-->

Rabu, 07 Juni 2023

 MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA



D

I

S

U

S

U

N

Oleh :

NURHAYU MUHNI 22090020






FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PENDIDIKAN TAPANULI SELATAN (IPTS)

TAHUN AJARAN 2023/2024


KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa sehingga tugas Makalah yang berjudul “Sistem Politik Islam” ini dapatkami selesaikan. Makalah ini kami buat sebagai kewajiban untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Pendidikan Agama Islam.

Dalam kesempatan ini, penulis ucapkan terimakasih yang dalam kepada semua pihak yang telah membantu menyumbangkan ide dan pikiran demi terwujudnya makalah ini. Akhirnya saran dan kritik pembaca yang dimaksud untuk mewujudkan kesempurnaan makalah ini penulis sangat hargai.





















DAFTAR ISI

Daftar Isi lembaran

COVER i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

LATAR BELAKANG 1

RUMUSAN MASALAH 1

TUJUAN PENULISAN 2

BAB II PEMBAHASAN 3

PENGERTIAN SISTEM POLITIK ISLAM 3

PRINSIP-PRINSIP DASAR DALAM POLITIK ISLAM 4

KONSTRIBUSI UMAT ISLAM TERHADAP POLITIK DI INDONESIA 7

BAB III PENUTUP 9

KESIMPULAN 9

SARAN 9

DAFTAR PUSTAKA 10













BAB I 

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Islam sebagai agama Allah merupakan suatu sistem kehidupan yang meliputi semua aspek kehidupan. Salah satu aspek yang diatur pula dalam Islam adalah politik. Dalam perspektif Islam, politik dapat diposisikan sebagai instrumen dakwah. Karena itu, kekuasaan yang diberikan oleh rakyat pada hakikatnya adalah suatu amanah. Maka kekuasaan atau jabatan apa pun yang dipangku oleh seseorang muslim haruslah dinisbahkan dengan pertanggungjawaban. Di sinilah dituntut bahwa berpolitik perlu memperhatikan akhlak, etika, aspirasi rakyat, dan tuntunan nilai-nalai Islam.

Politik adalah salah satu aspek yang diatur dalam Islam. Hal ini sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw ketika Hijrah ke Madinah. Nabi Muhammad Saw menciptakan suatu kekuatan sosial-politik dalam sebuah Negara Madinah. Hal yang pertama dilakukan Nabi Muhammad Saw di Madinah dalam rangka pembentukan sebuah negara adalah membuat Piagam Madinah pada tahun pertama Hijriyah. Piagam yang berisi 47 pasal ini memuat peraturan-peraturan dan hubungan antara berbagai komunitas dalam masyarakat Madinah yang mejemuk. Di negara baru ini Nabi Muhammad bertindak sebagai Kepala Negara dengan piagam Madinah sebagai Konstitusinya.

Politik dalam bahasa Arab disebut siyasah.Dalam kamus Lisanul Arabdisebutkan bahwa kata siyasah bermakna mengurus sesuatu dengan kiat-kiat yang membuatnya baik atau berarti pengurusan suatu perkara hingga menjadi baik. Pemikiran politik adalah aplikasi rasio manusia, seperti halnya pemikiran lain yang dilakukan untuk mengatur urusan-urusan kehidupan. Ia dihasilkan dari penyusunan premis-premis yang telah diketahui untuk mendapatkan konklusi-konklusi yang belum diketahui.

karena pemikiran-pemikiran manusia berlabuh dari pandangan umumnya, sistem kepercayaannya, dan kerangka rujukannya yang menjadi acuan pengambilan sumber, macam metodologi dan filsafat pengetahuannya maka kaum muslimin mempunyai pemikiran politik yang berlabuh dari pandangannya, dan dijelaskan kaidah-kaidahnya dalam pokok-pokok pemikiran dan sumber-sumber itu. Oleh karena itu, Al Qur’anul-Karim perlu dijadikan landasan sebagai sumber pembentuk hukum yang mutlak.

RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas dapat di tentukan rumusan masalah sebagai berikut, yaitu :

Apa pengertian sistem politik islam?

Apa saja prinsip-prinsip dasar dalam politik islam?

Apa saja kontribusi umat islam terhadap politik di Indonesia?



TUJUAN PENULISAN

Untuk mengetahui pengertian sistem politik islam,

Untuk mengetahui prinsip-prinsip dasar politik islam,

Untuk mengetahui kontribusi islam terhadap politik di Indonesia.

























BAB II 

PEMBAHASAN

PENGERTIAN SISTEM POLITIK ISLAM

Apa itu Politik? Dan kapan istilah ini muncul? Politik dalam pemahaman orang Yunani diartikan sebagai negara kota (polis). Istilah ini diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles (384-322 SM). Ia berangkat dari pengamatannya tentang manusia yang pada dasarnya adalah binatang politik . Dengan itu ia ingin menjelaskan, hakikat kehidupan social sesungguhnya merupakan politik dan interaksi satu sama lain dari dua atau lebih orang sudah pasti akan melibatkan hubungan politik. Aristoteles melihat hal ini sebagai kecenderungan alami dan tak dapat dihindarkan oleh manusia dan hanya sedikit orang yang cenderung mengasingkan dirinya dari bekerja sama dengan orang lain.

Pada abad ke-16 sampai awal abad ke20, politik diartikan secara lebih sempit dibandingkan dengan pengertian yang difahami orang-orang Yunani. Seorang filosof Politik Perancis, Jean Bodin (1530- 1596) memperkenalkan istilah ilmu politik (science politique). Tetapi karena ia seorang pengacara, sorotannya mengenai ciri-ciri negara menyebabkan ilmu politik menjadi terkait dengan organisasi dari lembaga yang mempunyai sangkut-paut dengan hukum. Montesquieu (1689-1755), mengemukakan bahwa semua fungsi pemerintahan dapat dimasukkan dalam kategori legislative, eksekutif, dan yudikatif. Berdasarkan perspektif ini dapat dipahami bahwa para ahli ilmu politik sampai sekarang ini, memusatkan perhatian, pada organisasi dan sistem kerja lembaga-lembaga yangmembuat undang-undang, yang melaksanakannya dan yang menampung pertentangan yang timbul dari kepentingan yang berbeda dan bermacam- macam penafsiran tentang undang-undang.

Dalam perspektif Islam, istilah politik disamakan dengan kata al-Siasah . Kata siasah berasal dari kata “sasa”. Kata ini dalam kamus Al-Munjid dan Lisan al-Arab berarti mengatur, mengurus dan memerintah. Siasah dapat pula berarti pemerintahan dan politik, atau membuat kebijaksanaan. Abdul Wahhab Khallaf mengutip ungkapan AlMaqrizi menyatakan, arti kata siyasat adalah mengatur. Kata sasa sama dengan “to govern, to lead. Siasah sama dengan policy (of government, corporation, etc.). Jadi siasah menurut bahasa mengandung beberapa arti, yaitu mengatur, mengurus, memerintah, memimpin, membuat kebijaksanaan, pemerintahan dan politik. Artinya mengatur, mengurus dan membuat kebijaksanaan atas sesuatu yang bersifat politis untuk mencapai sesuatu tujuan adalah siasah.

Secara terminologis dalam Lisan alArab, siasah adalah mengatur atau memimpin sesuatu dengan cara yang membawa kepada kemaslahatan. Sedangkan di dalam Al- Munjid disebutkan, siasah adalah membuat kemaslahatan manusia dengan membimbing mereka ke jalan yang menyelamatkan. Dan siasah adalah ilmu pengetahuan untuk mengendalikan tugas dalam negeri dan luar negeri, yaitu politik dalam negeri dan politik luar negeri serta kemasyarakatan, yakni mengatur kehidupan umum atas dasar keadilan dan istiqomah. Abdul Wahhab Khallaf mendefinisikannya sebagai “undang-undang yang diletakkan untuk memelihara ketertiban dan kemaslahatan serta mengatur keadaan. Ibnu al-Qayim yang dinukilkannya dari Ibn Aqil menyatakan; “Siasah merupakan suatu perbuatan yang membawa manusia dekat kepada kemaslahatan dan terhindar dari kerusakan walaupun Rasul tidak menetapkannya dan Allah tidak mewahyukannya. Pengertian yang singkat dan padat juga dikemukakan oleh Bahantsi Ahmad Fathi yang menyatakan siasah adalah “pengurusan kepentingankepentingan (mashalih) umat manusia sesuai dengan syara .

 Pada prinsipnya pengertian-pengetian tersebut di atas mengandung persamaan. Siasah berkaitan dengan mengatur dan mengurus manusia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara dengan membimbing mereka kepada kemaslahatan dan menjauhkannya dari kemudaratan. Disamping ada kesamaannya ada pula perbedaannya terutama pada penekanan orientasi. Tiga definisi pertama bersifat umum, yaitu siasah yang tidak memperhatikan nilai-nilai syariat agama sekalipun tujuannya untuk mewujudkan kemaslahatan. Corak siasah ini dikenal dengan istilah siyasat wadh’iyat, yaitu siasah yang berdasarkan kepada pengalaman sejarah dan adat masyarakat serta hasil oleh pemikiran manusia dalam mengatur hidup manusia bermasyarakat dan bernegara. 

Namun tidak semua siyasat wadh’iyat ditolak selama ia tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran dan ruh Islam. Sedangkan dua definisi terakhir bersifat khusus, yaitu siasah yang berorientasi kepada nilai-nilai kewahyuan atau syariat. Corak siasah ini dikenal dengan istilah Siasah Syar’iyah atau Fiqih Siasah(dua istilah yang berbeda tetapi mempunyai pengertian yang sama), yaitu siasah yang dihasilkan oleh pemikiran manusia yang berlandaskan etika agama dan moral dengan memperhatikan prinsip-prinsip umum syariat dalam mengatur manusia hidup bermasyarakat.


PRINSIP-PRINSIP DASAR POLITIK DALAM ISLAM

Prinsip dasar hukum politik Islam menurut perspektif Al-Quran mengingat hukum politik Islam (fiqh siyasah) adalah hukum yang terus berkembang dengan cepat dan dinamis, Perkembangan ini memerlukan pengetahuan tentang prinsip-prinsip dasar apa yang dirumuskan para ulama dalam bidang siyasah sehingga perkembangan hukum politik Islam tidak lari dari rel dan norma standar yang telah disepakati. 

Menurut Islam, mekanisme operasional pemerintahan dan ketatanegaran mengacu pada prinsip-prinsip syari’ah yang bersumber dari Al-Quran dan Hadis. Prinsip-prinsip negara dalam Islam tersebut ada yang berupa prinsip-prinsip dasar yang mengacu pada teks-teks syari’ah yang jelas dan tegas, dan ada pula prinsip-prinsip tambahan yang merupakan kesimpulan dan termasuk ke dalam fiqh siyasah atau Hukum ketatanegaraan dalam Islam. Prinsip-prinsip hukum politik Islam yang telah diuraikan oleh para pakar politik Islam dalam berbagai referensi sangat variatif, dalam kajian ini prinsip-prinsip siyasah dan penyelenggaraan negara dalam Alquran dapat diformulasikan tujuh prinsip dasar hukum politik Islam. yaitu : 

 1). Prinsip kedaulatan;

 2). Prinsip keadilan; 

3). Prinsip musyawarah dan Ijma’; 

4). Prinsip persamaan; 

5). Prinsip hak dan kewajiban negara dan rakyat; 

6). Prinsip amar ma’ruf nahi munkar.

Pada dasarnya Islam tidak pernah mendoktrinkan sebuah sistem politik tertentu secara utuh dan baku. Politik dalam Islam sangatlah lentur dan dinamis, terlihat dari bagaimana rekam jejak Nabi dan para penggantinya yang disebut Khulafaurrasyidin mengelola kehidupan politik umat Islam di awal sejarah.

Karena itu istilah negara Islam (darul/daulah islam) atau pun khilafah tidak pernah disebut dalam Al-Quran dan tidak diajarkan dalam hadis. Al-Quran hanya pernah menyebut kata khalifah merujuk pada peran manusia di bumi dan khalaif merujuk pada sebuah generasi. Keduanya tidak mempunyai konotasi politik dan apalagi, tidak bisa disebut sebagai sistem politik.

Relasi Islam dan politik memang telah diperbincangkan sejak sangat lama. Beberapa ulama yang pernah mengkaji politik Islam di antaranya adalah al-Farabi (w. 339 H), al-Mawardi (w. 450 H), al-Ghazali (w. 505 H), Ibn Taymiyah (728 H) dan Ibn Khaldun (w. 784 H). Dan di era kontemporer di antaranya adalah Jamaludin al-Afghani (w. 1897 M), Hasan al-Banna (w. 1949 M), Abdul Wahab Khalaf (w. 1956 M), Ali Abd al-Raziq (w. 1966 M), Sayyid Quthb (w. 1966), al-Maududi (w. 1979 M), Abdurrahman Wahid (w. 2009 M), dan lainnya.

Semua teori tentang politik Islam yang ditawarkan oleh para tokoh tersebut adalah bersifat ijtihadi dengan kebenaran yang relatif, tidak ada yang qot’i al-dilalah berasal dari nas Al-Quran. Karena itu tawaran tentang gambaran seperti apa politik Islam sangat beragam dan jauh dari kata baku. Masing-masing ijtihad dipengaruhi oleh kondisi sosial-politik negara pada saat mereka hidup. Sehingga bentuk sistem politik Islam pada dasarnya sangat fleksibel menyesuaikan kondisi yang maslahat di masing-masing negara, bisa saja republik, kerajaan, keamiran, maupun lainnya.

Namun meski Islam tidak mengajarkan sebuah sistem yang utuh tentang politik, Islam menekankan sejumlah prinsip dan moralitas berpolitik dan bernegara. Paling tidak ada tujuh prinsip politik Islam yang tersirat di dalam Al-Quran. 

Pertama, Amanah. Dikarenakan seorang politisi adalah pemegang mandat rakyat atau konstituen di mana di dalamnya terkandung sebuah perjanjian (baiat/pemilu), maka menjalankan amanah merupakan sebuah kewajiban. Hal tersebut disampaikan oleh Allah dalam QS al-Nisa [4] ayat 58: “Sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk menunaikan amanah kepada yang berhak menerimanya.” Di sisi lain, bagi rakyat juga ada kewajiban menaati seorang pemimpin (QS. Al-Nisa [4]: 59).

Kedua, keadilan (‘adalah), merupakan sebuah prinsip yang sangat ditekankan oleh Islam sebagai soko guru dalam bernegara. Keadilan harus dijalankan dengan kejujuran, ketulusan dan integritas. Keadilan ini berlaku untuk semua makhluk, tanpa memandang status sosial, ras, suku, agama maupun kedekatan hubungan. Allah SWT berfirman: “Berlakulah adil walaupun terhadap kerabat.” (QS. Al-An’am [6]: 152) Juga: “Berlakulah adil, karena adil itu lebih dekat dengan takwa.” (QS. Al-Maidah [5]: 8).

Ketiga, musyawarah (syura). Musyawarah merupakan sebuah etika politik utama, yang bersifat komunikatif-dialogis. Musyawarah merupakan sebuah media mencapai hasil mufakat atau pengambilan jalan tengah. Dengan musyawarah, totalitarianisme dan penggumpalan kekuasaan pada satu orang yang lebih berpotensi keliru dapat diminimalisir. Allah SWT berfirman: “Hendaklah urusan mereka tentang permasalahan dunia diputuskan dengan bermusyawarah di antara mereka.” (QS. Al-Syura [42]: 38). Pesan yang hampir sama juga disampaikan oleh QS. Ali Imran [3] ayat 159. Dalam prinsip ini pula nasehat dan kritik konstruktif terhadap penguasa menemukan legitimasinya.

Keempat, kebhinekaan dan kebangsaan (sya’bi). Prinsip ini sebagaimana penjelasan Allah SWT dalam firman-Nya: “Hai manusia, sesugguhnya kami menciptakan kalian dari seorang lelaki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar supaya kamu saling memahami. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah di antara kalian adalah yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat [49]: 13). Berdasarkan ayat ini, kebhinekaan merupakan hal yang niscaya dan dalam konsteks bernegara semua mempunyai hak dan kewajiban yang setara, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi dalam susunan Piagam Madinah.

Kelima, kebebasan (huriyah). Dalam kehidupannya, manusia dihadapkan pada konsekuensi dan tanggungjawab. Itu meniscayakan adanya sebuah kebebasan dalam memilih setiap langkah kehidupan. Sebuah konsekuensi tidak mungkin dibebankan kepada manusia yang dipaksa tanpa punya kehendak memilih. Manusia sendiri dilahirkan dalam keadaan merdeka. Karena itu kebebasan memilih merupakan hakikat kehidupan manusia di bumi ini. Kebebasan dijamin bahkan dalam sebuah hal yang sangat prinsip, yaitu memilih agama. Allah SWT berfirman: “Tidak ada paksaan dalam memeluk agama.” (QS. Al-Baqarah [2]: 256). Dalam hal ini, adanya kebebasan beragama tidak menafikan pentingnya dakwah dan dalam konteks bernegara di ruang publik, kebebasan seseorang harus dibatasi oleh kebebasan orang lain.

Keenam, kemaslahatan dan kesejahteraan, merupakan salah satu tujuan utama didirikannya sebuah negara. Karena itu politik seorang negarawan harus berorientasi pada kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat, sebagaimana digambarkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya: “Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.” (QS. Saba’ [34]: 15)

Ketujuh, perdamaian (salam). Pada dasarnya Islam merupakan agama yang mencintai perdamaian. Jalan damai merupakan jalan yang selalu dipilih oleh Nabi sebagaimana terlihat dalam Suluh Hudaybiyah, meski Nabi harus menerima konsekuensi yang pahit. Adapun perang merupakan sebuah jalan keluar yang terjadi karena situasi yang darurat, yaitu adanya serangan musuh. Dalam kondisi negara yang damai lah umat beragama bisa beribadah dengan khusyuk dan tenang. Dalam kondisi damai pula Islam bisa didialogkan kebenarannya dengan umat agama lain. Terkait ini Allah SWT berfirman: “Apabila mereka cenderung pada perdamaian, maka penuhilah perdamaian itu.” (QS. Al-Anfal [8]: 61).

KONTRIBUSI ISLAM TERHADAP POLITIK DI INDONESIA

Islam sebagai agama rahmatan lil alamin harus benar-benar diyakini oleh para pemeluknya. Keyakinan ini akan tecermin dalam bentuk perilaku umat Islam yang sangat positif, baik untuk dirinya maupun masyarakat, termasuk alam lingkungannya. Kehadirannya akan memberikan kesejukan bagi orang-orang di sekitarnya, sehingga komunitas tempat umat Islam berada akan terasa nyaman, aman, tenteram, dan damai.

Secara sederhana bisa kita lihat ketika Islam mengucapkan salam pembukaan atau ketika saling bertemu. Di situ jelas umat Islam dianjurkan untuk mendoakan keselamatan, rahmat Allah, dan keberkahan. Begitu juga ketika umat Islam akan memulai pekerjaan, dianjurkan untuk mengucapkan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang (bismillahirrahmanirrahim). Kedua hal itu harus benar-benar diresapi sehingga umat Islam tidak memelihara dendam dan kebencian.

Jadi, konsep dasar Islam itu sangat jauh dari perilaku brutal, teror, dan menakutkan. Konsep dasar inilah yang harus menjadi pegangan setiap insan muslim. Bila ada umat Islam yang brutal, kasar, dan teroris, berarti dia tidak memahami konsep dasar keislaman ini.

Perspektif kebaikan ini harus betul-betul ditanamkan dalam benak muslim. Dengan demikian, langkah-langkah berikutnya, termasuk pikiran dan tindakannya, akan memberikan energi positif terhadap dirinya, masyarakat, dan lingkungannya.

Indonesia saat ini sudah termasuk negara demokrasi terbesar ketiga setelah India dan Amerika Serikat. Hal ini juga berarti Indonesia adalah negara demokrasi dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Kita harus bangga bahwa sejak dimulainya sistem pemilihan presiden langsung pada 2004, semuanya berjalan lancar.

Islam sebagai sebuah ajaran yang mencakup persoalan spiritual dan politik telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap kehidupan politik di Indonesia. Pertama di tandai dengan munculnya partai- partai yang berazaskan Islam, serta partai Nasionalis yang berbasis Islam. Yang kedua di tandai dengan sikap proaktifnya tokoh-tokoh politk Islam dan umat Islam tehadap keutuhan NKRI sejak proses awal kemerdekaan hingga zaman reformasi. Piagam Jakarta merupakan hadiah umat Islam kepada bangsa Indonesia.

Berkaitan dengan keutuhan Negara, Mohammad Natsir pernah menyeru umat islam agar tidak mempertentangkan Pancasila dengan Islam. Dalam pandangan Islam, rumusan pancasila bukan merupakan sesuatu yang bertentangan dengan ajaaran Al-Qur’an. Karena nilai-nilai yang terdapat ddalam Pancasila, juga merupakan bagian dari nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an, demi ketuhanan, persatuan dan kesatuan umat Islam rela menghilangkan tujuh kata dari sila pertama Pancasila yaitu kata-kata “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”

Umat Islam di Indonesia dapat menyetujui Pancasila dan UUD 1945 sekira-kiranya atas pertimbangan yang pertama, nilai nya di benarkan oleh ajaran agama Islam. Dan yang kedua, fungsinya sebagai noktah-noktah kesepakatan atas berbagai golongan, untuk mewujudkan kesatuan dan persatuan politik bersama.























BAB III

PENUTUP

KSEIMPULAN

Islam tidak mengajarkan sebuah sistem politik tertentu yang baku. Tetapi Islam sebagai agama yang syumul, melalui kitab suci Al-Quran menekankan prinsip dan moralitas etika berpolitik dan bernegara, di antaranya adalah amanah, ‘adalah (keadilan), syura (musyawarah), kebhinekaan, huriyah (kebebasan), kemaslahatan, dan salam (perdamaian). Islam tidak mendoktrinkan sebuah bentuk formalitas sistem tetapi menekankan esensi dan substansi dalam sebuah sistem. Dengan kata lain, bukan sebuah negara berlabel Islam yang dicita-citakan, tetapi sebuah negara yang mengandung nilai-nilai islami. Di sinilah letak kesempurnaan Islam, sebagaimana disampaikan oleh kaedah, al-‘ibrah bi al-jawhar la bi al-mazhar.

SARAN

Umat islam sebagai mayoritas di Indonesia diharapkan memberikan kontribusi terhadap politik di Indonesia lebih banyak dan semoga Islam lebih bisa memajukan bangsa Indonesia dari Negara berkembang menjadi Negara maju. 
















DAFTAR PUSTAKA

https://kolom.tempo.co. Islam dalam.Perpolitikan Indonesia. Di Akses pada tanggal 18 Mei 2023.

https://id.scrid.com. Konstribusi Umat Islam Terhadap politik di Inonesia. Di Akses pada tanggal 18 Mei 2023.

https://tafsiralquran.id. Tujuh Prinsip politik Islam dalam Al-qur’an. Di Akses pada Tanggal 18 Mei 2023.

https://pelita.ar-rainy.ac.id. Prinsip Dasar Hukum Politik Islam dalam Prefektif Al-qur’an. Di Akses pada Tanggal 18 Mei 2023.

https://media.neliti.com. Pemahaman Politik Islam. Di Akses pada Tanggal 18 Mei 2023.









































PERTANYAAN

1.WAHYU ILAHI

apakah Indonesia memakai sistem politik Islam dan jika Indonesia memakai sistem politik Islam sistem politik apa yang dipakai oleh Indonesia?


2.LATIFAH NAINGGOLAN

Bagaimana perkembangan sistem politik Islam di Indonesia saat ini?


3.SITI

Mengapa umat Islam harus ada yang jadi politikus dan apa tujuannya?


JAWAB

1. Karena di Indonesia itu memakai sistem demokrasi di mana sistem demokrasi tersebut dipimpin oleh seorang pemimpin presiden sebagai kepala negara. Sedangkan seperti di Aceh di situ baru memakai sistem politik Islam seperti memberikan hukum mati seperti yang ada di Arab

2. perkembangan sistem politik Islam di Indonesia saat ini sangat-sangat memasukkan pemikiran budaya barat karena jika seorang muslim atau seorang yang memeluk agama Islam harus mengikuti sunnah dan ajaran nabi mulai dari berpakaian menggunakan pakaian-pakaian yang syar'i sedangkan di Indonesia ini sudah memasukkan budaya barat dengan cara memakai pakaian yang yukensi atau yang ketat sehingga dapat dilihat bentuk tubuhnya yang kedua berdasarkan seni seni Islam itu seperti rebana atau nasyid sedangkan di Indonesia saat ini seni yang diagung-agungkan untuk saat ini seperti DJ ataupun yang zaman sekarang disebut dengan Jeje sehingga Islam hampir larut dengan adanya budaya barat yang dimasukkan di dalam politik Indonesia khususnya di Indonesia.

3. mengapa umat Islam harus ada yang jadi politikus karena umat Islam itu harus dan wajib memiliki jiwa kepemimpinan jika seseorang itu sudah memiliki jiwa kepemimpinan maka dia bisa menjadi wakil dari umat Islam sebagai politikus karena bagi kita umat Islam itu wajib untuk menjadi politikus karena jangan sampai agama Islam itu tergeserkan oleh agama-agama lain karena di Indonesia ini harus dipegang teguh oleh pemimpin yang memang beragama Islam tujuannya untuk membuat negara kita menjadi jauh lebih maju dan memiliki perubahan setiap tahunnya dengan adanya politikus politikus di Indonesia.Bisa dibilang politikus politikus ini adalah yang membantu pemimpin untuk mensejahterakan rakyat dan membangun negara Indonesia mulai dari negara yang berkembang menjadi negara maju




















Baca Artikel Terkait: