

Imam Ahmad bin Hambal rahimahullahberkata,

لا يعرف هذا ، أنه كان يَمسح وجهه بعد الدعاء إلا عن الحسن .

Aku tidak mengtahui hadits yang shahih tentang amalan ini. Hanya Al Hasan yang mengusap wajah setelah do’a.[3]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyahrahimahullah berkata,

وَأَمَّا رَفْعُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ فِي الدُّعَاءِ : فَقَدْ جَاءَ فِيهِ أَحَادِيثُ كَثِيرَةٌ صَحِيحَةٌ وَأَمَّا مَسْحُهُ وَجْهَهُ بِيَدَيْهِ فَلَيْسَ عَنْهُ فِيهِ إلَّا حَدِيثٌ أَوْ حَدِيثَانِ لَا يَقُومُ بِهِمَا حُجَّةٌ

Adapun mengangkat tangan saat berdo’a dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana terdapat dalam banyak hadits yang menerangkan hal ini. Adapun mengusap wajah setelah do’a, tidak ada yang menerangkan hal ini kecuali satu atau dua hadits yang tidak bisa dijadikan hujjah (alasan).[4]

Al ‘Izz bin ‘Abdis Salam rahimahullahberkata,

ج. قال العز بن عبد السلام : ولا يمسح وجهه بيديه عقيب الدعاء إلا جاهل .

Tidak ada yang mengusap wajah dengan kedua tangan setelah do’a kecuali orang yang jahil (bodoh).[5]

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Bazrahimahullah ditanya,

ما حكم مسح الوجه باليدين بعد الدعاء وخاصة بعد دعاء القنوت وبعد النوافل ؟

Apa hukum mengusap wajah dengan kedua tangan setelah berdo’a, khususnya setelah do’a qunut atau do’a setelah shalat sunnah?

Beliau rahimahullah menjawab,

حكمه أنه مستحب ؛ لما ذكره الحافظ في البلوغ في باب الذكر والدعاء ، وهو آخر باب في البلوغ أنه ورد في ذلك عدة أحاديث مجموعها يقضي بأنه حديث حسن ، وفق الله الجميع والسلام عليكم.

Hukumnya adalah disunnahkan sebagaimana hadits yang disebutkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajr dalam kitab Bulughul Marom Bab Dzikr wa Du’a. Bab tersebut adalah akhir bab dalam Bulughul Marom. Hal ini dijelaskan dalam beberapa hadits yang semuanya jika dikumpulkan mencapai derajat hasan. Semoga Allah memberi taufik pada kalian seluruhnya, was salaamu ‘alaikum.[6]

Dalam soal yang lain Syaikh Ibnu Bazrahimahullah ditanya,

سمعت أن المسح على الوجه بعد الدعاء بدعة، وأن تقبيل القرآن الكريم بدعة، أفيدونا عن ذلك؟ جزاكم الله خيراً.

Aku pernah mendengar ada yang mengatakan bahwa mengusap wajah setelah berdo’a termasuk bid’ah. Berilah kami kejelasan dalam hal ini. Jazakallah khoiron.

مسح الوجه بعد الدعاء ليس بدعة، لكن تركه أفضل للأحاديث الضعيفة وقد ذهب جماعة إلى تحسينها؛ لأنها من باب الحسن لغيره، كما ذلك الحافظ بن حجر -رحمه الله- في آخر بلوغ المرام، وذكر ذلك آخرون، فمن رآها من باب الحسن استحب المسح، ومن رآها من قبيل الضعيف لم يستحب المسح، والأحاديث الصحيحة ليس فيها مسح الوجه بعد الدعاء، الأحاديث المعروفة في الصحيحين، أو في أحدهما في أحد الصحيحين ليس فيها مسح، إنما فيها الدعاء، فمن مسح فلا حرج، ومن ترك فهو أفضل؛ لأن الأحاديث التي في المسح بعد الدعاء مثلما تقدم ضعيفة، ولكن من مسح فلا حرج، ولا ينكر عليه، ولا يقال بدعة،

Perlu diketahui bahwa mengusap wajah setelah shalat bukanlah bid’ah. Akan tetapi meninggalkannya itu afdhol (lebih utama) karena dho’ifnya hadits-hadits yang menerangkan hal ini. Namun sebagian ulama telah menghasankan hadits tersebut karena dilihat dari jalur lainnya yang menguatkan. Di antara ulama yang menghasankannya adalah Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam akhir kitabnya Bulughul Marom. Demikian pula dikatakan ulama yang lainnya. Barangsiapa yang berpendapat  bahwasanya haditsnya hasan, maka disunnahkan baginya untuk mengusap wajah. Sedangkan yang mendho’ifkannya, maka tidak disunnahkan baginya untuk mengusap wajah. Namun tidak ada hadits shahih yang menganjurkan mengusap wajah sesudah do’a. Begitu pula hadits yang telah ma’ruf dalam Bukhari Muslim atau salah satu dari keduanya tidak membicarakan masalah mengusap wajah setelah do’a, yang dibicarakan hanyalah masalah do’a. Siapa saja yang mengusap wajah setelah do’a, tidaklah mengapa. Namun meninggalkannya, itu lebih afdhol. Karena sebagaimana dikatakan tadi bahwa hadits-hadits yang membicarakan hal itu dho’if. Namun yang mengusapnya sekali lagi, tidaklah mengapa. Hal ini pun tidak perlu diingkari dan juga tidak perlu dikatakan bid’ah.[7]

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah ditanya,

ما حكم مسح الوجه باليدين بعد الدعاء؟

Apa hukum mengusap wajah dengan kedua tangan setelah shalat?

Beliau rahimahullah menjawab,

يرى بعض أهل العلم أنه من السنة، ويرى شيخ الإسلام أنه من البدعة، وهذا بناءً على صحة الحديث الوارد في هذا، والحديث الوارد في هذا قال شيخ الإسلام: إنه موضوع. يعني: مكذوب على الرسول صلى الله عليه وسلم. والذي أرى في المسألة: أن من مسح لا ينكر عليه، ومن لم يمسح لا ينكر عليه،

Sebagian ulama memang mengatakan bahwa hal ini termasuk sunnah (dianjurkan). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sendiri menganggap perbuatan ini termasuk bid’ah (hal yang mengada-ada dalam agama). Bisa terjadi perbedaan semacam ini karena adanya perbedaan dalam menshahihkan hadits dalam masalah tersebut. Syaikhul Islam sendiri mengatakan bahwa hadits yang membicarakan hal ini mawdhu’ (palsu), yaitu diriwayatkan oleh perowi yang berdusta atas nama Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan aku sendiri berpandangan bahwa orang yang mengusap wajah (seusai do’a) tidak perlu diingkari. Begitu pula orang yang tidak mengusap wajah, juga tidak perlu diingkari.[8]

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dalam perkataannya yang lain mengatakan,

مسح الوجه باليدين بعد الدعاء الأقرب أنه غير مشروع؛ لأن الأحاديث الواردة في ذلك ضعيفة، حتى قال شيخ الإسلام – رحمه الله تعالى -: إنها لا تقوم بها الحجة.

… وإذا لم نتأكد أو يغلب على ظننا أن هذا الشيء مشروع فإن الأولى تركه؛ لأن الشرع لا يثبت بمجرد الظن إلا إذا كان الظن غالباً.

… فالذي أرى في مسح الوجه باليدين بعد الدعاء أنه ليس بسنة، والنبي صلى الله عليه وسلم كما هو معروف دعا في خطبة الجمعة بالاستسقاء ورفع يديه(1) ولم يرد أنه مسح بهما وجهه، وكذلك في عدة أحاديث جاءت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه دعا ورفع يديه ولم يثبت أنه مسح وجهه.

Mengusap wajah dengan kedua tangan setelah do’a yang lebih tepat, amalan tersebut bukanlah suatu yang dianjurkan. Karena hadits yang menerangkan hal ini dho’if. Sampai-sampai Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa hadits tersebut tidaklah bisa dijadikan hujjah (karena dho’ifnya, pen). Jika memang menurut perasaan kita hal itu benar-benar tidak dianjurkan, maka yang utama adalah meninggalkan amalan tersebut. Karena amalan tidaklah dibangun dengan hanya sekedar perasaan kecuali jika perasaan tersebut benar-benar kuat. Aku pun berpendapat bahwa mengusap wajah sesudah do’a dengan kedua tangan bukanlah termasuk yang disunnahkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang telah ma’ruf dalam khutbah Jum’at dan shalat Istisqo’, beliau berdo’a dengan mengangkat tangan. Namun ketika itu tidak didapati kalau beliau mengusap wajah setelah do’a. Begitu pula dalam beberapa hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dijelaskan bahwa beliau berdo’a dengan mengangkat kedua tangan namun tidak shahih jika dikatakan bahwa beliau mengusap wajah.[9]

Syaikh Sholeh Al Fauzan hafizhohullahditanya, “Apa hukum mengusap wajah setelah berdo’a?”

Jawaban beliau hafizhohullah, “Hadits yang membicarakan amalan tersebut tidak shahih. Namun siapa yang mengamalkan hal ini tidak perlu diingkari. Akan tetapi, yang tidak mengusap wajah setelah berdo’a, itulah yang ahsan (lebih baik).”[10]

Penutup

Nasehat terakhir dari Syaikh Sholeh bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzanhafizhohullah, kami rasa sudah cukup sebagai kesimpulan. Artinya hadits yang membicarakan amalan ini dho’if, sehingga tidak perlu diamalkan. Namun tidak perlu ada ingkaru mungkar dalam hal ini karena haditsnya pun masih diperselisihkan dho’if atau hasannya. Yang tidak mengamalkan mengusap wajah sesudah berdo’a, itulah yang lebih baik. Wallahu waliyyut taufiq.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

 

Riyadh-KSA, 25 Rabi’ul Awwal 1432 H (28/02/2011)

www.rumaysho.com

[1] Lihat Siyar A’lam An Nubala, 16/67.

[2] Lihat Dho’iful Jaami’, 4412

[3] Al ‘Ilal Mutanahiyah, 2/840-841

[4] Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 22/519

[5] Fatawa Al ‘Izz bin ‘Abdis Salam, hal. 47.

[6] Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, Ar Riasah Al ‘Ammah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, 26/148

[7] Sumber website Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz >>http://www.binbaz.org.sa/mat/11228

[8] Liqo’ Al Bab Al Maftuh, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, kaset no. 196.

[9] Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin, Asy Syamilah, 13/191

[10] Sesi Tanya Jawab, Durus Mukhtashor Zaadil Ma’ad, 25 Rabi’ul Awwal 1432 H, Riyadh-KSA.




Baca Artikel Terkait: