-->

Kamis, 22 Oktober 2015

Sungguh prestasi membanggakan Indonesia ketika dua siswa kelas 6 SD Al Azhar 14 Semarang di ajang World Creativity Festival. Festival bergengsi tersebut diselenggarakan di Korea Advanced Institue and Technology (KAIST) di Daejon, Korea Selatan 17 hingga 18 Oktober lalu. Bocah-bocah tersebut bernama Arya Nardhana Syariendrar dan Sanika Putra Ramadhan. Mereka berhasil meraih medali perunggu sebab membuat lemari es tanpa listrik.

Mereka sukses menjadi tiga besar dan mengalahkan puluhan peserta dari delapan negara dalam ajang tersebut. Alat ciptaan mereka ternyata membuat peneliti dan dosen KAIST takjub.

Adapun alat yang dilombakan tersebut bahannya cukup sederhana yakni  stereofoam, pasir, dan air dingin. Lemari kotak dari stereofoam itu diutak-atik sehingga bisa menjadi lemari es dan bisa membuat sayuran bertahan hingga tujuh hari.

“Buah dan sayur yang disimpan bisa segar selama enam sampai tujuh hari,” kata Arya, Rabu (21/10) seperti dilansirDetik.

Awalnya, kata Arya, ia dan teman-temannya searching di internet tentang penyimpanan buah dan sayur tanpa harus menggunakan lemari es listrik. Dari hasil searching itu ditemukan kalau pasir ternyata bisa menjaga suhu tetap stabil dalam waktu lama.

“Ya awalnya browsing tentang menyimpan buah dan sayur tanpa menggunakan listrik. Kemudian kami menemukan kalau pasir bisa menjaga suhu,” tandasnya.


Lalu mereka mengembangkan gagasan dan membuat lemari es tanpa listrik. Caranya? Ternyata cukup mudah yaitu membuat atau menyiapkan boks yang terbuat dari stereofoam. Di dalam boks tersebut diletakkan kaleng biskuit untuk tempat menyimpan sayur atau buah, kemudian di sekelilingnya diberi pasir dan air dingin.

“Penelitian dilakukan di rumah dan sekolah berhari-hari. Dari hasil percobaan diketahui buah dan sayur bertahan enam sampai tujuh hari,” tegasnya.

Lalu, hasil penelitian itu diajukan ke ajang World Creativity Festival hingga akhirnya mereka bisa mempresentasikan karyanya di Korea. Ketika membawa alat tersebut ke Korea, mereka memodifikasinya dengan melapisi box dengan kain batik untuk memperlihatkan jatidiri Indonesia. Selain itu Arya juga melakukan presentasi di depan juri menggunakan baju adat jawa.

Putra dari mantan sekaligus calon Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi itu mengaku tidak grogi meskipun melakukan presentasi dengan bahasa Inggris di depan banyak orang dari berbagai negara. Kendala nyaris terjadi ketika materi di powerpoint macet, namun dengan keahlian bahasanya ia bisa mengalihkan dengan topik lain.

“Powerpointnya sempat tidak bisa diputar, tapi saya coba alihkan ke topik lain jadi tidak kelihatan grogi,” ujarnya.

Kini, alat ciptaan Arya dan Sanika tersebut dikumpulkan di Korsel.[Paramuda/BersamaDakwah]




Baca Artikel Terkait: