-->

Sabtu, 03 Februari 2018

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Para pendidik adalah guru, orang tua, tokoh masyarakat, dan siapa saja yang memfungsikan dirinya untuk mendidik. Siapa saja dapat menjadi pendidik dan melakukan upaya untuk mendidik secara formal maupun nonformal. Para pendidik haruslah orang yang patut diteladani. Orang yang membina, mengarahkan, menuntun, dan mengembangkan minat serta bakat anak didik, agar tujuan pendidikan tercapai dengan baik. Para pendidik adalah subjek yang melaksanakan pendidikan. pendidik mempunyai peran penting untuk berangsungnya pendidikan. baik atau tidaknya pendidik berpengaruh besar terhadap hasil pendidikan. para pendidik memikul tanggung jawab yang berat untuk memajukan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, Negara bertanggung jawab untuk meningkatkan kinerja para pendidik melalui beberapa peningkatan. Misalnya peningkatan kesejahteraan para pendidikan, menaikan tunjangan fungsional para pendidik, membantu dana pendidikan lanjutan hingga meraih gelar doktor dan memberikan beasiswa untuk berbagai penelitian.[1]
Pendidik merupakan faktor penting dari sistem pendidikan yang sedang berlangsung. Pendidik merupakan orang terdepan untuk peningkatan SDM sebab pendidik adalah ujung tombak bagi keunggulan manusia.[2]


B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pendidik?
2. Bagaimana karakteristik manusia sebagai pendidik?
3. Apa dan bagaimana ketauladanan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pendidik dalam suatu pendidikan
2. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik manusia sebagai pendidik
3. Untuk mengetahui apa itu ketauladanan dan bagaimana ketauladanan



BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidik
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (JS. Badudu dan Sultan Mohammad) disebutkan bahwa: “Pendidik adalah guru atau orang yang mendidik.”[3]
Secara umumnya pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat, oleh sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah orang tua dalam keluarga, guru/pendidik dalam sekolah, pemimpin program pembelajaran, latihan dan masyarakat/ organisasi.[4]
Pendidik dalam islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi efektif, potensi kognitif maupun potensi psikomotorik. Pendidik sebagai faktor yang menentukan mutu pendidikan. karena pendidik berhadapan langsung dengan para peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas. Ditangan pendidik mutu kepribadian mereka dibentuk.[5]
Istilah pendidik juga memiliki banyak makna, dalam beberapa istilah pendidik sering disamakan dengan guru walaupun pada hakikatnya berbeda akan tetapi apa yang dimaksudkan sebenarnya sama. Pendidik adalah bapak rohani (spiritual father) bagi peserta didik, yang memberikan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak dan meluruskan perilakunya yang buruk.[6]
Dalam paradigma jawa, pendidik diidentikkan dengan guru (gu dan ru) yang berarti”digugu dan ditiru”. Namun dalam paradigm baru, pendidik tidak hanya bertugas sebagai pengaja, tetapi juga motivator atau fasilitator proses belajar mengajar yaitu relasi dan aktualisasi sifat-sifat ilahi manusia degan cara aktualisasi potensi-potensi manusia untuk mengimbangi kelemahan-kelemahan yang dimiliki.[7]
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasiona, pendidik adalah tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakuka pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Pendidik berkewajiban: (1) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; (2) mempunyai komitmen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan; (3) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademikdan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Koalifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu, kompetensi sebagai agen pembelajaran meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional, dan kompetensi sosial. (PP 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan).[8]
Dalam pendidikan, guru adalah seseorang pendidik, pembimbing, pelatih, dan pemimpin yang dapat menciptakan iklim belajar yang menarik, memberi rasa aman, nyaman dan kondusif dalam kelas. [9] Keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangat krusial, sebab kewajibannya tidak hanya mentransformasikan pengetahuan (knowledge) tetapi juga dituntut menginternalisasikan nilai-nilai (value/qimah) pada peserta didik. Bentuk nilai yang diinternalisasikan paling tidak meliputi: nilai etis,nilai pragmatis, nilaieffect dan nilai religious.[10]
Dalam pendidikan, seorang pendidik mempuyai tugas ganda, yaitu sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat.sebagai abdi Negara pendidik dituntut melaksanakan tugas-tugas yang menjadi kebijakan pemerintah dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan sebagai abdi masyarakat, pendidik dituntut berperan aktif mendidik masyarakat dari belenggu keterbelakangan menuju masa depan yang gemilang.[11] Dan untuk dapat melaksanakan hal itu semua seorang pendidik harus memenuhi persyaratan dan kompetensi juga profesional. Kompetensi dasar bagi pendidik ditentukan oleh tingkat kepekaannya dari bobot potensi dasar dan kecenderungan kecenderungan yang dimilkinya.[12]
Secara umum, pendidik memiliki peran penting dalam pendidikan karakter dan peningkatan SDM maka ada beberapa kualifikasi yang harus dimiliki oleh pendidik atau guru, yaitu:[13]
1. Berkualitas professional;
2. Tampil sebagai teladan (uswah/role model);
3. Melaksanakan tugas berlandaskan “niat ibadah” kepada Allah, bukan berorientasi duniawi atau materi semata.
Syarat mendasar bagi pendidik profesinal:[14]
1. Besredia untuk selalu belajar;
2. Secara teratur membuat rencana pembelajaran sebelum mengajar;
3. Bersedia diobservasi;
4. Selalu tertantang untuk meningkatkan kreativitas;
5. Memiliki karakter yang baik.
Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta sidik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Pada tingkat yang sangat umum, guru adalah seseorang yang membantu orang lain belajar. Namun sesungguhya guru melakukan lebih banyak hal dari pada sekedar menjelaskan, menerangkan (ceramah), dan memberi latihan. Mereka juga mendesain materi, membuat penugasan, mengevaluasi perilaku peserta didik, dan menetapkan disiplin. Mereka harus memilki catatan, mengatur ruang kelas, menciptakan pengalaman belajar, berbicara kepada para orang tua, dan membimbing peserta didik.guru memiliki banyak peran, diantaranya: [15]
a. Guru sebagai Ahli Instruksional.
Guru harus selalu membuat keputusan mengenai materi dan metode pengajaran. Keputusan-keputusan ini didasarkan pada sejumlah faktor, termasuk masalah subyek yang ada, kemampuan dan kebutuhan siswa, dan seluruh tujuan yang hendak dicapai. Apa cara terbaik untuk mengajarkan pembagian kepada siswa kelas dua. Bagaimana saya dapat mengajarkan menulis kreatif kepada siswa yang tidak pernah memiliki kemampuan dasar menulis? Buku apa yang hendaknya saya gunakan untuk mengajar membaca bagi siswa yang memiliki kemampuan membaca yang kurang. Guru membuat ratusan keputusan instruksional ini setiap minggu. Sebagai tambahan, mereka ahli untuk mengetahui jawaban atas berbagai pertanyaan mengenai subyek itu sendiri.[16]
b. Guru sebagai Motivator
Tidak ada guru yang otomatis atau secara magis berhasil dalam pembelajaran siswa. Siswa harus bertindak. Salah satu peran guru yang sangat penting adalah peran sebagai motivator. Namun demikian, motivasi memiliki lebih daripada sekedar mengawali tiap pelajaran dengan sesuatu yang menyenangkan. Banyak ketetapan memiliki satu efek pada motivasi siswa. Sebagai contoh, metode penilai yang digunakan seorang guru dapat memotivasi siswa untuk mencoba lebih keras atau bangkit. Semua materi kelas yang dipilih sesuai dengan ketertarikan dan kemampuan siswa akan membantu memotivasi siswa untuk belajar.[17]
c. Guru sebagai Manager
Kebanyakan guru sekolah dasar, rata-rata hanya menggunakan 20 hingga 30 persen waktu untuk melakukan interaksi verbal langsung dengan para siswa (Rosenshine, 1977). Sedangkan 70 persen sisanya, digunakan untuk beberapa bentuk manajemen. Jumlah untuk pengajaran langsung di sekolah sekunder lebih tinggi, namun pengaturan kelas tetap memiliki satu persentase yang besar dari waktu guru. Manajemen mencakup melakukan supervise (pembimbingan) aktivitas kelas, mengatur pelajaran, melengkapi formulir, mempersiapkan tes, dan melakukan pencatatan. Guru juga akan bersentuhan dengan tipe manajemen lain; manajemen kelas, atau pemeliharaan satu lingkungan pembelajaran yang sehat yang relative bebas dari problem-problem perilaku. Guru perlu mengembangkan sejumlah metode untuk berhubungan dengan problem perilaku moyor (utama) dan minor (sepele), sehingga kelas dapat melaksanakan proses pembelajaran.[18]
d. Guru sebagai Pemimpin
Meskipun guru harus meperhatikan kebutuhan tiap siswa, dalam kenyataan mereka jarang bekerja dengan individu-individu dalam satu waktu yang sama. Seorang guru yang efektif adalah seorang pemimpin, yang menggunakan kekuatan kelompok secara efektif untuk mendorong perkembangan individual. Dalam perannya sebagai pemimpin kelompok, “Guru diharapkan menjadi ‘wasit’, detektoif, orang yang meringankan kegelisahan, target perasaan dan frustrasi, teman dan orang kepercayaan, obyek afeksi dan ‘kejengkelan’ dan ego supporter”.[19]
e. Guru sebagai Konselor
Meskipun tidak dapat diharapkan guru bertindak sebagai konselor yang membimbing, akantetapi mereka harus menjadi pengamat yang peka terhadap perilaku manusia. Mereka harus mencoba memberikan respon konstruktif ketika mendapatkan emosi siswa dalam jalur pembelajaran mereka. Mereka perlu tahu ketika seorang siswa perlu menemui ahli kesehatan mental. Seringkali guru diharapkan menetapkan (administer) intelegensi, prestasi, dan tes-tes bakat yang distandarkan, dan menafsirkan hasil tes-tes ini bagi para siswa dan orang tuanya.[20]
f. Guru sebagai “Insinyur Lingkungan”
Istilah “Insinyur Lingkungan” mungkin tampak jauh (tidak berkaitan) ketika anda piker mengeni pengajaran. Namun cara penggunaan ruang kelas, dapat membantu atau malah menghambat pembelajaran. Perubahan-perubahan yang dibuat guru mungkin merupakan rekonstruksi minor (contoh poster dan tempat duduk yang dapat berupa satu lingkaran untuk diskusi), atau merupakan rekonstruksi mayor (besar). Dana sekolah biasanya tidak mengijinkan pembelian rak buku tambahan, pemisah ruang, atau carrelpembelajaran. Jadi, dalam perannya sebagai “insinyur linhkungan” bebrapa guru bahkan membuat atau mengadaptasi mebelar untuk kelasnya. Instrutur yang menggunakan hari Sabtu untuk membuat satu sudut baca pada kelas, ini merupakan salah satu tindakan atas peran guru yang banyak tersebut.[21]
g. Guru sebagai Model (Teladan)
Apapun yang di lakukan seorang guru, maka tindakan tersebut akan menjadi model bagi siswa. Antusiasme untuk satu subyek akan lebih menyenangkan bila diajarkan oleh seorang guru yang antusias dengan memberikan sedikit demonstrasi sempurna daripada menjadi seorang instruktur yang membosankan, seperti berceramah dengan mengagumkan atas nilai subyek tersebut. Ketika itu guru menggunakan keteadanannya secara mendalam. Demonstrasi dalam pendidikan fisik, ekonomi rumah, dan seni industrial seringkali memberikan contoh keteladanan langsung. Namun demikian, dalam banyak kasus lain guru tidak menyadari peran mereka sebagai model. Contoh, guru tetap bertindak sebagai model ketika mendemonstrasikan bagaimana memikirkan masalah. Ketika mereka memaksaan solusinya kepada para siswa, maka para siswa akan belajar bahwa hanya ada satu jawaban terbaik, yakni jawaban otoritas (guru). Ketika mereka membawa siswa berfikir dengan arternatif, maka siswa akan lebih banyak belajar bahwa mereka mampu untuk menghadapi berbagai masalah.[22]
Pengajar atau pendidik sebagai direktur proyek, oleh karena guru harus membuat para peserta didik menyadari masalah-masalah yang dihadapi umat manusia, membantu mereka merasa mengenali masalah-masalah tersebut sehingga mereka merasa terikat untuk memecahkannya, dan menjamin bahwa mereka memiliki keterampilan yang diperlukan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut, maka tugas guru atau pendidik adalah sebagai direktur proyek. Apabila mereka tidak memilikinya, adalah tugas guru untuk mengajarkannya. Guru sebagai Pemimpin Penelitian, guru harus terampil dalam membantu peserta did menghadapi kontroversi dan perubahan, karena sebagian terbesar masalah-masalah yang dipecahkan adalah masalah-masalah yang kontroversial. Guru harus menumbuhkan berfikir berbeda-beda sebagai suatu cara untuk menciptakan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang menjanjikan keberhasilan.[23]
Guru harus mampu mengorganisasikan dengan baik berbagai macam kegiatan belajar serempak. Peranan guru kuat dalam mempengaruhi dan mengawasi kegiatan-kegiatan di kelas. Guru berperan sebagai sebuah contoh dalam pengawalan nilai-nilai dan penguasaan pengetahuan atau gagasan-gagasan.[24] Guru juga motivator bagi siswa. Apabila tidak memiliki motivasi yang tinggi daam dirinya, siswa didiknyapun memiliki motivasi yang rendah dalam menjalani proses pembelajaran dan diterpa keputusan yang berkepanjangan. Motivasi yang dimiliki guru di tembah dengan produktivitas guru dalam segala proses pembelajaran, dapat meningkatkan motivasi dan produktivitas kepribadian siswa. Bagi siswa, merupakan kepribadian yang utuh. Gurupun dianggap sebagai cermin hidupnya. Semangat guru melalui motivasi dijadikan oleh siswa sebagai inspirasi dalam menjalani hidupya, sedangkan produktivitas seorang guru dijadikan siswa sebagai ilmu yang berguna dalam mengisi kehidupan yang lebih baik.[25]
Dalam teori Pendidikan, guru mempunyai peran dominan dalam penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar dikelas dan guru hendaknya orang yang telah menguasai suatu cabang ilmu, seorang guru yang ahli (a master teacher) bertugas membimbing diskusi yang akan memudahkan siswa menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang tepat, dan yang wataknya tanpa cela. Guru dipandang sebagai orang yang memilki otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan keahliannya tidak diragukan.[26]


B. Karakter Manusia sebagai Pendidik
Dalam pendidikan Islam, seorang pendidik hendaknya memiliki karakteristik yang dapat membedakannya dari yang lain. Dalam hal ini An-Nahlawi membagi karakteristik pendidik muslim kepada beberapa bentuk, diantaranya yaitu:[27]
1. Bersifat ikhlas: melaksanakan tugasnya sebagaipendidik semata-mata untuk mencari keridhoan Allah dan menegakkan kebenaran.
2. Mempunyai watak dan sifat rubbaniyah.
3. Bersifat sabar dalam mengajar.
4. Jujur dalam menyampaikan apa yang diketahuinya.
5. Mampu menggunakan metode mengajar yang bervariasi.
6. Mampu mengelola kelas dan mengetahui psikis anak didik, tegas dan proposional.
Sementara dalam kriteria yang sama Al-Abrasyi memberikan batasan tentang karakteristik pendidik, diantaranya :[28]
1. Seorang pendidik hendaknya memiliki sifat zuhud yaitu melaksanakan tugasnya bukan semata-mata karena materi akan tetapi lebih dari itu adalah karena mencari keridhaan Allah.
2. Seorang pendidik hendaknya bersih fisiknya dari segala macam kotoran dan bersih jiwanya dari segala macam sifat tercela.
3. Seorang pendidik hendaknya Ikhlas, tidak riya’, pemaaf, dan mencintai peserta didik juga mengatahui karakteristik anak didiknya.
Secara umum, karakter pendidik yang berkarakter adalah:[29]
a. Mengharap ridha Allah;
b. Jujur dan amanah;
c. Komitmen dalam ucapan dan tindakan;
d. Adil;
e. Berakhalak mulia;
f. Rendah hati;
g. Berani;
h. Menciptakan nuansa keakraban;
i. Sabar dan mengekang hawa nafsu;
j. Baik dalam tutur kata;
k. Tidak egois.
Sikap dan sifat-sifat guru atau pendidik yang baik adalah: (1) bersikap adil; (2) percaya dan suka kepada murid-muridnya; (3) sabar dan rela berkorban; (4) memiliki wibawa di hadapan peserta didik; (5) penggembira; (6) bersikap baik terhadap guru-guru lainnya; (7) bersikap baik terhadap masyarakat; (8) benar-benar menguasai mata pelajarannya; (9) suka dengan mata pelajaran yang diberikannya; dan (10) berpengetahuan luas (Ngalim Purwanto, 2002).[30]
Sementara itu, Departemen Pendidikan Amerika Serikat menggambarkan bahwa guru yang baik adalah dengan ciri-ciri sebagai berikut:[31]
a. Guru yang baik adalah guru yang waspada secara professional. Ia terus berusaha untuk menjadikan masyarakat sekolah menjadi tempat yang paling baik bagi anak-anak muda.
b. Mereka yakin akan nilai atau manfaat pekerjaannya. Mereka terus berusaha memperbaiki dan meningakatkan mutu pekerjaanya.
c. Mereka tidak lekas tersinggung oleh larangan-larangan dalam hubungannya dengan kebebasan pribadi yang dikemukakan oleh beberapa orang untuk menggambarkan profesi keguruan. Mereka secara psikologis lebih matang sehingga rangsangan-rangsangan terhadap dirinya dapat ditaksir.
d. Mereka memiliki seni dalam hubungan-hubungan manusiawi yang diperolehnya dari pengamatannya tentang bekerjanya psikologi, bologi, dan antropologikultural di dalam kelas.
e. Mereka berkeinginan untuk terus tumbuh mereka sadar bahwa dibawah pengaruhnya, sumber-sumber manusia dapat berubah nasibnya (Hamalik, 2002).


Sifat-sifat atau karakteristik guru atau pendidik yang disenangi oleh peserta didik adalah :[32]
a. Demokratis, yakni guru yang memberikan kebebasan kepada anak di samping mengadakan pembatasan-pembatasan tertentu, tidak bersifat otoriter, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan serta dalam berbagai kegiatan.
b. Suka bekerja sama (kooperatif), yakni guru yang bersikap saling memberi dan saling menerima serta dilandasi oleh kekeluargaan dan toleransi yang tinggi.
c. Baik hati, yakni suka memberi dan berkorban untuk kepentingan anak didiknya.
d. Sabar, yakni guru yang tidak suka marah dan lekas tersinggung seta suka menahan diri.
e. Adil, yakni membeda-bedakan anak didik dan memberi anak didik sesuai dengan kesempatan yang sama bagi semuanya.
f. Konsisten, yakni selalu berkata dan bertindak sama sesuai dengan ucapannya.
g. Bersifat terbuka, yakni bersedia menerima kritik dan saran serta mengakui kekurangan dan kelemahannya.
h. Suka menolong, yakni siap membantu anak didik yang mengalami kesulitan atau masalah tertentu.
i. Ramah-tamah, yakni mudah bergaul dan disenangi oleh semua orang, tidak sombong dan bersedia bertindak sebagai pendengar yang baik disamping sebagai pembicara yang menarik.
j. Suka humor, yakni pandai membuat peserta didik menjadi gembira dan tidak tegang atau terlalu serius.
k. Memiliki beragam macam minat, artinya dengan bermacam minat akan merangsang siswa dan dapat melayani berbaga minat anak didik.
l. Menguasai bahan pelajaran, yakni dapat menyampaikan materi pelajaran dengan lancar dan menumbuhkan semangat di kalangan anak didik.
m. Fleksibel, yakni tidak kaku dalam berskap dan berbuat serta pandai menyesuaikan diri denagn lingkungannya.
n. Menaruh minat yang baik kepada siswa, yakni peduli dan perhatian kepada minat siswa.


C. Ketauladanan
Ketauladan berasal dari kata “teladan” yang memiliki arti sesuatu yang patut ditiru untuk dicontoh tentang perbuatan, kelakuan, sifat, dan lain sebagainya. Sedangkan teladan merupakan perilaku seseorang yang sengaja dilakukan atau dijadikan contoh bagi orang yang mengetahuinya atau melihatnya. Dalam bahasa Arab, teladan adalah Uswatun Hasanah. Mahmud Yunus mendefinisikan “uswatun” sama dengan “qudwah” yang berarti “ikutan” dan “hasanah” diartikan perbuatan yang baik, jadi Uswatun Hasanah adalah suatu perbuatan baik seseorang yang patut ditiru atau diikuti orang lain.[33]
Menjadi teladan adalah dambaan setiap orang. Karena eksistensi kita sebagai manusi memang sudah dirancang oleh Allah sebagai Khalifah di muka bumi, yaitu pengelola bumi untuk kemaslahatan bersama. Oleh karena itu setiap orang berpotensi untuk menjadi teladan bagi yang lain, agar manfaat keberadaan hidupnya terasa bagi bersama. Kendati begitu, menjadi teladan harus datang dengan sendirinya. Guru adalah profesi, jabatan atau pekerjaan yang paling mungkin menyumbangkan manusia-manusia teladan. Dan memang seyogyanya dari profesi inilah lahir manusia-manusia yang mempunyai integrasi dan layak diteladani. Pendidikan karakter dan pendidikan berkarakter hanya akan berhasil bila motor penggerak utamanya, yaitu guru sebagai pendidik, telah sampai pada posisi “orang yang layak diteladani”. Dengan demikian, guru menjadi teladan sejati. Dari tangan para teladan sejati inilah akan lahir generasi hebat yang akan mengubah jalannya sejarah sebuah bangsa dan Negara.[34]
Sejarah mencatat, bahwa orang-orang yang menjadi teladan umat atau contoh perilaku baik bagi masyarakat adalah mereka yang mepunyai prinsip hidup yang kuat tidak datang kepada jiwa yang lemah. Sebagai contoh, Rasulullah Saw adalah pribadi yang kuat. Karena beliau sudah “dibenturkan” oleh kesulitan dan perjuangan hidup sejak balita, kanak-kanak dan remaja. Figur beliau diakui oleh kawan dan lawan sebagai sosok yang mempunyai prinsip kuat. Orang-orang yang layak diteladani pasti adalah orang-orang dengan integrasi dan prinsip hidup yang kuat. Kalau di seorang guru, maka dia adalah guru dengan kepercayaan diri yang tinggi, yang tertanam dalam hatinya keinginan membentuk sebuah generasi berakhlak mulia dengan keikhlasan yang luar biasa. [35]
Teladan dua Nabi besar dalam Al-qur’an, Allah berfirman,
“sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik begimu pada Ibrahim dan dan orang-orang yang bersama dengannya…” (QS. Al-Mumtahanah 60:4)
Nabi Ibrahim As dijadikan teladan oleh Allah karena beliau memiliki syarat-syarat yang memang layak menjadi figur teladan. Beliau adalah sosok yang luar biasanya. Boleh jadi beliau sudah ditakdirkan Allah untuk mencapai kenabiannya melalui jalan yang berliku. Beliau berkontemplasi untuk “mencari” Tuhan. Ini menunjukan, seluruh potensi kemanusiaan sosok Ibrahim bekerja maksimal, baik intelektual, emosional maupun spiritualnya. Orang yang pantas menjadi tauladan utama perilaku adalah orang yang hatinya hidup dan senantiasa terhubung dengan Allah. Karena hanya dengan begitu seluruh aktivitasnya terbimbing dan ridha Allah pasti tidak akan menyesatkan manusia yang menjadikannya sebagai panutan atau teladan. Dia akan mengantarkan manusia pada kebahagiaan yang hakiki, yaitu kebahagiaan memahami dirinya dan mengenali Tuhannya.[36]
Dengan redaksi yang hampir sama, Allah berfirman kembali tentang manusia yang dapat dijadikan contoh oleh seluruh manusia,
“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah (Muhammad) itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab 33 : 21)
Dari ayat tersebut, jelas bahwa dua orang Nabi, yaitu Nabi Muhammad Saw dan Nabi Ibrahim As, adalah manusia yang perlu dijadikan model atau contoh bagi para pemimpin, pengajar, pendidik atau guru yang professional. Karena di dalam diri kedua Nabi tersebut dilengkapi Allah dengan kemuliaan sifat-sifat-Nya yang menjadi benteng dalam setiap bertindak dan berbicara. Bila guru, dan semua manusia, menajdikan Rasulullah Saw sebagai model dan suri teladan yang professional, maka di dalam perangkat diri guru pun sesungguhnya terdapat sifat yang bisa dikembangkan untuk dijadikan teladan bagi murid-muridnya. Dan di dalam Al-qur’an perangkat diri diabadikan dengan indah. Perangkat itu adalah:[37]


1. Teladan dalam Memperhatikan
Guru yang bisa menjadikan dirinya teladan dalam memberikan perhatian, dalam hal ini perhatian terhadap murid-muridnya. Siapapun muridnya dan dari strata sosial manapun dia berasal, dia tetap akan memberikan perhatian yang sama. Sehingga dimata murid-muridnya dia adalah sosok teladan. Dan di matanya, para murid itu adalah anak-anak yang menyenangkan dan menenteramkan ketika di pandang. Guru tidak boleh memandang murid-murid secara berbeda, sehingga menimbulkan kecemburuan diantara para murid. Dia harus adil dalam membagi pandangan. Bersikap adil dalam memberi penghartian kepada murid-murid akan meningkatkan semangat belajar dan kepercayaan atau keyakinan diri murid. Ketika guru menjadi teladan dalam memperhatikan, dia telah menamamkan pondasi keberhasilan kepada murid-muridnya. Dia telah melangkah di jalan yang benar, yang akan diikuti oleh murid-muridnya. Tapi sebaliknya, ketika dia hanya cenderung memperhatikan satu-dua atau beberapa murid saja, maka dia telah menanamkan bibit-bibit permusuhan diantara murid-muridnya.[38]
2. Teladan dalam Mendengarkan
Ketika murid datang kepada seorang guru, mengeluhkan keadaanya, curhat tentang keluarganya atau merasa kesulitan menghadapi pelajaran, guru harus memperhatikan empatinya. Dia harus menjadi pendengar yang baik. Dia harus menjadi teladan dalam mendengarkan. Telinganya menjadi sarana untuk menampung kebaikan. Itulah telinga sami’na wa atha’na.Telinga yang siap mendenar sekaligus siap untuk menaati dan mengikuti apa yang dia dengar. Guru harus menjadi teladan dalam mendengarkan, agar murid-muridnya merasa lebih dari sekedar diperhatikan. Ketika seseorang didengarkan, maka dia akan merasa diperhatikan yang pada gilirannya dia akan merasa dihargai. Dengan begitu, tidak ada jarak antara guru dan murid. Kalaupun ada jarak, itu hanya jarak usia dan pengalaman saja. Diriwayatkan dari Imam Hasan Al-Basri, beliau berkata bahwa jika seorang guru diberikan gaji, lalu dia tidak bersikap adil (dalam perhatian dan sebagainya) diantara para muridnya, maka dia akan dicatat sebagai orang zalim.[39]
3. Teladan dalam Memotivasi
Posisi guru adalah posisi yang sangat strategis untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan kepada murid agar mencapai sebuah keberhasilan. Bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara merumuskan posisi strategis guru sebagai teladan dalam memberikan motivasi dengan 3 ungkapam yang legendaris:[40]
a. Di depan memberi contoh dan teladan
b. Di tengah membangkitkan daya dan kekuatan
c. Di belakang memberikan motivasi dan semangat
Guru yang selalu dalam Radha Allah memang harus senantiasa menjadi teladan dalam memberikan motivasi terhadap murid-murid. Motivasi yang bukan hanya membangkitkan semangat, menggelorakan gairah belajar, tapi juga mendatangkan kedamaian, bukan kegelisahan.[41]
4. Teladan dalam Berbicara
Guru hendaknya menjadi teladan dalam berbicara. Sebab, murid-murid adalah “beo” yang baik untuk menirukan kata-kata baik. Itu akan tercapai bila guru sedah mencapai taraf sebagai orang bijaksana, sehingga mulutnya selalu keluar kata-kata baik yang bernilai kebajikan dan mengenalkan manusia (murid-murid) kepada Tuhannya, serta mengajak mereka kepada kebaikan dan kebajikan. Tidak selayaknya seorang guru mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor yang tidak mencerminkan kredibilitas dan integritas dirinya sebagai pendidik. Harga diiri dan kehormatannya akan jatuh bila hal-hal buruk keluar dari mulutnya. Dan terkadang manusia dinilai oleh orang lain dari perkataannya, cita rasa bahasannya. Disisi ini, guru harusnya menjadi terdepan dalam berbicara.[42]




5. Teladan dalam Berkarya
Guru seolah-olah bukan orang yang bekerja atau sedang menjalankan tugas tertentu. Tapi dia lebih seperti seorang seniman, yang berkarya menciptakan sebuah karya seni. Karya seni fenomenal seorang guru adalah murid-murid yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia. Bukan sekedar murid yang pintar secara akademis. Dalam bahasa sederhana, seorang guru harus meniatkan seluruh aktivitas keguruannya karna Allah semata-mata, agar karya yang dihasilkanya adalah karya yang diridhai dan diberkahi Allah. Dengan demikian guru telah menjadi teladan dalam berkarya. Dan Rasulullah Saw menegaskan, bahwa tangan yang berada diatas (tangan yang berkarya) lebih baik daripada tangan yang di bawah, yang sekedar menerima dan pasrah. Dalam konteks guru, seorang guru tidak seharusnya melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji, yang melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat atau menabrak hukum positif yang telah diterapkan pemerintah. Kalau itu yang dilakukan oleh guru, maka dia telah menghasilkan”karya” yang buruk.[43]
6. Teladan dalam Melangkah
Memang guru harus menjadi teladan dalam melangkah. Mau tidak mau, suka tidak suka dan sadar atau tidak sadar, guru adalah manusia yang mempunyai “pengikut”. Pengikutnya adalah murid-muridnya. Oleh karena itu, menjadi keharusan kalau guru selalu mempertimbangkan tindak tanduknya. Ke mana dia akan melangkah, dan apa yang dia akan lakukan sehingga dia melangkah, itu harus selalu diperhatikan. Teladan utama manusia, Nabi Muhammad Saw, adalah orang yang selalu menganjurkan rmanusia berbuat kebaikan dan menjauhi perbuatan kemungkaran. Dan beliau adalah orang pertama yang mempraktikan apa yang beliau anjurkan itu, karena beliau adalah anutan yang akan diikuti banyak orang. Dia harus menjadi orang pertama yang memprkatikan prilaku terpuji, baik didepan murid-muridnya maupun dibelakang mereka. Hanya dengan begitu akan diikuti oleh anak-anak didiknya. Dan itu artinya, dia telah menjadi teladan dalam melangkah. Sekali lagi, guru memang harus menjadi teladan dalam melangkah. Itu artinya, agar tidak salah arah, maka sebelu melangkah, dia harus melakukan beberapa hal berikut ini:[44]
a. Membuat perencanaan berkenaan dengan langkah yang akan diambil,
b. Menetapkan tujuan, kemana langkah yang akan diayunkan,
c. Menetapkan target, untuk apa dia melangkah kesana,
d. Dari sekian banyak jalan, melalu jalan yang mana dia akan melangkah?
e. Apakah langkah itu kalau diambil akan mendatangkan manfaat untuk kebaikan orang banyak?
f. Dan seterusnya.
Kalau guru telah menjadi teladan dalam melangkah, maka murid-murid yang berada dibelakangnya tidak akan tersesat jalan.
7. Teladan dalam Berempati
Berempati adalah cara kita untuk merasa senasib sepenanggungan dengan orang lain. kita merasa sakit dan derita saudara-saudara kita yang sakit dan menderita. Seluruh tubuh kita, lahir dan batin, ikut merasakannya, seakan-akan sakit dan penderitaan itu juga kita alami. Dan perasaan itu muncul dari dasar hati yang paling dalam, tanpa direkayasa. Orang yang mempunyai empati, lebih dari sekedar simpati. Karena simpati biasanya timbul disebabkan oleh rasa belas kasihan. Sedangkan empati timbul karena penghargaan dan kesetaraan. Guru-guru sesungguhnya dapat menjadi teladan bagi murid-murid mereka dalam berempati. Dan itu bisa dimulai dari hal-hal yang kecil dan sepele di lingkungaan yang paling dekat. Misalnya denan menyapa mereka dan tidak menampakan wajah yang angker atau sekedar tersenyum. Guru juga bisa mengajarkan atau lebih tepatnya memotivasi murid-muridnya, bagaimana mengubah simpati menjadi empati. Misalnya, secara demonstrative guru memperlihatkan antusiaskan dalam mendengarkan keluhan, pendapat, atau pertanyaan seorang murid dihadapan teman-temannya. Dia berikan perhatian penuh dengan seluruh potensi kemanusiaannya. Artinya, bukan fisiknya saja yang tampak terlibat, tapi juga emosi dan hatinya.[45]
Bila ketujuh teladan tersebut dapat diperankan oleh seorang guru, maka dia telah menjadi Sang Teladan Sejati. Dialah guru atau pendidik profesional sebenarnya, yang memiliki kualitas perangkat diri yang dimaksimalkan pemanfaatannya sesuai dengan kehendak Allah. Dia akan menjadi guru atau pendidik teladan dengan “ kualitas” seorang Nabi.[46]

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat, oleh sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah orang tua dalam keluarga, guru/pendidik dalam sekolah, pemimpin program pembelajaran, latihan dan masyarakat/ organisasi.seorang pendidik hendaknya memiliki karakteristik yang dapat membedakannya dari yang lain antara lain, bersifat ikhlas yaitu melaksanakan tugasnya sebagai pendidik semata-mata untuk mencari keridhoan Allah dan menegakkan kebenaran, mempunyai watak dan sifat rubbaniyah, bersifat sabar dalam mengajar, Jujur, mampu menggunakan metode mengajar yang bervariasi, dan mampu mengelola kelas. Pendidik sebagai tauladan dalam memperhatikan, dalam mendengarkan, dalam memotivasi, dalam berbicara, dalam berkarya, dalam melangkah dan tauladan dalam berempati.
B. Saran
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembacanya dan kami sangat mengharapkan ada kritik dan saran yang dapat membangun, agar kami dapat lebih baik lagi dalam menyusun dan membuat makalah ini. Kami rasa makalah ini pembaca memang sangat jauh dari kata kesempurnaan, tetapi diharapkan para dan dosen pembimbing mata kuliah pengantar pendidikan KH. Toto Sianti Aji M.Ag dapat memakluminya karena kami masih dalam tahap belajar dan perlu bimbingan untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hamka A, Karakter Guru Profesionl, Al-Mawardi Prima, Jakarta, 2012.
Anita E. Wolfolk, Lorraine McCune-Nicolich, Mengembangkan Kepribadian dan Kecerdasan Anak-anak (Psikologi Pembelajaran I), Inisiasi Press, Jakarta, 2004.
Fathurrohman, M , Sulistyorini , Meretas Pendidikan Berkualitas dalam Pendidikan Islam, Teras, Yogyakarta, 2012.
J.S. Badudu, dan Muhammad, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan,Jakarta, 1996.
Kunandar, Guru Profesional, RajaWaliI Pres, Jakarta, 2009.
Langgulung, H, Pendidikan Islam Menghadapi Abad 21, Pustaka al Husna, Jakarta, 1998.
Mujib, A, Mudzakkir, J, Ilmu Pendidikan Islam, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2006.
Ni’am Asrorun, S, Membangun Profesionalitas Guru, Elsas, Jakarta, 2006.
Noorhayati Aliet, S, Telaah Filsafat Pendidikan Edisi Revisi, Deepublish, Yogyakarta,2014.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2006.
Rohmad, A, Kapita Selektra Pendidikan, Bina Ilmu , Jakarta, 2005.
Salahudin, A, Alkrienciehie, I, Pendidikan Karakter, Pustaka Setia, Bandung, 2013.
Tafsir, A, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1972.
Tirtarahardja, U, Sulo, Pengantar Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2013.

source:mayasari



Baca Artikel Terkait: