-->

Minggu, 22 April 2018

Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang kita kenal sebagai Ibukota Republik Indonesia terletak di Pulau Jawa diantara Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat. Memiliki luas sebesar 664.01 km2 dengan kepadatan penduduk sebanyak 9.992.842 jiwa. Jakarta menempati urutan pertama sebagai kota dengan kepadatan yang paling tinggi. Sang kota metropolitan yang gemerlapnya tak pernah usai hingga membuat ratusan ribu orang rela pergi ke Jakarta untuk suatu perubahan. Dibalik gemerlapnya dan kerasnya kota Jakarta tersimpan banyak sejarah yang tidak kita ketahui.

Jauh sebelum Kota Jakarta bernama Jakarta, kota ini telah lebih dulu mengalami banyak pergantian nama. Nama pertama kali yang dimiliki Jakarta adalah Sunda Kelapa. Bukti mengenai adanya pemukiman penduduk bernama Sunda Kelapa adalah Prasasti Tugu yakni sebuah peninggalan yang tertanam di daerah Jakarta Utara. Prasasti Tugu memiliki hubungan dengan empat prasasti lain yang diyakini berasal dari zaman kerajaan Hindu yakni kerajaan Tarumanegara ketika dipimpin oleh Raja Purnawarman.

Empat prasati tersebut adalah prasasti Kebon Kopi, Prasasti Ciaruteun, Prasasti Lebak, dan Prasasti jambu. Nama ‘Sunda’ dari kata Sunda Kelapa yang muncul pada abad ke-10 terdapat dalam Prasasti Kebon Kopi II yang diperkirakan ada pada tahun 932 Masehi.



Pada tahun 1030-1579 berdiri sebuah Kerajaan bernama Padjajaran di wilayah Jawa Barat. Keberadaan Kerajaan Padjajaran diketahui tepatnya di daerah batu tulis yang kini bernama kota Bogor. Letak ibukota kerajaan ini dinyatakan dalam prasasti Batu tulis tahun 1433 Masehi.


Kedatangan Bangsa Portugis 

Bangsa Portugis tiba di Sunda Kelapa ketika kerajaan Padjajaran tengah berkembang pada 1513 Masehi yang dipimpin oleh De Alvin. Selanjutnya pada perjalanan kedua bangsa Portugis ke Indonesia dengan tujuan awal ingin mencari rempah-rempah yang sangat dibutuhkan di wilayah Eropa yang memiliki musim dingin dan mendirikan benteng perdagangan. Benteng perdagangan itu pun akhirnya berhasil didirikan pada tahun 1522 setelah Portugis melakukan perjanjian yang disebut ‘Luso Sundanese Padrao’ dengan Prabu Surawisesa, seorang Raja Padjajaran.

Setelah perjanjian tersebut, kekuasaan Portugis mengalami perkembangan yang membuat kerajaan-kerajaan lain merasa terganggu dan melakukan penyerangan pada tahun 1526-1527 antara Kerajaan Demak yang dibantu oleh Kerajaan Cirebon dibawah kepimpinan Pangeran Fatahillah. Portugis kalah dalam serangan tersebut dan Sunda Kelapa jatuh ke tangan Pangeran fatahillah yang kemudian pada 22 Juni 1527 ia mengubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Pada tanggal inilah yang kemudian diperingati sebagai hari lahir kota Jakarta.

Bangsa Portugis yang kalah dalam penyerangan dipaksa harus meninggalkan Jayakarta. Kemudian datanglah bangsa Eropa kedua yakni bangsa Belanda yang dipimpin Cornelis De Houtman dengan tujuan yang serupa dengan bangsa Portugis yani mencari rempah-rempah dan memperdagangkannya. Perdagangan yang terjadi di pelabuhan Jayakarta saat itu tidak teratur dan menyebabkan Belanda kalah dari Inggris yang juga datang ke bumi Hindia (sebutan Indonesia pada saat itu). akhirnya Belanda mengatur strategi untuk membuat sebuah persekutuan dagang bernama Verednigde Oostindische Compagnie (VOC) pada tahun 1602.

Berdirinya VOC ini bertujuan untuk menguasai perdagangan rempah-rempah dan mencari kekuatan untuk menghindari ancaman persatuan dagang miliki Inggris yakni East India Company (EIC). Gubernur Jenderal VOC yang pertama yakni Pieter Both menjadikan Jayakarta sebagai basis untuk administrasi dan perdagangan VOC. Di tahun 1611 VOC mendapatkan tugas pertamanya yakni membangun satu rumah dari kayu dengan fondasi berupa batu yang kemudian mereka mendirikannya di lahan seluas 1,5 hektar di bagian timur sungai Ciliwung.

Tahun 1618-1623 diangkat seorang Gubernur Jenderal yang baru yakni Jan Pieterszoon Coen yang mendirikan bangunan bernama Mauritius Huis yang bertembok tinggi dan tembok batu di sekitarnya untuk ditempatkan beberapa Meriam. Selang beberapa waktu Gubernur Jenderal Coen memerintahkan kembali untuk membangun tembok setinggi 7 meter hingga bangunan itu menjaid benteng. Kemudian Belanda menyerang Jayakarta tanggal 30 Mei 1619. Mereka membumi hanguskan Jayakarta dan Belanda berhasil merebut kekuasaan dari Kerajaan-kerajaan. Gubernur Jenderal Coen mengganti nama Jayakarta menjadi Batavia setelah sebelumnya mencetuskan ide dengan nama Nieuwe Hollandia. Ia pun memberikan motonya sebagai semboyan kota Batavia yakni ‘Dispereert Niet’ yang artinya ‘Jangan Putus Asa’.

4 Maret 1621 nama Jayakarta resmi berubah menjadi Batavia yang mengalami banyak perubahan. Pembangunnya sendiri selesai pada 1650. Kota Batavia semula terletas ditengah kasti dengan tembok tinggi dan banyak parit. Abad ke-17 dibentuk perbatasan antara Batavia dengan wilayah kekuasaan Banten oleh adanya kali Angke dan kali Cisadane. Daerah diluar benteng dan tembok menjadi tidak aman. Tahun 1659 dan 1684 terdapat persetujuan bersama yakni antara Banten dengan Mataram utuk menetapkan daerah Cisaden dan Citarum. Tahun 1799 VOC resmi dibubarkan setelah mengalami kebangkrutan, korupsi, dan ketidak beresan. Bubarnya VOC juga sebagai sambutan untuk Kerajaan Belanda yang diperintah oleh Raja Louis Napoleon.

Tahun 1808 diangkat seorang Gubernur Jenderal yang baru yakni Herman Willem Daendels yang terkenal akan kedisiplinannya. Daendels memerintahkan didirikannya pabrik senjata di Batavia, pembangun jalan raya hingga pembangunan benteng pertahanan.

Masa Pendudukan Jepang

Kekuasaan Kolonial Belanda berakhir di Indonesia pada tahun 1942 ketika pihak Belanda menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah Jepang. Penjajahan di Indonesia terus berlanjut dengan datangnya pemerintahan Jepang dan berkuasan tahun 1942-1945. Jepang menyuarakan propaganda 3A yakni Jepang sebagai Pemimpin Asia, pelindung Asia, dan Cahaya Asia. Jepang menggunakan taktik sedemikian rupa dengan berpura-pura merangkul rakyat Indonesia agar kekuasaannya perlahan-lahan bisa diterima.

Jepang melatih pemuda pemuda Indonesia untuk siap berperang dengan membentuk PETA (Pembela Tanah Air) dan menjanjikan kemerdekaan dengan membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 1 Maret 1945. Nama Batavia yang merupakan pemberian Belanda pun mengalami pergantian menjadi Jakarta saat masa pendudukan Jepang ketika Jepang memutuskan terlibat dalam Perang Dunia II.
Peranan Kota Jakarta dalam Kemerdekaan Indonesia
 
Keterlibatan Jepang dalam perang Dunia II menjadi bumerang untuk negeri matahari terbit itu. tahun 1945 pihak sekutu melepaskan bom atom dari udara di kota Hiroshima tanggal 6 Agustus 1945 dan di kota Nagasaki 9 Agustus 1945. Dengan keadaan Negara yang tengah luluh lantak maka terjadi kekosongan kekuasaan di Indonesia karena pihak Jepang yang tengah fokus pada tragedi pengeboman. Hal tersebut membuat sebagian pemuda bersikeras untuk segera memproklamirkan kemerdekaan dan ketegangan pun sempat terjadi dengan golongan tua.


Akhirnya tanggal 17 Agustus 1945 bertempat di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta yakni rumah Bung Karno pada pukul 10.00 pagi dibacakan proklamasi oleh Bung Karno yang didampingi Bung Hatta dan diteruskan dengan pengibaran bendera Merah Putih. Berita tentang telah diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia dilakukan melalui stasiun radio RRI Jakarta.

Tokoh-tokoh yang pernah menjadi Gubernur DKI Jakarta

Sejak itulah Jakarta menjadi Ibukota dan pusat pemerintahan hingga saat ini. Menjadi Jantung Indonesia dalam segala bidang yang menggerakan pemerintahan. Sebagai sebuah Provinsi Jakarta
dipimpin oleh seorang Gubernur dan wakil Gubernur

Berikut adalah nama-nama tokoh yang pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta :
  1. Soewirjo (1945-1947)
  2. Daan Jahja (148-1950)
  3. Soewirjo (1950-1951)
  4. Syamsurijal (1951-1953)
  5. Sudiro (1953-1960)
  6. Soemarno Sosroatmodjo (1960-1964)
  7. Ali Sadikin (1966-1977)
  8. Tjokropranolo (1977-1982)
  9. Soeprapto (1982-1987)
  10. Wiyogo Atmodarminto (1987-1992)
  11. Soerjadi Soedirdja (1992-1997)
  12. Sutiyoso (1997-2002, 2002-2007)
  13. Fauzi Bowo (2007-20012)
  14. Joko Widodo (2012-2014)
  15. Basuki Tjahaya Purnama (2014-2017)
  16.  Anies Baswedan (2017-sekarang)
sumber : http://sejarahlengkap.com/indonesia/sejarah-jakarta





Baca Artikel Terkait: