-->

Senin, 09 April 2018

GENETIKA HEWAN

Kelompok V A
Kelas A
Zarfania Shalihat (1310421037), Riri Tuningsi (1310421017), Feni Febrinika (1310421021), , Mardhatillah SY (1310421052), Miftahul Husna (1310422021)

ABSTRAK
Praktikum Genetika Hewan dilaksanakan pada  14 Oktober sampai 5 November  2015 di Laboratorium Teaching IV dan Laboratorium Genetika dan Biologi Sel Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas, Padang. Praktikum ini bertujuan untuk untuk memperkenalkan prosedur-prosedur dalam Genetika Hewan terkait hukum-hukum hereditas dan mekanisme penurunan karakter genetika. Metode yang digunakan yaitu deskriptif dan analisis data menggunakan Chi-square. Hasil yang didapatkan yaitu pada persilangan monohibrid hasil persilangannya yaitu individu normal 143 dan dumpy 47 dengan ratio 3:1, pada uji chi-square nilai X2hit = 0,006, X2tab= 3,84 sehingga Ho diterima. Persilangan dihibrid didapatkan hasil persilangannya yaitu 12  individu normal, 18 individu taxi, 11 individu black, dan 15 individu taxi black dengan ratio 9:3:3:1. Uji chi-square  didapatkan nilai X2hit =41,25, X2tab =7,815, sehingga Ho ditolak. Pada persilangan sex-linked didapatkan hasil 23 individu white dan 157 individu normal dengan ratio 1:1. Pada uji Chi-square didapatkan nilai  X2hit = 99,6, X2tab= 3,84 sehingga Ho ditolak. Pada persilangan sex-linked betina didapatkan hasil 76 individu white dan 81 individu normal. Pada uji chi-square nilai X2hit = 0,14, X2tab= 3,84 sehingga Ho diterima.

Kata kunci: Monohibrid, Dihibrid, sex-linked, Chi-square



PENDAHULUAN


Salah satu aspek yang penting pada organisme hidup adalah kemam- puannya untuk melakukan reproduksi dan dengan demikian dapat meles- tarikan jenisnya. Pada organisme yang berbiak secara seksual,individu baru adalah hasil kombinasi informasi genetis yang disumbangkan oleh 2 gamet yang berbeda yang berasal dari kedua parentalnya (Campbell, 2002).
Penelitian dan persilangan yang mulai oleh Mendel merupakan pintu gerbang kemunculan varietas-varietas baru hasil penelitian para ahli seperti Karl Corens (berkebangsaan Jerman), Erik Von Tischermark (berkebangsaan Austria) dan Hugo de Vnes (berkebangsaan Belanda) yang ketiganya merupakan ahli botani (Tjan, 1995).                                              
Dalam hukum mendel I yang dikenal dengan The Law of Segretation of Allelic Genes atau Hukum Pemisahan Gen yang Sealel dinyatakan bahwa dalam pemben- tukan gamet, pasangan alel akan memisah secara bebas. Peristiwa pemisahan ini terlihat ketika pemben tukan gamet individu yang memiliki genotif heterozigot, sehingga tiap gamet mengandung salah satu alel tersebut. Berdasarkan hal ini, persilangan dengan satu sifat beda akan menghasilkan perbandingan fenotif gen dominan : resesif = 3 : 1. Namun kadang-kadang individu hasil perkawinan tidak didominasi oleh salah satu induknya. Dengan kata lain, sifat dominasi tidak muncul secara penuh. Peristiwa ini menunjukkan adanya sifat intermediet (Suryo, 2001).
Dalam hukum mendel II atau dikenal dengan The Law of Independent assortmen of genes atau Hukum Pengelompokan Gen Secara Bebas dinyatakan bahwa selama pembentukan gamet, gen-gen sealel akan memisah secara bebas dan mengelompok dengan gen lain yang bukan alelnya. Pembuktian hukum ini dipakai pada dihibrid atau polihibrid, yaitu persilangan dari 2 individu yang memiliki satu atau lebih karakter yang berbeda (Clasical, 2000).
Adanya rangkai kelamin mula-mula diketemukan oleh T.H. Morgan dalam percobaan-percobaannya dengan lalat buah Drosophila melanogaster.  Ia mendapatkan lalat bermata putih. Pada persilangan lalat jantan bermata putih dikawinkan dengan lalat betina normal (bermata merah), maka semua lalat F1 baik jantan maupun betina bermata merah. Jika lalat-lalat F1 ini dikawinkan, maka lalat-lalat F2 memperlihatkan perbandingan 3 bermata merah : 1 bermata putih. Diambil kesimpulan bahwa gen resesif rupa-rupanya hanya memperlihatkan pengaruhnya pada lalat jantan saja. Karena itu Morgan berpendapat bahwa gen yang menentukan warna mata itu terdapat pada kromosom –X (Kimball, 2000).
Pautan seks merupakan suatu sifat yang diturunkan yang tergabung dalam genom. Pewarisan kromosom X tertentu dapat dihubungkan dengan pewarisan sifat yang berpautan seks. Gen-gen yang berpautan seks tidak hanya memisah tetapi juga memilih secara bebas dari gen-gen yang terdapat pada autosom.  Sebagai contoh adalah lalat buah betina mata merah (dominant) dikawinkan dengan lalaty buah jantan mata putih (resesif). Maka F1 semuanya bermata merah tetapi pada F2 semua yang bermata putih adalah jantan. Hal ini menunjukkan bahwa sifat “berwarna putih” merupakan sifat yang terpaut pada kromosom Y (Yatim,1986).
Mutasi merupakan perubahan gen dari bentuk aslinya, sedangkan individu yang mengalami mutasi disebut mutan, jenis-jenis mutasi terdiri dari mutasi kromosom merupakan proses perubahan susunan atau jumlah dari kromosom yang menyebabkan perubahan sifat individu lazim disebut aberasi dan yang kedua adalah mutasi gen yaitu perubahan gen dalam kromosom (letak dan sifat) yang menyebabkan perubahan sifat individu tanpa perubahan jumlah dan susunan kromosomnya lazim disebut mutasi saja (Kimball, 1998).
Individu yang  memperlihatkan perubahan sifat (fenotip) akibat mutasi disebut mutan. Dalam kajian genetik  mutan bisa dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami perubahan sifat (individu tipe liar atau wild type) (Ganawati, 2009).
Mutan pada D. melanogaster  dibagi menjadi tiga kelompok yaitu mutan mata, sayap dan tubuh. Mutasi pada mata menyebabkan D. melanogaster  memiliki mata white, lobe dan eyemissing. Mutasi pada sayap menyebabkan D.melanogaster  memiliki sayap curley, taxi, dan miniature. Sedangkan mutasi pada badan menimbulkan D.melanogaster  memiliki tubuh berwarna black, ebony, dan yellow (Kusdiati, 2006).
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukanlah praktikum genetika hewan yang bertujuan untuk untuk memperkenalkan prosedur-prosedur dalam genetika hewan terkait hukum-hukum hereditas dan mekanisme penurunan karakter genetika.

PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilakukan pada Hari Rabu tanggal 14 Oktober sampai 5 November 2015 di Laboratorium Teaching IV dan Laboratorium Genetika dan Biologi Sel Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas Padang.

Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan adalah botol bening, gabus penutup botol, kertas merang, kapas, dobeltip, keranjang, kuas, dan killing bottle Bahan yang dipakai pada praktikum ini, yaitu pisang, 300 gram, tepung beras 150 gram, agar, 10 gram, air, fermipan, eter, dan mutan Drosophila melanogaster.

Cara Kerja
a. Pembuatan Medium
Disiapkan air 500 ml. Pisang 300 gr dilumatkan. Ditempat lain tepung beras dilarutkan dengan air, dan agar-agar dimasak. Pisang, tepung beras yang telah dilarutkan dan agar-agar yang telah dimasak dicampur menjadi satu. Kemudian dipanaskan sambil diaduk-aduk. Bahan dimasak hingga terlihat adanya gelembung. Selanjutnya media didinginkan dan disimpan di dalam lemari pendingin. Setelah dingin media dimasukkan kedalam botol pengembangbiakan D. Melanogaster. Saat memasukkan media kedalam botol ditambahkan sedikit fermipan untuk mencegah adanya kontaminasi jamur.

b. Persilangan Monohibrid
Dimasukkan lima parental D. Melanogaster jantan normal dan betina black kedalam botol yang telah diberi medium sebelumnya. Mutan yang dimasukkan dihitung berapa umlah jantan dan betinanya, lalu ditutup dengan sumbat busa, diamati setiap hari selama 3 minggu, dicatat fase-fase perkembangan yang terjadi dan dicatat berapa jumlah instar 1, instar 2, instar 3, dan jenis mutan, serta uji Chi square.

c. Persilangan Dihibrid.
Dimasukkan parental D. Melanogaster jantan taxi dan betina black kedalam botol yang telah diberi medium sebelumnya. Mutan yang dimasukkan dihitung berapa umlah jantan dan betinanya, lalu ditutup dengan sumbat busa, diamati setiap hari selama 3 minggu, dicatat fase-fase perkembangan yang terjadi dan dicatat berapa jumlah instar 1, instar 2, instar 3, dan jenis mutan, serta uji Chi square.

d. Persilangan sex-linked
Dimasukkan parental D. Melanogaster jantan white dan betina normal kedalam botol yang telah diberi medium sebelumnya. Mutan yang dimasukkan dihitung berapa umlah jantan dan betinanya, lalu ditutup dengan sumbat busa, diamati setiap hari selama 3 minggu, dicatat fase-fase perkembangan yang terjadi dan dicatat berapa jumlah instar 1, instar 2, instar 3, dan jenis mutan, serta uji Chi square.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka didapatkan hasil sebagai berikut:

a. Persilangan Monohibrid

Persilangan dumpy dengan normal
P dumpy     X Normal
G dp X +
Alel       dp  +
       dp  +

F1 +   (normal)
dp

F2 :   F1 X F1

Alel    +  +
 
     dp dp

F2   + +            dp   dp
  +          dp   +   dp
         
          3 Normal :       1 dumpy

Keterangan:
++, +dp, dp+ : Normal
dp : dumpy 

Dari hasil persilangan monohibrid antara normal dengan dumpy menghasilkan F1 seluruhnya normal. Untuk mendapatkan F2, maka dilakukan persilangan antar sesama F1, yang kemudian didapatkan F2 dengan rasio fenotip 3 normal : 1 dumpy. Hal ini dikarenakan sifat normal dominan terhadap dumpy, walaupun hasil persilangan pada F1 didapatkan 100% normal, tetapi pada normal tersebut membawa gamet dumpy (dp), yang menyebabkan F1 bersifat karier sehingga tidak tertutup kemungkinan bahwa pada F2 nya ditemukan anak yang bersifat dumpy. Menurut Elrod (2007) menya- takan bahwa Mendel menyimpulkan adanya hukum dominan, yaitu jika penyilangan dua organisme jantan dan betina homozigot dengan pasangan yang kontras, hanya akan muncul salah satu sifat dari tetuanya pada keturunan pertama-nya (F1), sifat demikian disebut sifat dominan.

Tabel 1. Uji Chi-Square persilangan Monohibrid
HO = 3:1
F
O
E
O - E
(O-E)2/E
++
143
142,5
0,5
0,001
b
47
47,5
-0,5
0,005
190
190
0
0,006
Db = n-1
= 2-1 = 1
X2 = 3,84

Berdasarkan pengamatan persilangan monohibrid yang telah dilakukan selama 3 minggu, didapatkan hasil persilangan dihasilkan sebanyak  143 individu normal dan 47 individu dumpy. Pada uji Chi-square, didapatkan nilai X2 hitung 0,006. Sedangkan nilai X2 tabel 3,84. Ini berarti nilai X2 hitung  lebih rendah dari X2 tabel, sehingga hipotesa sementara (Ho) diterima..
Hal ini sesuai dengan hukum Mendel I yang menyatakan bahwa dalam pembentukan gamet, pasangan alel akan memisah secara bebas. Peristiwa pemisahan ini terlihat ketika pembetukan gamet individu yang memiliki genotif heterozigot, sehingga tiap gamet mengandung salah satu alel tersebut. Berdasarkan hal ini, persilangan dengan satu sifat beda akan menghasilkan perbandingan fenotif gen dominan : resesif = 3 : 1 (Yatim,1986).
Drosophilla melanogaster mutan dumpy disimbolkan dengan (dp). Ciri-ciri dari mutan dumpy ini diantaranya memiliki tubuh yang hitam, sayap pendek dan tumpul sehingga terlihat hanya sepertiga dari panjang tubuhnya serta mempunyai mata merah (Ganawati, 2009).
Pada satu sifat tertentu, kita hanya menggambarkan pasangan kromosom dengan yang bersangkutan saja, tetapi bukan berarti bahwa kromosom-kromosom dan gen-gen yang lain tidak ada dalam sel itu. Ada sifat yang disebut dominan, yaitu apabila kehadiran gen yang mengawasi sifat ini menutupi ekspresi gen yang lainnya yaitu resesif, sehingga sifat yang terakhir ini tidak tampak (Russel, 1994).

b. Persilangan Dihibrid
Persilangan taxi dengan black
P taxi X black
P ♀ tx+ X ♂ +b
Alel       tx+ +b
       tx+ +b

F1 tx+  
+b

P2   F1 X F1
   tx+ tx+
   +b +b

F2 ++,  tx+,  +b,  txb
++   tx+   +b   txb








Tabel 2. Punnet Square Persilangan

   
      
++
tx+
+b
txb
++
++
++
tx+
++
+b
++
txb
++
tx+
++
tx+
tx+
tx+
+b
tx+
txb
tx+
+b
++
+b
tx+
+b
+b
+b
txb
+b
txb
++
txb
tx+
txb
+b
txb
txb
txb

Berdasarkan persilangan dihibrid antara ♂ black    dan ♀ taxi yang telah dilakukan maka didapatkan empat jenis gamet dari hasil persilangan antar sesama F1, yaitu normal, taxi, black, dan taxi black. Dari persilangan dengan dua sifat beda (dihibrid) atau lebih, Mendel mengemukakan hukum berpasangan secara bebas. Hukum ini menjelaskan bahwa pada pembastaran dua induk yang memiliki dua macam sifat beda atau lebih, penurunan satu pasang gen bebas memilih dari pasangan gen lainnya, atau tiap-tiap  pasangan alel akan memisah ke dalam gamet secara bebas (Elrod  dan Stansfield, 2007).

Tabel 3. Uji Chi-Square Persilangan Dihibrid
Ho = 9:3:3:1
F
O
E
O - E
(O-E)2/E
++
12
3,5
8,5
20,64
tx
18
10,5
7,5
5,35
txb
15
10,5
4,5
1,92
+b
11
31,5
-20,5
13,34
56
182
0
41,25
Db = n-1
= 4-1 = 3
X2 = 7,815

Berdasarkan hasil persilangan dihibrid antara betina taxi dan jantan black di dapatkan 12 individu normal,18 taxi, 11 black dan 15 taxi black. Hasil dari persilangan tersebut kemudian di analisis dengan menggunakan Chi-square dengan perbandingan fenotip 9:3:3:1, tetapi X2 hitung yang didapatkan lebih tinggi dari X2 tabel, yaitu 41,25 > 7,815 sehingga Ho ditolak.
Untuk pembuktian peryilangan dihibrid, Mendel menggunakan dua karekter sifat berbeda sehingga menghasilkan enam belas anak F2 dengan empat macam fenotip dan rasio fenotip yang dihasilkan 9:3:3:1. Mendel menyusun hukumnya yang kedua yang menyatakan bahwa gen- gen dari pasangan alel akan memisah bebas ketika berlangsung pembe- lahan reduksi (meiosis) pada waktu  pembentukan gamet- gamet. Humkum Mendel II disebut hukum pengelompokkan gen secara bebas (asortasi). Hukum tersebut menya- takan bahwa gen- gen mengelompok secara bebas dengan gen lain yang bukan alelnya pada pembentukan gamet. Kebenaran hukum tersebut dapat dibuktikan dengan melakukan penyilangan memperhatikan dua sifat berbeda atau dihibrid (Suryo, 2005).
Mutan black pada Drosophilla melanogaster disimbolkan dengan (b) merupakan mutan dengan ciri-ciri tubuh berwarna hitam  pekat dengan kedaan mata dan sayap yang normal. Pada mutan black ini, mutasi terjadi pada kromosom nomor 2, lokus 48,5 ( Kimball, 1998).
Mutan taxi pada Drosophilla melanogaster disimbolkan dengan (tx) merupakan mutan dengan ciri-ciri sayap terentang, baik disaat terbang maupun disaat hinggap. Pada mutan ini muutasi terjadi pada kromosom nomor 3, lokus 91,0. Jika keduanya disilangkan maka akan dihasilkan keturunan F2 yang terdiri dari normal, taxi, taxi black, dan black (Ganawati, 2009).

c. Persilangan sex-linked
Pesilangan antara jantan white dengan betina normal
P Normal X white
P ♂ XY X ♀ Xw Xw
G X Y X Xw Xw
 


F1 Xw Xw , Xw X, Xw Y, X Y

Berdasarkan persilangan sex-linked yang telah dilakukan antara D. Melanogaster jantan white dengan betina normal diatas seharusnya rasio fenotip yang diperoleh yaitu 1 normal berbanding 1 white. Tetapi hasil persilangan yang kami lakukan berbeda sehingga rasio fenotipnya menyimpang. Menurut Wels (1991), persilangan sex-linked adalah persilangan yang terjadi karna salah satu kromosomnya terpaut dengan kromosom seks.
Hasil persilangan dari gen-gen yang terpaut seks sangat tergantung pada fenotipe setiap jenis kelamin parentalnya. Hal tersebut karena hewan jantan hanya memiliki 1 kromosom X sedangkan hewan betina memiliki 2 kromosom X. Maka apabila parentalnya dibalik antara jantan dan betina maka hasil keturunan dari individu yang dihasilkan akan berbeda, hal yang demikian menunjukkan bahwa gen yang terlibat terpaut pada jenis kelamin/seks (Dwijoseputro, 1977).

Tabel 5. Uji Chi-Square Persliangan sex-linked Drosophila melanogaster jantan 
Ho = 1:1
 F
O
E
O - E
(O-E)2/E
Normal
157
90
67
49,8
White
23
90
-67
49,8
180
180
0
99,6

Pada persilangan sex-linked yang telah dilakukan antara Drosophilla Melanogaster jantan white dengan betina normal, seperti persilangan sebelumnya pengamatan dilakukan selama 3 minggu, didapatkan generasi F2 Drosophilla Melanogaster sebanyak 180 jantan. Hasil dari persilangan tersebut di uji dengan menggunakan chi square (X2).  Pada D. Melanogaster jantan X2 hitung yang didapatkan yaitu 99,6 dengan X2 tabel = 3,84. Hal ini berarti nilai  X2 tabel kecil dari X2 hitung sehingga Ho ditolak.
Mutan White pada Drosophilla melanogaster disimbolkan dengan (w). Ciri-ciri mutan ini adalah mempunyai mata berwarna putih, sedangkan tubuh dan sayapnya normal. Mutan white ini terekspresi karan salah satu kromosom terpaut kromosom X (Suryo, 2005).
Pautan seks merupakan suatu sifat yang diturunkan yang tergabung dalam genom. Pewarisan kromosom X tertentu dapat dihubungkan dengan pewarisan sifat yang berpautan seks. Gen-gen yang berpautan seks tidak hanya memisah tetapi juga memilih secara bebas dari gen-gen yang terdapat pada autosom (Yatim, 1986).

Tabel 6. Uji Chi-Square Persilangan sex-linked Drosophila melanogaster betina
Ho = 1:1
F
O
E
O -E
(O-E)2/E
Normal
81
78,5
2,5
0,07
White
76
78,5
-2,5
0,07
157
157
0
0,14

Pada persilangan sex-linked D. Melanogaster  betina didapatkan jumlah individu betina 157. Kemudian hasil persilangan ini dilakukan uji chi square. Pada   D. Melanogaster betina didapatkan nilai X2 hitung  0,14 sedangkan X2 tabel yang diperoleh yaitu 3,84 dengan derajat bebas 1. Hal ini menunjukkan bahwa X2 hitung lebih kecil dari X2  tabel, sehingga Ho diterima.
Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa Pada persilangan sex-linked, hasil persilangan dari individu betina menunjukkan perbandingan 1:1 karna  karena betina memiliki 2 kromosom X. Apabila satu sifat terpaut dengan salah satu kromosom X maka kromosom yang lain dapat menyebabkan lalat tersebut normal carrier, sedangkan jantan hanya memiliki 1 kromosom X ( Tjan, 1995).
Gen rangkai kelamin dapat dikelompokkan berdasarkan macam kromosom kelamin tempatnya berada. Kromosom kelamin biasanya dibedakan atas X dan Y, maka gen rangkai kelamin dapat menjadi gen rangkai X (X-linked genes) dan gen rangkai Y (Y-linked genes). Adanya rangkai kelamin mula-mula dikemukan oleh Morgan, ia menggunakan lalat buah D.Melanogaster dengan melihat warna matanya. Lalat normal bermata merah, tetapi diantara sekian banyak berwarna merah terdapat lalat jantan berwarna putih. Karena berbeda dari yang normal maka lalat bermata putih tersebut disebut mutan (Suryo, 2005).

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang didapatkan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pada persilangan monohibrid didapatkan individu normal 143 dan dumpy 47, dengan ratio 3 : 1. pada uji chi-square nilai X2hit = 0,006, X2tab= 3,84 sehingga Ho diterima.
2. Pada persilangan dihibrid didapatkan tiga fenotip yaitu normal 113, taxi 65, black dan taxi black 4, dengan rasio 9 : 3 : 3 : 1. Uji chi-square  didapatkan nilai X2hit =41,25, X2tab =7,815, sehingga Ho ditolak.
3. Pada persilangan sex-linked didapatkan 99 individu white dan 238 individu normal, dengan ratio 1 : 1. Uji chi-square  didapatkan nilai X2hit = 57,2 X2tab = 3,84, sehingga Ho ditolak.

DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N.A., J.B. Reece, dan L.W. Mitchell. 2002. Biologi, edisi kelima. Erlangga. Jakarta.
Clasical Genetic Simulator. 2006. Drosophila Mutant Phenotypes. http://cgslab.com/phenotypes/, 10 November 2015


Dwijoseputro. 1977. Pengantar Genetika untuk Perguruan Tinggi. Bhrata. Jakarta.
Elrod, S. dan W. Stansfield. 2007. Genetika, edisi keempat. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Ganawati, D. 2009.  Pewarisan Sifat. http://www. crayonpedia.org/ mw/ Pewarisan Sifat . diakses   10 November 2015
Kimball, J. W. 1998. Biologi Jilid 1. Erlangga. Jakarata.
Kimball, J.W.2000. Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Erlangga. Jakarta
Kusdiati, L. 2006. Genetika Tumbuhan Cetakan Ke-5. UGM Press. Yogyakarta.
Russell, P. J. 1994. Foundamental Of Genetic. Collins College Publishers. New York.
Suryo. 2001. Genetika Manusia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
Suryo. 2005. Genetika Manusia. UGM Press. Yogyakarta.
Tjan, K. N. 1995. Genetika Dasar. ITB. Bandung.
Welsh. J. R. 1991. Dasar-dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Erlangga. Jakarta.
Yatim, wildan. 1986. Genetika. Penerbit Tarsito. Bandung.






Baca Artikel Terkait: